Disusun oleh:
dr. Nela Dita Sari
Pembimbing:
dr. Aedy Sp. A (K)
Pendamping :
dr. Hj. Nanie Rosanty, M.Kes
dr. Andari Mayasari, M.Si
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Pendidikan
3
Tidak mau makan-minum
22 th 20 th 17 th 8 bln
4
Keterangan:
: Laki-Laki meninggal
: Perempuan meninggal
: Laki-laki
: Perempuan
: Perkawinan
: Persaudaraan
Riwayat pengobatan
Ibu pasien mengaku sebelumnya pernah berobat ke puskesmas bandul
+ 2 bulan yang lalu karena perut membuncit.
Riwayat Imunisasi
Riwayat Nutrisi
Pasien tidak mendapatkan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan. Pada saat
usia 6 bulan pasien tidak diberikan makan makanan tambahan berupa bubur,
namun saat ini pasien sudah mulai diberikan nasi yang lembek. Pasien
mendapatkan makanan keluarga. Ibu pasien mengatakan nafsu makan dan
5
minum pasien tidak ada. Namun sering kali hanya menggunakan bubur nasi.
Pasien minum susu kental manis merek bagus hingga saat ini.
6
Bibir : Bentuk simetris, Bibir sianosis (-), edema (-),
stomatitis (-), Gigi dbn, Gusi hiperemia (-), edema (-),
perdarahan (-), Mukosa : normal, Lidah : glositis (-),
atropi papil lidah (-), Faring : hiperemia (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks-Cardiovasculer
Paru
Inspeksi :Bentuk simetris, Pergerakan simetris,
Iga dan sela iga : retraksi subcostae(+/+),
Penggunaan otot bantu intercostal (-),
Pelebaran sela iga (–),
Pernafasan : frekuensi 40 x/menit,teratur
Palpasi : Pergerakan simetris, vokal simetris provokasi nyeri (–)
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru.
Auskultasi : Suara nafas bronkovesikuler ( +/+),
Suara tambahan rhonki (-/-),
Suara tambahan wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus cordis tampak pada ICS 5 midclavicula line sinistra
Palpasi : iktus cordis teraba pada ICS 5 midclavicula line sinistra
Perkusi : Batas atas pada ICS 2, batas kanan pada linea
parasternal dextra, batas kiri pada ICS 5 midclavicula
sinistra
Auskultasi : S1, S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen-Pelvic-Inguinal
Inspeksi : Cembung (+), kulit hiperemis (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : Supel (-), defans muscular (-) turgor : normal,
tonus : normal, Nyeri tekan (-), Hepar : hepar teraba 4
7
cm di bawah arcus costae, kenyal dan rata, Lien,
ginjal : tidak teraba
Perkusi : Suara hipertimpani
8
Telur cacing : Negatif
Ascaris : Negatif
Tricuris T : Negatif
Ancy & Oxcy : Negatif
Foto RO Thoraks (31 Maret 2020)
2.5 Diagnosis
Gizi buruk tipe kwarsiokor
2.6 Penatalaksanaan
Terapi :
- O2 2 liter - Inj. Ceftriaxon 150 mg/12 jam
- Infus D5 ¼ NS - Diit kebutuhan energi + tinggi protein
- F25 Oral/2 jam
Konseling
- Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa penyakit yang diderita
pasien adalah gizi buruk tipe kwasiokor.
- Menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai faktor risiko yang
mungkin dapat menyebabkan status gizi pasien.
- Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa anaknya harus dirawat
inap sampai dinyatakan boleh pulang.
- Menganjurkan ibu untuk memberi makan anak dan memberikan ASI
sesering yang anak inginkan untuk pertumbuhan dan
perkembangannya.
- Mengedukasi keluarga pasien untuk menerapkan pola hidup sehat dan
bersih (PHBS) serta menjaga pencahayaan di dalam rumahnya dengan
membuka jendela setiap pagi dan siang hari.
9
- Ad functionam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam
2.8 Follow Up
Tgl/Jam Perjalanan Penyakit Terapi
01 April S: Mmuntah (-) demam (-), minum susu 10 ml Infus D5 ¼ NS
2020 (+), Batutk (+), Ceftriaxpn 150
O : Mata Cekung minimal (+), Keadaan umum : mg/12 jam
baik, kesadaran : compos mentis Diit tinggi kalori
0
N : 120 x/I , RR : 30 x/I, S : 36, C, BB: 3,8 Kg dan protein
Abd : Supel, hipertimpani, BU (+)
Ekstrimitas : akral hangat, pitting edem (+/+),
CRT <2 detik.
A: Gizi buruk tipe kwasiokor
2 April S : Muntah (-) demam (-), minum susu (+), Batuk Infus D5 ¼ NS
2020 (+), BAK/BAB (+) Ceftriaxpn 150
O : Keadaan umum : baik, kesadaran : compos mg/12 jam
mentis. Diit tinggi kalori
BB : 3,8 Kg, HR : 110 x/I, T : 36,2 C, dan protein
RR : 26 x/I
Mata : Mata Cekung minimal (-),
Abd : Cembung, hipertimpani, hepar teraba 4 cm
di bawah arcus costae (tajam,kenyal, rata), BU
(+) normal.
Ekstrimitas : akral hangat, pitting edem (+/+),
CRT <2 detik.
A: Gizi buruk tipe kwasiokorA: Gizi buruk tipe
kwasiokor
3 April S : Muntah (-) demam (-), minum susu 10 ml (+), Infus D5 ¼ NS
2020 Batuk (+), BAK (+), BAB >4 kali bercampur Ceftriaxon 150
ampas, Skrotum bengkak mg/12 jam
O : Keadaan umum : baik, kesadaran : compos Azitromisin 150
mentis.,
10
BB : 3,8 Kg, HR : 110 x/I, T : 36,2 C, mg/12 jam
RR : 26 x/I Diit tinggi kalori
Mata : Mata Cekung minimal (-), 400 Kkal/hari
Abd : Cembung, hipertimpani, hepar teraba 4 cm Diit tinggi
di bawah arcus costae (tajam,kenyal, rata), BU protein
(+) normal.
Ekstrimitas : akral hangat, pitting edem (+/+),
CRT <2 detik.
A: Gizi buruk tipe kwasiokor
4 April S : Mmuntah (-) demam (-), minum susu (+), Infus D5 ¼ NS
2020 Batutk (-), BAK/ BAB >4 kali bercampur ampas, Ceftriaxon 150
Skrotum bengkak mg/12 jam
O : Keadaan umum : baik, kesadaran : compos Azitromisin 150
mentis. mg/12 jam
BB : 3,8 Kg, HR : 110 x/I, T : 36,2 C, Diit tinggi kalori
RR : 26 x/I 400 Kkal/hari
Mata : Mata Cekung minimal (-), Diit tinggi
Abd : Cembung, hipertimpani, hepar teraba 4 cm protein
di bawah arcus costae (tajam,kenyal, rata), BU
(+) normal.
Ekstrimitas : akral hangat, pitting edem (+/+),
CRT <2 detik.
A: Gizi buruk tipe kwasiokor
5 April S : Muntah (-) demam (-), minum susu, Batuk (-), Infus D5 ¼ NS
2020 BAK/BAB (+), skrotum bengkak. Ceftriaxon 150
O : Keadaan umum : baik, kesadaran : compos mg/12 jam
mentis. Azitromisin 150
BB : 3,8 Kg, HR : 110 x/I, T : 36,2 C, mg/12 jam
RR : 26 x/I Diit tinggi kalori
Mata : Mata Cekung minimal (-), 400 Kkal/hari
Abd : Cembung, hipertimpani, hepar teraba 4 cm Diit tinggi
11
di bawah arcus costae (tajam,kenyal, rata), BU protein
(+) normal.
Ekstrimitas : akral hangat, pitting edem (+/+),
CRT <2 detik.
A: Gizi buruk tipe kwasiokorA: Gizi buruk tipe
kwasiokor
6 April S : Muntah (-) demam (-), minum susu (+), Batuk Infus D5 ¼ NS
2020 (-), BAK/BAB (+). Skrotum bengkak, memerah Ceftriaxpn 150
dan ada bintik-bintik merah (+), ujung penis mg/12 jam
bengkak, sulit tidur malam Diit tinggi kalori
O : Keadaan umum : baik, kesadaran : compos dan protein
mentis. Vit. A
BB : 3,8 Kg, HR : 110 x/I, T : 36,1 C, Mebendazol 40
RR : 26 x/I mg/12 jam
Mata : Mata Cekung (-),
Thorak : Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Abd : Cembung, hipertimpani, hepar teraba 4 cm
di bawah arcus costae (tajam,kenyal, rata), BU
(+) normal.
Ekstrimitas : akral hangat, pitting edem (+/+),
CRT <2 detik.
A: Gizi buruk tipe kwasiokorA: Gizi buruk tipe
kwasiokor + Hidrokel
7 April S : Mmuntah (-) demam (-), minum susu 10 ml Infus D5 ¼ NS
2020 (+), Batutk (-), BAK/BAB (+) Ceftriaxpn 150
O : Keadaan umum : baik, kesadaran : compos mg/12 jam
mentis. Diit tinggi kalori
BB : 3,8 Kg, HR : 110 x/I, T : 36,2 C, dan protein
RR : 26 x/I Tranfusi PRC
Mata : Mata Cekung minimal (-),
12
Abd : Cembung, hipertimpani, hepar teraba 4 cm
di bawah arcus costae (tajam,kenyal, rata), BU
(+) normal.
Ekstrimitas : akral hangat, pitting edem (+/+),
CRT <2 detik.
Labor : HB : 6,3 gr, Leukosit : 13.300, trombosit :
720.000
Ht : 18,8 %
A: Gizi buruk tipe kwasiokorA: Gizi buruk tipe
kwasiokor
8 April S : Muntah (-) demam (-), makan dan minum Infus D5 ¼ NS
2020 susu (+), Batuk (-), BAK/BAB (+), skrotum Ceftriaxpn 150
bengkak (-) mg/12 jam
O : Keadaan umum : baik, kesadaran : compos Paracetamol 40
mentis. mg
BB : 3,3 Kg, HR : 110 x/I, T : 38 C, Diit tinggi kalori
RR : 30 x/I dan protein
Mata : Mata Cekung minimal (-),
Leher, thorak (paru & cor) : dalam batas normal
Abd : Cembung, hipertimpani, hepar teraba 4 cm
di bawah arcus costae (tajam,kenyal, rata), BU
(+) normal.
Ekstrimitas : akral hangat, pitting edem (+/+),
CRT <2 detik.
A: Gizi buruk tipe kwasiokorA: Gizi buruk tipe
kwasiokor
9 April S : Muntah (-) demam (-), minum susu 10 ml (+), Infus D5 ¼ NS
2020 Batutk (-), BAK/BAB (+) Ceftriaxpn 150
O : Keadaan umum : baik, kesadaran : compos mg/12 jam
mentis. Diit tinggi kalori
BB : 3,8 Kg, HR : 110 x/I, T : 36,2 C, dan protein
13
RR : 26 x/I
Mata : Mata Cekung minimal (-),
Leher, thorak (paru & cor) : dalam batas normal
Abd : Cembung, hipertimpani, hepar teraba 4 cm
di bawah arcus costae (tajam,kenyal, rata), BU
(+) normal.
Ekstrimitas : akral hangat, pitting edem (+/+),
CRT <2 detik.
A: Gizi buruk tipe kwasiokorA: Gizi buruk tipe
kwasiokor
10 April S : Muntah (-) demam (-), minum susu 10 ml (+), Infus D5 ¼ NS
2020 Batutk (-), BAK/BAB (+) Diit tinggi kalori
O : Keadaan umum : baik, kesadaran : compos dan protein
mentis.
BB : 3,3 Kg, HR : 110 x/I, T : 36,2 C,
RR : 30 x/I
Mata : Mata Cekung minimal (-),
Leher, thorak (paru & cor) : dalam batas normal
Abd : Cembung, hipertimpani, hepar teraba 4 cm
di bawah arcus costae (tajam,kenyal, rata), BU
(+) normal.
Ekstrimitas : akral hangat, pitting edem (+/+),
CRT <2 detik.
A: Gizi buruk tipe kwasiokorA: Gizi buruk tipe
kwasiokor
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan
menurut umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah severely underweight
15
(Kemenkes RI, 2011), sedangkan menurut Depkes RI 2008, keadaan kurang gizi
tingkat berat pada anak berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB) <-3 SD dan atau ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor
dan marasmus-kwashiorkor.1,4 Klasifikasi status gizi anak berdasarkan berat
derajatnyadijelaskan pada tabel berikut ini :
Tabel 1. Klasifikasi Status Gizi
Indeks Simpangan Baku Status Gizi
≥ 2 SD Gizi Lebih
-2 SD sampai +2 SD Gizi Baik
BB / U
<-2 SD sampai -3SD Gizi Kurang
<-3 SD Gizi Buruk
-2 SD sampai +2 SD Normal
TB / U
< -2 SD Pendek
≥ 2 SD Gemuk
-2 SD sampai +2 SD Normal
BB / TB
< -2 SD sampai -3 SD Kurus
< -3 SD Sangat Kurus
a. Faktor Host
Anak sering tidak cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang
terutama dalam segi protein dan karbohidratnya. Diet yang mengandung
cukup energi tetapi kurang protein akan menyebabkan anak menjadi
penderita kwashiokor, sedangkan diet kurang energi walaupun zat gizi
esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita
marasmus. Pola makan yang salah seperti pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan usia akan menimbulkan masalah gizi pada anak. Contohnya
anak usia tertentu sudah diberikan makanan yang seharusnya belum
dianjurkan untuk usianya, sebaliknya anak telah melewati usia tertentu
tetapi tetap diberikan makanan yang seharusnya sudah tidak diberikan lagi
16
pada usianya. Selain itu mitos atau kepercayaan di masyarakat atau
keluarga dalam pemberian makanan seperti berpantang makanan tertentu
akan memberikan andil terjadinya gizi buruk pada anak.4,5
b. Faktor Agent
Penyakit atau infeksi menjadi penyebab terbesar kedua setelah asupan
makanan yang tidak seimbang. Telah lama diketahui adanya hubungan
yang erat antara malnutrisi dan penyakit infeksi terutama di negara
tertinggal maupun di negara berkembang seperti Indonesia, dimana
kesadaran akan kebersihan diri (personal hygiene) masih kurang, dan
adanya penyakit infeksi kronik seperti Tuberkulosis dan cacingan pada
anak-anak. Kaitan antara infeksi dan kurang gizi sangat sukar diputuskan,
karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi
kronik akan menyebabkan anak menjadi kurang gizi yang pada akhirnya
memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan tubuh sehingga
memudahkan terjadinya infeksi baru pada anak.
c. Faktor Sosial Ekonomi
Tidak tersedianya makanan yang adekuat terkait langsung dengan masalah
sosial ekonomi, dan kemiskinan. Data di indonesia dan negara lain
menunjukan adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dengan
masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat terutama masalah
kemiskinan yang pada akhirnya mempengaruhi ketersedian makanan serta
keragaman makanan yang dikonsumsi. Banyak masyarakat yang masih
menganut sistem bahwa orang tua harus lebih mendapatkan porsi makanan
yang lebih banyak dan lebih bergizi daripada anak-anaknya karena mereka
harus bekerja keras untuk menghidupi keluarganya sedangkan anak-anak
hanya bermain dirumah sehingga tidak perlu mendapat asupan yang
bergizi. Selain itu adanya faktor-faktor lain seperti poligami, seorang
suami dengan banyak istri dan anak membuat pendapatan suami tersebut
tidak dapat mencukupi makan istri-istri dan anak-anaknya, serta tingginya
tingkat perceraian, dimana sebelumnya suami dan istri bersama-sama
17
mencari nafkah untuk menghidupi anak-anaknya, kini hanya tinggal istri
yang menghidupi anaknya sebagai orang tua tunggal (single parrent).4,5
3.3 Klasifikasi
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-
kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis
dari masing-masing tipe yang berbeda-beda.
a. Marasmus
Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena
diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang
hubungan orangtua-anak terganggu, atau karena kelainan metabolic atau malformasi
congenital. Gangguan berat setiap system tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi. 6
Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-
ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit.
b. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana
dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian
tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau
edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh.
18
Walaupun defisiensi kalori dan nutrien lain mempersulit gambaran klinik dan kimia,
gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein tidak cukup bernilai
biologis baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu, seperti pada keadaan
diare kronik, kehilangan protein abnormal pada proteinuria (nefrosis), infeksi, perdarahan
atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein, seperti pada penyakit hati kronik . 6
Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan
masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang
berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik, akibat
defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala
tersebut. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini
terutama berada di daerah industri belum bekembang.6
Bentuk klinik awal malnutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis atau
iritabilitas. Bila terus berlanjut, mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, kurang
stamina, kehilangan jaringan muskuler, meningkatnya kerentanan terhadap infeksi, dan
udem. Imunodefisiensi sekunder merupakan salah satu dari manifestasi yang paling serius
dan konstan. Pada anak dapat terjadi anoreksia, kekenduran jaringan subkutan dan
kehilangan tonus otot. Hati membesar dapat terjadi awal atau lambat, sering terdapat
infiltrasi lemak. Udem biasanya terjadi awal, penurunan berat badan mungkin ditutupi
oleh udem, yang sering ada dalam organ dalam sebelum dapat dikenali pada muka dan
tungkai. Aliran plasma ginjal, laju filtrasi glomerulus, dan fungsi tubuler ginjal menurun.
Jantung mungkin kecil pada awal stadium penyakit tetapi biasanya kemudian membesar.
Pada kasus ini sering terdapat dermatitis. Penggelapan kulit tampak pada daerah yang
teriritasi tetapi tidak ada pada daerah yang terpapar sinar matahari. Dispigmentasi dapat
terjadi pada daerah ini sesudah deskuamasi atau dapat generalisata. Rambut sering jarang
dan tipis dan kehilangan sifat elastisnya. Pada anak yang berambut hitam, dispigmentasi
menghasilkan corak merah atau abu-abu pada warna rambut (hipokromotrichia). 6
Infeksi dan infestasi parasit sering ada, sebagaimana halnya anoreksia, mual, muntah,
dan diare terus menerus. Otot menjadi lemah, tiois, dan atrofi, tetapi kadang-kadang
mungkin ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental, terutama iritabilitas dan apati
sering ada. Stupor, koma dan meninggal dapat menyertai. 6
Berikut ciri-ciri dari kwashiorkor secara garis besar adalah :
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
19
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut,
pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala
kusam.
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan
terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas
c. Marasmik-Kwashiorkor
3.4 Patofisiologi
Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai
cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai
dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein
dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka
kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi
protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3
SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/”decompensated
malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan.
Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan
terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat
teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik
(malnutrisikronik/ compensated malnutrition). Dengan demikian pada KEP dapat
terjadi: gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum,
20
penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai
sintesa enzim.11
Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran antara
penyakit marasmus dan kwashiorkor.Makanan sehari-harinya tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada
penderita demikian, di samping menurunnya berat badan di bawah 60% dari
normal, memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan
rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula. Pada KEP
terdapat perubahan nyata dari komposisi tubuhnya, seperti jumlah dan distribusi
cairan, lemak, mineral, dan protein, terutama protein otot.12,13
Kurangnya protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai
asam amino essensial yang dibutuhkan untuk sintesis albumin, sehingga terjadi
hipoalbuminemia dan edema. Anak dengan marasmus kwashiorkor juga sering
menderita infeksi multipel, seperti tuberkulosis dan gastroenteritis. Infeksi akan
mengalihakan penggunaan asam amino ke sintesis protein fase akut, yang
semakin memperparah berkurangnya sintesis albumin di hepar. Penghancuran
jaringan akan semakin lanjut untuk memenuhi kebutuhan energi, memungkinkan
sintesis glukosa dan metabolit essensial lainnya seperti asam amino. Kurangnya
kalori dalam diet akan meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan kadar
insulin. Hal ini akan menyebabkan atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah
kulit. Pada awalnya, kelaina ini merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan
hidup, jaringan tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang
diberikan, jika hal ini tidak terpenuhi maka harus didapat dari tubuh sendiri
sehingga cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi.
Tubuh akan mengandung lebih banyak cairan sebagai akibat menghilangnya
lemak dan otot sehingga tampak edema.12,13
21
Bagan 2. Patogenesis Marasmik-Kwashiorkor
22
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.
23
sebelum menderita penyakit demikian sudah dapat berjalan-jalan.Gejala saluran
pencernaan merupakan gejala penting.Pada anoreksia yang berat penderita
menolak segala macam makanan, hingga adakalanya makanan hanya dapat
diberikan melalui sonde lambung. Diare tampak pada sebagian besar penderita,
dengan feses yang cair dan mengandung banyak asam laktat karena mengurangnya
produksi laktase dan enzim disacharidase lain. Adakalanya diare demikian
disebabkan pula oleh cacing dan parasit lain.Perubahan rambut sering dijumpai,
baik mengenai bangunnya (texture) maupun warnanya.Sangat khas bagi penderita
kwashiorkor ialah rambut yang mudah dicabut.Misalnya tarikan ringan di daerah
temporal menghasilkan tercabutnya seberkas rambut tanpa reaksi si penderita.Pada
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala yang kusam, kering,
halus, jarang, dan berubah warnanya.Warna rambut yang hitam menjadi merah,
coklat kelabu, maupun putih. Rambut aslipun menunjukkan perubahan demikian,
akan tetapi tidak demikian dengan rambut matanya yang justru memanjang.
Perubahan kulit yang oleh Williams, dokter wanita pertama yang melaporkan
adanya penyakit kwashiorkor, diberi namacrazy pavement dermatosis merupakan
kelainan kulit yang khas bagi penyakit kwashiorkor.Kelainan kulit tersebut
dimulai dengan titik-titik merah menyerupai petechie, berpadu menjadi bercak
yang lambat laun menghitam.Setelah bercak hitam mengelupas, maka terdapat
bagianbagian yang merah dikelilingi oleh batas-batas yang masih hitam.Bagian
tubuh yang sering membasah dikarenakan keringat atau air kencing, dan yang
terus-menerus mendapat tekanan merupakan predeleksi crazy pavement
dermatosis, seperti di punggung, pantat, sekitar vulva, dan sebagainya.Perubahan
kulit lainpun dapat ditemui, seperti kulit yang kering dengan garis kulit yang
mendalam, luka yang mendalam tanpa tanda-tanda inflamasi. Kadang-kadang
pada kasus yang sangat lanjut ditemui petechie tanpa trombositopenia dengan
prognosis yang buruk bagi si penderita.7
24
Gambar 2.1 Crazy Pavement Dermatosis
25
Marasmus Kwshiorkor
Pertumbuhan berkurang Perubahan mental sampai
atau berhenti apatis
Terlihat sangat kurus Anemia
Penampilan wajah seperti Perubahan warna dan
orangtua tekstur rambut, mudah dicabut / rontok
Perubahan mental Gangguan sistem
Cengeng gastrointestinal
Kulit kering, dingin, Pembesaran hati
mengendor, keriput Perubahan kulit
Lemak subkutan Atrofi otot
menghilang hingga turgor kulit Edema simetris pada kedua
berkurang punggung kaki, dapat sampai seluruh
Otot atrofi sehingga kontur tubuh.
tulang terlihat jelas
Vena superfisialis tampak
jelas
Ubun – ubun besar cekung
tulang pipi dan dagu
kelihatan menonjol
mata tampak besar dan
dalam
Kadang terdapat bradikardi
Tekanan darah lebih rendah
dibandingkan anak sebaya
*Manifestasi klinis dari marasmic-kwashiorkor merupakan campuran gejala
marasmus dan kwashiorkor
Marasmic-kwashiorkor
26
yang meningkat, menurunnya absorbsi dan/atau peningkatan kehilangan protein
maupun energi dari tubuh.7
3.6 Diagnosis
Pada anamnesis sering didapatkan keluhan pertumbuhan dan
perkembangan terganggu, tubuh kurus, berat badan yang kurang atau sukar
bertambah, serta anak sering rewel. Pada anamnesis juga diperoleh informasi
bahwa sering terjadi infeksi berulang atau penyakit lain seperti diare atau
konstipasi (WHO, 2009).
Pada pemeriksaan fisik, penting untuk melakukan penilaian status
antropometri yang meliputi pengukuran berat badan (BB), tinggi atau panjang
badan (TB/PB), lingkar lengan atas (LLA). LLA dapat digunakan untuk
menentukan status gizi yang dapat memperkirakan jumlah otot rangka dalam
tubuh (lean body mass atau massa tubuh tidak berlemak). Perlu dilakukan juga
pengukuran ketebalan lipatan kulit di lengan atas bagian posterior (lipatan trisep)
yang ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak subkutan dapat diukur
menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak di bawah kulit banyaknya adalah
50% dari lemak tubuh. Lipatan kulit normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan 2,5
cm pada perempuan (WHO, 2009).
Berikut Kriteria Anak Gizi Buruk menurut KEMENKES, 2011
1. Gizi Buruk Tanpa Komplikasi
27
a. BB/TB : < -3SD dan atau;
b. Terlihat sangat Kurus dan atau;
c. Adanya edema dan atau;
d. LILA <11,5 cm untuk anak 6 – 59 bulan
2. Gizi Buruk dengan komplikasi
Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau
lebih dari tanda komplikasi medis berikut :
a. Anoreksia
b. Pneumonia berat
c. Anemia berat
d. Dehidrasi berat
e. Demam sangat tinggi
f. Penurunan kesadaran
(KEMENKES, 2011)
Alur pemeriksaan anak gizi buruk, KEMENKES, 2011 (Direktorat
jenderal gizi)
28
3.7 Tatalaksana
Penanganan umum gizi buruk meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 3
fase yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi seperti pada tabel
berikut :
Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata
kloramfenikol/tetrasiklin dan atropin, tutup mata dengan kassa yang telah dibasahi
dengan larutan garam normal, dan balutlah (WHO, 2009).
Perhitungan kebutuhan gizi menurut fase PMT
Energi Protein Cairan
100 – 130
Stabilisasi 80 – 100 kkal/kg/hari 1 – 1,5 g/kg/hari
ml/kg/hari
100 – 150
Transisi 2 – 3 g/kg/hari 150 ml/kg/hari
kkal/kg/hari
29
150 – 200 150 – 200
Rehabilitasi 4 – 6 g/kg/hari
kkal/kg/hari ml/kg/hari
Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah <
3 mmol/L atau < 54 mg/dl) yang sering kali menyebabkan kematian pada 2 hari
pertama perawatan (WHO, 2009). Tanda-tanda hipoglikemi pada anak tidak
selalu diikuti dengan berkeringat dan pucat. Anak dengan letargis, nadi lemah,
dan kehilangan kesadaran merupakan tanda-tanda yang harus diwaspadai
terjadinya hipoglikemi, bahkan terkadang tanda-tanda hipoglikemi pada anak
hanya ditandai dengan mengantuk.
Tanda hipoglikemia pada anak menurut usia :
Neonatus : Tremor, sianosis, hipotermia, kejang, apneu atau pernapasan tidak
teratur, letargi atau apatis, berkeringat, takipneau atau takikardia, tidak mau
minum.
Balita : Kejang, letargi, pucat, berkeringat dingin, hipotermia, takikardia,
lemah, gangguan bicara, dan koma
Diagnosis hipoglikemia pada anak :
1) Adanya gejala klinis hipoglikemia
2) Kadar gula plasma darah <50mg/dL
3) Respon klinis baik terhadap pemberian gula
Berikut tatalaksana anak gizi buruk dengan hipoglikemia:
Bila anak sadar dan dapat minum Bila anak tidak sadar
Bolus 50 ml larutan glukosa 10% Glukosa 10% intra vena (5mg/ml)
atau sukrosa 10% peroral atau diikuti 50 ml Glukosa 10% atau
dengan pipa NGT kemudian mulai sukrosa lewat pipa NGT. Kemudian
pemberian F75 setiap 2 jam. mulai pemberian F75 setiap 2 jam
Antibiotik spektrum luas Antibiotik spektrum luas
Pemberian makan per 2 jam Pemberian makanan per 2 jam
Tabel 3. Penanganan hipoglikemia pada anak dengan gizi buruk (WHO, 2009).
30
Pemantauan yang perlu dilakukan adalah setelah 2 jam ulangi pemeriksaan
kadar gula darah. Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi
pemberian 50 ml bolusglukosa 10% atau larutan sukrosa, lanjutkan pemberian
makan F75 setiap 2 jam hingga anak stabil. Jika suhu rektal < 35.5° C atau bila
kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia disebabkan oleh hipotermia, ulangi
pengukuran kadar gula darah dan tangani sesuai keadaan (hipotermia dan
hipoglikemia).
Sebagai pencegahan, beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai
sesegera mungkin atau jika perlu lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan
harus teratur setiap 2-3 jam siang malam.
31
Pemberian harian selama 2 minggu:
- Asam folat 1 mg/hari
- Suplemen multivitamin
- Zinc (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
- Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)
- Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (pada fase rehabilitasi)
Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan
terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15 (IDAI,
2011).
32
Tabel 7. Jadwal pemberian F-75 (WHO, 2009)
HAR FREKUENS VOLUME/KGBB/PEMBERIA VOLUME/KGBB/HAR
I KE I N I
1-2 setiap 2 jam 11 ml 130 ml
3-5 setiap 3 jam 16 ml 130 ml
6 dst setiap 4 jam 22 ml 130 ml
Formula awal F-75 sesuai resep (Tabel 8) dan jadwal makan (Tabel 7)
dibuat untuk mencukupi kebutuhan zat gizi pada fase stabilisasi. Pada F-75 yang
berbahan serealia, sebagian gula diganti dengan tepungberas atau maizena
sehingga lebih menguntungkan karena mempunyaiosmolaritas yang lebih rendah,
tetapi perlu dimasak dulu. Formula ini baikbagi anak gizi buruk dengan diare
persisten (WHO, 2009).
Formula F-75 mengandung 75 kkal/100 ml dan 0,9 gram protein / 100 ml cukup
memenuhi kebutuhan bagi sebagian besar anak. Berikan dengan menggunakan
cangkir atau sendok. Anak yang sangat lemah, mungkin perlu diberikan dengan
sendok atau secara drop atau dengan spuit (IDAI, 2011).
33
sayur (dianjurkan minyak kelapa)harus diaduk dahulu sampai rata, baru
tambahkan bahan lain dan air hangat (WHO, 2009).
Jika jumlah petugas terbatas, beri prioritas untuk pemberian makan setiap2
jam hanya pada kasus yang keadaan klinisnya paling berat, dan bilaterpaksa
upayakan paling tidak tiap 3 jam pada fase permulaan. Libatkan danajari orang
tua atau penunggu pasien.Pemberian makan sepanjang malam hari sangat penting
agar anak tidakterlalu lama tanpa pemberian makan (puasa dapat meningkatkan
risiko kematian) (WHO, 2009).
Apabila pemberian makanan per oral pada fase awal tidak mencapaikebutuhan
minimal (80 kkal/kgBB/hari), berikan sisanya melalui NGT. Janganmelebihi 100
kkal/kgBB/hari pada fase awal ini. Pada cuaca yang sangat panas dan anak
berkeringat banyak maka anakperlu mendapat ekstra air/cairan.
Pemantauan
- Pantau dan catat setiap hari:
- Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan
- Muntah
- Frekuensi defekasi dan konsistensi feses
- Berat badan (WHO, 2009).
Kriteria sembuh
Bila BB/TB atau BB/PB >-2 SD dan tidak ada gejala klinis dan memenuhi
kriteria pulang sebagai berikut (KEMENKES RI, 2011) Direktorat Bina Gizi
2011
a) Edema sdah berkurang atau hilang, anak sadar, dan aktif
b) BB/PB atau BB/TB >-3 SD
c) Komplikasi sudah teratasi
d) ibu telah mendapat konseling gizi
e) ada kenaikan BB sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-
turut
f) selera makan sudah membak, makanan yang diberikan dapat dhabiskan
34
BAB IV
PEMBAHASAN
35
Seorang balita datang diantar orang tua angkat ke RSUD. Bengkalis
dengan keluhan tidak mau makan dan minum. Anak masihm mau minum
namun sedikit. Anak di angkat sudah 13 hari dan di asuh oleh orang tua
angkat, orang tua angkat mengaku saat di angkat kondisi anak sudah buruk,
perut buncit, keras dan sering merintih. Orang tua angkat mengaku anak
sering demam, badan lemas dan juga batuk. Rambut pasien pirang dan juga
rontok. Riwayat BAK sudah 2 kali hari ini, BAK sudah 1 kali hari ini.
Demam (-), batuk (+).
Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sedang,
frekuensi nadi 116 x/menit, frekuensi nafas 40 x/menit, suhu aksila 36,4ºC,
BB 3,8 kg, PB 57 cm, status gizi < - 3 SD (gizi buruk).. Pada pemeriksaan
kepala di temukan ubun-ubun cekung, thoraks dalam batas normal,
abdomen di temukan perut cembung, hipertimpani, hepar teraba 4 cm di
bawah arcus costae konsistensi kenyal dan rata, dan ekstremitas dalam
batas normal.
Pasien didiagnosis gizi buruk tipe kwashiokor oleh karena dari hasil
pemeriksaan antropometri ditemukan BB/U <-3 SD serta tampakan yang
sangat kurus, perut membuncit, rambut pirang dan mudah rontok dan
terlihat apatis. Menurut teori ciri-ciri dari kwashiorkor secara garis besar
adalah :
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah
dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat
rambut kepala kusam.
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba
dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir
yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan
berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas
36
4.2. Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat
Timbulnya suatu penyakit pada seorang individu dipengaruhi oleh
ketidakseimbangan faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat. H.L. Bloom memperkenalkan paradigma hidup sehat yang
terdiri atas faktor genetik (keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau
masyarakat, faktor lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor
pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya). Faktor-faktor
tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap munculnya suatu penyakit
dan kesehatan. Analisa munculnya penyakit gizi buruk pada pasien
berdasarkan empat faktor tersebut meliputi:
i. Faktor Genetik dan Biologis
- Usia
Usia bayi dan balita merupakan golden period pertumbuhan dan
perkembangan sehingga asupan makanan bergizi dan seimbang sangat
diperlukan, selain itu juga usia tersebuat sangat mudah terjadi infeksi
karena sistem imun yang belum terbentuk secara sempurna.
ii. Faktor Perilaku
- Tingkat pendidikan orang tua
Faktor pendidikan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kesadaran dan perilaku masyarakat terkait kesehatan.
Dalam kasus ini, pasien tidak diberikan ASI Eksklusif selama 6 bulan
dan sudah diberikan makanan selain ASI berupa nasi lembek pada usia 5
bulan. Pendidikan terakhir ayah pasien adalah Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan ibu pasien Sekolah Dasar (SD) sehingga kurang
memahami pentingnya ASI Eksklusif bagi seorang bayi serta kurangnya
pengetahuan tentang gizi bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Tingkat pendidikan ibu juga akan berpengaruh terhadap tindakan
perawatan oleh ibu kepada anak yang menderita gizi buruk dengan TB
Paru
37
iii. Faktor Lingkungan
- Keadaan sosial dan ekonomi yang rendah
Keluarga pasien tergolong dalam menengah ke bawah. Yang di
tandai berobat menggunakan surat keterangan fakir miskin dari tempat
tinggal setempat. Jika dilihat, sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan
makan seimbang dan beraneka ragam.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
38
Penyakit Gizi buruk tipe kwashiokor terutama pada balita merupakan
salah satu masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian lebih karena
seringkali sulit untuk dideteksi pada fase awal. Kasus gizi buruk pada pasien ini
tidak terlepas dari adanya ketidakseimbangan dari tiga determinan kesehatan yang
meliputi faktor biologis, faktor lingkungan, faktor perilaku. semua faktor-faktor
ini saling berhubungan satu sama lain yang mempengaruhi gizi buruk tipe
kwasiokor.
5.2 Saran
Dalam menangani dan mengatasi kasus gizi buruk pada balita diperlukan
adanya kerjasama dari berbagai pihak kesehatan seperti gizi, pengendalian
penyakit menular, promosi kesehatan dan kesehatan lingkungan. Dalam hal ini,
penulis memberikan saran untuk beberapa pihak agar dapat bermanfaat bagi
kemajuan bersama.
1. Meningkatkan upaya promotif dan preventif dengan meningkatkan kegiatan
penyuluhan di kalangan masyarakat agar semakin banyak masyarakat yang
mengetahui tentang masalah gizi dan cara pencegahannya. Upaya promotif
dapat dilakukan oleh pihak Puskesmas yang bekerja sama dengan tokoh di
lingkungan sekitar dan kader tentang gizi untuk masyarakat. Selain itu,
diperlukan juga peningkatan penjaringan pasien gizi buruk agar dapat
diberikan penanganan awal sebelum penyakit berlanjut menimbulkan
komplikasi lainnya.
2. Bagi pasien, upaya preventif yang sebaiknya dilakukan adalah upaya preventif
sekunder berupa terapi terhadap gizi buruk agar tidak terjadi komplikasi lebih
lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
39
1. Kemenkes RI. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta : Dirjen
Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
2. Krisnansari, Diah. 2010. Nutrisi dan Gizi Buruk. Mandala of Health. Volume
4, Nomor 1
3. Depkes RI. 2007. Pedoman Pendampingan Keluarga Menuju Kadarzi.
Jakarta : Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi
Masyarakat.
4. KEMENKES RI 2016. Profil kesehatan Indonesia Tahun 2016. Available at:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-Indonesia-2016.pdf
5. Profil kesehatan NTB 2016
6. Profil Kesehatan NTB 2015
7. Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok barat. 2016.Profil Kesehatan Puskesmas
Narmada Tahun 2016, Puskesmas Narmada, Narmada.
8. Profil kesehatan Puskesmas Narmada tahun 2017
40