Anda di halaman 1dari 40

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Refleksi Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

KETERLAMBATAN BICARA DAN BAHASA

Disusun oleh :
Agil Kusumawati
1810029020

Pembimbing
dr. Diane M. Supit, Sp. A(K)

Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada


Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Samarinda
2019

1
LEMBAR PERSETUJUAN
REFLEKSI KASUS

KETERLAMBATAN BICARA DAN BAHASA

Sebagai salah satu tugas stase Ilmu Kesehatan Anak

Oleh :
Agil Kusumawati (1810029020)

Pembimbing

dr. Diane M. Supit, Sp. A(K)

LAB / SMF ILMU KESEHATAN ANAK


Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
RSUD Abdul Wahab Sjahranie

2
2019KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Refleksi tentang “Keterlambatan Bicara
dan Bahasa”. Refleksi ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih kepada :
1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. A. Wisnu W., Sp. A, selaku Kepala Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
4. dr. Diane M. Supit, Sp.A(K) selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan saran selama penulis menjalani co-assistance di Laboratorium Ilmu
Kesehatan Anak.
5. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD AWS/FK
Universitas Mulawarman.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam penulisan, sehingga
penyusun mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnan tutorial klinik ini.
Akhir kata, semoga tutorial klinik ini berguna bagi penyusun sendiri dan para
pembaca.

Samarinda, November 2019

Penyusun

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bahasa merupakan salah satu cara berkomunikasi. Bahasa reseptif adalah
kemampuan untuk mengerti apa yang dilihat dan apa yang didengar. Bahasa
ekspresif adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara simbolis baik visual
(menulis, memberi tanda) atau auditorik.
Masalah bicara dan bahasa sebenarnya berbeda tetapi kedua masalah ini
sering kali tumpang tindih.  Gangguan bicara dan bahasa terdiri dari masalah
artikulasi, suara, kelancaran bicara (gagap), afasia (kesulitan dalam menggunakan
kata-kata, biasanya akibat cedera otak) serta keterlambatan dalam bicara atau
bahasa. Keterlambatan bicara dan bahasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor
termasuk faktor lingkungan atau hilangnya pendengaran.
Anak dinilai mempunyai keterlambatan dalam berbicara jika perkembangan
bicara secara signifikan berada di bawah normal dibandingkan anak seusianya.
Gangguan berbicara dan berbahasa adalah masalah yang sangat umum pada anak
usia 3-5 tahun. Gangguan dalam berbicara dapat merupakan suatu hal normal
dalam perkembangan bicara anak, namun dapat pula menjadi suatu gejala dari
gangguan psikiatri, neurologis maupun gangguan perilaku
anak.3Keterlambatan dalam gangguan perkembangan berbicara dapat merupakan
gejala dari berbagai penyakit, seperti keterbelakangan mental, gangguan
pendengaran, gangguan bahasa ekspresif, kurang psikososial, autisme, bisu
elektif, afasia reseptif, dan cerebral palsy.
Gangguan bicara dan bahasa dialami oleh 8% anak usia prasekolah.
Hampir sebanyak 20% dari anak berumur 2 tahun mempunyai gangguan
keterlambatan bicara. Keterlambatan bicara paling sering terjadi pada usia 3-16
tahun.
1.2. Tujuan

Tujuan dibuatnya refleksi kasus ini adalah agar dokter muda mampu untuk
melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis,

4
penatalaksanaan gangguan bicara serta menambah wawasan mengenai gangguan
bicara dan bahasa.

5
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : An. MF
Tanggal Lahir : 01 Februari 2016
Usia : 3 Tahun 9 Bulan
Jenis kelamin : Laki-laki

Nama Ibu : Ny. N


Usia : 25 tahun
Alamat : Jembayan RT 005, Loa Kulu, Kukar
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Suku : Kutai
Agama : Islam

Nama Ayah : Tn. A


Usia : 28 tahun
Alamat : Jembayan RT 005, Loa Kulu, Kukar
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Suku : Kutai
Agama : Islam

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Anak lambat bicara

Riwayat Penyakit Sekarang


Anak dibawa ke poli tumbuh kembang RSUD AW Sjahranie dengan
keluhan lambat bicara. Anak sudah usia 3 tahun 9 bulan namun bicara hanya
sepotong sepotong kata. Orang tua mengatakan bahwa anak baru mulai bisa

6
mengatakan kata kata sejak usia 1.5 tahun. Kata kata yang diucapkan lebih
sering meniru pada tayangan TV yang sering ditonton. Selain itu anak juga
tidak bisa mengungkapkan menggunakan kata kata apa yang anak inginkan.
Ketika menginginkan sesuatu anak cenderung menunjuk barang barang yang
diinginkan dan apabila tidak dituruti akan marah marah. Keluhan lain yaitu
anak mudah marah dan tidak mau diam. Anak sering marah apabila kemauan
tidak dituruti. Selain itu anak juga sangat aktif, tidak bisa diam dan tidak bisa
menerima perintah atau instruksi yang diberikan oleh orang tua. Anak suka
membanting barang barang dan tidak mau fokus apabila diajari.
Selama dirumah anak diasuh oleh orang tua, bahasa yang digunakan
sehari hari adalah bahasa indonesia. Anak sering bermain gadget apabila
ditinggal orang tua untuk mengurus rumah. Selain itu anak juga sering
menonton tayangan TV apabila ditinggal. Menonton TV lebih dari 3 jam
selama sehari. Orang tua mengatakan sering mengajari anak untuk belajar tapi
anak sering menolak.

Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada

Riwayat Alergi
Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluhan serupa (-), DM (-), HT (-), Asma (-), Alergi (-)

Riwayat Persalinan
- Lahir di : Rumah Sakit (langsung menangis)
- Di tolong oleh : Bidan
- Usia Gestasi : Aterm
- Jenis Persalinan : Per Vaginam
- Ketuban : Jernih
- Berat badan lahir : 3.100 gram
- Panjang badan lahir : 51 cm

7
Riwayat Pemeriksaan Prenatal
- Periksa di : Klinik bidan
- Penyakit Kehamilan : Tidak ada
- Pengobatan : Vitamin dan tambah darah

Riwayat Perkembangan
Tengkurap : 7 bulan
Tersenyum : 7 bulan
Duduk : 8 bulan
Merangkak : 9 bulan
Berdiri : 13 bulan
Berjalan : 15 bulan
Berbicara : 19 bulan
Tumbuh gigi : 12 bulan

Riwayat Imunisasi
Imunisasi
I II III IV
BCG + //////////// //////////// ////////////
Polio + + + +
Campak + //////////// //////////// ////////////
DPT + + + ////////////
Hepatitis + + + +
B

Riwayat Makan dan Minum Anak


ASI : Sejak lahir sampai 2 tahun
Susu sapi : Sejak 2 tahun
Makanan lunak : Mulai usia 6 bulan
Makan padat dan lauknya : Sejak usia 1 tahun

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum Baik
Berat badan 14 kg

8
Panjang badan 97 cm
LiLA 14 cm

Status Gizi
BB/U : 2SD s/d -2SD (Gizi Baik)
TB/U : 2SD s/d -2SD (Normal)
BB/PB : 2SD s/d -2SD (Normal)

9
KU : Baik, Kesadaran : CM
Tanda-tanda vital
Denyut jantung 120 kali/menit, kuat angkat, reguler
Pernapasan 25 kali/menit, reguler
Suhu 36,5 oC
Status Generalis
Kepala Bentuk normal, rambut hitam, ubun-ubun datar
Mata Bentuk normal, simetris D=S, edema palpebral (-/-), ikterus
(-/-)
Telinga Bentuk normal, sekret (-)
Hidung Bentuk normal, sekret (-)
Mulut Bibir bentuk normal, sianosis (-), labioskizis (-), gnatoskizis
(-), palatoskizis (-)
Inspeksi : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris
D=S, retraksi intercostal (-) & subcostal (-), ictus cordis tidak
Thoraks terlihat
Palpasi : pergerakan dinding dada simetris D=S
Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Perkusi : tidak dilakukan
Inspeksi : bentuk datar, eritema (-)
Auskulasi : BU(+) kesan normal
Abdomen Perkusi : timpani
Palpasi : soefl (+), distensi (-), turgor kulit kembali cepat,
organomegali (-)
Ekstremitas Akral hangat, sianosis (-), ikterik (-), edema (-), anomaly (-)
10
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Denver II
Keterlambatan pada area bahasa dan personal social

1.1 19

2.5 Diagnosis
 Gangguan Bahasa Ekspresif dan Represif
 Risiko ADHD

2.6 Tatalaksana
 Pola Asuh
 Stop TV dan Gadget
 Stimulasi sesuai usia
 Cebazim 1x1000mg

11
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Terdapat perbedaan mendasar antara bicara dan bahasa. Bicara adalah
pengucapan yang menunjukkan ketrampilan seseorang mengucapkan suara dalam
suatu kata. Bahasa berarti menyatakan dan menerima informasi dalam suatu cara
tertentu. Bahasa merupakan salah satu cara berkomunikasi. Bahasa reseptif adalah
kemampuan untuk mengerti apa yang dilihat dan apa yang didengar. Bahasa ekspresif
adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara simbolis baik visual (menulis,
memberi tanda) atau auditorik. 1
Masalah bicara dan bahasa sebenarnya berbeda tetapi kedua masalah ini
sering kali tumpang tindih.  Gangguan bicara dan bahasa terdiri dari masalah
artikulasi, suara, kelancaran bicara (gagap), afasia (kesulitan dalam menggunakan
kata-kata, biasanya akibat cedera otak) serta keterlambatan dalam bicara atau bahasa.
Keterlambatan bicara dan bahasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk
faktor lingkungan atau hilangnya pendengaran. Gangguan bicara dan bahasa juga
berhubungan erat dengan area lain yang mendukung proses tersebut seperti fungsi
otot mulut dan fungsi pendengaran. Keterlambatan dan gangguan bisa mulai dari
bentuk yang sederhana seperti bunyi suara yang “tidak normal” (sengau, serak)
sampai dengan ketidakmampuan untuk mengerti atau menggunakan bahasa, atau
ketidakmampuan mekanisme motorik oral dalam fungsinya untuk bicara dan makan. 2
Berbicara adalah tindakan berkomunikasi dengan ekspresi artikulasi verbal,
sedangkan berbahasa adalah pengetahuan mengenai sistem simbol yang digunakan
untuk berkomunikasi secara interpersonal. Anak dinilai mempunyai keterlambatan
dalam berbicara jika perkembangan bicara secara signifikan berada di bawah normal
dibandingkan anak seusianya. Gangguan berbicara dan berbahasa adalah masalah
yang sangat umum pada anak usia 3-5 tahun. Gangguan dalam berbicara dapat
merupakan suatu hal normal dalam perkembangan bicara anak, namun dapat pula
menjadi suatu gejala dari gangguan psikiatri, neurologis maupun gangguan perilaku
anak.3Keterlambatan dalam gangguan perkembangan berbicara dapat merupakan
gejala dari berbagai penyakit, seperti keterbelakangan mental, gangguan
pendengaran, gangguan bahasa ekspresif, kurang psikososial, autisme, bisu elektif,

12
afasia reseptif, dan cerebral palsy. Gangguan berbicara dapat disebabkan sekunder
karena keterlambatan dari perkembangan atau bilingualisme. 3
Keterlambatan bicara adalah istilah yang dipergunakan untuk
mendeskripsikan hambatan pada kemampuan bicara, dan perkembangan bahasa pada
anak-anak, tanpa disertai keterlambatan aspek perkembangan lainnya. Pada
umumnya, mereka mempunyai perkembangan intelegensi dan sosial-emosional yang
normal. Selain itu, menurut Lyen, keterlambatan bicara pada anak adalah suatu
kondisi anak tidak dapat bicara sesuai umur yang diharapkan.4

3.2 Epidemiologi
Gangguan bicara dan bahasa dialami oleh 8% anak usia prasekolah. Hampir
sebanyak 20% dari anak berumur 2 tahun mempunyai gangguan keterlambatan
bicara. Keterlambatan bicara paling sering terjadi pada usia 3-16 tahun.5,6,7
Pada anak-anak usia 5 tahun, 19% diidentifikasi memiliki gangguan bicara
dan bahasa (6,4% keterlambatan b erbicara, 4,6% keterlambatan bicara dan bahasa,
dan 6% keterlambatan bahasa). Gagap terjadi 4-5% pada usia 3-5 tahun dan 1% pada
usia remaja. Laki-laki diidentifikasi memiliki gangguan bicara dan bahasa hampir
dua kali lebih banyak daripada wanita. Sekitar 3-6% anak usia sekolah memiliki
gangguan bicara dan bahasa tanpa gejala neurologi, sedangkan pada usia prasekolah
prevalensinya lebih tinggi yaitu sekitar 15%. Menurut penelitian anak dengan riwayat
sosial ekonomi yang lemah memiliki insiden gangguan bicara dan bahasa yang lebih
tinggi daripada anak dengan riwayat sosial ekonomi menengah ke atas.5,6,7
Prevalensi gangguan bicara berupa keterlambatan bahasa dengan kosakata
ekspresif kurang dari 50 kata dan atau tidak adanya kombinasi kata, diperkirakan
terjadi pada 15% anak usia 24-29 bulan. Prevalensi gangguan berbicara dan
berbahasa bervariasi antara 1%-32% pada populasi normal, dipengaruhi berbagai
factor seperti usia anak, dan metode yang digunakan untuk menegakkan diagnosis.
Prevalensi gangguan bicara pada anak prasekolah 3%-15%.3
Keterlambatan bicara pada anak semakin hari tampak semakin meningkat
pesat. Beberapa laporan menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa
berkisar 2,3%-24,6%.6 Di Indonesia, disebutkan prevalensi keterlambatan bicara
pada anak adalah antara 5%–10% pada anak sekolah.4

13
Gangguan bicara dan bahasa merupakan salah satu masalah perkembangan
yang sering terjadi pada anak. Di AS, 3-10 % anak prasekolah menderita
keterlambatan bicara dan bahasa dan 40-60% berlanjut sampai usia sekolah dan hal
ini berhubungan dengan rendahnya prestasi belajar dan problem psikososial. Laki-
laki 3-4 kali lebih sering menderita dibandingkan perempuan. Perkembangan bicara
dan bahasa merupakan indikator awal yang berguna untuk memprediksi
perkembangan psikomotor dan kognisi.8
Prevalensi keterlambatan bicara pada anak usia 2-7 tahun di Amerika Serikat
berkisar antara 2,3-19%. Keterlambatan bicara 1,5 kali lebih sering ditemukan pada
anak laki-laki. Di Klinik khusus Tumbuh Kembang, RS Harapan Kita Jakarta (2008-
2009), pasien yang datang dengan keluhan utama keterlambatan bicara sebagian
besar (69,6%) terdiagnosis pada usia antara 13-36 bulan, lebih banyak (71,2%)
pada anak laki-laki. Kemungkinan anak mengalami keterlambatan bicara dan bahasa
meningkat jika ada riwayat keterlambatan bahasa, membaca, menulis, dan kesulitan
belajar pada keluarga. Faktor sosial, ekonomi, dan pendidikan orang tua juga menjadi
factor terjadinya keterlambatan bicara dan bahasa pada anak. Studi kohort di Inggris
yang melibatkan 18.000 anak menemukan bahwa anak dengan tingkat sosio-ekonomi
rendah memiliki risiko keterlambatan bicara dan bahasa 2 kali lipat.8

3.3 Etiologi
Keterlambatan bicara primer termasuk keterlambatan perkembangan bicara
dan bahasa, gangguan bahasa ekspresif, gangguan bahasa reseptif (Wernicke’s
aphasia). Keterlambatan bicara dan bahasa sekunder merupakan atribut kondisi
lain seperti gangguan pendengaran, disabilitas intelektual, gangguan autism,
retardasi mental, kelainan fisik, mutism, dan gangguan psikososial. Anak yang
sehari-hari menggunakan dua bahasa (bilingual) mengalami ketertinggalan dalam
bahasa dibandingkan anak yang berbahasa tunggal (monolingual) karena anak
dengan dua bahasa perlu membedakan aturan dan susunan kata masing-masing
bahasa, menghasilkan pola perkembangan bahasa yang berbeda dengan anak
berbahasa tunggal.9
Gangguan bicara dan bahasa dapat disebabkan:9
1. Gangguan pendengaran
2. Retardasi mental

14
3. Autisme
4. Sebagai bagian dari gangguan perkembangan menyeluruh (global
developmental delay), gangguan neurologis misalnya palsi serebral, atau
deprivasi psikososial
5. Developmental language disorder atau gangguan bahasa dalam masa
perkembangan
a) Reseptif
b) Ekspresif
c) Campuran reseptif-ekspresif
d) Gangguan fonologik-sintaktik
e) Gangguan semantik-pragmatik
6. Gangguan bicara
Gangguan artikulasi
a) Apraksia
b) Disartria
c) Gangguan fonologi
Gangguan suara
a) Resonansi
b) Fonasi
Gangguan kelancaran bicara/ fluency
a) Gagap/ stuttering

Gangguan pendengaran ditemukan pada 1/1000 bayi baru lahir dan 1,6/1000
remaja,14 dan merupakan penyebab keterlambatan bicara yang sering ditemukan.
American Academy of Pediatrics menganjurkan agar dilakukan skrining pendengaran
terhadap semua bayi baru lahir sebelum berumur 1 bulan. Terhadap bayi yang
tidak lulus skrining, dilakukan ulangan dan pemeriksaan pendengaran lengkap
sebelum bayi berumur 3 bulan. Intervensi harus dilakukan sebelum bayi berumur
6 bulan. Walaupun bayi lolos skrining, tetap harus dilakukan surveilans gangguan
pendengaran dan kemampuan komunikasi secara periodik. Bila alat skrining tidak
tersedia, dapat digunakan uji pendengaran sederhana dengan bisikan, gesekan
jari,suara bel, atau remasan kertas pada setiap kunjungan bayi ke dokter. Bila ada
keraguan, pemeriksaan lanjutan dilakukan menggunakan brainstem evoked response

15
audiometry (BERA) atau oto-acoustic emission (OAE). Ambang dengar normal
adalah 20dB

Disabilitas intelektual
Istilah retardasi mental saat ini telah digantikan dengan intellectual disability (ID)
atau disabilitas intelektual (DI).Kriteria DI adalah:
1. Defisit fungsi intelektual, meliputi pengertian sebab-akibat, pemecahan
masalah, perencanaan, pemikiran abstrak, pengambilan keputusan,
kemampuan akademik, dan kemampuan belajar dari pengalaman yang
dibuktikan dengan pemeriksaan klinis dan uji standar.
2. Defisit fungsi adaptif, sehingga anak tidak dapat memenuhi standar
perkembangan dan sosio-kultural untuk kemandirian dan kewajiban sosial,
ditandai oleh kurangnya komunikasi, partisipasi sosial, dan hidup mandiri di
rumah, sekolah, pekerjaan, dan komunitas.
3. Awitan pada masa perkembangan.

Dari definisi tersebut terlihat bahwa kriteria IQ tidak digunakan lagi. Namun
demikian, DI berhubungan dengan IQ dalam kisaran 65-75. Prevalensi DI adalah 1%.
Deteksi anak dengan DI ringan pada umur prasekolah seringkali sulit. Anak yang
mengalami DI sedang sering memperlihatkan keterlambatan perkembangan bahasa
ekspresif-reseptif dan kemampuan praakademik.

Autisme
Autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif yang ditandai dengan
gangguan komunikasi dan interaksi sosial disertai perilaku, minat, dan aktivitas yang
terbatas dan repetitif. Gangguan bahasa pada autisme sangat bervariasi, mulai dari
gangguan bahasa non-verbal yang sangat mencolok, ekolalia, bicara dengan bahasa
yang aneh, sampai tidak dapat mempertahankan komunikasi untuk waktu yang lama.
Pada global developmental delay, selain keterlambatan bicara ditemukan
keterlambatan pada bidang lain, misalnya keterlambatan gerak atau keterlambatan
kemampuan adaptif. Palsi serebral sering disertai gangguan fungsi oral-motor,
gangguan artikulasi, dan disabilitas intelektual. Adanya gangguan oral-motor dapat

16
diketahui sejak dini dengan adanya kesulitan makan makanan padat, mengiler
berlebihan, tidak mampu menggunakan sedotan, dan berbagai ciri lain.

Deprivasi psikososial
Kemampuan bicara dan bahasa sangat ditentukan oleh seringnya orang tua
berinteraksi dan berbicara dengan anak. Menonton televisi yang tidak interaktif
kurang menstimulasi perkembangan bicara dan bahasa pada bayi, berbeda dengan
anak yang agak besar. Bayi yang mengalami deprivasi psikososial akan menunjukkan
keterlambatan bicara dan bahasa, namun biasanya menunjukkan respons yang sangat
cepat bila dilakukan intervensi. Mutisme selektif sangat jarang dijumpai. Pada
mutisme selektif, anak mengalami kesulitan bicara di lingkungan tertentu saja,
misalnya di sekolah.

Bilingualisme
Penggunaan dua bahasa atau lebih di rumah pada anak normal tidak
menimbulkan masalah. Anak dengan kemampuan bilingual dapat menguasai kedua
bahasa tersebut sebelum berusia 6 tahun. Lingkungan rumah yang bilingual baik
untuk anak normal, tetapi sebaliknya dapat menghambat kemajuan anak yang
memang sudah mengalami keterlambatan bicara. Secara klinis, bila ada
keterlambatan bicara, strategi bilingualisme harus didiskusikan dengan orangtua.
Tentukan bahasa yang paling diperlukan dan tentukan kemampuan serta minat anak
dalam bahasa.

Developmental language disorder


Beberapa istilah sering digunakan untuk maksud yang sama misalnya
developmental language delay, developmental aphasia, dysphasia, specific language
impairment (SLI). Istilah yang paling sering digunakan adalah developmental
language disorder (DLD) atau specific language impairment. Istilah menurut DSM-
V adalah language disorder atau gangguan bahasa,1 yang merupakan kesulitan
menetap dalam bertambahnya kemampuan bahasa dan penggunaan bahasa (bicara,
tulisan, bahasa tubuh) karena defisit produksi (ekspresif) dan pengertian (reseptif)
bahasa. Ciri dari language disorder adalah kurangnya perbendaharaan kata,
keterbatasan struktur kalimat, dan gangguan penggunaan bahasa yang tepat.

17
Kemampuan bahasa anak kurang dibandingkan anak seumurnya. Language disorder
dapat dibagi menjadi gangguan ekspresif, reseptif, atau kombinasi dengan derajat
berbeda-beda, mulai dari ringan sampai berat. Berbagai komponen bahasa dapat
terganggu, misalnya pragmatik, semantik atau sintaks. Pada gangguan bahasa
ekspresif, anak biasanya mempunyai inteligensi normal, pendengaran normal,
hubungan emosi yang baik, dan kemampuan artikulasi normal. Gangguan utama
berupa disfungsi otak yang menyebabkan ketidak mampuan untuk mengubah ide
yang ada ke dalam bentuk perkataan. Anak dapat menggunakan mimik untuk
menambah terbatasnya ekspresi verbalnya. Keadaan ini sering sulit dibedakan dengan
keterlambatan bicara ekspresif. Anak dengan keterlambatan bicara ekspresif akan
berkembang dengan sendirinya, sedangkan anak dengan gangguan bicara ekspresif
tidak akan membaik tanpa intervensi. Adanya gangguan fungsi reseptif mempersulit
diagnosis banding dengan disabilitas intelektual dan dapat menjadi petunjuk bahwa
anak akan mengalami kesulitan yang lebih besar dikemudian hari.

Faktor Internal5,6,10
Berbagai faktor internal atau faktor biologis tubuh seperti faktor persepsi,
kognisi dan prematuritas dianggap sebagai faktor penyebab keterlambatan bicara
pada anak.
Persepsi
Kemampuan membedakan informasi yang masuk disebut persepsi. Persepsi
berkembang dalam 4 aspek: pertumbuhan, termasuk perkembangan sel saraf dan
keseluruhan sistem; stimulasi, berupa masukan dari lingkungan meliputi seluruh
aspek sensori, kebiasaan, yang merupakan hasil dari skema yang sering terbentuk.
Kebiasaan, habituasi, menjadikan bayi mendapat stimulasi baru yang kemudian akan
tersimpan dan selanjutnya dikeluarkan dalam proses belajar bahasa anak. Secara
bertahap anak akan mempelajari stimulasi-stimulasi baru mulai dari raba, rasa,
penciuman kemudian penglihatan dan pendengaran.
Pada usia balita, kemampuan persepsi auditori mulai terbentuk pada usia 6
atau 12 bulan, dapat memprediksi ukuran kosa kata dan kerumitan pembentukan pada
usia 23 bulan. Telinga sebagai organ sensori auditori berperan penting dalam
perkembangan bahasa. Beberapa studi menemukan gangguan pendengaran karena
otitis media pada anak akan mengganggu perkembangan bahasa.

18
Sel saraf bayi baru lahir relatif belum terorganisir dan belum spesifik. Dalam
perkembangannya, anak mulai membangun peta auditori dari fonem, pemetaan
terbentuk saat fonem terdengar. Pengaruh bahasa ucapan berhubungan langsung
terhadap jumlah kata-kata yang didengar anak selama masa awal perkembangan
sampai akhir umur pra sekolah.
 
Kognisi
Anak pada usia ini sangat aktif mengatur pengalamannya ke dalam kelompok
umum maupun konsep yang lebih besar. Anak belajar mewakilkan, melambangkan
ide dan konsep. Kemampuan ini merupakan kemampuan kognisi dasar untuk
pemberolehan bahasa anak.
Beberapa teori yang menjelaskan hubungan antara kognisi dan bahasa:
1. Bahasa berdasarkan dan ditentukan oleh pikiran (cognitive determinism)
2. Kualitas pikiran ditentukan oleh bahasa (linguistic determinism)
3. Pada awalnya pikiran memproses bahasa tapi selanjutnya pikiran dipengaruhi
oleh bahasa.
4. Bahasa dan pikiran adalah faktor bebas tapi kemampuan yang berkaitan.
Sesuai dengan teori-teori tersebut maka kognisi bertanggung jawab pada
pemerolehan bahasa dan pengetahuan kognisi merupakan dasar pemahaman kata.
Genetik
Berbagai penelitian menunjukkan, bahwa gangguan bahasa merupakan
kecendrungan dalam suatu keluarga yang dapat terjadi sekitar 40% hingga 70%.
Separuh keluarga yang memiliki anak dengan gangguan bahasa, minimal satu dari
anggota keluarganya memiliki masalah bahasa. Orang tua dapat berpengaruh karena
faktor keturunan sehingga mungkin bertanggung jawab terhadap faktor genetik.
Mungkin sulit mengetahui berapa banyak transmisi intergenerasi gangguan bahasa
tersebut, disebabkan oleh kurangnya dukungan lingkungan terhadap bahasa.
Menurut Bishop Edmundson, Tallal, Whitehurst dan Lewis 1992 dalam
berbagai laporan kasus sering memperlihatkan riwayat keluarga positif pada
gangguan komunikasi. Sekitar 28% hingga 60% dari anak-anak dengan gangguan
bicara dan bahasa mempunyai saudara kandung dan/atau orang tua yang juga
mengalami kesulitan bicara dan bahasa.
Sedangkan menurut Tallal, Lewis dan Freebairn, anggota keluarga laki-laki
lebih berpengaruh dari pada wanita. Bagaimanapun, data terbanyak memperlihatkan

19
anak-anak dengan hanya gangguan bahasa saja dan tidak pada anak dengan gangguan
bicara terpisah (isolated speech disorders).
Lewis dan Freebairn berhipotesa bahwa anak-anak dengan riwayat keluarga
positif terhadap gangguan bicara akan membentuk grup spesifik ke dalam populasi
gangguan bicara. Penemuan mereka tidak mendukung hipotesa karena tidak ada
perbedaan bermakna yang ditemukan pada pengukuran artikulasi, fonologi, bahasa,
kemampuan-kemampuan oral-motor atau kemampuan membaca dan menulis diantara
anak-anak yang memiliki riwayat keluarga dengan gangguan bicara dibanding yang
bukan. Lewis dan Freebair menyimpulkan bahwa riwayat keluarga dengan gangguan
bahasa bisa dipertimbangkan sebagai faktor risiko yang dapat digunakan untuk
identifikasi awal. Identifikasi awal tersebut memungkinkan dilakukan intervensi dini
bagi anak-anak yang keluarganya memperlihatkan gangguan ini.
Demikian pula anak yang berasal dari keluarga yang memiliki riwayat
keterlambatan atau gangguan bahasa maka beresiko mengalami keterlambatan bahasa
pula. Riwayat keluarga yang dimaksud antara lain anggota keluarga yang mengalami
keterlambatan berbicara, memiliki gangguan bahasa, gangguan bicara atau masalah
belajar.
Prematuritas
Penyebab khusus berkaitan antara permasalahan periode pre atau perinatal
dengan gangguan bicara dan bahasa juga telah dibuktikan. Infeksi selama kehamilan,
imaturitas dan berat badan lahir rendah dilaporkan mempunyai efek negatif pada
perkembangan bicara dan bahasa.
Bax Stevenson dan Menyuk menemukan perbedaan yang tidak bermakna
sejumlah kejadian antara imaturitas dan berat badan lahir rendah anak.  Sebaliknya
Byers-Brown dan kawan-kawan melaporkan secara bermakna tentang keterlambatan
proses pengeluaran suara dalam bicara pada bayi prematur.
Weindrich menemukan adanya faktor-faktor yang berhubungan dengan
prematuritas yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak, seperti berat badan
lahir, Apgar score, lama perawatan di rumah sakit, bayi yang iritatif, dan kondisi saat
keluar rumah sakit.
Faktor Eksternal (Faktor Lingkungan)5,6,10
Faktor lingkungan termasuk yang paling menentukan.  Faktor lingkungan di
mana seorang anak dibesarkan telah lama dikenal sebagai faktor penting yang

20
menentukan perkembangan anak. Banyak anak yang berasal dari daerah yang sosial
ekonominya buruk disertai berbagai layanan kesehatan yang tidak memadai, asupan
nutrisi yang buruk merupakan keadaan tekanan dan gangguan lingkungan yang
mengganggu berbagai pertumbuhan dan perkembangan anak, diantaranya gangguan
bahasa.
Pola asuh
Law dkk juga menemukan bahwa anak yang menerima contoh berbahasa
yang tidak adekuat dari keluarga, yang tidak memiliki pasangan komunikasi yang
cukup dan juga yang kurang memiliki kesempatan untuk berinteraksi akan memiliki
kemampuan bahasa yang rendah.
Lingkungan verbal
Lingkungan verbal mempengaruhi proses belajar bahasa anak. Anak di
lingkungan keluarga profesional akan belajar kata-kata tiga kali lebih banyak dalam
seminggu dibandingkan anak yang dibesarkan dalam keluarga dengan kemampuan
verbal lebih rendah. Studi lain juga melaporkan ibu dengan tingkat pendidikan
rendah merupakan faktor risiko keterlambatan bahasa pada anaknya.
Chouhury dan beberapa peneliti lainnya mengungkapkan bahwa jumlah anak
dalam keluarga mempengaruhi perkembangan bahasa seorang anak, berhubugan
dengan intensitas komunikasi antara orang tua dan anak.
Menurut Gore Eckenrode, McLoyd, McLoyd Wilson, masalah kemiskinan
dapat menjadi penyebab meningkatnya risiko berbagai masalah dalam rumah tangga.
Kemiskinan secara signifikan mempertinggi risiko terpaparnya masalah kesehatan
seperti asma, malnutrisi, gangguan kesehatan mental kurang perhatian dan ketidak-
teraturan perawatan dari orang tua, defisit dalam perkembangan kognisi dan
pencapaian keberhasilan.
Beberapa penelitian yang dilaporkan Attar Guerra, Brooks-Gunn, Liaw 
Brooks-Gunn dan McLoyd menjelaskan bahwa keluarga yang bermasalah, terpapar
lebih besar faktor-faktor risiko daripada keluarga yang tidak berada dibawah tingkat
kemiskinan, dan konsekuensi dari faktor-faktor risiko ini dapat lebih berat pada anak
dalam keluarga ini.
Anak yang terpapar berbagai faktor risiko, memiliki risiko mengalami
gangguan perkembangan yang semakin meningkat. Salah satu yang termasuk
gangguan perkembangan anak tersebut adalah specific language impairment (SLI).

21
Hal ini telah dilaporkan oleh Spitz dan Tallal Flax, mereka menjelaskan secara umum
tentang pencapaian yang buruk dalam berbahasa pada anak meskipun anak tersebut
memiliki pendengaran dan intelegensi nonverbal yang normal.
Penelitian Fazio, Naremore dan Connell, lebih mengkhususkan hal ini bahwa
dapat diartikan suatu kondisi yang menyebabkan seorang anak memiliki penilaian
spesifik dibawah rata-rata standar tes bahasa, tetapi berada pada level rata-rata untuk
tes intelegensi nonverbal. Dengan demikian, pencegahan SLI dapat dengan
mengidentifikasi faktor resiko anak sebelum diagnosis formal dibuat.
  Beberapa penelitian mengungkapkan faktor-faktor risiko biologi untuk SLI
dan penempatan-penempatan faktor lain dengan melihat “outcome” anak-anak
sekolah yang ditempatkan di neonatal intensive care units (NICUs) setelah lahir
dengan segera. Anak-anak dari populasi ini diketahui memiliki risiko untuk
keterlambatan kognisi dan kesulitan akademik karena mereka biasanya lahir
prematur, berat badan lahir rendah (kurang dari 2500 g) atau mengalami respiratori
distres.
Menurut Resnick, Rice, Spitz O’Brien dan  Siegel Tomblin, sebagian besar
literatur menyatakan bahwa meskipun anak-anak dari NICU lebih berisiko
mengalami kesulitan kognisi seperti retardasi mental dan gangguan belajar, mereka
tidak memiliki risiko yang meningkat untuk masalah spesifik bahasa, khususnya saat
angka penilaian disesuaikan karena prematuritasnya.
Beberapa penelitian yang dilakukan Beitchman, Hood Inglis, Spitz, Tallal
Ross, Tomblin telah memperlihatkan bahwa gangguan bahasa umumnya memiliki
kecenderungan dalam suatu keluarga berkisar antara 40% hingga 70%. Hampir
separuh dari keluarga yang anak-anaknya mengalami gangguan bahasa, minimal satu
dari anggota keluarganya memiliki problem bahasa. Dengan demikian orang tua yang
berpengaruh pada keturunan ini mungkin bertanggung jawab terhadap faktor-faktor
genetik. Mungkin tidak diketahui berapa banyak transmisi intergenerasi gangguan-
gangguan bahasa tersebut disebabkan oleh kurangnya dukungan lingkungan terhadap
bahasa.
Kondisi lingkungan merupakan hal yang penting menyangkut hasil
perkembangan seorang anak. Beberapa anak yang datang dari keluarga yang tidak
stabil dan kurangnya perhatian, perawatan, dan kurang memadainya kebutuhan
nutrisi dan perawatan kesehatan, dapat membentuk level stress lingkungan yang

22
merugikan bagi perkembangan anak termasuk bahasa. Risiko dari problem-problem
bahasa juga dikaitkan dengan faktor sosioekonomi dan rendahnya status ekonomi.
Peneliti-peneliti lain mendiskusikan beberapa variabel-variabel lingkungan
yang tampak lebih dapat diprediksi. Seperti yang dilaporkan Hoff-Ginsberg, Neils
Aram, Pine,  Tallal, Tomblin, Tomblin dan Hardy faktor permintaan cara persalinan
ternyata termasuk faktor risiko gangguan perkembangan bicara pada anak.
Sedangkan menurut Paul, Rice, Tomblin dan Tomblin menunjukkan pendidikan ibu
yang rendah termasuk salah satu faktor risiko gangguan bahasa yang terjadi pada
anak.  Orang tua tunggal menurut Andrews, Goldberg, Wellen, Goldberg
McLaughlin dan Miller Moore juga merupakan faktor risiko yang harus
diperhitungkan.
Menurut Sameroff dan Barocas, tersusunnya model risiko perkembangan
dapat digunakan untuk memprediksi dengan lebih akurat, dengan mengkombinasi
satu atau lebih faktor-faktor risiko tersebut adalah efek komulatif dari risiko yang
multipel.
Dalam suatu model penelitian dari Sameroff menunjukkan beberapa faktor
risiko sosial dan keluarga diantaranya adalah: masalah-masalah kesehatan mental ibu,
kecemasan ibu, sikap otoriter ibu dalam mengasuh anak, hubungan ibu-anak yang
buruk, pendidikan ibu yang kurang dari menengah atas, orang tua yang kurang atau
tidak memiliki ketrampilan dalam pekerjaan, status etnik minoritas, tidak ada bapak,
beberapa tekanan kehidupan tahun terdahulu, dan ukuran keluarga yang besar.
Dilaporkan bahwa semua faktor tersebut adalah rangkaian individu yang
berkaitan dengan nilai IQ anak-anak pada usia 4 tahun dan sebagian besar mayoritas
masih berhubungan dengan IQ pada usia 13 tahun. Selain itu, jumlah faktor risiko
sebagaimana didefinisikan oleh risiko kumulatif dalam, adalah prediktor kuat IQ
pada usia 4 tahun dengan 58% dan pada umur 13 dengan varians 61%.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hooper, Burchinal, Roberts, Zeisel
dan Neebe juga menyajikan fakta-fakta yang menggunakan model risiko komulatif
untuk memprediksi kemampuan kognitif dan bahasa pada bayi yang lebih
dipengaruhi oleh status sosioekonomi yang rendah pada populasi Afrika Amerika.
Hooper  mengidentifikasi satu perangkat dari 10 faktor-faktor risiko sosial dan
keluarga berdasarkan pada model risiko dari Sameroff berupa status kemiskinan,
pendidikan ibu kurang dari sekolah menengah atas, ukuran keluarga yang besar, ibu

23
yang tidak menikah, hidup yang penuh tekanan, dampak dari ibu yang depresi,
interaksi ibu-anak yang buruk, IQ ibu, kualitas lingkungan rumah, dan kualitas
perawatan sehari-hari.
Seluruh faktor risiko sosial dan keluarga dimasukkan ke dalam studi, saat
bayi berusia 6 sampai 12 bulan. Peneliti-peneliti menemukan bahwa 9 dari 10 faktor-
faktor risiko (tekanan hidup merupakan pengecualian) terkait dengan keberhasilan
kognisi dan bahasa dari infan-infan. Komulatif indeks risiko dihubungkan dengan
pengukuran bahasa dengan varians sekitar 12% sampai 17% tetapi bukan pengukuran
kognisi.
Evans dan English menyajikan fakta-fakta bahwa anak-anak dengan orang tua
berpenghasilan rendah terpapar faktor-faktor risiko lingkungan dalam jumlah yang
lebih besar daripada yang berpenghasilan menengah. Mereka memperkenalkan tiga
penyebab stress psikososial (kekerasan, pertengkaran keluarga, perpisahan anak
dengan keluarga) dan tiga penyebab stress fisik (kekacauan, kegaduhan, kualitas
rumah yang rendah) merupakan faktor risiko yang memberikan pengaruh negatif.
Dalam penelitiannya tentang lingkungan yang miskin, mereka menemukan
hanya 20% anak-anak yang hidup dalam keluarga dengan penghasilan yang rendah
tidak terpapar satupun faktor risiko. Sebaliknya, 61% keluarga dengan penghasilan
menengah tidak terpapar faktor risiko. Temuan ini menyatakan bahwa mayoritas
anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah terpapar lebih banyak masalah
kemelaratan daripada kelompok berpenghasilan menengah dan disfungsi kognitif,
prilaku, atau sosial akan meningkat.
Sampai saat ini penelitian-penelitian terus mempelajari tentang perbedaan
perkembangan bahasa anak yang diambil dari budaya dan latar-belakang
sosioekonomi yang berbeda dan pengaruh dari perbedaan-perbedaan ini terhadap
pencapaian akademik selanjutnya.
Robertson membandingkan kemampuan fonologi anak TK dari keluarga
dengan kemampuan bahasa tinggi dan rendah dan menemukan bahwa anak-anak dari
kemampuan bahasa rendah secara signifikan lebih buruk pada rangkaian pengukuran
kognisi, linguistik, pra-baca. Dua tahun pemantauan terlihat bahwa anak-anak ini
tidak mengejar anak-anak dari keluarga kemampuan bahasa baik.
Burt, Holm, and Dodd juga menemukan hubungan antara prestasi yang buruk
dengan kemampuan bahasa yang rendah dengan menilai prestasi anak-anak pada

24
beberapa tugas-tugas fonologi. Suatu usaha untuk menjelaskan keterkaitan antara
kelemahan dan kegagalan sekolah.
Hart and Risley mempelajari perbedaan antara kualitas bahasa ditujukan pada
anak-anak dengan latar belakang kemampuan bahasa yang berbeda pada 2 1/2 tahun
pertama kehidupan mereka. Mereka melaporkan bahwa anak-anak dari latar belakang
kemampuan bahasa yang rendah berada dalam kelemahan karena orang tua mereka
atau pengasuh sangat jarang mengajak berbicara; akibatnya mereka miskin
perbendaharaan kata dan kemampuan komunikasi dibanding kelompok dengan
kemampuan bahasa yang lebih tinggi.

3.4 Patofisiologi
Proses Bicara
Beberapa ahli komunikasi mendefinisikan bicara adalah kemampuan anak
untuk berkomunikasi dengan bahasa oral (mulut) yang membutuhkan kombinasi
yang serasi dari sistem neuromuskular untuk mengeluarkan fonasi dan artikulasi
suara. Proses bicara melibatkan beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan
sistem pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak dalam korteks serebri,
pusat respirasi di dalam batang otak dan struktur artikulasi, resonansi dari mulut
serta rongga hidung.2,11
Terdapat 2 hal proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan motoris.
Aspek sensoris meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba berfungsi untuk
memahami apa yang didengar, dilihat dan dirasa. Aspek motorik yaitu mengatur
laring, alat-alat untuk artikulasi, tindakan artikulasi dan laring yang bertanggung
jawab untuk pengeluaran suara.2,11
Pada hemisfer dominan otak atau sistem susunan saraf pusat terdapat pusat-
pusat yang mengatur mekanisme berbahasa yakni dua pusat bahasa reseptif area
41 dan 42 (area wernick), merupakan pusat persepsi auditori-leksik yaitu
mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang berkaitan dengan
bahasa lisan (verbal). Area 39 broadman  adalah pusat persepsi visuo-leksik yang
mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang bersangkutan dengan
bahasa tulis. Sedangkan area Broca adalah pusat bahasa ekspresif. Pusat-pusat
tersebut berhubungan satu sama lain melalui serabut asosiasi. 2

25
Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang ditimbulkan akan
masuk melalui lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada
membran timpani. Dari sini rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam
telinga tengah ke telinga bagian dalam. Di telinga bagian dalam terdapat reseptor
sensoris untuk pendengaran yang disebut Coclea. Saat gelombang suara
mencapai coclea maka impuls ini diteruskan oleh saraf VIII ke area pendengaran
primer di otak diteruskan ke area wernick. Kemudian jawaban diformulasikan
dan disalurkan  dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke area motorik di otak yang
mengontrol gerakan bicara. Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh getaran
vibrasi dari pita suara yang dibantu oleh aliran udara dari paru-paru, sedangkan
bunyi dibentuk oleh gerakan bibir, lidah dan palatum (langit-langit). Jadi untuk
proses bicara diperlukan koordinasi sistem saraf motoris dan sensoris dimana
organ pendengaran sangat penting.11,12
Proses reseptif – Proses dekode 2,12
Segera saat rangsangan auditori diterima, formasi retikulum pada batang
otak akan menyusun tonus untuk otak dan menentukan modalitas dan rangsang
mana yang akan diterima otak. Rangsang tersebut ditangkap oleh talamus dan
selanjutnya diteruskan ke area korteks auditori pada girus Heschls, dimana
sebagian besar signal yang diterima oleh girus ini berasal dari sisi telinga yang
berlawanan.
Girus dan area asosiasi auditori akan memilah informasi bermakna yang
masuk. Selanjutnya masukan linguistik yang sudah dikode, dikirim ke lobus
temporal kiri untuk diproses. Sementara masukan paralinguistik berupa intonasi,
tekanan, irama dan kecepatan masuk ke lobus temporal kanan. Analisa linguistik
dilakukan pada area Wernicke di lobus temporal kiri. Girus angular dan
supramarginal membantu proses integrasi informasi visual, auditori dan raba
serta perwakilan linguistik. Proses dekode dimulai dengan dekode fonologi
berupa penerimaan unit suara melalui telinga, dilanjutkan dengan dekode
gramatika. Proses berakhir pada dekode semantik dengan pemahaman konsep
atau ide yang disampaikan lewat pengkodean tersebut.
Proses ekspresif – Proses encode2,12
Proses produksi berlokasi pada area yang sama pada otak. Struktur untuk
pesan yang masuk ini diatur pada area Wernicke, pesan diteruskan melalui

26
fasikulus arkuatum ke area Broca untuk penguraian dan koordinasi verbalisasi
pesan tersebut. Signal kemudian melewati korteks motorik yang mengaktifkan
otot-otot respirasi, fonasi, resonansi dan artikulasi. Ini merupakan proses aktif
pemilihan lambang dan formulasi pesan. Proses enkode dimulai dengan enkode
semantik yang dilanjutkan dengan enkode gramatika dan berakhir pada enkode
fonologi. Keseluruhan proses enkode ini terjadi di otak/pusat pembicara.
Di antara proses dekode dan enkode terdapat proses transmisi, yaitu
pemindahan atau penyampaian kode atau disebut kode bahasa. Transmisi ini
terjadi antara mulut pembicara dan telinga pendengar. Proses decode-encode
diatas disimpulkan sebagai proses komunikasi. Dalam proses perkembangan
bahasa, kemampuan menggunakan bahasa reseptif dan ekspresif harus
berkembang dengan baik.
Perkembangan bicara dan bahasa normal
Perkembangan bicara normal melalui beberapa tahapan yaitu munculnya
cooing, babbling, ekolalia, jargon, kata dan kombinasi kata, dan pembentukan
kalimat.3,6 Penambahan perbendaharaan kata umumnya masih agak lambat pada
umur 1-2 tahun. Setelah 2 tahun, perbendaharaan kata bertambah dengan cepat.
Penggunaan kemampuan bahasa untuk proses adaptif dan sosialisasi berkembang
dengan pesat setelah anak berumur 2 tahun. Pada anak berumur kurang dari 2
tahun lebih mudah mengenali keterlambatan bicara dibanding keterlambatan
bahasa.9

27
3.5 Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis pada gangguan bahasa dan bicara mencakup perkembangan bahasa.
Beberapa pertanyaan yang dapat ditanyakan antara lain:6
 Pada usia berapa bayi mulai mengetahui adanya suara, misalnya dengan
respon berkedip, terkejut atau mengerakkan bagian tubuh
 Pada usia berapa bayi mulai tersenyum (senyum komunikatif), misalnya
diajak berbicara.
 Kapan bayi mulai mengeluarkan suara “aaaggh”.
 Orientasi terhadap suara, misalnya bila ada suara apakah bayi memalingkan
atau mencari arah suara.
 Kapan bayi memberi isyarat daag dan bermain cikkebum.
 Mengikuti perintah satu langkah,seperti “beri ayah sepatu”atau“ambil koran”.
 Berapa banyak bagian tubuh yang dapat ditunjukan oleh anak, seperti mata,
hidung, kuping dan sebagainya.
American Psychiatric association’s Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder (DSM IV) membagi gangguan bahasa dalam 4 tipe.13
1. Gangguan bahasa ekspresif
2. Gangguan bahasa reseptif-ekspresif
3. Gangguan phonological
4. Gagap
Pada gangguan bahasa ekspresif, secara klinis kita bisa menemukan gejala
seperti perbendaharaan kata yang jelas terbatas, membuat kesalahan dalam kosakata,
mengalami kesulitan dalam mengingat kata-kata atau membentuk kalimat yang
panjang dan memiliki kesulitan dalam pencapaian akademik dan komunikasi sosial,
namun pemahaman bahasa anak tetap relatif utuh. Gangguan menjadi jelas kira-kira
pada usia 18 bulan, saat anak tidak dapat mengucapkan kata dengan spontan atau
meniru kata dan menggunakan gerakan badannya untuk menyatakan keinginannya.
Jika anak akhirnya bisa berbicara, defisit bahasa menjadi jelas, terjadi kesalahan
artikulasi seperti bunyi th, r, s, z, y. Riwayat keluarga yang memiliki gangguan

28
bahasa ekspresif juga ikut mendukung diagnosis. Pada gangguan bahasa campuran
reseptif-ekspresif, selain ditemukan gejala-gejala gangguan bahasa ekspresif, juga
disertai kesulitan dalam mengerti kata dan kalimat. Ciri klinis penting dari gangguan
tersebut adalah gangguan yang bermakna pada pemahaman bahasa. Gangguan ini
biasanya tampak sebelum usia 4 tahun. Bentuk yang parah terlihat pada usia 2 tahun,
bentuk ringan tidak terlihat sampai usia 7 tahun atau lebih tua. Anak dengan
gangguan bahasa reseptif-ekspresif campuran memiliki gangguan auditorik sensorik
atau tidak mampu memproses simbol visual seperti arti suatu gambar. Mereka
memiliki defisit dalam menintegrasikan simbol auditorik maupun visual, contohnya
mengenali atribut dasar yang umum untuk mainan truk atau mainan mobil
penumpang. Anak dengan gangguan bahasa campuran reseptif-ekspresif biasanya
tampak tuli. Anak-anak dengan kesulitan berbicara memiliki masalah dalam
pengucapan, yaitu berhubungan dengan gangguan motorik, diantaranya kemampuan
untuk memproduksi suara. Anak yang gagap dapat diketahui dari cara dia berbicara,
dimana terjadi pengulangan atau perpanjangan suara, kata, atau suku kata. Biasanya
sering terjadi pada anak laki-laki, sangat sering disertai mengedipkan mata dan
menggoyangkan kepala.
Instrumen penyaring
Selain anamnesis yang teliti, disarankan digunakan instrumen penyaring
untuk menilai gangguan perkembangan bahasa. Misalnya Early Language Milestone
Scale (Coplan dan Gleason), atau DDST (pada Denver II penilaian pada sektor
bahasa lebih banyak dari pada DDST yang lama) atau Reseptive-Expresive Emergent
Language Scale. Early Language Milestone Scale cukup sentitif dan spesifik untuk
mengidentifikasi gangguan bicara pada anak kurang dari 3 tahun.6
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat digunakan untuk mengungkapkan penyebab lain dari
gangguan bahasa. Apakah ada mikrosefali, anomali telinga luar, otitis media yang
berulang, sindrom William (fasies Elfin, perawakan pendek, kelainan jantung,
langkah yang tidak mantap), celah palatum dan lain-lain. 6
Gangguan oromotor dapat diperiksa dengan menyuruh anak menirukan
gerakan mengunyah, menjulurkan lidah dan mengulang suku kata PA, TA, PA-TA,
PA-TA-KA. Gangguan kemampuan oromotor terdapat pada verbal apraksia.6
Pengamatan saat bermain

29
Mengamati saat anak bermain dengan alat permainan yang sesuai dengan
umurnya, sangat membantu dalam mengidentifikasi gangguan tingkah laku. Idealnya
pemeriksa juga bermain dengan anak tersebut dan kemudian mengamati orang tuanya
saat bermain dengan anaknya. Tetapi ini tidak praktis dilakukan pada ruangan yang
ramai. Pengamatan anak saat bermain sendiri, selama pengambilan anamnesis dengan
orang tuanya, lebih mudah dilaksanakan. Anak yang memperlakukan mainannya
sebagai objek saja atau hanya sebagai satu titik pusat perhatian saja, dapat merupakan
petunjuk adanya kelainan tingkah laku. 6
Pemeriksaan laboratorium
Semua anak dengan gangguan bahasa harus dilakukan tes pendengaran. Jika
anak tidak kooperatif terhadap audiogram atau hasilnya mencurigakan, maka perlu
dilakukan pemeriksaan “auditory brainstem responses”. 6
Pemeriksan laboratorium lainnya dimaksudkan untuk membuat diagnosis
banding. Bila terdapat gangguan pertumbuhan, mikrosefali, makrosefali, terdapat
gejala-gejala dari suatu sindrom perlu dilakukan CT scan atau MRI, untuk
mengetahui adanya malformasi. Pada anak laki-laki dengan autisme dan
perkembangan yang sangat lambat, skrining kromosom untuk fragil-X mungkin
diperluka. Skrining terhadap penyakit-penyakit metabolik baru dilakukan kalau
terdapat kecurigaan ke arah itu, karena pemeriksaan itu sangat mahal. 6
Konsultasi
Pemeriksaan dari psikolog/neuropsikiater anak diperlukan jika ada gangguan
bahasa dan tingkah laku. Pemeriksaan ini meliputi riwayat dan tes bahasa,
kemampuan kognitif dan tingkah laku. Tes intelegensia dapat dipakai sebagai
perbandingan fungsi kognitif anak tersebut. Masalah tingkah laku dapat diperiksa
lebih lanjut dengan menggunakan instrumen seperti Vineland Social Adaptive Scale
Revised, Child Behavior Checklist, atau Childhood Autism Rating Scale. Konsultasi
ke psikiater anak dilakukan bila ada gangguan tingkah laku yang berat. 6
Ahli patologi wicara akan mengevaluasi cara pengobatan anak dengan
gangguan bicara. Anak akan diperiksa apakah ada masalah anatomi yang
mempengaruhi produksi suara. 6
Pemeriksaan Penunjang12
 BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry) merupakan cara
pengukuran evoked potensial (aktivitas listrik yang dihasilkan saraf VIII,

30
pusat-pusat neural dan traktus di dalam batang otak) sebagai respon terhadap
stimulus auditorik.
 Pemeriksaan audiometrik
Pemeriksaan audiometrik diindikasikan untuk anak-anak yang sangat kecil dan
untuk anak-anak yang ketajaman pendengarannya tampak terganggu. Ada 4 kategori
pengukuran dengan audiometrik:
a)      Audiometrik tingkah laku, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan
dengan melihat respon dari anak jika diberi stimulus bunyi. Respon yang diberikan
dapat berupa menoleh ke arah sumber bunyi atau mencari sumber bunyi.
Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang tenang atu kedap suara dan menggunakan
mainan yang berfrekuensi tinggi. Penilaian dilakukan terhadap respon yang
diperlihatkan anak.
b)      Audiometrik bermain, merupakna pemeriksaan pada anak yang dilakukan
sambil bermain, misalnya anak diajarkan untuk meletakkan suatu objek pada tempat
tertentu bila dia mendengar bunyi. Dapat dimulai pada usia 3-4 tahun bila anak cukup
kooperatif.
c)        Audiometrik bicara. Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam
silabus pada daftar yang disebut: phonetically balance word LBT (PB List). Anak
diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape recorder. Pada
tes ini dilihat apakah anak dapat membedakan bunyi s, r, n, c, h, ch. Guna
pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan anak dalam berbicara sehari-hari
dan untuk menilai pemberian alat bantu dengar (hearing aid).
d)     Audiometri objektif, biasanya memerlukan teknologi khusus.
 CT scan kepala untuk mengetahui struktur jaringan otak, sehingga didapatkan
gambaran area otak yanga abnormal.
 Timpanometri digunakan untuk mengukur kelenturan membrane timpani dan
system osikuler.
Selain tes audiometrik, bisa juga digunakan tes intelegensi. Paling dikenal yaitu skala
Wechsler, yang menyajikan 3 skor intelegen, yaitu IQ verbal, IQ performance, IQ
gabungan:
1. Skala intelegensi Wechsler untuk anak III: penyelesaian susunan gambar. Tes
ini terdiri dari satu set gambar-gambar objek yang umum, seperti gambar

31
pemandangan. Salah satu bagian yang penting dihilangkan dan anak diminta
untuk mengidentifikasinya. Respon dinilai sebagai salah atau benar.
2. Skala intelegensi Wechsler utuk anak III: mendesain balok, anak diberikan
pola bangunan dua dimensi dan kemudian diminta untuk membuat replikanya
menggunakan kubus dua warna. Respon dinilai sebagai salah atau benar.

3.7 Tatalaksana
Tata laksana gangguan bahasa bergantung pada diagnosis dan penyebabnya.
Terapi pada anak dengan keterlambatan bicara melibatkan tim yang terdiri dari
dokter, psikolog, terapis, dan orang tua. Sayangnya, sedikit sekali penelitian
randomized controlled trial (RCT) tentang terapi intervensi untuk gangguan bahasa.
Bila keterlambatan bicara disebabkan gangguan pendengaran, dapat dipasang alat
bantu dengar atau implan koklea sesuai kerusakan organ yang terjadi. Bila
disebabkan disabilitas intelektual, diberikan terapi remedial. Pada autisme dapat
dilakukan terapi sensori integrasi, terapi floor time, terapi okupasi, terapi perilaku,
terapi wicara, dan lain-lain, bergantung pada kebutuhan anak. Obat-obatan hanya
diberikan bila diperlukan. Anak yang menunjukkan perilaku agresif, tantrum
berlebihan, dan menyakiti diri sendiri memerlukan obat untuk menekan perilaku
tersebut. Bila anak sudah mulai berinteraksi cukup baik barulah diberikan terapi
wicara. Pemakaian bahasa di rumah sebaiknya diseragamkan sehingga dapat
membantu anak menguasai satu bahasa terlebih dahulu. Pengalaman menunjukkan
bahwa mengajarkan orang tua untuk bermain dan berinteraksi dengan anak sangat
membantu pada kasus keterlambatan bahasa ekspresif. Hasil terapi biasanya baru
terlihat setelah beberapa bulan. Perlu dilakukan evaluasi setiap 3-6 bulan untuk
melihat hasil terapi yang telah diberikan; apakah program terapi perlu ditambah,
dikurangi, atau diubah sesuai dengan keadaan dan kebutuhan anak saat itu.9

3.7 Prognosis
Prognosis gangguan bicara pada anak tergantung pada penyebabnya. Dengan
perbaikan masalah medis seperti tuli konduksi dapat menghasilkan perkembangan
bahasa yang normal pada anak yang tidak retardasi mental. Sedangkan
perkembangan bahasa dan kognitif pada anak dengan gengguan pendengaran sensoris
bervariasi. Dikatakan bahwa anak dengan gangguan fonologi biasanya prognosisnya

32
lebih baik. Sedangkan ganggan bicara pada anak yang intelegensianya normal
perkembangan bahasanya lebih baik daripada anak yang retardasi mental. Tetapi
pada anak dengan gangguan yang multipel, terutama dengan gangguan pemahaman,
gangguan bicara ekspresif, atau kemampuan naratif yang tidak berkembang pada usia
4 tahun, mempunyai gangguan bahasa yang menetap pada umur 5,5 tahun.5,6
Anak-anak usia 2 tahun dengan keterlambatan bahasa ekspresif, 2-5 kali lebih
berisiko gangguan bahasa menetap pada akhir prasekolah sampai sekolah dasar
dibandingkan anak tanpa keterlambatan bahasa ekspresif.3 Gangguan perhatian dan
kesulitan berinteraksi sosial lebih sering terjadi pada anak dengan
gangguan bicara dan bahasa yang menetap sampai melewati usia 5,5 tahun. Anak
dengan gangguan bicara dan bahasa pada usia 7,5 sampai 13 tahun terbukti memiliki
gangguan keterampilan menulis, kesulitan pengejaan, dan penggunaan tanda baca
dibandingkan anak-anak tanpa gangguan bicara dan bahasa.8

33
BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Anamnesis
Teori Fakta
- Anak dinilai mempunyai - Keluhan lambat bicara.
keterlambatan dalam berbicara jika - Anak sudah usia 3 tahun 9 bulan
perkembangan bicara secara namun bicara hanya sepotong
signifikan berada di bawah normal sepotong kata.
dibandingkan anak seusianya. - Mulai bisa mengatakan kata kata
Gangguan berbicara dan berbahasa sejak usia 1.5 tahun.
adalah masalah yang sangat umum - Kata kata yang diucapkan lebih
pada anak usia 3-5 tahun. sering meniru pada tayangan TV
- Bahasa reseptif adalah kemampuan yang sering ditonton.
untuk mengerti apa yang dilihat dan - Anak tidak bisa mengungkapkan
apa yang didengar. Bahasa ekspresif menggunakan kata kata apa yang
adalah kemampuan untuk anak inginkan. Ketika
berkomunikasi secara simbolis baik menginginkan sesuatu anak
visual (menulis, memberi tanda) cenderung menunjuk barang barang
atau auditorik. yang diinginkan dan apabila tidak
- Keterlambatan dalam gangguan dituruti akan marah marah.
perkembangan berbicara dapat - Keluhan lain yaitu anak mudah
merupakan gejala dari berbagai marah dan tidak mau diam.
penyakit, seperti keterbelakangan - Anak sering marah apabila
mental, gangguan pendengaran, kemauan tidak dituruti.
gangguan bahasa ekspresif, kurang - Anak juga sangat aktif, tidak bisa
psikososial, autisme, bisu elektif, diam dan tidak bisa menerima
afasia reseptif, dan cerebral palsy. perintah atau instruksi yang

34
diberikan oleh orang tua.
- Anak suka membanting barang
barang dan tidak mau fokus apabila
diajari.

4.2 Faktor Risiko


Teori Fakta
Penyebab gangguan bicara : - Anak diasuh oleh orang tua
1. Gangguan pendengaran - Bahasa yang digunakan sehari hari
2. Retardasi mental adalah bahasa indonesia.
3. Autisme - Anak sering bermain gadget apabila
4. Sebagai bagian dari gangguan ditinggal orang tua untuk mengurus
perkembangan menyeluruh rumah.
(global developmental delay), - Anak juga sering menonton
gangguan neurologis misalnya tayangan TV apabila ditinggal.
palsi serebral, atau deprivasi Menonton TV lebih dari 3 jam
psikososial selama sehari.
5. Developmental language - Anak lahir cukup bulan, berat badan
disorder atau gangguan bahasa 3.100 gram, tidak ada yang
dalam masa perkembangan mengalami keluhan serupa
Selain itu ada factor internal dan factor dikeluarga.
eksternal meliputi :
Internal : persepsi, kognisi, genetic,
prematuritas
Eksternal : pola asuh, lingkungan
verbal, social ekonomi

4.1.3 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


Teori Fakta
Pemeriksaan fisik untuk Pemeriksaan Fisik
mengungkapkan penyebab lain dari BB : 14kg
gangguan bahasa. Apakah ada TB : 97 cm
mikrosefali, anomali telinga luar, otitis Status Gizi
media yang berulang, sindrom William BB/U : 2SD s/d -2SD (Gizi Baik)
(fasies Elfin, perawakan pendek, TB/U : 2SD s/d -2SD (Normal)
35
kelainan jantung, langkah yang tidak BB/PB : 2SD s/d -2SD (Normal)
mantap), celah palatum dan lain-lain. Tanda Vital :
Instrumen penyaring : untuk menilai Nadi : 120 kali/menit
gangguan perkembangan bahasa. Pernapasan : 25 kali/menit
Misalnya Early Language Milestone Suhu : 36.5 C
Scale (Coplan dan Gleason), atau Status Generalis : dalam batas normal
DDST (pada Denver II penilaian pada Pemeriksaan Penunjang
sektor bahasa lebih banyak dari pada Denver II : Keterlambatan di area
DDST yang lama) atau Reseptive- bahasa dan personal sosial
Expresive Emergent Language Scale. Abbreviated Conners Ratting Scale : 19
Early Language Milestone Scale cukup
sentitif dan spesifik untuk
mengidentifikasi gangguan bicara pada
anak kurang dari 3 tahun.
Pemeriksaan penunjang lain digunakan
apabila terdapat indikasi.

4.1.4 Penatalaksanaan
Teori Fakta
- Tata laksana tergantung diagnosis  Pola Asuh
dan penyebabnya.  Stop TV dan Gadget
- Terapi melibatkan tim yang terdiri  Stimulasi sesuai usia
dari dokter, psikolog, terapis, dan  Cebazim 1x1000mg
orang tua.
- Bila keterlambatan bicara
disebabkan gangguan pendengaran,
dapat dipasang alat bantu dengar
atau implan koklea sesuai kerusakan
organ yang terjadi.
- Bila disebabkan disabilitas
intelektual, diberikan terapi
remedial.
- Pada autisme dapat dilakukan terapi
sensori integrasi, terapi floor time,

36
terapi okupasi, terapi perilaku,
terapi wicara, dan lain-lain,
bergantung pada kebutuhan anak.
- Obat-obatan hanya diberikan bila
diperlukan.
- Anak yang menunjukkan perilaku
agresif, tantrum berlebihan, dan
menyakiti diri sendiri memerlukan
obat untuk menekan perilaku
tersebut.
- Bila anak sudah mulai berinteraksi
cukup baik barulah diberikan terapi
wicara.
- Pemakaian bahasa di rumah
sebaiknya diseragamkan
- Mengajarkan orang tua untuk
bermain dan berinteraksi dengan
anak pada kasus keterlambatan
bahasa ekspresif.
- Evaluasi setiap 3-6 bulan untuk
melihat hasil terapi yang telah
diberikan

37
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Hasil refleksi kasus ini, dapat disimpulkan bahwa pasien an. MF, usia 3 tahun
9 bulan, datang dengan keluhan terlambat bicara. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang, didapatkan diagnosis gangguan bicara ekspresif-represif
dan risiko ADHD. Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan
penatalaksanaan telah sesuai dengan teori.

5.2 Saran
Penulis menyadari bahwa masih banyaknya kekurangan atas penyusunan
reflesi kasus ini, sehingga diharapkan sekali kepada rekan-rekan sejawat sekalian atas
kritik dan saran yang membangun demi bertambahnya khasanah ilmu pengetahuan
kita bersama.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Alwi H, Sugono D, Adiwinata SS. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi


ketiga, Departement Pendidikan Nasional. Jakarta: Balai pustaka;2005.
2. Victor M, Ropper AH. Priciples of Neurology Adams and Victor’s, seventh
edition. McGraw-Hill.2001.
3. Attila, D., Widjaja, J. A., Tjandrajani, A., & Burhany, A. (2012).
Karakteristik Keterlambatan Bicara di Klinik Khusus Tumbuh Kembang
Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Tahun 2008 - 2009. Saripediatri,
230-234.
4. Suparmiati, A., Ismail, D., & Sitaresmi, M. N. (2013). Hubungan Ibu Bekerja
dengan Keterlambatan Bicara pada Anak. Saripediatri, 288-291.
5. Ranuh IG, penyunting. Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja; Edis
i I. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, Sagung Seto, 2002; 91
6. Soetjiningsih. Gangguan bicara dan bahasa pada anak. Tumbuh kembang ana
k. Jakarta EGC, 1995 ; 23740
7. Markum, AH. Gangguan perkembangan berbahasa. Dalam : Markum, Ismael 
S, Alatas H, Akib A, Firmansyah A, Sastroasmoro S, editor. Buku ajar ilmu k
esehatan anak. Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1991; 5669
8. Hartanto, W. S. (2018). Deteksi Keterlambatan Bicara dan Bahasa pada Anak.
CDK, 545-549.
9. Pusponegoro, H. D. (2014). What to do when you find a child with speech.
IDI Cabang DKI Jakarta, 70-79.
10. Soedjatmiko. Deteksi dini gangguan tumbuh kembang balita. Sari Pediatri 20
05; 3. 
11. Guyton AC, Hall JE. Dalam : Irawati Setyawan, penyunting. Buku ajar fisiolo
gi kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC, 2005 ; 90919
12. Virginia W, Meredith G, Dalam : Adam, boeis highler. Gangguan bicara dan 
bahasa. Buku ajar penyakit telinga, hidung, tenggorok. Edisi 6. Jakarta : EGC, 
1997 ; 397410.
13. Kaplan,   Harold   I.   Gangguan   komunikasi.   Dalam   :   I   Made   Wiguna,
editor. Sinopsis  psikiatri  :  Bina  Rupa  Aksara, 1997 ; 76682

39
40

Anda mungkin juga menyukai