Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSIP

GIZI BURUK TIPE KWASHIORKOR

Disusun oleh:
dr. Nela Dita Sari

Pembimbing:
dr. Aedy Sp. A (K)

Pendamping :
dr. Hj. Nanie Rosanty, M.Kes
dr. Andari Mayasari, M.Si

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN BENGKALIS
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Usia balita merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang
sangat pesat. Oleh karena itu, kelompok usia balita perlu mendapat perhatian,
karena merupakan kelompok yang rawan terhadap kekurangan gizi. Status gizi
adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat
gizi. 1
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi,
atau nutrisinya di bawah standar. Gizi buruk masih menjadi masalah yang belum
terselesaikan sampai saat ini. Gizi buruk dapat terjadi pada semua kelompok
umur, tetapi yang perlu lebih diperhatikan pada kelompok bayi dan balita. Pada
usia 0-2 tahun merupakan masa tumbuh kembang yang optimal (golden period)
sehingga bila terjadi gangguan pada masa ini tidak dapat dicukupi pada masa
berikutnya dan akan berpengaruh negatif pada kualitas generasi penerus. 2
Keadaan gizi masyarakat Indonesia pada saat ini masih belum
menggembirakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan tersebut antara lain
adalah tingkat kemampuan keluarga dalam menyediakan pangan sesuai dengan
kebutuhan anggota keluarga, pengetahuan dan perilaku keluarga dalam meilih,
mengolah, dan membagi makanan di tingkat rumah tangga, ketersediaan air bersih
dan fasilitas sanitasi dasar serta ketersediaan dan aksesibilitas terhadap pelayanan
kesehatan dan gizi masyarakat yang berkualitas.3
Status gizi balita dapat diukur dengan indeks berat badan per umur
(BB/U), tinggi badan per umur (TB/U) dan berat badan per tinggi badan (BB/TB).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2016 didapatkan hasil persentase
gizi buruk sebesar 3,4% menurut indeks BB/U pada balita 0-59 bulan. Angka
tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil tahun 2015, yaitu sebesar 3,9%.
Sedangkan hasil penimbangan status gizi pada balita 0-23 bulan menurut indeks
BB/U tahun 2016 adalah 3,1% gizi buruk, hasil ini relatif sama dengan hasil tahun
2015 yaitu 3,2%.4

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama Pasien : An. A
Umur : 8 bulan
Tanggal Lahir : 18/07/2019
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Tasik Putri Puyu K. Meranti

Identitas Orang Tua Pasien

Identitas Ibu Ayah

Nama Ny. D Tn. J

Umur 36 tahun 39 tahun

Agama Budha Budha

Pendidikan

Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Nelayan

Tasik Putri Puyu K. Meranti Tasik Putri Puyu K.


Alamat
Meranti

2.2 Alloanamnesis (27-02-2017)


Keluhan utama

3
Tidak mau makan-minum

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang diantar orang tua angkat ke RSUD. Bengkalis dengan
keluhan tidak mau makan dan minum. Anak masihm mau minum namun
sedikit. Anak di angkat sudah 13 hari dan di asuh oleh orang tua angkat,
orang tua angkat mengaku saat di angkat kondisi anak sudah buruk, perut
buncit, keras dan sering merintih. Orang tua angkat mengaku anak sering
demam, badan lemas dan juga batuk. Rambut pasien pirang dan juga rontok.
Riwayat BAK sudah 2 kali hari ini, BAK sudah 1 kali hari ini.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Penyakit Keluarga


Orang tua angkat pasien mengatakan keluarga tidak ada keluhan
seperti ini.

Genogram Keluarga Pasien

32 thn 28 thn 25 thn 20 thn 28 thn 25 thn 22


thn

22 th 20 th 17 th 8 bln

4
Keterangan:

: Laki-Laki meninggal

: Perempuan meninggal

: Laki-laki

: Perempuan

: Perempuan Gizi Buruk

: Perkawinan

: Persaudaraan

Riwayat pengobatan
Ibu pasien mengaku sebelumnya pernah berobat ke puskesmas bandul
+ 2 bulan yang lalu karena perut membuncit.

Riwayat kehamilan dan persalinan


Tidak di ketahui

Riwayat Imunisasi

Orang tua angkat pasien mengatakan tidak mengetahui riwayat


imunisasi anak angkatnya.

Riwayat Nutrisi

Pasien tidak mendapatkan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan. Pada saat
usia 6 bulan pasien tidak diberikan makan makanan tambahan berupa bubur,
namun saat ini pasien sudah mulai diberikan nasi yang lembek. Pasien
mendapatkan makanan keluarga. Ibu pasien mengatakan nafsu makan dan

5
minum pasien tidak ada. Namun sering kali hanya menggunakan bubur nasi.
Pasien minum susu kental manis merek bagus hingga saat ini.

Riwayat Tumbuh Kembang

Saat ini pasien berusia 8 bulan.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Frek. Nadi : 116 x/menit
Frek. Nafas : 40 x/menit
Suhu aksila : 37,4 º C
BB : 3,8 kg
PB : 57 cm
Status gizi : BB/U < -3 SD (gizi buruk), BB/PB <-3 SD (sangat
kurus), PB/U < -3 SD (sangat pendek)
Status Lokalis
Kepala : Kesan normal, bentuk dan ukuran normal, deformitas (-),
ubun-ubun cekung (+) minimal.
Rambut : Pirang, merata
Mata : Bentuk normal, Alis normal, Bola mata
exopthalmus (-/-), anopthalmus (-/-), nystagmus (-/-),
strabismus (-/-), Palpebra edema (-/-), ptosis (-/-),
Konjungtiva anemia (+/+), Sklera ikterus (-/-),
perdarahan (-), hiperemia (-/-), pterigium (+/-),
Pupil bulat, isokor, refleks cahaya (+/+), Lensa tampak
jernih, katarak (-/-), mata cekung (+/+)
Telinga : Kesan normal, bentuk dan fungsi normal, serumen (-)
Hidung : Kesan normal, bentuk dan fungsi normal,
sekret (+/+) bening

6
Bibir : Bentuk simetris, Bibir sianosis (-), edema (-),
stomatitis (-), Gigi dbn, Gusi hiperemia (-), edema (-),
perdarahan (-), Mukosa : normal, Lidah : glositis (-),
atropi papil lidah (-), Faring : hiperemia (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks-Cardiovasculer
Paru
Inspeksi :Bentuk simetris, Pergerakan simetris,
Iga dan sela iga : retraksi subcostae(+/+),
Penggunaan otot bantu intercostal (-),
Pelebaran sela iga (–),
Pernafasan : frekuensi 40 x/menit,teratur
Palpasi : Pergerakan simetris, vokal simetris provokasi nyeri (–)
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru.
Auskultasi : Suara nafas bronkovesikuler ( +/+),
Suara tambahan rhonki (-/-),
Suara tambahan wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus cordis tampak pada ICS 5 midclavicula line sinistra
Palpasi : iktus cordis teraba pada ICS 5 midclavicula line sinistra
Perkusi : Batas atas pada ICS 2, batas kanan pada linea
parasternal dextra, batas kiri pada ICS 5 midclavicula
sinistra
Auskultasi : S1, S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen-Pelvic-Inguinal
Inspeksi : Cembung (+), kulit hiperemis (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : Supel (-), defans muscular (-) turgor : normal,
tonus : normal, Nyeri tekan (-), Hepar : hepar teraba 4

7
cm di bawah arcus costae, kenyal dan rata, Lien,
ginjal : tidak teraba
Perkusi : Suara hipertimpani

Ekstremitas superior dan inferior


Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, kulit kering, edema (+/+) piting edem,
sianosis (-/-)

2.4 Pemeriksaan penunjang


Laboratorium (31 Maret 2020)
HB : 7,4 g%
Leukosit :10.100 /mm3
Hematrokrit : 21,3 %
Trombosit : 127.000 / mm3
Limfosit : 59
Monosit :5
Eritrosit : 2.66 U/L
Gol. Darah : A+
Gds : 129
CRP : 5.2
Feses Rutin (31 Maret 2020)
Warna : Kuning
Bau : Khas
Konsistensi : Lunak
Lendir : Negatif
Darah : Negatif
Mikroskopis (31 Maret 2020)
Amoeba : Negatif
Leukosit : Negatif
Eritrosit : Negatif
Sisa makanan : Negatif

8
Telur cacing : Negatif
Ascaris : Negatif
Tricuris T : Negatif
Ancy & Oxcy : Negatif
Foto RO Thoraks (31 Maret 2020)

2.5 Diagnosis
Gizi buruk tipe kwarsiokor

2.6 Penatalaksanaan
Terapi :
- O2 2 liter - Inj. Ceftriaxon 150 mg/12 jam
- Infus D5 ¼ NS - Diit kebutuhan energi + tinggi protein
- F25 Oral/2 jam
 Konseling
- Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa penyakit yang diderita
pasien adalah gizi buruk tipe kwasiokor.
- Menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai faktor risiko yang
mungkin dapat menyebabkan status gizi pasien.
- Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa anaknya harus dirawat
inap sampai dinyatakan boleh pulang.
- Menganjurkan ibu untuk memberi makan anak dan memberikan ASI
sesering yang anak inginkan untuk pertumbuhan dan
perkembangannya.
- Mengedukasi keluarga pasien untuk menerapkan pola hidup sehat dan
bersih (PHBS) serta menjaga pencahayaan di dalam rumahnya dengan
membuka jendela setiap pagi dan siang hari.

2.7 Prognosis pasien


- Ad vitam : dubia ad bonam

9
- Ad functionam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam
2.8 Follow Up
Tgl/Jam Perjalanan Penyakit Terapi
01 April S: Mmuntah (-) demam (-), minum susu 10 ml  Infus D5 ¼ NS
2020 (+), Batutk (+),  Ceftriaxpn 150
O : Mata Cekung minimal (+), Keadaan umum : mg/12 jam
baik, kesadaran : compos mentis  Diit tinggi kalori
0
N : 120 x/I , RR : 30 x/I, S : 36, C, BB: 3,8 Kg dan protein
Abd : Supel, hipertimpani, BU (+)
Ekstrimitas : akral hangat, pitting edem (+/+),
CRT <2 detik.
A: Gizi buruk tipe kwasiokor
2 April S : Muntah (-) demam (-), minum susu (+), Batuk  Infus D5 ¼ NS
2020 (+), BAK/BAB (+)  Ceftriaxpn 150
O : Keadaan umum : baik, kesadaran : compos mg/12 jam
mentis.  Diit tinggi kalori
BB : 3,8 Kg, HR : 110 x/I, T : 36,2 C, dan protein
RR : 26 x/I
Mata : Mata Cekung minimal (-),
Abd : Cembung, hipertimpani, hepar teraba 4 cm
di bawah arcus costae (tajam,kenyal, rata), BU
(+) normal.
Ekstrimitas : akral hangat, pitting edem (+/+),
CRT <2 detik.
A: Gizi buruk tipe kwasiokorA: Gizi buruk tipe
kwasiokor
3 April S : Muntah (-) demam (-), minum susu 10 ml (+),  Infus D5 ¼ NS
2020 Batuk (+), BAK (+), BAB >4 kali bercampur  Ceftriaxon 150
ampas, Skrotum bengkak mg/12 jam
O : Keadaan umum : baik, kesadaran : compos  Azitromisin 150
mentis.,

10
BB : 3,8 Kg, HR : 110 x/I, T : 36,2 C, mg/12 jam
RR : 26 x/I  Diit tinggi kalori
Mata : Mata Cekung minimal (-), 400 Kkal/hari
Abd : Cembung, hipertimpani, hepar teraba 4 cm  Diit tinggi
di bawah arcus costae (tajam,kenyal, rata), BU protein
(+) normal.
Ekstrimitas : akral hangat, pitting edem (+/+),
CRT <2 detik.
A: Gizi buruk tipe kwasiokor
4 April S : Mmuntah (-) demam (-), minum susu (+),  Infus D5 ¼ NS
2020 Batutk (-), BAK/ BAB >4 kali bercampur ampas,  Ceftriaxon 150
Skrotum bengkak mg/12 jam
O : Keadaan umum : baik, kesadaran : compos  Azitromisin 150
mentis. mg/12 jam
BB : 3,8 Kg, HR : 110 x/I, T : 36,2 C,  Diit tinggi kalori
RR : 26 x/I 400 Kkal/hari
Mata : Mata Cekung minimal (-),  Diit tinggi
Abd : Cembung, hipertimpani, hepar teraba 4 cm protein
di bawah arcus costae (tajam,kenyal, rata), BU
(+) normal.
Ekstrimitas : akral hangat, pitting edem (+/+),
CRT <2 detik.
A: Gizi buruk tipe kwasiokor
5 April S : Muntah (-) demam (-), minum susu, Batuk (-),  Infus D5 ¼ NS
2020 BAK/BAB (+), skrotum bengkak.  Ceftriaxon 150
O : Keadaan umum : baik, kesadaran : compos mg/12 jam
mentis.  Azitromisin 150
BB : 3,8 Kg, HR : 110 x/I, T : 36,2 C, mg/12 jam
RR : 26 x/I  Diit tinggi kalori
Mata : Mata Cekung minimal (-), 400 Kkal/hari
Abd : Cembung, hipertimpani, hepar teraba 4 cm  Diit tinggi

11
di bawah arcus costae (tajam,kenyal, rata), BU protein
(+) normal.
Ekstrimitas : akral hangat, pitting edem (+/+),
CRT <2 detik.
A: Gizi buruk tipe kwasiokorA: Gizi buruk tipe
kwasiokor
6 April S : Muntah (-) demam (-), minum susu (+), Batuk  Infus D5 ¼ NS
2020 (-), BAK/BAB (+). Skrotum bengkak, memerah  Ceftriaxpn 150
dan ada bintik-bintik merah (+), ujung penis mg/12 jam
bengkak, sulit tidur malam  Diit tinggi kalori
O : Keadaan umum : baik, kesadaran : compos dan protein
mentis.  Vit. A
BB : 3,8 Kg, HR : 110 x/I, T : 36,1 C,  Mebendazol 40
RR : 26 x/I mg/12 jam
Mata : Mata Cekung (-),
Thorak : Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Abd : Cembung, hipertimpani, hepar teraba 4 cm
di bawah arcus costae (tajam,kenyal, rata), BU
(+) normal.
Ekstrimitas : akral hangat, pitting edem (+/+),
CRT <2 detik.
A: Gizi buruk tipe kwasiokorA: Gizi buruk tipe
kwasiokor + Hidrokel
7 April S : Mmuntah (-) demam (-), minum susu 10 ml  Infus D5 ¼ NS
2020 (+), Batutk (-), BAK/BAB (+)  Ceftriaxpn 150
O : Keadaan umum : baik, kesadaran : compos mg/12 jam
mentis.  Diit tinggi kalori
BB : 3,8 Kg, HR : 110 x/I, T : 36,2 C, dan protein
RR : 26 x/I  Tranfusi PRC
Mata : Mata Cekung minimal (-),

12
Abd : Cembung, hipertimpani, hepar teraba 4 cm
di bawah arcus costae (tajam,kenyal, rata), BU
(+) normal.
Ekstrimitas : akral hangat, pitting edem (+/+),
CRT <2 detik.
Labor : HB : 6,3 gr, Leukosit : 13.300, trombosit :
720.000
Ht : 18,8 %
A: Gizi buruk tipe kwasiokorA: Gizi buruk tipe
kwasiokor
8 April S : Muntah (-) demam (-), makan dan minum  Infus D5 ¼ NS
2020 susu (+), Batuk (-), BAK/BAB (+), skrotum  Ceftriaxpn 150
bengkak (-) mg/12 jam
O : Keadaan umum : baik, kesadaran : compos  Paracetamol 40
mentis. mg
BB : 3,3 Kg, HR : 110 x/I, T : 38 C,  Diit tinggi kalori
RR : 30 x/I dan protein
Mata : Mata Cekung minimal (-),
Leher, thorak (paru & cor) : dalam batas normal
Abd : Cembung, hipertimpani, hepar teraba 4 cm
di bawah arcus costae (tajam,kenyal, rata), BU
(+) normal.
Ekstrimitas : akral hangat, pitting edem (+/+),
CRT <2 detik.
A: Gizi buruk tipe kwasiokorA: Gizi buruk tipe
kwasiokor
9 April S : Muntah (-) demam (-), minum susu 10 ml (+),  Infus D5 ¼ NS
2020 Batutk (-), BAK/BAB (+)  Ceftriaxpn 150
O : Keadaan umum : baik, kesadaran : compos mg/12 jam
mentis.  Diit tinggi kalori
BB : 3,8 Kg, HR : 110 x/I, T : 36,2 C, dan protein

13
RR : 26 x/I
Mata : Mata Cekung minimal (-),
Leher, thorak (paru & cor) : dalam batas normal
Abd : Cembung, hipertimpani, hepar teraba 4 cm
di bawah arcus costae (tajam,kenyal, rata), BU
(+) normal.
Ekstrimitas : akral hangat, pitting edem (+/+),
CRT <2 detik.
A: Gizi buruk tipe kwasiokorA: Gizi buruk tipe
kwasiokor
10 April S : Muntah (-) demam (-), minum susu 10 ml (+),  Infus D5 ¼ NS
2020 Batutk (-), BAK/BAB (+)  Diit tinggi kalori
O : Keadaan umum : baik, kesadaran : compos dan protein
mentis.
BB : 3,3 Kg, HR : 110 x/I, T : 36,2 C,
RR : 30 x/I
Mata : Mata Cekung minimal (-),
Leher, thorak (paru & cor) : dalam batas normal
Abd : Cembung, hipertimpani, hepar teraba 4 cm
di bawah arcus costae (tajam,kenyal, rata), BU
(+) normal.
Ekstrimitas : akral hangat, pitting edem (+/+),
CRT <2 detik.
A: Gizi buruk tipe kwasiokorA: Gizi buruk tipe
kwasiokor

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan
menurut umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah severely underweight

15
(Kemenkes RI, 2011), sedangkan menurut Depkes RI 2008, keadaan kurang gizi
tingkat berat pada anak berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB) <-3 SD dan atau ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor
dan marasmus-kwashiorkor.1,4 Klasifikasi status gizi anak berdasarkan berat
derajatnyadijelaskan pada tabel berikut ini :
Tabel 1. Klasifikasi Status Gizi
Indeks Simpangan Baku Status Gizi
≥ 2 SD Gizi Lebih
-2 SD sampai +2 SD Gizi Baik
BB / U
<-2 SD sampai -3SD Gizi Kurang
<-3 SD Gizi Buruk
-2 SD sampai +2 SD Normal
TB / U
< -2 SD Pendek
≥ 2 SD Gemuk
-2 SD sampai +2 SD Normal
BB / TB
< -2 SD sampai -3 SD Kurus
< -3 SD Sangat Kurus

3.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gizi Buruk

a. Faktor Host
Anak sering tidak cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang
terutama dalam segi protein dan karbohidratnya. Diet yang mengandung
cukup energi tetapi kurang protein akan menyebabkan anak menjadi
penderita kwashiokor, sedangkan diet kurang energi walaupun zat gizi
esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita
marasmus. Pola makan yang salah seperti pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan usia akan menimbulkan masalah gizi pada anak. Contohnya
anak usia tertentu sudah diberikan makanan yang seharusnya belum
dianjurkan untuk usianya, sebaliknya anak telah melewati usia tertentu
tetapi tetap diberikan makanan yang seharusnya sudah tidak diberikan lagi

16
pada usianya. Selain itu mitos atau kepercayaan di masyarakat atau
keluarga dalam pemberian makanan seperti berpantang makanan tertentu
akan memberikan andil terjadinya gizi buruk pada anak.4,5
b. Faktor Agent
Penyakit atau infeksi menjadi penyebab terbesar kedua setelah asupan
makanan yang tidak seimbang. Telah lama diketahui adanya hubungan
yang erat antara malnutrisi dan penyakit infeksi terutama di negara
tertinggal maupun di negara berkembang seperti Indonesia, dimana
kesadaran akan kebersihan diri (personal hygiene) masih kurang, dan
adanya penyakit infeksi kronik seperti Tuberkulosis dan cacingan pada
anak-anak. Kaitan antara infeksi dan kurang gizi sangat sukar diputuskan,
karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi
kronik akan menyebabkan anak menjadi kurang gizi yang pada akhirnya
memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan tubuh sehingga
memudahkan terjadinya infeksi baru pada anak.
c. Faktor Sosial Ekonomi
Tidak tersedianya makanan yang adekuat terkait langsung dengan masalah
sosial ekonomi, dan kemiskinan. Data di indonesia dan negara lain
menunjukan adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dengan
masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat terutama masalah
kemiskinan yang pada akhirnya mempengaruhi ketersedian makanan serta
keragaman makanan yang dikonsumsi. Banyak masyarakat yang masih
menganut sistem bahwa orang tua harus lebih mendapatkan porsi makanan
yang lebih banyak dan lebih bergizi daripada anak-anaknya karena mereka
harus bekerja keras untuk menghidupi keluarganya sedangkan anak-anak
hanya bermain dirumah sehingga tidak perlu mendapat asupan yang
bergizi. Selain itu adanya faktor-faktor lain seperti poligami, seorang
suami dengan banyak istri dan anak membuat pendapatan suami tersebut
tidak dapat mencukupi makan istri-istri dan anak-anaknya, serta tingginya
tingkat perceraian, dimana sebelumnya suami dan istri bersama-sama

17
mencari nafkah untuk menghidupi anak-anaknya, kini hanya tinggal istri
yang menghidupi anaknya sebagai orang tua tunggal (single parrent).4,5

3.3 Klasifikasi
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-
kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis
dari masing-masing tipe yang berbeda-beda.
a. Marasmus

Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena
diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang
hubungan orangtua-anak terganggu, atau karena kelainan metabolic atau malformasi
congenital. Gangguan berat setiap system tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi. 6

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang


timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di
bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan,
gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya.
Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih
merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah : 4

Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-
ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit.

1. Wajah seperti orang tua


2. Iga gambang dan perut cekung
3. Otot paha mengendor (baggy pant)
4. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar.

b. Kwashiorkor

Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana
dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian
tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau
edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh.

18
Walaupun defisiensi kalori dan nutrien lain mempersulit gambaran klinik dan kimia,
gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein tidak cukup bernilai
biologis baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu, seperti pada keadaan
diare kronik, kehilangan protein abnormal pada proteinuria (nefrosis), infeksi, perdarahan
atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein, seperti pada penyakit hati kronik . 6
Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan
masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang
berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik, akibat
defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala
tersebut. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini
terutama berada di daerah industri belum bekembang.6
Bentuk klinik awal malnutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis atau
iritabilitas. Bila terus berlanjut, mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, kurang
stamina, kehilangan jaringan muskuler, meningkatnya kerentanan terhadap infeksi, dan
udem. Imunodefisiensi sekunder merupakan salah satu dari manifestasi yang paling serius
dan konstan. Pada anak dapat terjadi anoreksia, kekenduran jaringan subkutan dan
kehilangan tonus otot. Hati membesar dapat terjadi awal atau lambat, sering terdapat
infiltrasi lemak. Udem biasanya terjadi awal, penurunan berat badan mungkin ditutupi
oleh udem, yang sering ada dalam organ dalam sebelum dapat dikenali pada muka dan
tungkai. Aliran plasma ginjal, laju filtrasi glomerulus, dan fungsi tubuler ginjal menurun.
Jantung mungkin kecil pada awal stadium penyakit tetapi biasanya kemudian membesar.
Pada kasus ini sering terdapat dermatitis. Penggelapan kulit tampak pada daerah yang
teriritasi tetapi tidak ada pada daerah yang terpapar sinar matahari. Dispigmentasi dapat
terjadi pada daerah ini sesudah deskuamasi atau dapat generalisata. Rambut sering jarang
dan tipis dan kehilangan sifat elastisnya. Pada anak yang berambut hitam, dispigmentasi
menghasilkan corak merah atau abu-abu pada warna rambut (hipokromotrichia). 6
Infeksi dan infestasi parasit sering ada, sebagaimana halnya anoreksia, mual, muntah,
dan diare terus menerus. Otot menjadi lemah, tiois, dan atrofi, tetapi kadang-kadang
mungkin ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental, terutama iritabilitas dan apati
sering ada. Stupor, koma dan meninggal dapat menyertai. 6
Berikut ciri-ciri dari kwashiorkor secara garis besar adalah :
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis

19
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut,
pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala
kusam.
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan
terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas
c. Marasmik-Kwashiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik


kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung
protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian
disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-
tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan
kelainan biokimiawi terlihat pula.4

3.4 Patofisiologi
Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai
cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai
dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein
dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka
kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi
protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3
SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/”decompensated
malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan.
Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan
terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat
teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik
(malnutrisikronik/ compensated malnutrition). Dengan demikian pada KEP dapat
terjadi: gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum,

20
penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai
sintesa enzim.11
Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran antara
penyakit marasmus dan kwashiorkor.Makanan sehari-harinya tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada
penderita demikian, di samping menurunnya berat badan di bawah 60% dari
normal, memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan
rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula. Pada KEP
terdapat perubahan nyata dari komposisi tubuhnya, seperti jumlah dan distribusi
cairan, lemak, mineral, dan protein, terutama protein otot.12,13
Kurangnya protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai
asam amino essensial yang dibutuhkan untuk sintesis albumin, sehingga terjadi
hipoalbuminemia dan edema. Anak dengan marasmus kwashiorkor juga sering
menderita infeksi multipel, seperti tuberkulosis dan gastroenteritis. Infeksi akan
mengalihakan penggunaan asam amino ke sintesis protein fase akut, yang
semakin memperparah berkurangnya sintesis albumin di hepar. Penghancuran
jaringan akan semakin lanjut untuk memenuhi kebutuhan energi, memungkinkan
sintesis glukosa dan metabolit essensial lainnya seperti asam amino. Kurangnya
kalori dalam diet akan meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan kadar
insulin. Hal ini akan menyebabkan atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah
kulit. Pada awalnya, kelaina ini merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan
hidup, jaringan tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang
diberikan, jika hal ini tidak terpenuhi maka harus didapat dari tubuh sendiri
sehingga cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi.
Tubuh akan mengandung lebih banyak cairan sebagai akibat menghilangnya
lemak dan otot sehingga tampak edema.12,13

21
Bagan 2. Patogenesis Marasmik-Kwashiorkor

3.5 Manifestasi Klinis


Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS
disertai edema yang tidak mencolok. Makanan sehari-hari tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal.Pada
penderita demikian disamping menurunnya berat badan <60% dari normal

22
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.

Penampilan muka seorang penderita marasmus menunjukkan wajah seperti


orang tua. Anak terlihat sangat kurus (vel over been) karena hilangnya sebagian
besar lemak dan otot-ototnya, iga gambang, bokong baggy pant, perut cekung,
wajah bulat sembab. Perubahan mental adalah anak mudah menangis, walapun
setelah mendapat makan karena anak masih merasa lapar.Kesadaran yang
menurun (apati) terdapat pada penderita marasmus yang berat.Kelainan pada kulit
tubuh yaitu kulit biasanya kering, dingin, dan mengendor disebabkankehilangan
banyak lemak di bawah kulit serta otot-ototnya. Kelainan pada rambut kepala
walaupun tidak sering seperti pada penderita kwashiorkor, adakalanya tampak
rambut yang kering, tipis dan mudah rontok. Lemak subkutan menghilang hingga
turgor kulit mengurang.Otot-otot atrofis, hingga tulang-tulang terlihat lebih
jelas.Pada saluran pencernaan, penderita marasmus lebih sering menderita diare
atau konstipasi.Tidak jarang terdapat bradikardi, dan pada umumnya tekanan
darah penderita lebih rendah dibandingkan dengan anak sehat seumur. Terdapat
pula frekuensi pernafasan yang mengurang dan ditemukan kadar hemoglobin yang
agak rendah. Selain itu anak mudah terjangkit infeksi yang umumnya kronis
berulang akibat defisiensi imunologik.7

Gejala klinis kwashiorkor yaitu penampilannya seperti anak yang gemuk


(sugar baby) bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan
protein, walaupun dibagian tubuh lainnya, terutama di pantatnya terlihat adanya
atrofi. Pertumbuhan terganggu, berat badan dibawah 80% dari baku Harvard
persentil 50 walaupun terdapat edema, begitu pula tinggi badannya terutama jika
KEP sudah berlangsung lama.Perubahan mental sangat mencolok.Pada umumnya
mereka banyak menangis, dan pada stadium lanjut bahkan sangat apatis.Perbaikan
kelainan mental tersebut menandakan suksesnya pengobatan.Edema baik yang
ringan maupun berat ditemukan pada sebagian besar penderita
kwashiorkor.Walaupun jarang, asites dapat mengiringi edema.Atrofi otot selalu
ada hingga penderita tampak lemah dan berbaring terus-menerus, walaupun

23
sebelum menderita penyakit demikian sudah dapat berjalan-jalan.Gejala saluran
pencernaan merupakan gejala penting.Pada anoreksia yang berat penderita
menolak segala macam makanan, hingga adakalanya makanan hanya dapat
diberikan melalui sonde lambung. Diare tampak pada sebagian besar penderita,
dengan feses yang cair dan mengandung banyak asam laktat karena mengurangnya
produksi laktase dan enzim disacharidase lain. Adakalanya diare demikian
disebabkan pula oleh cacing dan parasit lain.Perubahan rambut sering dijumpai,
baik mengenai bangunnya (texture) maupun warnanya.Sangat khas bagi penderita
kwashiorkor ialah rambut yang mudah dicabut.Misalnya tarikan ringan di daerah
temporal menghasilkan tercabutnya seberkas rambut tanpa reaksi si penderita.Pada
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala yang kusam, kering,
halus, jarang, dan berubah warnanya.Warna rambut yang hitam menjadi merah,
coklat kelabu, maupun putih. Rambut aslipun menunjukkan perubahan demikian,
akan tetapi tidak demikian dengan rambut matanya yang justru memanjang.
Perubahan kulit yang oleh Williams, dokter wanita pertama yang melaporkan
adanya penyakit kwashiorkor, diberi namacrazy pavement dermatosis merupakan
kelainan kulit yang khas bagi penyakit kwashiorkor.Kelainan kulit tersebut
dimulai dengan titik-titik merah menyerupai petechie, berpadu menjadi bercak
yang lambat laun menghitam.Setelah bercak hitam mengelupas, maka terdapat
bagianbagian yang merah dikelilingi oleh batas-batas yang masih hitam.Bagian
tubuh yang sering membasah dikarenakan keringat atau air kencing, dan yang
terus-menerus mendapat tekanan merupakan predeleksi crazy pavement
dermatosis, seperti di punggung, pantat, sekitar vulva, dan sebagainya.Perubahan
kulit lainpun dapat ditemui, seperti kulit yang kering dengan garis kulit yang
mendalam, luka yang mendalam tanpa tanda-tanda inflamasi. Kadang-kadang
pada kasus yang sangat lanjut ditemui petechie tanpa trombositopenia dengan
prognosis yang buruk bagi si penderita.7

24
Gambar 2.1 Crazy Pavement Dermatosis

Hati yang membesar merupakan gejala yang sering ditemukan. Kadang-


kadangbatas hati terdapat setinggi pusar. Hati yang membesar denganmudah dapat
dirabah dan terasa kenyal pada rabaan dengan permukaanyang licin dan pinggir
yang tajam. Sediaan hati demikian jika dilihat dibawah mikroskop menunjukkan,
bahwa banyak sel hati terisi dengan lemak. Pada kwashiorkor yang relatif ringan
infiltrasi lemak itu terdapat terutama di segi tiga Kirnan, lebih berat penyakitnya
lebih banyak sel hatiyang terisi dengan lemak, sedangkan pada yang sangat berat
perlemakanterdapat pada hampir semua sel hati. Adakalanya terlihat juga
adanyafibrinosis dan nekrosis hati. Anemia ringan selalu ditemukan pada
penderita demikian. Bilamana kwashiorkor disertai oleh penyakit lain, terutama
ankylostomiasis, maka dapat dijumpai anemia yang berat. Jenis anemia pada
kwashiorkor bermacam-macam, seperti normositik normokrom, mikrositik
hipokrom, makrositik hiperkrom, dan sebagainya. Perbedaan macam anemia pada
kwashiorkor dapat dijelaskan oleh kekurangan berbagai faktor yang mengiringi
kekurangan protein, seperti zat besi, asam folik, vitamin B12, vitamin C, tembaga,
insufisiensi hormon, dan sebagainya. Macam anemiayang terjadi menunjukkan
faktor mana yang lebih dominan. Pada pemeriksaan sumsum tulang sering-sering
ditemukan mengurangnya sel sistem eripoitik. Hipoplasia atau aplasia sumsum
tulang demikian disebabkan terutama oleh kekurangan protein dan infeksi
menahun.7

Tabel 8. Manifestasi klinis pada Marasmus-kwashiorkor

25
Marasmus Kwshiorkor
 Pertumbuhan berkurang  Perubahan mental sampai
atau berhenti apatis
 Terlihat sangat kurus  Anemia
 Penampilan wajah seperti  Perubahan warna dan
orangtua tekstur rambut, mudah dicabut / rontok
 Perubahan mental  Gangguan sistem
 Cengeng gastrointestinal
 Kulit kering, dingin,  Pembesaran hati
mengendor, keriput  Perubahan kulit
 Lemak subkutan  Atrofi otot
menghilang hingga turgor kulit  Edema simetris pada kedua
berkurang punggung kaki, dapat sampai seluruh
 Otot atrofi sehingga kontur tubuh.
tulang terlihat jelas
 Vena superfisialis tampak
jelas
 Ubun – ubun besar cekung
 tulang pipi dan dagu
kelihatan menonjol
 mata tampak besar dan
dalam
 Kadang terdapat bradikardi
 Tekanan darah lebih rendah
dibandingkan anak sebaya
*Manifestasi klinis dari marasmic-kwashiorkor merupakan campuran gejala
marasmus dan kwashiorkor

Marasmic-kwashiorkor

Penyebab marasmic – kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua penyebab


yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan
kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak
adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan

26
yang meningkat, menurunnya absorbsi dan/atau peningkatan kehilangan protein
maupun energi dari tubuh.7

Gambar 2. Perbedaan marasmus dan kwarshiorkor

3.6 Diagnosis
Pada anamnesis sering didapatkan keluhan pertumbuhan dan
perkembangan terganggu, tubuh kurus, berat badan yang kurang atau sukar
bertambah, serta anak sering rewel. Pada anamnesis juga diperoleh informasi
bahwa sering terjadi infeksi berulang atau penyakit lain seperti diare atau
konstipasi (WHO, 2009).
Pada pemeriksaan fisik, penting untuk melakukan penilaian status
antropometri yang meliputi pengukuran berat badan (BB), tinggi atau panjang
badan (TB/PB), lingkar lengan atas (LLA). LLA dapat digunakan untuk
menentukan status gizi yang dapat memperkirakan jumlah otot rangka dalam
tubuh (lean body mass atau massa tubuh tidak berlemak). Perlu dilakukan juga
pengukuran ketebalan lipatan kulit di lengan atas bagian posterior (lipatan trisep)
yang ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak subkutan dapat diukur
menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak di bawah kulit banyaknya adalah
50% dari lemak tubuh. Lipatan kulit normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan 2,5
cm pada perempuan (WHO, 2009).
Berikut Kriteria Anak Gizi Buruk menurut KEMENKES, 2011
1. Gizi Buruk Tanpa Komplikasi

27
a. BB/TB : < -3SD dan atau;
b. Terlihat sangat Kurus dan atau;
c. Adanya edema dan atau;
d. LILA <11,5 cm untuk anak 6 – 59 bulan
2. Gizi Buruk dengan komplikasi
Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau
lebih dari tanda komplikasi medis berikut :
a. Anoreksia
b. Pneumonia berat
c. Anemia berat
d. Dehidrasi berat
e. Demam sangat tinggi
f. Penurunan kesadaran
(KEMENKES, 2011)
Alur pemeriksaan anak gizi buruk, KEMENKES, 2011 (Direktorat
jenderal gizi)

28
3.7 Tatalaksana
Penanganan umum gizi buruk meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 3
fase yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi seperti pada tabel
berikut :

Tabel 3. Alur Tatalaksana Gizi Buruk (Direktorat Bina Gizi – Direktorat


Jenderal Bina Gizi KIA, 2011)

Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata
kloramfenikol/tetrasiklin dan atropin, tutup mata dengan kassa yang telah dibasahi
dengan larutan garam normal, dan balutlah (WHO, 2009).
Perhitungan kebutuhan gizi menurut fase PMT
Energi Protein Cairan

100 – 130
Stabilisasi 80 – 100 kkal/kg/hari 1 – 1,5 g/kg/hari
ml/kg/hari

100 – 150
Transisi 2 – 3 g/kg/hari 150 ml/kg/hari
kkal/kg/hari

29
150 – 200 150 – 200
Rehabilitasi 4 – 6 g/kg/hari
kkal/kg/hari ml/kg/hari

Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah <
3 mmol/L atau < 54 mg/dl) yang sering kali menyebabkan kematian pada 2 hari
pertama perawatan (WHO, 2009). Tanda-tanda hipoglikemi pada anak tidak
selalu diikuti dengan berkeringat dan pucat. Anak dengan letargis, nadi lemah,
dan kehilangan kesadaran merupakan tanda-tanda yang harus diwaspadai
terjadinya hipoglikemi, bahkan terkadang tanda-tanda hipoglikemi pada anak
hanya ditandai dengan mengantuk.
Tanda hipoglikemia pada anak menurut usia :
 Neonatus : Tremor, sianosis, hipotermia, kejang, apneu atau pernapasan tidak
teratur, letargi atau apatis, berkeringat, takipneau atau takikardia, tidak mau
minum.
 Balita : Kejang, letargi, pucat, berkeringat dingin, hipotermia, takikardia,
lemah, gangguan bicara, dan koma
Diagnosis hipoglikemia pada anak :
1) Adanya gejala klinis hipoglikemia
2) Kadar gula plasma darah <50mg/dL
3) Respon klinis baik terhadap pemberian gula
Berikut tatalaksana anak gizi buruk dengan hipoglikemia:
Bila anak sadar dan dapat minum Bila anak tidak sadar
 Bolus 50 ml larutan glukosa 10%  Glukosa 10% intra vena (5mg/ml)
atau sukrosa 10% peroral atau diikuti 50 ml Glukosa 10% atau
dengan pipa NGT kemudian mulai sukrosa lewat pipa NGT. Kemudian
pemberian F75 setiap 2 jam. mulai pemberian F75 setiap 2 jam
 Antibiotik spektrum luas  Antibiotik spektrum luas
 Pemberian makan per 2 jam  Pemberian makanan per 2 jam
Tabel 3. Penanganan hipoglikemia pada anak dengan gizi buruk (WHO, 2009).

30
Pemantauan yang perlu dilakukan adalah setelah 2 jam ulangi pemeriksaan
kadar gula darah. Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi
pemberian 50 ml bolusglukosa 10% atau larutan sukrosa, lanjutkan pemberian
makan F75 setiap 2 jam hingga anak stabil. Jika suhu rektal < 35.5° C atau bila
kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia disebabkan oleh hipotermia, ulangi
pengukuran kadar gula darah dan tangani sesuai keadaan (hipotermia dan
hipoglikemia).
Sebagai pencegahan, beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai
sesegera mungkin atau jika perlu lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan
harus teratur setiap 2-3 jam siang malam.

Koreksi Defisiensi Mikronutrien


Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral.
Meskipunsering ditemukan anemia, tidak boleh diberikan preparat besi pada
periode awal (stabilisasi, transisi), tetapi tunggusampai anak mempunyai nafsu
makan yang baik dan mulai bertambah beratbadannya (biasanya pada minggu
kedua, mulai fase rehabilitasi). Pemberian preparatbesi dapat memperburuk
keadaan infeksi serta terjadinya reaksi oksidatif oleh besi bebas yang akan
merusak membran sel dan berakibat fatal (IDAI, 2011).
Tatalaksana
Pemberian pada hari 1:
- Asam folat 5 mg, oral
- Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan
sebelum dirujuk) (IDAI, 2011), dengan dosis seperti di bawah ini :

Tabel 6. Dosis vitamin A sesuai dengan usia anak (IDAI, 2011)

Umur Dosis (IU)


< 6 bulan 50 000 (1/2 kapsul Biru)
6–12 bulan 100 000 (1 kapsul Biru)
1-5 tahun 200 000 (1 kapsul Merah)

31
Pemberian harian selama 2 minggu:
- Asam folat 1 mg/hari
- Suplemen multivitamin
- Zinc (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
- Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)
- Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (pada fase rehabilitasi)
Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan
terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15 (IDAI,
2011).

Pemberian Makan Awal


Pada fase stabilisasi, pemberian makan (formula) harus diberikan secara
hati-hati sebab keadaan fisiologis anak masih rapuh dan kapasitas homeostasisnya
berkurang. Pemberian makan sebaiknya dimulai sesegera mungkin setelah pasien
masuk dan harus dirancang untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein
secukupnya untuk mempertahankan proses fisiologi dasar (IDAI, 2011).
Tatalaksana
Gambaran hal-hal penting dalam pemberian makan pada fase stabilisasi adalah
sebagai berikut:
- Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dengan osmolaritasrendahdan
rendah laktosa (F-75)
- Pemberian makan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan
parenteral
- Energi: 80 –100 kkal/kgBB/hari
- Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari
- Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100 ml/kgBB/hari)
- Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlahF-
75yang ditentukan harus dipenuhi (IDAI, 2011).

32
Tabel 7. Jadwal pemberian F-75 (WHO, 2009)
HAR FREKUENS VOLUME/KGBB/PEMBERIA VOLUME/KGBB/HAR
I KE I N I
1-2 setiap 2 jam 11 ml 130 ml
3-5 setiap 3 jam 16 ml 130 ml
6 dst setiap 4 jam 22 ml 130 ml

Formula awal F-75 sesuai resep (Tabel 8) dan jadwal makan (Tabel 7)
dibuat untuk mencukupi kebutuhan zat gizi pada fase stabilisasi. Pada F-75 yang
berbahan serealia, sebagian gula diganti dengan tepungberas atau maizena
sehingga lebih menguntungkan karena mempunyaiosmolaritas yang lebih rendah,
tetapi perlu dimasak dulu. Formula ini baikbagi anak gizi buruk dengan diare
persisten (WHO, 2009).
Formula F-75 mengandung 75 kkal/100 ml dan 0,9 gram protein / 100 ml cukup
memenuhi kebutuhan bagi sebagian besar anak. Berikan dengan menggunakan
cangkir atau sendok. Anak yang sangat lemah, mungkin perlu diberikan dengan
sendok atau secara drop atau dengan spuit (IDAI, 2011).

Cara Membuat Formula WHO (F-75, F-100)


- Campurkan gula dan minyak sayur, aduk sampai rata dan masukkan susu
bubuk sedikit demi sedikit, aduk sampai kalis dan berbentuk gel.Tambahkan
air hangat dan larutan mineral-mix sedikit demi sedikitsambil diaduk sampai
homogen dan volumenya menjadi 1000 ml.Larutan ini bisa langsung diminum
atau dimasak selama 4 menit.
- Untuk F-75 yang menggunakan campuran tepung beras atau maizena,larutan
harus dididihkan (5-7 menit) dan mineral-mix ditambahkansetelah larutan
mendingin.
- Apabila tersedia blender, semua bahan dapat dicampur sekaligusdengan air
hangat secukupnya. Setelah tercampur homogen baruditambahkan air hingga
volume menjadi 1000 ml. Apabila tidaktersedia blender, gula dan minyak

33
sayur (dianjurkan minyak kelapa)harus diaduk dahulu sampai rata, baru
tambahkan bahan lain dan air hangat (WHO, 2009).
Jika jumlah petugas terbatas, beri prioritas untuk pemberian makan setiap2
jam hanya pada kasus yang keadaan klinisnya paling berat, dan bilaterpaksa
upayakan paling tidak tiap 3 jam pada fase permulaan. Libatkan danajari orang
tua atau penunggu pasien.Pemberian makan sepanjang malam hari sangat penting
agar anak tidakterlalu lama tanpa pemberian makan (puasa dapat meningkatkan
risiko kematian) (WHO, 2009).
Apabila pemberian makanan per oral pada fase awal tidak mencapaikebutuhan
minimal (80 kkal/kgBB/hari), berikan sisanya melalui NGT. Janganmelebihi 100
kkal/kgBB/hari pada fase awal ini. Pada cuaca yang sangat panas dan anak
berkeringat banyak maka anakperlu mendapat ekstra air/cairan.
Pemantauan
- Pantau dan catat setiap hari:
- Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan
- Muntah
- Frekuensi defekasi dan konsistensi feses
- Berat badan (WHO, 2009).

Kriteria sembuh
Bila BB/TB atau BB/PB >-2 SD dan tidak ada gejala klinis dan memenuhi
kriteria pulang sebagai berikut (KEMENKES RI, 2011) Direktorat Bina Gizi
2011
a) Edema sdah berkurang atau hilang, anak sadar, dan aktif
b) BB/PB atau BB/TB >-3 SD
c) Komplikasi sudah teratasi
d) ibu telah mendapat konseling gizi
e) ada kenaikan BB sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-
turut
f) selera makan sudah membak, makanan yang diberikan dapat dhabiskan

34
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Aspek Klinis

35
Seorang balita datang diantar orang tua angkat ke RSUD. Bengkalis
dengan keluhan tidak mau makan dan minum. Anak masihm mau minum
namun sedikit. Anak di angkat sudah 13 hari dan di asuh oleh orang tua
angkat, orang tua angkat mengaku saat di angkat kondisi anak sudah buruk,
perut buncit, keras dan sering merintih. Orang tua angkat mengaku anak
sering demam, badan lemas dan juga batuk. Rambut pasien pirang dan juga
rontok. Riwayat BAK sudah 2 kali hari ini, BAK sudah 1 kali hari ini.
Demam (-), batuk (+).
Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sedang,
frekuensi nadi 116 x/menit, frekuensi nafas 40 x/menit, suhu aksila 36,4ºC,
BB 3,8 kg, PB 57 cm, status gizi < - 3 SD (gizi buruk).. Pada pemeriksaan
kepala di temukan ubun-ubun cekung, thoraks dalam batas normal,
abdomen di temukan perut cembung, hipertimpani, hepar teraba 4 cm di
bawah arcus costae konsistensi kenyal dan rata, dan ekstremitas dalam
batas normal.
Pasien didiagnosis gizi buruk tipe kwashiokor oleh karena dari hasil
pemeriksaan antropometri ditemukan BB/U <-3 SD serta tampakan yang
sangat kurus, perut membuncit, rambut pirang dan mudah rontok dan
terlihat apatis. Menurut teori ciri-ciri dari kwashiorkor secara garis besar
adalah :
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah
dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat
rambut kepala kusam.
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba
dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir
yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan
berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas

36
4.2. Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat
Timbulnya suatu penyakit pada seorang individu dipengaruhi oleh
ketidakseimbangan faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat. H.L. Bloom memperkenalkan paradigma hidup sehat yang
terdiri atas faktor genetik (keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau
masyarakat, faktor lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor
pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya). Faktor-faktor
tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap munculnya suatu penyakit
dan kesehatan. Analisa munculnya penyakit gizi buruk pada pasien
berdasarkan empat faktor tersebut meliputi:
i. Faktor Genetik dan Biologis
- Usia
Usia bayi dan balita merupakan golden period pertumbuhan dan
perkembangan sehingga asupan makanan bergizi dan seimbang sangat
diperlukan, selain itu juga usia tersebuat sangat mudah terjadi infeksi
karena sistem imun yang belum terbentuk secara sempurna.
ii. Faktor Perilaku
- Tingkat pendidikan orang tua
Faktor pendidikan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kesadaran dan perilaku masyarakat terkait kesehatan.
Dalam kasus ini, pasien tidak diberikan ASI Eksklusif selama 6 bulan
dan sudah diberikan makanan selain ASI berupa nasi lembek pada usia 5
bulan. Pendidikan terakhir ayah pasien adalah Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan ibu pasien Sekolah Dasar (SD) sehingga kurang
memahami pentingnya ASI Eksklusif bagi seorang bayi serta kurangnya
pengetahuan tentang gizi bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Tingkat pendidikan ibu juga akan berpengaruh terhadap tindakan
perawatan oleh ibu kepada anak yang menderita gizi buruk dengan TB
Paru

37
iii. Faktor Lingkungan
- Keadaan sosial dan ekonomi yang rendah
Keluarga pasien tergolong dalam menengah ke bawah. Yang di
tandai berobat menggunakan surat keterangan fakir miskin dari tempat
tinggal setempat. Jika dilihat, sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan
makan seimbang dan beraneka ragam.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

38
Penyakit Gizi buruk tipe kwashiokor terutama pada balita merupakan
salah satu masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian lebih karena
seringkali sulit untuk dideteksi pada fase awal. Kasus gizi buruk pada pasien ini
tidak terlepas dari adanya ketidakseimbangan dari tiga determinan kesehatan yang
meliputi faktor biologis, faktor lingkungan, faktor perilaku. semua faktor-faktor
ini saling berhubungan satu sama lain yang mempengaruhi gizi buruk tipe
kwasiokor.

5.2 Saran
Dalam menangani dan mengatasi kasus gizi buruk pada balita diperlukan
adanya kerjasama dari berbagai pihak kesehatan seperti gizi, pengendalian
penyakit menular, promosi kesehatan dan kesehatan lingkungan. Dalam hal ini,
penulis memberikan saran untuk beberapa pihak agar dapat bermanfaat bagi
kemajuan bersama.
1. Meningkatkan upaya promotif dan preventif dengan meningkatkan kegiatan
penyuluhan di kalangan masyarakat agar semakin banyak masyarakat yang
mengetahui tentang masalah gizi dan cara pencegahannya. Upaya promotif
dapat dilakukan oleh pihak Puskesmas yang bekerja sama dengan tokoh di
lingkungan sekitar dan kader tentang gizi untuk masyarakat. Selain itu,
diperlukan juga peningkatan penjaringan pasien gizi buruk agar dapat
diberikan penanganan awal sebelum penyakit berlanjut menimbulkan
komplikasi lainnya.
2. Bagi pasien, upaya preventif yang sebaiknya dilakukan adalah upaya preventif
sekunder berupa terapi terhadap gizi buruk agar tidak terjadi komplikasi lebih
lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

39
1. Kemenkes RI. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta : Dirjen
Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
2. Krisnansari, Diah. 2010. Nutrisi dan Gizi Buruk. Mandala of Health. Volume
4, Nomor 1
3. Depkes RI. 2007. Pedoman Pendampingan Keluarga Menuju Kadarzi.
Jakarta : Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi
Masyarakat.
4. KEMENKES RI 2016. Profil kesehatan Indonesia Tahun 2016. Available at:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-Indonesia-2016.pdf
5. Profil kesehatan NTB 2016
6. Profil Kesehatan NTB 2015
7. Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok barat. 2016.Profil Kesehatan Puskesmas
Narmada Tahun 2016, Puskesmas Narmada, Narmada.
8. Profil kesehatan Puskesmas Narmada tahun 2017

40

Anda mungkin juga menyukai