Anda di halaman 1dari 4

1.

Identifikasi dan lakukan analisis faktor apa yang mungkin ikut berperan dalam
perkembangan penyakit berdasarkan data tersebut (pengembangan
hipotesis), di antaranya dengan mengidentifikasi apa yang terjadi ketika
muncul perubahan trend kasus (meningkat atau menurun), memperhatikan
faktor respon sistem kesehatan (kebijakan, kemampuan identifikasi kasus),
faktor sosial (perilaku dan respon masyarakat), serta dampak informasi dan
media.

Wabah penyakit Novel Coronavirus-2019 (COVID-19) di Wuhan, Provinsi


Hubei, Cina telah menyebar dengan cepat secara nasional bahkan Global. WHO
telah menetapkan ini sebagai wabah pandemi. Wabah COVID-19 akibat SARS-
CoV-2 awalnya muncul di Wuhan pada Desember 2019. Hingga 22 Maret 2020,
penyakit itu menyebar ke 186 negara, dengan setidaknya 305.275 kasus
terkonfirmasi. Meskipun telah terjadi penurunan penyebaran penyakit di China,
prevalensi COVID-19 di seluruh dunia tetap serius meskipun upaya penahanan
dilakukan oleh otoritas nasional dan komunitas internasional. Pandemi ini
menekankan perlunya untuk selalu waspada terhadap perubahan baik dalam
dinamika global yang disesuaikan dengan konteks masing-masing negara agar
memastikan bahwa semua menyadari pendekatan mana yang berhasil untuk
mencegah, menahan, dan mengobati virus ini.

Berdasarkan analisis jurnal dari China Control Disease and Prevention


(CCDC). Faktor usia menjadi salah satu penyumbang angka case fatality rate.
Usia ≥80 memiliki angka mortalitas 14,8%. Kemudian, faktor jenis kelamin untuk
mortalitas antara laki-laki dengan perempuan berbanding 2,8% : 1,7%.
Kemudian, faktor pekerjaan bahwasannya pasien apabila sudah pensiun makan
case fatality rate miningkat hingga 5,1%. Wilayah juga berpengaruh, di Provinsi
Hubei (Episentrum Wabah), angka kematian dapat meningkat >7x lipat dari
provinsi lainnya (2,9:0,4). Kemudian, lanjut menganalisis mengenai faktor
morbiditas, pasien yang melaporkan tidak ada kondisi komorbiditas memiliki
tingkat kematian kasus 0,9%, sedangkan pasien dengan kondisi komorbiditas
memiliki tingkat yang jauh lebih tinggi. Misal, 10,5% untuk mereka dengan
penyakit kardiovaskular, 7,3% untuk diabetes, 6,3% untuk penyakit pernapasan
kronis (PPOK), 6,0% untuk hipertensi, dan 5,6% untuk keganasan.
Ada hal yang menarik dalam jurnal ini. Jurnal ini menyatakan
bahwasannya pada awal ditemukannya penyakit pneumonia tidak diketahui pada
Desember 2019 di Huanan Seafood Market, virus ini masih belum memiliki
“kemampuan cukup” untuk transmisi dari Manusia-ke-Manusia. Jadi, dari grafik
awal penyebaran, penyebaran hanya disumbang dari hewan tak dikenal-ke-
Manusia. Hingga pada suatu titik, terjadilah mixed curve pattern yang diduga
telah terjadi campuran antara penularan manusia-ke-manusia dan hewan tak
dikenal-ke-manusia. Tren waktu wabah campuran ini konsisten dengan working
theory bahwa mungkin beberapa peristiwa zoonosis memungkinkan 2019-nCoV
ditularkan dari hewan yang masih belum diketahui ke manusia dan, karena
tingkat mutasi dan rekombinasinya yang tinggi, ia menjadi mampu dan kemudian
semakin canggih dalam hal penularan dari manusia ke manusia (Gambar 1)

Pola pada hari-hari awal wabah mengingatkan pada kejadian SARS dan
MERS. Penemuan bahwa agen penyebab adalah virus corona memprediksi
potensi penularan nosokomial dengan apa yang disebut peristiwa
"superspreader". Dan Faktanya, 2019-nCoV memang menginfeksi petugas
kesehatan di China melalui penularan nosokomial. Pada jurnal tersebut, penulis
juga menghadirkan bukti data bahwa terdapat sekitar 1.716 kasus yang
dikonfirmasi di antara petugas kesehatan. Secara keseluruhan, mereka juga
menunjukkan kemungkinan pola wabah campuran (manusia-ke-manusia dan
hewan tak dikenal-ke-manusia).

Harapan dan niat para penulis ditujukan pada bagian disukusi


bahwasannya apa yang telah menjadi “darurat kesehatan masyarakat” akan
enjadi perhatian internasional. Penelitu daoat membantu menginformasikan
petugas kesehatan dan kesehatan masyarakat untuk bersiap dan banyak
mengambil pelajaran dari pandemi ini agar tidak membesar-besarkan namun
banyak mengambil pelajaran terkait apa dan bagaimana evaluasi penanganan
bagi pembuat kebijakan dan masyarakat. Studi tersebut juga memberikan
wawasan penting tentang beberapa pertanyaan terbuka mengenai bagaimana
merancang strategi untuk mengendalikan “Penyakit Menular Baru” secara efektif.
Ada pelajaran yang dapat dipetik. Contohnya, tren penurunan dalam kurva
epidemi secara keseluruhan menunjukkan bahwa mungkin isolasi seluruh kota,
edukasi masif (mempromosikan cuci tangan, pemakaian masker, dan berobat
jika mengalami gejala) dengan frekuensi tinggi melalui berbagai saluran yang
mudah diakses, serta memobilisiasi tim-tim respons cepat, ternyata betul betul
dapat membantu mengekang epidemi meluas.

Gambar 1 Pola Penyebaran Awal COVID-19

Pertanyaan awal maka terjawab, “Mengapa China lebih siap menghadapi


COVID-19?” Tanggapan China tentu saja merupakan buah dari pelajaran yang
mereka petik selama wabah SARS melanda dan merupakan penghargaan atas
kerja keras yang telah mereka lakukan. China saat wabah SARS mewabah juga
memanfaatkan mitra-mitra internasionalnya dalam kata lain tidak berjuang
sendirian. Sistem surveilans penyakit dan infrastruktur kesehatan masyarakat
yang mampu menangkap petanda wabah lebih awal dan merespons dengan
cepat menggunakan praktik terbaik berbasis bukti yang telah mereka pelajari.
2019-nCoV dan virus corona lainnya dapat terus beradaptasi dari waktu ke waktu
menjadi lebih ganas, dan zoonosis tidak akan berhenti. Kita harus tetap
waspada, mengasah keterampilan kita, mendanai pertahanan kita termasuk
pendanaan alat pelindung diri agar tiada lagi infeksi nosokomial tenaga kesehata
sebagai “Super Spreader”, dan melatih tanggapan kita agar lebih aware, dan
kita harus membantu negara tetangga untuk melakukan hal yang sama. Inilah
buah pelajaran yang harus Indonesia petik dari Wabah coronavirus.

Anda mungkin juga menyukai