Anda di halaman 1dari 8

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

“PENGARUH TERAPI AIUEO TERHADAP KEMAMPUAN BICARA PASIEN


STROKE YANG MENGALAMI AFASIA MOTORIK”

Dosen Pengampu :
Ns. Rani Lisa Indra, M.Kep., Sp.Kep.M.B

Disusun Oleh : Kelompok 8


Lydia Prastika Pratami Yeti 19031034
Widya Aprilia Ningsih 19031035
Eka Febriyani 19031071
Muhammad Ramadani 19031073

PROGRAM STUDI SI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
U NIVERSITAS HANG TUAH PEKANBARU
2022/2023
ANALISA PICOT EBN PERSYARAFAN

Judul Penelitian PENGARUH TERAPI AIUEO TERHADAP KEMAMPUAN


BICARA PASIEN STROKE YANG MENGALAMI AFASIA
MOTORIK

Journal of Telenursing (JOTING) Volume 1, Nomor 2,


Desember 2019
e-ISSN: 2684-8988
p-ISSN: 2684-8996
DOI: https://doi.org/10.31539/joting.v1i2.787
Nama Peneliti Afnijar Wahyu, Liza Wati, Murad Fajri
Publikasi Penelitian Desember 2019
Population (P) Penelitian ini merupakan penelitian quasi experimental dengan
menggunakan nonequivalen control group design dipilih satu
kelompok, selanjutnya dari satu kelompok tersebut yang
setengah diberi perlakuan terapi AIUEO selama 1 bulan dan
setengah lagi tidak. Sampel yang diambil dalam penelitian ini
adalah purposive sampling. Penelitian bini dilakukan di RSUD
Ahmad Thabib Tanjung pinang dengan menggunakan total
sampling dengan samel sebanyak 18 responden. Setelah jumlah
sampel ditetapkan, maka jumlah sampel akan menjadi 2
kelompok penelitian yaitu terdiri dari 9 kelompok perlakuan dan
9 kelompok kontrol. Hal ini sesuai dengan rancangan penelitian
yang digunakan yaitu rancangan nonequivalent control group
design.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji wilcoxon
test yaitu untuk melihat pengaruh kemampuan bicara pasien
stroke yang mengalami afasia motorik sebelum dan sesudah
terapi AIUEO pada kelompok perlakuan di RSUD Ahmad
Thabib Tanjung pinang dan pengaruh kemampuan bicara pasien
stroke yang mengalami afasia motorik sebelum dan sesudah
terapi AIUEO pada kelompok kontrol di RSUD Ahmad Thabib
Tanjung pinang, sedangkan untuk mengetahui pengaruh
kemampuan bicara.
Intervention (I) Gambaran kemampuan bicara kelompok perlakuan sebelum dan
sesudah dberikan terapi AIUEO pada pasien stroke yang
mengalami afasia motorik di RSUD Ahmad Thabib
Tanjungpinang selama 1 bulan didapatkan responden sebagian
besar yang memiliki kemampuan bicara baik.
Gambaran kemampuan bicara kelompok kontrol sebelum dan
sesudah terapi AIUEO pada pasien stroke yang mengalami afasia
motorik di RSUD Ahmad Thabib Tanjung pinang didapatkan
terjadi peningkatan kemampuan bicara saat diberikan post test.
Diketahui adanya pengaruh kemampuan bicara pasien stroke
dengan afasia motorik sebelum dan sesudah terapi AIUEO pada
kelompok perlakuan di RSUD Ahmad Thabib Tanjung pinang.
Diketahui adanya pengaruh kemampuan bicara pasien stroke
dengan afasia motorik sebelum dan sesudah terapi AIUEO pada
kelompok kontrol di RSUD Ahmad Thabib Tanjung pinang.
Diketahui adanya pengaruh terapi AIUEO terhadap kemampuan
bicara pasien stroke dengan afasia motorik pada kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol di RSUD Ahmad Thabib
Tanjung pinang.
Comparison (C) Tidak ada perbandingan dalam jurnal ini
Outcomes (O) Kemampuan bicara kelompok perlakuan sebelum dan sesudah
diberikan terapi AIUEO pada pasien stroke yang mengalami
afasia motorik di RSUD Ahmad Thabib Tanjungpinang. Terjadi
peningkatan kemampuan bicara pada kelompok perlakuan
sebelum dan sesudah dilakukan terapi AIUEO. Dari 9 responden
pada kelompok perlakuan pada saat pre-test didapat 89%
responden berkemampuan bicara sedang.
Hasil pada saat post-test didapat 78% responden berkemampuan
bicara baik. Hal ini terlihat jelas terdapat peningkatan yang
signifikan pada kelompok perlakuan setelah dilakukan terapi
AIUEO selama 1 bulan.
Hal ini juga sejalan dengan teori yang dinyatakan oleh Sunardi
(2006) dalam Speech Therapy (Terapi Wicara) Post
Laringotomy, yaitu salah satu bentuk terapi rehabilitasi gangguan
afasia adalah dengan memberikan terapi wicara salah satunya
terapi AIUEO.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kelompok
kontrol yang tidak diberikan terapi AIUEO tidak dapat
mengalami perkembangan. Hal ini didorong oleh beberapa faktor
antara lain adanya sebagian pasien mengalami gangguan fungsi
kognitif yang membuat pasien merasa tidak mampu untuk
bersosialisasi seperti sebelumnya dan hal ini bisa membuat
seorang penderita stroke mengalami penurunan motivasi untuk
pulih. Dikarenakan setiap individu memiliki sifat yang unik, ada
sebagian orang memiliki tingkat motivasi yang rendah dan
sebagian yang tinggi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Dwi et al., (2014)
menyatakan bahwa terdapat peningkatan terapi wicara AIUEO
pada pasien dengan afasia motorik dengan p- value 0,000.
Responden lebih efektif diberikan terapi AIUEO karena
responden lebih mudah untuk menirukan pembentukan vokal,
gerak lidah bibir, rahang. Terapi AIUEO merupakan tindakan
yang diberikan kepada individu yang mengalami gangguan
komunikasi. gangguan bahasa dan gangguan bicara yang dibahas
berfokus pada terapi bicara pada pasien dengan masalah-masalah
dengan neurologis, di antaranya pasca stroke.

Time (T) Selama 1 bulan

ADVOKASI PERAWAT
PADA PERSYARAFAN

1. Judul Jurnal :
Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Peran Advokasi Perawat dalam Proses
Informed Consent di Ruang Rawat Inap
2. Nama Peneliti :

a. Dedi Adha

b. Zulham Efendi

c. Afrizal

d. Asriwan Guci

e. Yulia Fitri
3. Publikasi Penelitian :
1 April 2022

4. Hasil Analisa :
1) Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pelaksanaan Peran Advokasi Dalam
Proses Informed Consent
Menurut teori Notoadmodjo yang dikutip oleh Wawan (2011) bahwa pengetahuan
sangat erat hubungannya dengan tingkat pendidikan, dimana diharapkan bahwa
dengan pendidikan tinggi maka akan semakin luas pengetahuannya.

2) Hubungan Pengetahuan dengan Pelaksanaan Peran Advokasi Perawat Dalam


Proses Informed Consent
Perawat harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan. Dengan meningkatnya
pengetahuan perawat maka pelaksanaan advokasi akan semakin optimal dan
kesalahan dalam pemberian informasi dan hal yang dapat membahayakan pasien

3) Hubungan Kepemimpinan Dokter dengan Pelaksanaan Peran Advokasi


Perawat Dalam Proses Informed Consent
Perawat memiliki peran sebagai advokat dalam proses pelaksanaan informed consent,
tetapi kenyataannya perawat belum dapat melaksanakan peran ini secara optimal
sesuai dengan standard praktik keperawatan. Pelaksanaan informed consent hanya
difokuskan untuk mendapatkan tanda tangan dari pasien, dan dokter memilih perawat
bertindak sebagai delegasi mereka. Perawat hanya melakukan pendelegasian dokter
dan bukan bertindak sebagai advokat yang sesuai dengan perannya sebagai seorang
perawat.

4) Hubungan Kode Etik dengan Pelaksanaan Peran Advokasi Perawat Dalam


Proses Informed Consen
Kurang jelas ataupun kurang spesifiknya mengenai pemberian informed consent
membuat perawat kurang paham. Kurangnya tindak lanjut dari analisi informed
consent ini juga membuat tenaga kesehatan khususnya perawat tidak ada melakukan
perbaikan atas masalah pelaksanaan informed consent (Rose Satiti et al., 2015).

KESIMPULAN DAN ALASAN KAMI MENGAMBIL JURNAL INI

1. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pelaksanaan Peran Advokasi Dalam


Proses Informed Consent
Kami menyimpulakn berdasarkan EBN kami yaitu ” Pengaruh Terapi AIUEO
Terhadap Kemampuan Bicara Pasien Stroke Yang Mengalami Afasia Motorik “:
dengan adanya pengetahuan dari hasil pendidikan yang ditempuh selama 5 tahun
diperkuliah akan berdampak besar kepada pasien yaitu tentang edukasi atau
intervensi yang diberikan misalnya tidak salah info kepada pasien

2. Hubungan Pengetahuan dengan Pelaksanaan Peran Advokasi Perawat Dalam


Proses Informed Consent
Kami menyimpulakn berdasarkan EBN kami yaitu ” Pengaruh Terapi AIUEO
Terhadap Kemampuan Bicara Pasien Stroke Yang Mengalami Afasia Motorik :
dengan adanya pengetahuan dan keterampilan maka pelaksanaan advokasi akan
semakin optimal dan kesalahan dalam pemberian informasi dan hal yang dapat
membahayakan pasien

3. Hubungan Kepemimpinan Dokter dengan Pelaksanaan Peran Advokasi


Perawat Dalam Proses Informed Consent
Kami menyimpulakn berdasarkan EBN kami yaitu ” Pengaruh Terapi AIUEO
Terhadap Kemampuan Bicara Pasien Stroke Yang Mengalami Afasia Motorik” dan
dihubungkan ke analisa kasus yaitu : Perawat harus memiliki rasa kolaborasi yang
kuat kepada sesama tenaga medis, terutama dokter. Karna apabila tidak ada
kolaborasi yang efektif kepada sesama maka advokasi tidak dapat dijalankan

4. Hubungan Kode Etik dengan Pelaksanaan Peran Advokasi Perawat Dalam


Proses Informed Consen
Kami menyimpulakn berdasarkan EBN kami yaitu ” Pengaruh Terapi AIUEO
Terhadap Kemampuan Bicara Pasien Stroke Yang Mengalami Afasia Motorik”: kode
etik harus ada antar sesama perawat dan tenaga kesehatan. Baik itu dalam hal Berbuat
baik (Beneficience), Keadilan (Justice), Tidak merugikan (Nonmaleficience),
Kejujuran (Veracity), Menepati janji (Fidelity), Kerahasiaan (Confidentiality), dan
Akuntabilitas (Accountability) Semua ini harus dilakukan agar advokasi dapat
berjalan dengan baik

Anda mungkin juga menyukai