Anda di halaman 1dari 30

1

Penoscrotal Hypospadia pada Disorder of Sex Development (DSD)



Kelompok C7
Thomas Lekawael 102009235
Mariane Devi 102011023
Cindy Cellina S 102011119
Nofanny Felicia 102011210
Kelvin arifin 102011276
Jessyca Augustia 102011291
Imelda suryadita 102011377
Abraham Bayu 102011441

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2014/2015
Jalan Arjuna Utara No 6, Jakarta Barat, tlp 56942061

Pendahuluan
Ambigus genitalia adalah suatu kelainan perkembangan seks yang atipikal secara
kromosomal, gonadal, dan anatomis yang umumnya ditandai dengan adanya organ genitalia
eksterna yang tidak jelas laki-laki atau perempuan, atau mempunyai gambaran kedua jenis
kelamin. Hal ini termasuk kriptorchidisme bilateral, hipsopadia perineum dengan skrotum,
klitoromegali, fusi labia posterior, adanya fenotipe wanita dengan gonad yang dapat dipalpasi
(dengan atau tanpa hernia inguinal), dan bayi dengan genitalia bertentangan dengan
kromosom seks nya.
1, 2

Bayi yang lahir dengan abnormalitas perkembangan genitalia cukup sulit didiagnosis
dan dirawat oleh dokter pediatrik saat perawatan awal kelahiran. Ambigus genitalia adalah
kasus kedaruratan neonates. Sangat penting untuk menegakkan diagnosis secepat mungkin
sehingga penatalaksanaan yang tepat dapat segera dilakukan untuk meminimalisasi
komplikasi medis, psikologis, dan sosial.
1,3


2
Untuk mencapai hasil yang diharapakan, paling sedikit harus dikelola oleh tim yang
terdiri dari ahli endokrin anak, ahli bedah urologi anak, ahli genetik dan ahli psikiatrik anak,
yang bekerja sama dengan keluarga agar dapat mencapai dua tujuan utama, yaitu:
menetapkan diagnosis yang tepat dan dengan asupan dari orang tua, menentukan jenis
kelamin berdasarakan pada diagnosis dan anatomi bayi.
4
Untuk menetapkan jenis kelamin, tiap kasus memerlukan pertimbangan tersendiri
berdasarkan pemeriksaan fisik, laboratorium dan pertimbangan orang tua. Sebagian besar
kasus, diperlukan rujukan ke fasilitas perawatan tersier untuk memperoleh evaluasi yang
optimal.
4
Hipospadia merupakan kelainan abnormal dari perkembangan uretra anterior dimana
muara dari uretra terletak ektopik pada bagian ventral dari penis proksimal hingga glands
penis. Muara dari uretra dapat pula terletak pada skrotum atau perineum. Semakin ke
proksimal defek uretra maka penis akan semakin mengalami pemendekan dan membentuk
kurvatur yang disebut chordee.
Pada abad pertama, ahli bedah dari Yunani Heliodorus dan Antilius, pertama-tama
yang melakukan penanggulangan untuk hipospadia. Dilakukan amputasi dari bagian penis
distal dari meatus. Selanjutnya cara ini diikuti oleh Galen dan Paulus dari Agentia pada tahun
200 dan tahun 400.
Duplay memulai era modern pada bidang ini pada tahun 1874 dengan
memperkenalkan secara detail rekonstruksi uretra. Sekarang, lebih dari 200 teknik telah
dibuat dan sebagian besar merupakan multi-stage reconstruction; yang terdiri dari first
emergency stage untuk mengoreksi stenotic meatus jika diperlukan dan second stage untuk
menghilangkan chordee dan recurvatum, kemudian pada third stage yaitu urehtroplasty.
Beberapa masalah yang berhubungan dengan teknik multi-stage yaitu; membutuhkan
operasi yang multiple; sering terjadi meatus tidak mencapai ujung glands penis; sering terjadi
striktur atau fistel uretra; dan dari segi estetika dianggap kurang baik.Pada tahun 1960,
Hinderer memperkenalkan teknik one-stage repair untuk mengurangi komplikasi dari teknik
multi-stage repair. Cara ini dianggap sebagai rekonstruksi uretra yang ideal dari segi anatomi
dan fungsionalnya, dari segi estetik dianggap lebih baik, komplikasi minimal, dan
mengurangi social cost.

Pembahasan
Skenario 2


3
Seorang bayi berusia 3 minggu dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan analisis
kromosom dengan indikasi disorder of sex development (DSD). Pada pemeriksaan fisik
ditemukan genitalia eksterna dengan kelamin yang meragukan (sex ambigua) yaitu berupa
suatu penoscrotal hypospadia dengan uretra di daerah perineum. Pemeriksaan USG
abdomen tidak menunjukkan sesuatu yang jelas karena bayi masih terlalu kecil.

Berdasarkan skenario diatas , bayi tersebut lahir dengan keadaan penoscrotal
hypospadia dengan uretra di daerah perineum, sehingga bayi tersebut harus dirujuk untuk
pemeriksaan kromosom dengan indikasi DSD (disorder of sex development).

Insidens Ambigu genitalia atau yang sekarang dikenal dengan istilah disorders of sex
development (DSD) adalah 1:4500 -1: 5500 bayi lahir hidup. Dimana 50% kasus 46, XY
dapat diketahui penyebabnya dan 20% secara keseluruhan dapat didiagnosis secara
molekular. Walaupun dalam bahasa pergaulan di Indonesia sering kita dengar tentang banci,
bencong, atau waria, namun istilah tersebut belum mempunyai makna sesungguhnya dari
Interseksualitas. Angka kejadian interseksualitas belum pernah dilaporkan di Indonesia.
Namun, tujuan tulisan ini untuk mengingatkan kembali perlunya kehati-hatian kita dalam
menentu kan jenis kelamin seseorang bila kita melihat suatu keanehan atau keragu-raguan
pada kelaminnya. Pemberitahuan jenis kelamin bayi yang pertama kali akan mempunyai arti
yang sangat mendalam bagi orangtuanya.
5
Penyebab penyakit interseksualitas sangat kompleks, terbanyak oleh karena kelainan
genetik, namun pengaruh lingkungan terutama penggunaan obat-obat hormonal pada masa
kehamilan merupakan salah satu yang diduga. Paparan pada masa kehamilan yang
mengakibatkan ambiguitas seksual pada bayi perempuan dengan kromosom 46,XX
semestinya dipertimbangan dengan hati-hati pada ibu hamil, pemakaian obat hormonal yang
tidak terlalu perlu.
4,5,6
Untuk memahami ambigus genitalia, terlebih dahulu harus dipahami mengenai
perkembangan seks pada manusia. Manusia mempunyai 46 kromosom yang di setiap dalam
tubuh kita terdiri dari 23 pasang. Pasangan kromosom yang ke 23 adalah sepasang kromosom
seks yang menentukan jenis kelamin anak, wanita bila mempunyai dua buah kromosom X
(46,XX) dan laki-laki bila mempunyai salah satu kromosom X dan satu buah kromosom Y
(46,XY).
7
Sampai pada minggu ke-6 masa kehamilan, gonad embrio masih belum dapat
dibedakan lelaki atau perempuan. Pada masa ini janin telah mempunyai premordial saluran


4
genital yaitu saluran Muller dan saluran Wolf, serta mempunyai premordial genitalia
eksterna.
4, 5, 6
Perkembangan genitalia lelaki merupakan suatu proses aktif. Pada minggu ke-7
kehamilan, atas prakarsa Testes Determining Factor yang diproduksi oleh kode gen untuk
seks lelaki, yaitu gen SRY (sex determining region of the y chromosome).

Perkembangan
genitalia laki-laki sangat tergantung dari faktor pembentukan testis dan regresi dari duktus
mullerian, sehingga dalam pembentukan testis terdapat susunan yang kompleks dan banyak
gen yang terlibat dalam proses tersebut. Kromosom Y pada laki-laki mempunyai gen SRY
yang terdapat dilengan pendek (Yp) kromosom tersebut. Gen tersebut membuat gonad
menjadi testis (laki-laki) pada usia kehamilan 6 minggu, sehingga terjadi regresi dari gonad
yang membentuk traktus reproduksi wanita.
6,7

Gen SRY terletak dekat dengan perbatasan pseudoautosomal sehingga gen ini dapat
bertranslokasi ke kromosom X. Pertukaran X-Y dari material genetik dapat melebihi dari
batas pseudoautosomal dan dapat ditemukan insersi dari gen SRY pada kromosom X.
7
Mutasi dari gen SRY berhubungan dengan gonadal dysgenesis dan swyers syndrome,
namun penderita ambigus genitalia yang mengalami mutasi gen SRY hanya di temukan
sebanyak 15-20%. Hal ini mengindikasikan bahwa ada gen lain yang menentukan dalam
pembentukan testis seperti DAX 1 (Double dose sensitive locus-Adrenal hipoplasia
congenital, critical region of X, gene 1) pada kromosom X, SF1 (steroidogenic factor 1) pada
9q33, WT1 pada 11p13, SOX9 (SRY-Box-related) pada 17q24-q25, dan AMH (Anti
Mullerian Hormone) pada 19q13.3.
7, 8













Gambar 1. Pemetaan Gen yang berhubungan dengan Penentuan Seks
8



5

Proses diferensiasi ini melibatkan 3 kelompok sel utama yaitu sel Sertoli dan sel-sel
lainnya yang terbentuk dari tubulus seminiferus, sel Leydig dan komponen lainnya dari
intersisium, dan spermatogonia.Pada minggu ko8 s/d ke-12 masa kehamilan, kadar
gonadotropin korion plasenta meningkat, dan merangsang sel Leydig janin untuk
mengeluarkan testoteron serta merangsang sel sertoli untuk mengeluarkan Mullerian
inhibiting factor. Testosteron akan merangsang diferensiasi saluran Wolf menjadi
epididimus, vasa deferens, vesikula seminalis, dan saluran ejakulator lelaki. Sedangkan
Mullerian inhibiting factor akan menyebabkan involusi pada prekusor embriogenik dari tuba
fallopii, uterus, serviks, dan sepertiga bagian atas vagina.Pada minggu ke-9 kehamilan, enzim
5 Reduktase dari sel target akan mengubah sebagian testosteron menjadi 5
Dihidrotestosteron, dan Dihidrotesteron inilah yang merangsang terjadinya diferensiasi alat
kelamin luar lelaki, merangsang pertumbuhan tuberkel genital, fusi lekuk uretra, den
pembengkakan labioskrotal untuk membentuk glans penis, penis, dan skrotum.
4,5,6










Gambar 2. Gambaran Skematik Perkembangan Embrio pada Laki-laki.
7

Perkembangan genitalia perempuan lebih sederhana bila dibandingkan dengan
perkembangan genitalia lelaki. Pada minggu ke-7 s/d ke-12 masa kehamilan, sejumlah sel
germinal mengalami transisi dari oogonia menjadi oosit, sehingga terjadi diferensiasi dari
gonad menjadi ovarium. Saluran Muller berkembang menjadi tuba fallopii, uterus, serviks,
dan sepertiga bagian atas vagina, sedangkan saluran Wolf menjalani proses regresi.
4,5,6

Pada diferensiasi genitalia eksterna perempuan, tuberkel genital tetap kecil dan membentuk
klitoris. Lekuk uretra membentuk labia minora, dan lekuk labioskrtital membentuk labia
mayora. Bila terjadi gangguan pada proses perkembangan genitalia yang demikian kompleks,


6
maka akan terjadi kelainan pada genitalia sesuai dengan pada tahapan mana gangguan
terjadi.
4, 5, 6

Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi ambigus genitalia berdasarkan penyebabnya :
Secara sederhana, ambigus genitalia dapat dikelompokkan menjadi dua:
9, 10

A. Wanita yang mengalami maskulinisasi (Female Pseudohermaphroditism)
Ada tiga hal yang dapat menyebabkan pseudohermafrodit pada wanita, yaitu
hiperplasia adrenal congenital, defisiensi aromatase plasenta, dan produksi hormone pria
berlebihan dari garis maternal
1. Hiperplasia adrenal congenital (CAH = Congenital Adrenal Hyperplasia)
CAH merupakan penyebab yang paling sering dari ambigus genitalia pada neonatus
yang menyebabkan perempuan mengalami maskulinisasi. CAH disebabkan karena defek
pada enzim 21-hidroksilase pada sintesis jalur hormone steroid di kelenjar adrenal yang
menyebabkan kelenjar adrenal memproduksi androgen dalam jumlah besar.
11. 12
Androgen
yang berlebihan menyebabkan pembesaran klitoris pada perempuan, sehingga menyerupai
penis.
4
Defek pada enzim 21-hidroksilase ini didapat dari gen autosomal resesif yang dalam
artian orangtua yang membawa gen ini berkesempatan 25% per kehamilan bayi perempuan.
2. Defisiensi aromatase
Defisiensi aromatase yang disebabkan enzym aromatase pada plasenta tidak dapat
melindungi janin wanita dari efek androgen sirkulasi ibu.
3. Produksi hormone pria berlebihan
Hal ini dapat disebabkan oleh CAH seperti diatas yang membuat hormon pria dengan
konsentrasi yang tinggi masuk kedalam plasenta via ibu misalnya saat ibu mendapatkan
terapi progesterone untuk menghindari keguguran atau pada ibu yang memiliki hormone
yang memproduksi tumor.

B. Laki-laki yang sedikit mengalami maskulinisasi (Male Pseudohermaphroditism)
Penyebab pseudohermafrodit pada pria adalah hipolpasia sel Leydig, defek biosintesis
testosterone, defisiensi 5-alfa reduktsae, dan insensitivitas androgen
1. Sindrom insensitivitas androgen. Kelainan ini disebabkan karena gangguan produksi
androgen atau respon inadekuat terhadap androgen yang menimbulkan maskulinisasi


7
tak sempurna pada seorang individu dengan kariotip 46,XY. Bayi yang terkena
complete androgen insensitivity syndrome memiliki testis (umumnya masih tetap di
dalam abdomen) dan genitalia eksterna perempuan, walaupun tidak mempunyai
uterus maupun ovarium.
11,12
Bayi laki-laki ini tidak merespon terhadap androgen
(testosterone) yang disebakan karena defek pada reseptor androgen pada kromosom X
sehingga disebut dengan X-linked recessive. Ibu yang memiliki gen ini mempunyai
kesempatan 50/50 untuk mendapatkan anak laki-laki dengan sindrom insensitivitas
androgen, sementara untuk anak perempuannya memiliki kesempatan 50/50 untuk
menjadi pembawa gen ini.
2. Defisiensi 5-alpha reduktase menyebabkan testosterone tidak dapat diubah menjadi
dihidrotestosteron (DHT) yang berperan dalam perkembangan maskulin fetus laki-
laki. Kelainan ini disebabkan karena gen autosomal resesif .
C. Hermafrodit sejati (True Hermaphroditsm)
Merupakan kelainan yang jarang dijumpai. Diagnosis True Hermaphroditism
ditegakkan apabila pada pemeriksaan jaringan secara mikroskopis ditemukan gonad
yang terdiri dari jaringan ovarium (perempuan) dan testis (laki-laki). Kedua jaringan
gonad tersebut masing-masing dapat terpisah tetapi lebih sering ditemukan bersatu
membentuk jaringan ovotestis. Pada analisis kromosom 70% dari kasus yang
dilaporkan dijumpai 46,XX, sisanya dengan 46,XY, campuran kromosom laki dan
perempuan dengan kombinasi 46,XX/46,XY, 45,X/46,XY, 46,XX/47,XXY atau
46,XY/47,XXY.
6, 13
Manifestasi klinik dan profil hormonal tergantung pada jumlah jaringan gonad
yang berfungsi. Jaringan ovarium sering kali berfungsi normal namun sebagian besar
infertil. Sekitar 2/3 dari total kasus true hermaphrodite dibesarkan sebagai laki-laki.
Meski pun demikian alat genital luar pada penderita kelainan ini biasanya ambigus
atau predominan wanita dan disertai pertumbuhan payudara saat pubertas. Jaringan
Gonad dapat ditemukan pada rongga perut, selakang atau lebih kebawah pada daerah
bibir kemaluan atau skrotum. Jaringan testis atau ovotestis lebih sering tampak di
sebelah kanan. Spermatozoa biasanya tidak ditemukan. Sebaliknya oosit normal
biasanya ada, bahkan pada ovotestis. Jika pasien memilih jenis kelamin pria,
rekontruksi genital dan pemotongan gonad selektif menjadi indikasi. Jika jenis


8
kelamin wanita yang dipilih, tindakan bedah yang dilakukan akan menjadi lebih
sederhana.
6,13
A. Anamnesis
Anamnesis harus meliputi semua gangguan endokrin pada ibu selama masa
kehamilan, derajat maturitas/ prematuritas umur kehamilan, ibu mengkonsumsi
hormon dari luar juga cara yang digunakan untuk membantu reproduksi dan atau
konrasepsi yang digunakan selama kehamilan. Riwayat keluarga digunakan untuk
menskrining beberapa kelainan urologi, kematian neonatal yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya, anomali organ genital, pubertas dini, amenorrhea, infertilitas pada
keluarga dekat atau keterkaitan keluarga. Virilisasi atau tampilan cushingoid pada
ibunya bila ada, harus dicatat. Kelainan yang didapat pada saat USG prenatal atau
ketidaksesuaian kariotipe fetus dengan genitalia pada saat USG.
5,6
Untuk menentukan penyebab terjadinya interseksualitas atau ambiguos
genitalia tidak mudah, diperlukan kerja sama interdisipliner/intradisipliner,
tersedianya sarana diagnostik dan sarana perawatan. Pada pemeriksaan medis perlu
perhatian khusus kepada hal-hal tertentu.
1

Pada anamnesis perlu diperhatikan mengenai:
1. Riwayat kehamilan; adakah pemakaian obat-obatan seperti hormonal atau
alkohol, terutama pada trimester I kehamilan.
2. Riwayat keluarga; adakah anggota keluarga dengan kelainan jenis kelamin.
3. Riwayat kematian neonatal dini
4. Riwayat infertilitas dan polikistik ovarii pada saudara sekandung orangtua
penderita.
5.
Perhatikan penampilan ibu; akne, hirsustisme, suara kelaki-lakian.

B. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Pemeriksaan Fisik.
1

1. Khusus terhadap genitalia eksterna/status lokalis: tentukan apakah testis teraba
keduanya, atau hanya satu, atau tidak teraba. Bila teraba di mana lokasinya,
apakah di kantong skrotum, di inguinal atau di labia mayora. Tentukan apakah
klitoromegali atau mikropenis, hipospadia atau muara uretra luar. Bagaimana
bentuk vulva dan adakah hiperpigmentasi.


9
2. Tentukan apakah ada anomali kongenital yang lain.
3. Tentukan adakah tanda-tanda renjatan.
4. Bagi anak-anak periksalah status pubertas, tentukan apakah ada gagal tumbuh
atau tidak.
Pemeriksaan Penunjang.
1

1. Laboratorium
a. Analisis kromosom
b. Pemeriksaan hormonal disesuaikan dengan keperluannya seperti testosteron,
uji HCG, 17-OH progesteron.
c. Pemeriksaan elektrolit seperti natrium dan kalium.
2. Pencitraan
a. USG pelvis; untuk memeriksa keadaan genital interna
b. Genitografi; untuk menetukan apakah saluran genital interna perempuan ada
atau tidak. Jika ada, lengkap atau tidak.
Jadi pencitraan ini ditujukan terutama untuk menentukan ada/tidaknya organ yang berasal
dari saluran Muller.
Pemeriksaan fisik dimulai dari mencari kemungkinan adanya sindrom/
malformasi tertentu. Secara umum harus dilihat adanya dismorfik, bila ada maka
merupakan petunjuk manifestasi suatu sindrom, juga leher pendek dan lebar, puting
susu berjarak jauh, dll.
5, 6

Genitalia eksterna diperiksa secara teliti untuk menunjukkan derajat virilisasi.
Ukuran penis diukur panjang penis teregang dan diameternya, ada tidaknya korda
penis, lemak prepubis yang berlebihan seringkali menutupi ukuran penis yang
sesungguhnya. Pada bayi baru lahir cukup bulan, panjang penis teregang harus
berukuran sekurang-kurangnya 2 cm. Harus dinilai sampai sejauh mana sinus
urogenital telah menutup, dengan mengidentifikasi posisi meatus uretra ekterna, yang
kadang-kadang perlu menunggu sampai bayi buang air kecil. Dicatat lipatan
labioskrotal dalam keadaan penuh, simetri atau tidak dan kerutannya. Apabila lipatan
labioskrotal asimetris, maka gonad seringkali dapat dipalpasi pada sisi yang lebih
banyak mengalami virilisasi dan sering didapatkan hernia inguinal. Harus dilakukan
palpasi gonad pada masing-masing sisi dengan jari tangan pemeriksa mengurut
disepanjang garis kanalis inguinalis kearah labium atau skrotum sedangkan tangan


10
yang lain memegang sesuatu yang mungkin gonad bila ada. Manuver ini memerlukan
tangan yang hangat dan kesabaran yang cukup.
5,6, 7
Genitalia eksterna pada lelaki adalah skrotum, penis dan gland penis,
sedangkan genitalia eksterna pada perempuan adalah labia mayora, labia minora dan
klitoris. Quigley mengelompokkan kriteria skema perubahan genitalia eksterna dari
laki-laki ke perempuan pada penderita ambigus genitalia berdasarkan 7 tingkatan
sesuai dengan gambar berikut :
7









Gambar 3. Quigley Stage
7
Interpretasi Quigley Stage :
7
Grade 1 adalah normal maskulinisasi di dalam kandungan
Grade 2 adalah gambaran ekternal laki-laki dengan defek yang ringan contohnya isolated
hypospadia
Grade 3 adalah gambaran fenotip laki-laki dengan defek yang berat pada maskulinisasi
contohnya, penis yang kecil, perineoscrotal hypospadia, skrotum terbelah, dan atau
crytochidism
Grade 4 adalah ambiguitas genital yang berat dengan klitoris seperti phallus, adanya
lipatan labioscrotal , lubang tunggal pada perineum,.
Grade 5 adalah gambaran fenotip wanita dengan fusi pada bagian belakang labia dan
klitoromegali
Grade 6/7 adalah gambaran fenotip wanita (grade 6 bila ditemukan rambut pubis, grade 7
bila tidak di temukannya rambut pubis pada keadaan dewasa)

Tingkat virilisasi genitalia eksterna wanita dilakukan dengan pemeriksaan fisik
dengan menggunakan kriteria menurut Prader sebagai berikut :
7



11







Gambar 4. Skala virilisasi menurut Prader
7


Interpretasi skala virilisasi Prader :
7

Prader 1 adalah Genitalia ekterna dengan klitoromegali
Prader 2 adalah Klitoromegali dengan fusi parsial labia yang membentuk sinus urigenital
berbentuk corong.
Prader 3 adalah peningkatan pembesaran phallus, fusi labioscrotal komplit membentuk
sinus urigenital dengan satu lubang.
Prader 4 adalah fusi scrotal komplit dengan pintu urigenital di dasar batang phallus.
Prader 5 adalah genitalia eksterna laki-laki normal

Gambar 5 a.
Genitalia
eksterna bayi
perempuan
normal.
14

Gambar 5 b.
Hymen (selaput
dara) dan labia
minora pada bayi
perempuan
normal.
14


Untuk diagnosis banding dan persiapan pengobatan, yang sangat penting adalah
temuan pada pemeriksaan fisik teraba satu atau dua gonad. Bila tidak teraba gonad, semua
kategori ini mungkin terjadi (pseudohemafrodit perempuan, pseudohemafrodit laki-laki,
disgenesis gonad, hermafrhodit murni). Dari keempat kemungkinan tersebut yang paling
sering adalah pseudohemafrodit perempuan, diikuti oleh disgenesis gonad campuran. Bila
gonad teraba maka kemungkinan besar adalah testes. jika satu gonad teraba, maka dapat
disingkirkan pseudohemafrodit perempuan dan disgenesis gonad murni, namun masih
mungkin disgenesis gonad campuran, hermafrodit murni, dan pseudohemafrodit laki-laki.
Bila kedua gonad teraba, mungkin pseudohemafrodit laki-laki.
5,6



12

Gambar 7 a. Neonatus dengan CAH yang
memperlihatkan ambigus genitalia.
16

Gambar 7 b. Mikropenis dan hipospadia
(kepala anak panah). Skrotum terbelah dua
dengan celah ditengahnya.
16




Gambar 8 a. Genitalia eksterna pada bayi
perempuan pseudohermafrodit. Lipatan
labiaskrotal dextra mempunyai ovotestis.
17

Gambar 8 b. Skrotalisasi Penis dan selendang
berkerut seperti skrotum
17

Pasien harus diperiksa diruang yang hangat, terlentang posisi frog leg dengan kedua
kaki bebas. Bila gonad teraba, yang sangat penting adalah memeriksa ukuran, lokasi dan
tekstur kedua gonad. Pada kriptokirdisme testes mungkin didapatkan pada kanalis inguinalis,
kantung inguinal superfisial, dibagian atas skrotum, atau pada keadaan yang sangat jarang
didaerah femoral, perineal, atau region skrotal kontralateral.
5,6

Yang juga harus dicatat adalah perkembangan dan pigmentasi lekukan labioskrotal
dan kelainan bawaan lain. Kelainan ukuran penis harus didokumentasikan dengan ukuran
lebar dan panjang penis teregang. Harus dideskripsikan posisi meatus uretra eksterna dan ada
tidaknya korda dan bila ada jumlah orifisium. Yang sangat penting dicari adanya uterus pada
pemeriksaan fisik, yang dapat teraba dengan jari pada pemeriksaan colok dubur.
5,6

C. Pemeriksaan laboratorium dan Pencitraan
Genitalia internal pada lelaki yaitu vasa deferens, vesikula seminalis, dan epididimus,
sedangkan genitalia internal pada perempuan yaitu tuba falopi, uterus,




13
dan sepertiga bagian atas vagina. Modalitas utama radiologi untuk memeriksa bagian internal
dari genitalia adalah USG.


Selain genitalia interna, USG juga dapat mengindentifikasi kelenjar adrenal yang mengalami
perubahan karena CAH merupakan penyebab paling sering ambigus genitalia pada bayi.



Gambar 10a Pseudohermafrodit
pada wanita, tidak ada uterus dan
ovarium pada rongga pelvis
16

Gambar 10b. Testis kanan pada
kanalis inguinalis. Pasien datang
dengan amenore.
16

Gambar 10b. Testis kiri pada
kanalis inguinalis.
16




Gambar 9a. Uterus dan ovarium
normal pada bayi perempuan.
16

Gambar 9b. Pembesaran glandula
adrenalis dextra pada bayi
perempuan pseudohermafrodit
16

Gambar 9b. Pembesaran
glandula adrenalis sinistra
berbentuk serebriform
16



14

Gambar 3. Skema alur untuk mengarahkan pada ambiguous genitalia
4


Karena CAH merupakan penyebab paling sering ambigous genitalia pada bayi
baru lahir, maka skrining biokimia untuk penyakit ini harus dilakukan pada bayi yang
mengalami maskulinisasi simetris dengan gonad tidak teraba. Kadar elektrolit serum
harus diperiksa dengan segera dan dipantau dengan cermat sampai diagnosis ditegakkan
dan dibuat rencana pengelolaan. Analisis kromosom harus dilakukan pada pemeriksaan
awal, umumya hasil dapat diperoleh dalam waktu 72 jam dengan teknik standar. Apabila
telah dapat ditetapkan diagnosis CAH, maka tes diagnosis lebih lanjut tidak perlu
dilakukan.
5,6
Karyotyping (analisis kromosom)
Karyotyping adalah satu tes untuk memeriksa kromosom dalam satu sel sampel
yang mana kita dapat mengetahui kelainan kromosom yang menyebabkan suatu penyakit.
Dengan pemeriksaan ini kita bisa menghitung jumlah kromosom dan juga melihat
struktur kromosom dan menilai ada atau tidak perubahan pada strukturnya.
Sampel untuk tes ini bisa dari berbagai jaringan termasuklah:
Cairan amnion
Darah
Sum-sum tulang
Plasenta.
Sampel ditempatkan ke dalam piring khusus dan dibiarkan tumbuh di dalam
laboratorium. Kemudian sel yang telah tumbuh diambil sampelnya dan dibuat sediaan


15
dengan pewarnaan. Dengan menggunakan mikroskop, spesialis laboratorium akan
memeriksa ukuran, bentuk, dan jumlah kromosom dalam sel sampel. Seterusnya sediaan
tadi akan difoto untuk menghasilkan karyotype yang menunjukkan susunan kromosom-
kromosm. Beberapa kelainan termasuk sindroma klinefelter dapat diidentifikasi melalui
jumlah atau susunan kromosom.
Gambar 5

Prosedur pemeriksaan karyotyping

Nilai normal adalah:
Wanita : 44 autosome dan 2 sex kromosom (XX) ditulis sebagai 46,XX
Laki-laki : 44 autosome dan 2 sex kromosom (XY) ditulis sebagai 46,XY
14,15


Penoscrotal hipospadia
Hipospadia adalah salah satu kelainan bawaan pada anak-anak yang sering
ditemukan dan mudah untuk mendiagnosanya. Hipospadia adalah suatu keadaan dimana
lubang uretra terdapat dipenis bagian bawah, bukan diujung penis. Hipospadia merupakan
kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1.000 bayi baru lahir. Beratnya hipospadia
bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak didekat ujung penis, yaitu pada glans penis.
Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat ditengah batang
penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum (kantung zakar) atau dibawah
skrotum.

Insiden
Hipospadia terjadi 1:300 kelahiran bayi laki-laki hidup di Amerika Serikat.
Kelainan ini terbatas pada uretra anterior. Pemberian estrogen dan progestin selama
kehamilan diduga meningkatkan insidensinya. Jika ada anak yang hipospadia maka


16
kemungkinan ditemukan 20% anggota keluarga yang lainnya juga menderita hipospadia.
Meskipun ada riwayat familial namun tidak ditemukan ciri genetik yang spesifik.

Embriologi
Pada embrio yang berumur 2 minggu baru terdapat 2 lapisan yaitu ektoderm dan
endoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan di tengah-tengah yaitu mesoderm yang
kemudian bermigrasi ke perifer, memisahkan ektoderm dan endoderm, sedangkan di
bagian kaudalnya tetap bersatu membentuk membran kloaka. Pada permulaan minggu ke-
6, terbentuk tonjolan antara umbilical cord dan tail yang disebut genital tubercle. Di
bawahnya pada garis tengah terbenuk lekukan dimana di bagian lateralnya ada 2 lipatan
memanjang yang disebut genital fold.
Selama minggu ke-7, genital tubercle akan memanjang dan membentuk glans. Ini
adalah bentuk primordial dari penis bila embrio adalah laki-laki, bila wanita akan menjadi
klitoris. Bila terjadi agenesis dari mesoderm, maka genital tubercle tak terbentuk,
sehingga penis juga tak terbentuk.
Bagian anterior dari membrana kloaka, yaitu membrana urogenitalia akan ruptur
dan membentuk sinus. Sementara itu genital fold akan membentuk sisi-sisi dari sinus
urogenitalia. Bila genital fold gagal bersatu di atas sinus urogenitalia, maka akan terjadi
hipospadia.

Anatomi
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine ke luar dari buli-buli melalui
proses miksi. Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani.
Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan
buli-buli dan uretra, dan sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra
anterior dan posterior. Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Uretra pars anterior, yaitu uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis,
terdiri dari: pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikulare, dan meatus uretra
eksterna.
2. Uretra pars posterior, terdiri dari uretra pars prostatika, yaitu bagian uretra yang
dilengkapi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea.




17

Etiologi
Penyebab pasti hipospadia tidak diketahui secara pasti. Beberapa etiologi dari
hipospadia telah dikemukakan, termasuk faktor genetik, endokrin, dan faktor lingkungan.
Sekitar 28% penderita ditemukan adanya hubungan familial.
Beberapa factor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Pembesaran tuberkel genitalia dan perkembangan lanjut
dari phallus dan uretra tergantung dari kadar testosteron selama proses embriogenesis.
Jika testis gagal memproduksi sejumlah testosteron . Atau biasa juga karena reseptor
hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga
walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila
reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya.
Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen androgen converting
enzyme (5 alpha-reductase) tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada
gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut
tidak terjadi.


3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang
bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi
Hipospadia sering disertai kelainan penyerta yang biasanya terjadi bersamaan pada
penderita hipospadia. Kelainan yang sering menyertai hipospadia adalah :
1. Undescensus testikulorum (tidak turunnya testis ke skrotum)
2. Hidrokel
3. Mikophalus / mikropenis
4. interseksualitas


18

Klasifikasi
Klasifikasi hipospadia yang sering digunakan yaitu berdasarkan lokasi meatus yaitu :
1. Glandular, muara penis terletak pada daerah proksimal glands penis
2. Coronal, muara penis terletak pada daerah sulkus coronalia
3. Penile shaft
4. Penoscrotal
5. Perinea
Pengklasifikasian hipospadia menurut letak muara uretranya antara lain :
1. Anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal
2. Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan penoscrotal
3. Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal.
Gejala Hipospadia
Beberapa gejala Hipospadia adalah :
1. Lubang penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada dibawah atau didasar penis
2. Penis melengkung kebawah
3. Penis tampak seperti berkerudung, karena adanya kelainan pada kulit depan penis
4. Jika berkemih, anak harus duduk
Diagnosis
Diagnosis hipospadia biasanya jelas pada pemeriksaan inspeksi. Kadang-kadang
hipospadia dapat didiagnosis pada pemeriksaan ultrasound prenatal. Jika tidak teridentifikasi
sebelum kelahiran, maka biasanya dapat teridentifikasi pada pemeriksaan setelah bayi lahir.
Pada orang dewasa yang menderita hipospadia dapat mengeluhkan kesulitan untuk
mengarahkan pancaran urine. Chordee dapat menyebabkan batang penis melengkung ke
ventral yang dapat mengganggu hubungan seksual. Hipospadia tipe perineal dan penoscrotal
menyebabkan penderita harus miksi dalam posisi duduk, dan hipospadia jenis ini dapat
menyebabkan infertilitas.


19
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu urethtroscopy dan
cystoscopy untuk memastikan organ-organ seks internal terbentuk secara normal. Excretory
urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas kongenital pada ginjal dan
ureter
Diagnosis bias juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Jika hipospadia
terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa
kelainan bawaan lainnya.Bayi yang menderita hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit
depan penis dibiarkan untuk digunakan pada pembedahan. Rangkaian pembedahan biasanya
telah selesai dilakukan sebelum anak mulai sekolah. Pada saat ini, perbaikan hipospadia
dianjurkan dilakukan sebelum anak berumur 18 bulan. Jika tidak diobati, mungkin akan
terjadi kesulitan dalam pelatihan buang air pada anak dan pada saat dewasa nanti, mungkin
akan terjadi gangguan dalam melakukan hubungan seksual.
Beberapa keadaan di bawah ini harus dipertimbangkan sebagai kasus genitalia
ambigua yang perlu mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut :
Tampak laki-laki:
1. Kriptorkismus bilateral.
2. Hipospadia dengan skrotum bifidum.
3. Kriptorkismus dengan hipospadia
4. Inderteminate/meragukan
5. Genitalia ambigua
Tampak Perempuan
1. Clitoromegali
2. Vulva yang sempit
3. Kantong hernia inguinalis berisi gonad
Beberapa sindrom berhubungan dengan genitalia ambigua, misalnya sindrom
Smith-Lemli-Opitz, Robinow, Denys-Drash, WAGR (Wilms Tumor, Aniridia,
Genitourinary malformation, and Retardation) dan Beckwith-Wiedemann.




20
Simdrom klinefelter
Pada tahun 1942, Dr Harry Klinefelter dkk di Massachusetts General Hospital Boston
menerbitkan laporan tentang sembilan orang laki-laki yang mengalami pembesaran payudara,
rambut wajah dan tubuh jarang, testis kecil, dan ketidakmampuan untuk memproduksi
sperma. Pada akhir 1950-an, peneliti menemukan bahwa pria dengan ciri-ciri seperti ini yang
kemudian disebut sebagai sindroma Klinefelter memiliki pengaturan kromosom seks ekstra,
XXY tidak seperti laki-laki biasa, XY.
pada sindroma klinefelter, akan didapatkan ekstra kromosm X pada laki-laki (47,XXY)

Pemeriksaan
Pengukuran tinggi badan
Adalah penting untuk melakukan pengukuran tinggi badan pada pasien klinefelter yang
umumnya mempunyai ketinggian yang lebih daripada laki-laki normal. Namun faktor
genetik yaitu ketinggian dari ibu dan ayah juga harus dipertimbangkan. Pengukuran tinggi
badan dewasa dan anak yang sudah bisa berdiri dilakukan dengan menggunakan
microtoise pada posisi tubuh yang benar. Setelah bacaan diambil dan dicatat, tinggi badan
relative dengan ketinggian ayah dan ibu dihitung untuk kemudian dilakukan
perbandingan dengan bacaan yang didapatkan.
Target height / mid parental height :
Laki laki = {TB ayah + (TB Ibu + 13 )} x
Perempuan = {TB Ibu + (TB ayah 13 )} x


21
Prakiraan tinggi dewasa (potensi tinggi genetik : Rentang nilai tinggi badan akhir
seseorang dampak dari kedua orang tua biologis) dapat dihitung dari midparental height
dengan rumus :
Potensi tinggi genetik = mid parental height 8,5 cm
Pemeriksaan genitalia eksterna
Pada inspeksi genitalia eksterna diperhatikan kemungkinan adanya kelainan pada
penis/uretra antara lain : mikropenis, hipospodia, kordae, stenosis pada meatus uretra
eksternus, fimosis, fistel uretro-kutan, dan ulkus tumor penis. Perhatikan pertumbuhan
rambut genital disekitarnya. Pada pasien sindroma klinefelter, yang sering ditemukan
adalah mikropenis dan rambut kelamin yang sedikit.
Pemeriksaan skrotum dan isinya
Periksa skrotum dan isinya (testis). Perhatikan apakah ada kelainan pada ukuran misalnya
testis yang kecil ataupun pembesaran pada skrotum atau perasaan nyeri pada saat diraba.
Untuk membedakan antara massa padat dan massa kistus yang terdapat pada isi skrotum,
dilakukan pemeriksaan transiluminasi (penerawangan) pada isi skrotum.
Antara yang sering ditemukan pada pemeriksaan fisik adalah:
Rambut tubuh dan wajah yang sedikit
Pembesaran payudara (genikomastia)
Proporsi tubuh yang abnormal (kaki panjang, batang badan pendek)
Bahu yang sempit

Genikomastia pada pasien sindroma klinefelter

Gambar 2


22

Karakteristik pasien sindroma klinefelter

Syndrom turner
Sindrom Turner adalah suatu kondisi yang hanya mempengaruhi anak perempuan dan
wanita,yang disebabkan kekurangan kromosom seks.Sindrom Turner dapat menyebabkan
berbagai masalah medis dan perkembangan, termasuk perawakan pendek, kegagalan untuk
mulai pubertas, infertilitas, cacat jantung dan ketidakmampuan belajar tertentu.
Sindrom Turner-Turner atau syndrome Ullrich (juga dikenal sebagai "disgenesis
gonad") meliputi beberapa kondisi, yang monosomi X (tidak adanya kromosom seks seluruh)
adalah yang paling umum. Ini adalah kelainan kromosom di mana semua atau bagian dari
salah satu kromosom seks tidak ada (manusia tidak terpengaruh memiliki 46 kromosom,
dimana 2 diantaranya merupakan kromosom seks). Khas perempuan memiliki 2 kromosom
X, tetapi dalam sindrom Turner, salah satu kromosom seks yang hilang atau memiliki
kelainan lainnya. Dalam beberapa kasus, kromosom hilang hadir dalam beberapa sel tetapi
tidak yang lain, suatu kondisi yang disebut sebagai mosaicism atau 'Turner mosaicism'.


Gambar 1. Susunan Kromosom Penderita Sindrom turner (Disgenesis gonad)


23
Gejala dari syndrom turner

Gambar 2. Penderita Sindrom turner (Disgenesis gonad)
Tubuh pendek
Webbed neck (kulit diantara leher dan bahunya menyatu, seperti selaput)
Garis rambut yang pendek pada leher bagian belakangnya
Kelopak matanya turun
Pembengkakan pada punggung tangan dan puncak kakinya (limfedema)
Pada leher bagian belakang seringkali ditemukan pembengkakan atau lipatan kulit
yang longgar
Jari manis dan jari-jari kakinya pendek, kukunya tidak terbentuk dengan baik
Perkembangan tulang abnormal (misalnya dada berbentuk seperti tameng, lebar dan
datar, dengan jarak yang lebar diantara kedua puting susunya)
Pada kulitnya terdapat banyak tahi lalat berwarna gelap
Perkembangan seksual sekunder pada masa pubertas tidak terjadi atau mengalami
keterbelakangan (rambut kemaluan yang jarang dan tipis, payudara kecil)
Kemandulan, karena ovarium (sel indung telur) biasanya mengandung sel-sel telur
yangtidak berkembang.
Pembentukan air mata berkurang
Amenore (tidak mengalami menstruasi)
Simian crease (pada telapak tangan hanya terdapat satu garis tangan)


24
Kelembaban vagina tidak ada sehingga hubungan seksual menimbulkan rasa nyeri
Koartasio aorta (penyempitan aorta), yang bisa menyebabkan tekanan darah tinggi
Sering ditemukan kelainan ginjal dan pembengkakan pada pembuluh darah
(hemangioma)
Kadang kelainan pembuluh darah pada usus menyebabkan terjadinya perdarahan
Kadang terjadi keterbelakangan mental.

D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan disesuaikan dengan hasil diagnosis melalui pemeriksaan fisik, dan
penunjang yang terkait.
A. Pengobatan endokrin
Bila pasien menjadi laki-laki, maka tujuan pengobatan endokrin adalah
mendorong perkembangan maskulinisasi dan menekan berkembangnya tanda-tanda seks
feminisasi (membesarkan ukuran penis, menyempurnakan distribusi rambut dan massa
tubuh) dengan memberikan testosteron. Bila pasien menjadi perempuan, maka tujuan
pengobatan adalah mendorong secara simultan perkembangan karakteristik seksual
kearah feminin dan menekan perkembangan maskulin (perkembangan payudara dan
menstruasi yang dapat timbul pada beberapa individu setelah pengobatan estrogen).
4,5,6

Pada CAH diberikan glukokortikoid dan hormon untuk retensi garam.
Glukokortikoid dapat membantu pasien mempertahankan reaksi bila terjadi stres fisik dan
menekan perkembangan maskulinisasi pada pasien perempuan. Pengobatan dengan
hormon seks biasanya mulai diberikan pada saat pubertas dan glukokortikoid dapat
diberikan lebih awal bila dibutuhkan, biasanya dimulai pada saat diagnosis ditegakkan.
Bilamana pasien diberikan hormon seks laki-laki, hormon seks perempuan atau
glukokortikoid, maka pengobatan harus dilanjutkan selama hidup. Misalnya, hormon seks
laki-laki dibutuhkan pada saat dewasa untuk mempertahankan karakteristik maskulin,
hormon seks perempuan untuk mencegah osteoporosis dan penyakit kardiovaskular, dan
glukokortikoid untuk mencegah hipoglikemi dan penyakit-penyakit yang menyebabkan
stres.
4,5,6



25
B. Pengobatan pembedahan
Bilamana pengasuhan seks sudah jelas kearah perempuan, bilamana pembukaan
vagina mudah dilakukan dan klitoris tidak terlalu besar, maka rekonstruksi vagina dapat
dilakukan pada awal kehidupan tanpa koreksi klitoris. Bilamana maskulisasi membuat
klitoris sangat besar dan vagina tertutup (atau lokasi vagina sangat tinggi dan sangat
posterior), maka dianjurkan untuk menunda rekonstruksi vagina sampai usia remaja.
Namun hal ini masih merupakan perdebatan, beberapa ahli menganjurkan agar
rekonstruksi dilakukan seawal mungkin atau setidaknya sebelum usia dua tahun, namun
ahli yang lain menganjurkan ditunda sampai usia pubertas agar kadar estrogennya tinggi
sehingga vagina dapat ditarik kebawah lebih mudah.
4,5,6
Tujuan pembedahan rekonstruksi pada genitalia perempuan adalah agar
mempuyai genitalia eksterna feminin, sedapat mungkin seperti normal dan mengkoreksi
agar fungsi seksualnya normal. Tahap pertama adalah mengurangi ukuran klitoris yang
membesar dengan tetap mempertahankan persyarafan pada klitoris, dan menempatkannya
tidak terlihat seperti posisi pada wanita normal. Tahap kedua menempatkan vagina keluar
agar berada diluar badan di daerah bawah klitoris.

Tahap pertama biasanya dilakukan
pada awal kehidupan. Sedangkan tahap kedua mungkin lebih berhasil bilamana dilakukan
pada saat pasien siap memulai kehidupan seksual.
4,5,6
Bilamana pengasuhan seks sudah jelas kearah laki-laki, maka dapat dilakukan
operasi rekonstruksi antara usia 6 bulan sampai 11 tahun. Secara umum sebaiknya
operasi, sudah selesai sebelum anak berusia 2 tahun, jangan sampai ditunda sampai usia
pubertas.
4,5,6
Pada laki-laki, tujuan pembedahan rekonstruksi adalah meluruskan penis dan
merubah letak uretra yang tidak berada di tempat normal ke ujung penis. Hal ini dapat
dilakukan pada satu tahapan saja. Namun demikian, pada banyak kasus hal ini harus
dilakukan lebih dari satu tahapan,khususnya bilamana jumlah jaringan kulit yang dapat
digunakan terbatas, lekukan pada penis terlalu berat dan semua keadaan-keadaan tersebut
bersamaan sehingga mempersulit teknik operasi.
1,2,3,4,8

Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan jalan pembedahan. Tujuan prosedur
pembedahan pada hipospadia adalah:
1. Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee
2. Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis (Uretroplasti)


26
3. Untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna (kosmetik)
Pembedahan dilakukan berdasarkan keadaan malformasinya. Pada hipospadia
glanular uretra distal ada yang tidak terbentuk, biasanya tanpa recurvatum, bentuk seperti
ini dapat direkonstruksi dengan flap lokal (misalnya, prosedur Santanelli, Flip flap,
MAGPI [meatal advance and glanuloplasty], termasuk preputium plasty).
Operasi sebaiknya dilaksanakan pada saat usia anak yaitu enam bulan sampai usia
prasekolah. Hal ini dimaksudkan bahwa pada usia ini anak diharapkan belum sadar
bahwa ia begitu spesial, dan berbeda dengan teman-temannya yang lain yaitu dimana
anak yang lain biasanya miksi (buang air seni) dengan berdiri sedangkan ia sendiri harus
melakukannya dengan jongkok agar urin tidak mbleber ke mana-mana. Anak yang
menderita hipospadia hendaknya jangan dulu dikhitan, hal ini berkaitan dengan tindakan
operasi rekonstruksi yang akan mengambil kulit preputium penis untuk menutup lubang
dari sulcus uretra yang tidak menyatu pada penderita hipospadia.
Tahapan operasi rekonstruksi antara lain :
1. Meluruskan penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal mungkin. Hal ini
dikarenakan pada penderita hipospadia biasanya terdapat suatu chorda yang
merupakan jaringan fibrosa yang mengakibatkan penis penderita bengkok. Langkah
selanjutnya adalah mobilisasi (memotong dan memindahkan) kulit preputium penis
untuk menutup sulcus uretra.
2. (Uretroplasty). Tahap kedua ini dilaksanakan apabila tidak terbentuk fossa naficularis
pada glans penis. Uretroplasty yaitu membuat fassa naficularis baru pada glans penis
yang nantinya akan dihubungkan dengan canalis uretra yang telah terbentuk
sebelumnya melalui tahap pertama.
Tidak kalah pentingnya pada penanganan penderita hipospadia adalah penanganan
pascabedah dimana canalis uretra belum maksimal dapat digunakan untuk lewat urin
karena biasanya dokter akan memasang sonde untuk memfiksasi canalis uretra yang
dibentuknya. Urin untuk sementara dikeluaskan melalui sonde yang dimasukkan pada
vesica urinaria (kandung kemih) melalui lubang lain yang dibuat olleh dokter bedah
sekitar daerah di bawah umbilicus (pusar) untuk mencapai kandung kemih.
Evaluasi
Setelah menjalani operasi, perawatan paska operasi adalah tindakan yang amat
sangat penting. Orang tua harus dengan seksama memperhatikan instruksi dari dokter


27
bedah yang mengoperasi. Biasanya pada lubang kencing baru (post uretroplasty)
masih dilindungi dengan kateter sampai luka betul-betul menyembuh dan dapat dialiri
oleh air kencing. Di bagian supra pubik (bawah perut) dipasang juga kateter yang
langsung menuju kandung kemih untuk mengalirkan air kencing.
Tahapan penyembuhan biasanya kateter diatas di non fungsikan terlebih dulu
sampai seorang dokter yakin betul bahwa hasil uretroplasty nya dapat berfungsi
dengan baik. Baru setelah itu kateter dilepas.
Komplikasi paska operasi yang terjadi :
1. Edema/pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi,
juga terbentuknya hematom/ kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah
dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska operasi.
2. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang tersering dan ini digunakan sebagai
parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur operasi satu tahap saat
ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10% .
3. Struktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi
dari anastomosis.
4. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya
stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.
5. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak sempurna,
dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan skar yang
berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang. 6. Rambut dalam uretra, yang
dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang atau pembentukan batu saat
pubertas.
6.
Untuk menilai hasil operasi hipospadia yang baik, selain komplikasi fistula
uretrokutaneus perlu diteliti kosmetik dan stream (pancaran kencing) untuk melihat
adanya stenosis, striktur dan divertikel.

C. Pengobatan psikologis
Sebaiknya semua pasien interseks dan anggota keluarganya harus
dipertimbangkan untuk diberikan konseling. Konseling dapat diberikan oleh ahli endokrin
anak, psikolog, ahli psikiatri, ahli agama, konselor genetik, atau orang lain dimana


28
anggota keluarga lebih dapat berbicara terbuka. Yang sangat penting adalah bahwa yang
memberikan konseling harus sangat familier dengan hal-hal yang berhubungan dengan
diagnosis dan pengelolaan interseks. Sebagai tambahan, sangat membantu bilamana
konselor mempunyai latar belakang terapi seks atau konseling seks.
4,5,6

Topik yang harus diberikan selama konseling adalah: pengetahuan tentang
keadaan anak dan pengobatannya, infertilitas, orientasi seks, fungsi seksual dan konseling
genetik. Bilamana pada suatu saat disepanjang hidupnya, pasien dan orangtuanya
mempuyai masalah dengan topik tersebut, maka dianjurkan untuk berkonsultasi.
4,5,6


Kesimpulan
Kasus ambigus genital interseksualitas bisa ditemukan dalam praktek sehari-hari,
oleh sebab itu pendekatan diagnostic interseksualitas cukup layak untuk lebih dipahami.
Dalam menentukan jenis kelamin seseorang diperlukan minimal 7 sifat, yaitu: susunan
kromosom, jenis gonad, morfologi genital interna, morfologi genital eksterna, hormone
seks, pengasuhan, serta peranan dan orientasi.
Interseksualitas dapat diklasifikasikan dalam 4 kelompok secara umum, yaitu:
gangguan pada gonad dan atau kromosom, maskulinisasi pada genetic perempuan,
maskulinisasi tak lengkap pada genetic laki-laki, dan gangguan pada embryogenesis yang
tidak melibatkan gonad ataupun kromosom. Untuk menentukan penyebab terjadinya
diperlukan kerjasama interdisipliner/intradisipliner, tersedianya sarana diagnostic, dan
sarana perawatan.
Petunjuk pada kecurigaan terhadap adanya interseksualitas:
1. Genitalia eksterna yang bersifat 2 atau tak lengkap
2. Genitalia eksterna laki-laki: skrotum kosong, testes ada tapi kecil, hipospadia, penis
kecil
3. Genitalia eksterna perempuan: klitoris membesar, bentuk vulva tak sempurna,
benjolan-benjolan di inguinal atau labia mayora, dan berperawakan pendek
4. Pada riwayat keluarga, ada keluarga dengan kelainan jenis kelamin
Riwayat ibu sewaktu hamil memperoleh obat androgen atau progesteron

Hipospadia merupakan kelainan kongenital yang disebabkan oleh faktor lingkungan, genetika
dan ketidakseimbangan hormon.


29

Daftar Pustaka
1. Ambigous Genitalia [online journal]
http://www.kairos2.com/56_Ambiguous%20genitalia.pdf
2. Wasilah, Siti. Abnormalitas Kromosom pada Penderita Ambigus Genitalia . Master
Tesis Program Pasca Sarjana Univ.Diponegoro. 2008.
3. Gender Centre. Ambigous Genitalia : Definition and Causes. [online article].
http://www.gendercentre.org.au/pdf/fact-sheets/ambiguous-genitalia.pdf . 2008.
4. Susanto, Rudi. Ambiguous Genitalia pada Bayi Baru Lahir. http://pediatrics-
undip.com/journal/ambiguitas%20genitalita%20pada%20bayi%20baru%20lahir.pdf
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Univ. Diponegoro. 2006.
5. Siregar Charles D. Pendekatan Diagnostik Interseksualitas pada Anak. Dalam:
Cermin Dunia Kedokteran. 2006:126:p.32-36.
6. Genitalia Ambigua. Diakses tanggal 5 Desember 2011.[Medline].
7. Hughes I.A. Intersex. BJU International. 2002: 90:p.769-776.
8. MacLaughlin, Donahoe. Sex Determination and Differentiation. Review article in
The New England Journal Medical 2004:350:367-78
9. American Academy of Pediatrics. Evaluation of the Newborn With Developmental
Anomalies of the External Genitalia [online article].
http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics;106/1/138 2000.
10. Lucile Packards Children Hospital. Ambiguous Genitalia [online article]
http://www.lpch.org/DiseaseHealthInfo/HealthLibrary/urology/ambiggen.html. 2007
11. Maharaj. Intersex condition in children and adolescents; surgical, ethical and legal
considerations. Journal Pediatr Adolescend Gynecology. 2005
12. Lucile P. Ambigous Genitalia. In : Diabetes & Other Endocrine And Metabolic
Disorders 2007. available in URL :
http://www.lpch.org/diseaseHealthInfo/healthLibrary/diabetes/ambiggen.html


30
13. Hassan R. Dr, Alatas H Dr. Interseksualitas. Dalam : Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak 1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 1985. Halaman 222-227
14. Bock R. Understanding Klinefelter syndrome: A guide for XXY males and their
families. National Institute of Child Health & Human Development. 30 Aug 2010.
Diunduh dari http://www.nichd.nih.gov/publications/pubs/klinefelter.cfm. 25
september 2011.
15. Klinefelter syndrome. U.S national library of Medicine, National Center for
Biotechnology Information, 1 November 2010. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001420/ 25 september 2011

Anda mungkin juga menyukai