Anda di halaman 1dari 15

Epispadia

Kelainan bawaan dari dindingn atas uretra dikenal sebagai epispadia.

Pada anomali ini, bukaan uretra terletak pada dorsum penis sebagai celah.

Insiden epispadias adalah 1 dari 80.000 kelahiran laki-laki (Garge, 2016).

Gambar 1 Anatomi Batang Penis: S Kulit, D Dartos, BF Fascia Buck, TA Tunica

Albuginea, CC Corpus Cavernosum, CS Corpus Spongiosum, dan U Uretra (Ro

et al., 2020)

Etiologi dan Faktor Risiko

Epispadias disebabkan oleh perubahan perkembangan selama tahap

tertentu kehamilan saat saluran kemih terbentuk. Seringkali sulit bahkan tidak

mungkin untuk mengetahui apa yang menyebabkan janin tidak berkembang

dengan benar selama hari-hari perkembangan tertentu. Dalam sebagian besar

kasus, tidak ada masalah yang jelas dengan ibu ataupun kehamilannya (Anwar

et al., 2014).
Pada penelitian epidemiologi, didapatkan laki-laki empat kali lebih

mungkin memiliki epispadia daripada perempuan. Anak sulung serta ras

Kaukasia juga lebih mungkin lahir dengan kondisi ini. Kemungkinan epispadias

secara dramatis lebih tinggi pada anak-anak dari individu yang lahir dengan

epispadia, dengan peluang 1 dari 70 anak yang lahir dengan jenis masalah

bawaan ini. Epispadias lebih dari sekedar masalah kosmetik bagi sebagian besar

anak-anak. Kondisi ini sering menyebabkan inkontinensia urin, yang dapat berarti

miksi hanya sesekali atau mengalami dribbling saat bermiksi. Selain itu, accident

dan rasa malu yang signifikan juga timbul bagi anak dengan epispadia (Anwar et

al., 2014; Ro et al., 2020).

Patogenesis

Perkembangan genitalia eksterna memiliki karakter unik yang

membedakan dari organ embrionik umum (anlage) menjadi genitalia pria /

wanita. Dengan demikian, proses perkembangan abnormal sering dianggap

sebagai bagian dari diferensiasi seksual yang abnormal. Uretra pria awalnya

berasal dari alur yang kemudian digabungkan dari daerah ventral ke mid-genital

tuberkel (GT). Pembentukan uretra endodermal yang terkait dengan

perkembangan mesenkim bilateral harus dilanjutkan secara bersamaan. Peran

interaksi epitel-mesenkim (EMI) oleh beberapa regulator perkembangan telah

diketahui terlibat pada formasi GT ventral dan formasi uretra. Bagian punggung

genitalia eksterna berkembang menjadi struktur tertentu, misalnya pada

abnormalitas sinyal androgen seperti yang ditunjukkan oleh studi model mutan

testis feminisasi (Tfm) mutan (reseptor androgen mutan) ternyata menunjukkan

hasil positif terhadap perkembangan hipospadia maupun epispadia dengan

ekstrofi (Blaschko, Cunha and Baskin, 2012).


Perkembangan teknologi memberikan lebih banyak informasi tentang gen

penyebab kelainan pembentukan organ urogenital. Mereka termasuk Wnt3 dan

Wnt9b. Pensinyalan Wnt juga terlibat dalam penutupan dinding, perkembangan

GT, dan pembentukan uretra. Wnt3 diekspresikan secara luas dalam epitel,

termasuk membran kloaka. Wnt9b diekspresikan dengan kuat dalam membran

kloaka antara E9.5 dan E10.5. Gen lainnya yang terlibat termasuk WNT3, WNT6,

WNT7A, WNT8B, WNT10A, WNT11, WNT16, FZD5, LRP1 dan LRP10. Kelainan

pada gene tersebut diprediksi berpotensi menyebabkan penyakit, salahsatunya

epispadiam, menggunakan program in silico (Blaschko, Cunha and Baskin,

2012).

Manifestasi Klinis dan Klasifikasi

Sekitar 90 persen dari semua pasien epispadia memiliki masalah

tambahan. Pada pria, epispadia sering terlihat dengan chordee, suatu kondisi

yang menyebabkan penis memiliki lekukan yang mencolok. Potensi masalah

yang timbul pada bagian dalam terkadang lebih sihnifikan dibandingkan

penampilan luar alat kelamin (Ebert et al., 2009). Manifestasi epispadia

bervariasi. Pada beberapa anak laki-laki, bisa jadi hanya lesung pipit kecil di

ujung penis di atas lubang uretra normal. Pada anak perempuan, itu bisa menjadi

klitoris ganda. Jika uretra atau kandung kemih terkena, epispadias biasanya lebih

parah. Berbagai macam masalah ini disebut kompleks exstrophy-epispadia.

Epispadias paling sering terlihat saat lahir. Jika cacatnya ringan, mungkin tidak

akan terlihat pada awalnya. Dalam beberapa kasus, hal ini mungkin tidak terlihat

sampai anak tersebut telah dilatih ke toilet dan mengalami kebocoran urin. Ini

paling umum terjadi pada perempuan (Ro et al., 2020).

Menurut lokasi, tiga jenis epispadia adalah penopubik, penis, dan

glanular, dengan penopubik paling sering. Inkontinensia urin sering terjadi pada
epispadia penopubik. Epispadia dengan penis terkubur (buried penis) biasanya

merupakan anomali kongenital yang “sepaket”, keduanya juga dapat terlihat

berhubungan satu sama lain. Anomali penis yang mendasari dapat terlihat pada

anak-anak dengan penis yang terkubur dan kulup yang tidak dapat ditarik

kembali. Hal ini memerlukan pemeriksaan yang cermat dari dorsum glans melalui

kulup, karena celah dorsal dapat saja menunjukkan uretra epispadiac terkait.

Anomali kongenital terkait termasuk diastasis simfisis pubis, eksstrofi kandung

kemih, agenesis ginjal, dan ectopic pelvic kidney. Gejala atau tanda yang dapat

ditemukan pada pasien antara lain: pada laki-laki, pembukaan abnormal dari

sendi antara tulang pubic ke daerah atas ujung penis, adanya refluks urin ke

belakang ke ginjal (refluks nefropati), penis pendek dan melebar dengan

kelengkungan abnormal, tulang pubic melebar, serta infeksi saluran kemih.

Sedangkan pada wanita dapat ditemukan klitoris dan labia yang abnormal,

pembukaan abnormal dari leher buli ke area di atas pembukaan uretra, refluks

urin ke ginjal (refluks nefropati), tulang pubic melebar, inkontinensia urin, serta

infeksi saluran kemih (Purnomo, 2008; Ro et al., 2020).

Gambar 2 Epispadia tipe Penopubic pada Pasien Laki dan Perempuan (Yerkse

and Rink, 2008)


Diagnosis Banding

Pasien epispadia dengan ekstrofi dapat dipertimbangkan akan masalah lainnya

seperti (Yerkse and Rink, 2008):

 Patent urachus

 Persistent cloaca

Daftar Pustaka

Anwar, A., Mohamed, M., Hussein, A. and Shaaban, A., 2014. Modified penile
disassembly technique for boys with epispadias and those undergoing
complete primary repair of exstrophy: Long-term outcomes. International
Journal of Urology, 21(9), pp.936-940.
Blaschko, S., Cunha, G. and Baskin, L., 2012. Molecular mechanisms of external
genitalia development. Differentiation, 84(3), pp.261-268.
Ebert, A., Reutter, H., Ludwig, M., Rösch, W. and Lux, N., 2009. The Exstrophy-
epispadias complex. Orphanet Journal of Rare Diseases, 4(1).
Garge, S., 2016. Concealed Epispadias: Report of Two Cases and Review of
Literature. Urology, 90, pp.164-169.
Purnomo BB, Dasar-dasar Urologi, Sagung Seto, 2008, hal 152-153.
Ro, J., Divatia, M., Kim, K., Amin, M. and Ayala, A., 2020. Penis and
Scrotum. Urologic Surgical Pathology, 4, pp.853-901.
Yerkse, E. and Rink, R., 2018. Exstrophy And Epispadias: Background,
Pathophysiology, Etiology. [online] Emedicine.medscape.com. Available
at: <https://emedicine.medscape.com/article/1014971-overview>
[Accessed 28 September 2020].
Hipospadia

Hipospadia adalah anomali perkembangan di mana uretra terbuka di

bagian bawah batang penis atau di perineum. Insiden hipospadia adalah 1 per

300 kelahiran laki-laki hidup. Hipospadia sering dikaitkan dengan chordee tetapi

juga sering terlihat sebagai temuan independen (Ro et al., 2020).

Etiologi dan Faktor Risiko

Etiologi hipospadia sangat bervariasi dan multifaktorial, namun belum

ditemukan penyebab pasti dari kelainan ini. Beberapa faktor telah banyak diteliti

dan dihubungkan dengan angka kejadian hipospadia. Beberapa penelitian

mengemukakan semakin berat derajat hipospadia, semakin besar terdapat

kelainan yang mendasari. Beberapa kemungkinan dikemukakan oleh para ahli

mengenai etiologi hipospadia. Adanya defek pada produksi testosterone oleh

testis dan kelenjar adrenal, kegagalan konversi dari testosteron ke

dihidrotestoteron, defisiensi reseptor androgen di penis, maupun penurunan

ikatan antara dihidrostestoteron dengan reseptor androgen dapat menyebabkan

hipospadia. Adanya paparan estrogen atau progestin pada ibu hamil di awal

kehamilan dicurigai dapat meningkatkan resiko terjadinya hipospadia.

Lingkungan yang tinggi terhadap aktivitas estrogen sering ditemukan pada

pestisida di sayuran dan buah, susu sapi, beberapa tanaman, dan obat-obatan

(Leung and Robson, 2007). Pada anak laki-laki yang lahir dengan program Intra-

cystolasmic sperm Injection (ICSI) atau In Vitro Fertilization (IVF) memiliki

insidensi yang tinggi pada hipospadia. Intra uterine growth retardation, berat bayi

lahir rendah, bayi kembar, turunan hipospadia juga merupakan faktor resiko

hipospadia yang dapat dikendalikan semasa kehamilan (Albers et al., 1997).


Di Amerika, kekhawatiran dan peringatan telah dikemukakan tentang

potensi efek pengganggu endokrin, yang meliputi turunan hidrokarbon dan

pestisida poli-aromatik, pada saluran reproduksi pria yang sedang berkembang.

Terdapat dua jurnal case-control terkait faktor risiko pada hipospadia, satu

tentang kemungkinan hubungan dengan ibu (Bianca et al. 2005) dan yang

lainnya tentang peran pengganggu endokrin (Bianca et al. 2003).

Dalam studi pertama (Bianca et al. 2005) sebanyak 415 bayi baru lahir

dengan hipospadia dan 812 kontrol diteliti. Hasil menunjukkan bahwa

peningkatan risiko hipospadia ada pada wanita dengan distribusi usia esktrem

(<20 tahun dan > 40 tahun) dengan mekanisme yang mungkin terkait dengan

gangguan hormonal. Perubahan konsentrasi hormon seks selama periode kritis

janin perkembangan genital (minggu 8-14) yang disebabkan oleh faktor endogen

atau eksogen dapat berperan dalam perkembangan hipospadia. Para ibu dengan

distribusi usia yang ekstrem mungkin lebih rentan terhadap gangguan hormonal

ini. Hubungan antara hipospadia dan usia ibu, baik untuk wanita yang sangat

muda dan yang sangat tua, dapat didefiniskan sebagai " defect in nature’s quality

control" yang disebabkan oleh berkurangnya mekanisme dalam mengeliminasi

kecacatan pada janin, dalam kasus ini hipospadia. Hipotesis ini juga dapat

diterapkan pada cacat lahir lain yang berhubungan dengan usia ibu (Pons et al.,

2005).

Studi kedua, polutan di kedua area termasuk senyawa dengan aktivitas

estrogenik dan bahan kimia lainnya: pestisida, herbisida, ataupun metabolitnya

(dieldrin, chlordane, bifenil, dioksin poliklorinasi, bisphenol yang digunakan dalam

resin epoksi, senyawa polivinil, dan alkifenol etoksilat). Penelitian lanjutan

menunjukkan bahwa paparan polutan industri dan pertanian dalam jumlah besar

cukup untuk meningkatkan risiko hipospadia. Faktor risiko lain, seperti riwayat
reproduksi, mungkin terlibat dalam etiologi hipospadia (Ghirelli-Filho and Glina,

2018).

Patogenesis

Dalam masa perkembangan janin, terdapat beberapa tahap

perkembangan. Tahap pertama, tahap perkembangan genital yang tidak

bergantung hormon (hormon-independant) membentuk lempeng uretra di garis

tengah tuberkulum genital. Ini terjadi selama minggu ke 8 dan 12 kehamilan pada

janin laki-laki dan perempuan. Selama tahap kedua, antara usia kehamilan 11

dan 16 minggu, tuberkulum genital memanjang di bawah pengaruh androgen

testis janin (hormone-dependant). Pelat uretra memanjang menjadi alur menuju

ujung lingga. Perpaduan lipatan labioskrotal di garis tengah membentuk skrotum,

dan fusi lipatan uretra yang berdekatan dengan lempeng uretra menghasilkan

pembentukan uretra penis. Akhirnya, kelenjar penis dan kulup menutup di garis

tengah (van der Horst and de Wall, 2017).

Diferensiasi seksual genitalia eksterna merupakan bagian dari proses

bergantung pada hormon (hormon-dependant). Dengan demikian, gangguan

fungsi endokrin normal dapat mempengaruhi perkembangan genitalia eksterna

secara negatif. Fungsi endokrin normal memerlukan produksi hormon yang

sesuai oleh gonad, enzim metabolisme steroid di dalam genitalia luar, serta

reseptor hormon seks yang fungsional. Ketiadaan atau kerusakan salah satu

elemen penting ini melalui perubahan genetik atau pengaruh lingkungan dapat

mempengaruhi perkembangan genitalia eksternal baik hipospadia maupun

epispadia (van der Horst and de Wall, 2017).

Salah satu penyebab kelainan bawaan / genetik yang mengakibatkan

perkembangan genitalia luar yang abnormal pada manusia ialah ketiadaan


kromosom Y yang mengandung SRY atau adanya mutasi pada promotor gen

SRY (daerah pengkodean pada laki-laki). Hal tersebut dapat menciptakan

abnormalitas pemanjangan tuberkulum genital yang bermanifestasi pada

terbentuknya hipospadia maupun epispadia (van der Horst and de Wall, 2017).

Manifestasi Klinis

Gejala yang timbul bervariasi sesuai dengan derajat kelainan. Secara

umum jarang ditemukan adanya gangguan fungsi, namun cenderung berkaitan

dengan masalah kosmetik pada pemeriksaan fisik ditemukan muara uretra pada

bagian ventral penis. Biasanya kulit luar dibagian ventral lebih tipis atau bahkan

tidak ada, dimana kulit luar di bagian dorsal menebal bahkan terkadang

membentuk seperti sebuah tudung. Pada hipospadia sering ditemukan adanya

chordaee (Giannatoni, 2011). Chordaee adalah adanya pembengkokan menuju

arah ventral dari penis. Hal ini disebabkan oleh karena adanya atrofi dari corpus

spongiosum, fibrosis dari tunica albuginea dan fasia di atas tunica,

pengencangan kulit ventral dan fasia Buck, perlengketan antara kulit penis ke

struktur disekitarnya, atau perlengketan antara urethral plate ke corpus

cavernosa. Keluhan yang mungkin ditimbulkan adalah adanya pancaran urin

yang lemah ketika berkemih, nyeri ketika ereksi, dan gangguan dalam

berhubungan seksual. Hipospadia sangat sering ditemukan bersamaan dengan

cryptorchismus dan hernia inguinalis sehingga pemeriksaan adanya testis tidak

boleh terlewatkan (Leung et al., 2007).

Tujuan dari tatalaksana hipospadia: 1) membuat penis tegak lurus

kembali sehingga dapat digunakan untuk berhubungan seksual, 2) reposisi

muara urethra ke ujung penis agar memungkinkan pasien berkemih sambil

berdiri, 3) membuat neourethra yang adekuat dan lurus, 4) merekonstruksi penis


menjadi terlihat normal, 5) dan menurunkan resiko terjadinya komplikasi

seminimal mungkin (UCSF, 2016).

Gambar 1 Hipospadia pada (Kiri) Distal bagian perbatasan batang dan glans

dan (Kanan) Proksimal Penis bagian basis skrotum (Ro et al., 2020)

Gambar 2 Hipospadia dengan Kordae (Ro et al., 2020)


Klasifikasi

Hipospadia diklasifikasikan berdasarkan lokasi meatus (glanular,

subcoronal, distal penis, midshaft, proksimal penis, penoscrotal, skrotum, atau

perineal). Lokasi yang paling sering ditemukan adalah di subcoronal. Anomali

terkait termasuk kriptorkismus dan hernia inguinalis. Hubungan dengan anomali

pada saluran kemih bagian atas jarang terjadi kecuali jika terdapat kelainan lain

pada sistem organ lain (Giannatoni, 2011). Beberapa penelitian juga

mencatatkan kejadian hipospadia dengan Undescended Testis (Tirtayasa et al.,

2015).

Klasifikasi hipospadia berdasarkan derajat sangat subyektif tergantung

dari ahli bedah. Beberapa ahli membagi menjadi: 1) Mild hypospadia (Grade 1),

yaitu muara urethra dekat dengan lokasi normal dan berada pada ujung tengah

glans (glanular, coronal, subcoronal), 2) Moderate hypospadia (Grade 2),

muara urethra berada ditengah-tengah lokasi normal dan scrotal (Distal penile,

Midshaft), 3) Severe hypospadias (Grade 3&4), yaitu muara urethra berada

jauh dari lokasi yang seharusnya (Perineal, Scrotal, Penoscrotal). Di Indonesia

berbagai variasi ditemukan berdasarkan tipe letak muara urethra (Giannatoni,

2011). Mahadi dkk menemukan tipe Penile paling banyak ditemukan (41,7%),

Duarsa dkk menemukan paling banyak adalah tipe Penoscrotal (33.3%), sama

dengan yang didapatkan oleh Limatahu dkk, dan Tirtayasa dkk menemukan

paling banyak adalah tipe middle shaft penile (33.3%).


Gambar 3 Klasifikasi serta Prevalensi Hipospadia (Ro et al., 2020)

Diagnosis Banding

Hipospadia dengan Undescended testis dilaporkan pada beberapa

penelitian. Kombinasi hipospadia dan undescendde testis dapat menjadi

indikator perbedaan / gangguan perkembangan seks (DSD) yang mendasari.

Dalam studi 1999 oleh Kaefer et al, status DSD diidentifikasi pada sekitar 30%

pasien dengan testis dan hipospadia unilateral atau bilateral yang tidak turun.

Lokasi meatal yang lebih proksimal membawa asosiasi yang lebih tinggi dari

status DSD daripada lokasi meatal yang lebih distal. Jika ada gonad yang tidak

teraba, kejadiannya meningkat menjadi 50%. Namun, jika kedua gonad teraba,

kejadiannya hanya 15%. Kemudian, utrikel prostat kadang-kadang ditemukan

ketika kateterisasi uretra dicoba pada pasien dengan hipospadia (Carmichael et


al., 2005). Beberapa diagnosis banding yang dapat dipikirkan ialah sebagai

berikut:

 Disorders of Sex Development

 Genital Anomalies
Daftar Pustaka

Albers N, Ulrichs C, Gluer S, Hiort O, Sinnecker GH, Mildenberger H, et al. 1997.

Etiologic classification of severe hypospadias: implications for prognosis

and management. J Pediatr; 131: 386–92

Bianca S, Ingegnosi C, Ettore G. 2005. Maternal age and hypospadias. Acta

Obstet Gynecol Scand ;84:410.

Bianca S, Li Volti G, Caruso-Nicoletti M, Ettore G, Barone P, Lupo L, et al. 2003.

Elevated incidence of hypospadias in two Sicilian towns where exposure

to industrial and agricultural pollutants is high. Reprod Toxicol. 17:539–

545

Carmichael SL, Shaw GM, Laurent C, Lammer EJ, Olney RS. 2005. The National

Birth Defects Prevention Study. Paediatr Perinat Epidemiol. 19: 406– 12.

Center for the Study & Treatment of Hypospadias. 2013. UCSF Department of

Urology [Internet]. Urology.ucsf.edu. [cited 9 November 2016]. Available

from: https://urology.ucsf.edu/researc h/children/center-studytreatment-

hypospadias

Duarsa GWK, Nugroho TD. 2016. Characteristics of Hypospadias Cases in

Sanglah General Hospital, Bali-Indonesia: A Descriptive Study . Bali Med

J. 5(1); 13-16.

Ghirelli-Filho, M. and Glina, S., 2018. Reproductive Health Issues in Latin

America. Bioenvironmental Issues Affecting Men's Reproductive and

Sexual Health, pp.209-220.


Giannantoni A. 2013. Hypospadias Classification and Repair: The Riddle of the

Sphinx. European Urology ;60(6):1190-1191

Leung A. Robson W. 2007. Hypospadias: an update. Asian Journal of Andrology.

9(1):16-22.

Limatahu N, Oley MH, Monoarfa A. 2013. Angka Kejadian Hipospadia Di RSUP.

Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2009- Oktober 2012.

ECL: 1(2);1- 6

Mahadi EP, Tarmono, Prastyawan W. Profil hipospadia di RSUD dr. kanujoso

djatiwibowo balikpapan juli 2009 – juni 2011. Jurnal Urologi Universitas

Airlangga

Pons JC, Papiernik E, Billon A, Hessabi M, Duyme M. 2005. Hypospadias in

sons of women exposed to diethylstilbestrol in utero. Prenat Diagn; 25:

418–9

Tirtayasa PMW, Zulfiqar Y, Alvarino. 2015. The Outcomes of Urethroplasty for

Hypospadias Repair in M. Djamil Hospital, Padang, Indonesia. Journal of

Advances in Medical and Pharmaceutical Sciences. 4(2); 1-5.

van der Horst, H. and de Wall, L., 2017. Hypospadias, all there is to

know. European Journal of Pediatrics, 176(4), pp.435-441.

Anda mungkin juga menyukai