Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN AKHIR

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL

OLEH:
Rizky Lukman Saputra, S.Kep
NIM 222311101091

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2022

i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI

Laporan akhir pembelajaran Stase Medikal pada Program Studi Pendidikan


Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Jember yang disusun oleh:
Nama : Rizky Lukman Saputra
NIM : 222311101091

Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada


Hari :
Tanggal :

Mengetahui

Koordinator Program Studi PJMK

Ns. Erti Ikhtiarini Dewi, M.Kep., Sp.Kep.K Dr. Ns. Rondhianto, M.Kep.
NIP.19820314 200604 2 002 NIP. 198303242006041002

Menyetujui,
Wakil Dekan I

Ns. Anisah Ardiana, M.Kep., Ph.D


NIP. 19800417 200604 2 002

2
HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan pembelajaran Profesi Ners Stase Keperawatan Dasar Profesi oleh:

Nama : Rizky Lukman Saputra


NIM : 222311101091
Kelompok : A1
Ruang : Gardena
Rumah Sakit : RSUD dr. Soebandi Jember

Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:


Hari :
Tanggal :

Jember 2022
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Dr. Ns. Rondhianto, M.kep Ns. Sujarwanto, S.Kep., M.Si


NIP. 198303242006041002 NIP. 197102211996031003

3
DAFTAR ISI

4
BAB 1. KONSEP TEORI

1.1 Review Anatomi Fisiologi


Anatomi Fisiologi Pembuluh Darah

Gambar 1 Pembuluh Darah Normal


Sumber: klikdokter.com

Pada umumnya kondisi pembuluh darah normal tampak seperti gambar 1.


Pembuluh darah dibagi menjadi 3 yaitu:
1) Pembuluh darah Arteri
Arteri merupakan pembuluh darah yang kaya akan kandungan oksigen O 2
yang dialirkan ke seluruh tubuh, kecuali arteri pulmonalis. Arteri memiliki
dinding yang terdiri dari 3 lapisan dan tersusun kuat serta elastis. Adapun
lapisan tersebut dari dalam ke luar yaitu yaitu tunika/ interna. Lapisan
interna memiliki sifat halus, tipis, dan tipis yang dilapisi oleh jaringan
epitelium skuamosa. Lapisan kedua yaitu tunika media. Lapisan ini terdiri
dari otot polos dan sebagian jaringan fibrosa. Pada arteri yang memiliki
ukuran besar, jumlah serat elastis menjadi lebih banyak begitu pun dengan
sebaliknya. Lapisan terluar yaitu tunika eksterna atau adventisia. Dimana
lapisan ini terdiri dari jaringan fibrosa yang berfungsi untuk melindungi
pembuluh darah.
2) Pembuluh darah Vena
Vena adalah pembuluh darah yang kaya akan karbondioksida CO 2 dari
seluruh tubuh menuju jantung. Dinding pembuluh darah vena lebih tipis
dibandingkan dengan pembuluh darah arteri akan tetapi tetap memiliki

5
tiga lapisan jaringan yang sama. Hal ini disebabkan vena memiliki sedikit
otot dan jaringan elastis di tunika media sebab vena membawa darah
dengan tekanan yang lebih rendah daripada arteri. Saat vena terpotong,
vena akan mengalami kolaps sementara arteri yang pada dasarnya
memiliki dinding lebih tebal akan tetap terbuka. Sebagian dari pembuluh
vena mempunyai katup yang digunakan untuk mencegah aliran darah balik
serta memastikan darah mengalir ke jantung. Pintu atau kuspid berbentuk
semilunar dengan cekungan menonjol ke jantung. Katup vena banyak
ditemukan pada daerah ekstremitas, terutama ekstremitas bagian bawah
dimana darah harus mengalir melawan arah gravitasi. Vena terkecil
disebut dengan venul.
3) Pembuluh darah Kapiler
Arteriol atau pembuluh arteri yang memiliki ukuran paling kecil serta
bercabang menjadi sejumlah pembuluh darah panjang yang disebut
kapiler. Dinding pembuluih kapiler terdiri dari lapisan tunggal sel
endotelium yang memiliki membrane dasar tipis, yang dapat dilalui oleh
air dan substansi molekul kecil lain. Molekul besar seperti protein plasma
tidak dapat menembus dinding kapiler. Kapiler akan membentuk jaringan
pembuluh darah tipis dan besar yang berfungsi menghubungkan arteriol
terkecil dengan venul. Kapiler terdiri dari datu lapisan jaringan epitelium
skuamosa. Kapiler berfungsi sebagai pertukaran oksigen dan nutrien
dengan materi sisa secara osmosis.
Anatomi Fisiologi Organ Jantung

Gambar 2. Organ Jantung


Sumber:6Alodokter
Jantung termasuk salah satu ke organ vital tubuh, berbentuk kerucut yang
berongga. Jantung terletak di intercosta 2 (bagian basal) dan intercosta 5 (bagian
apeks). Jantung terdiri dari 3 lapisan jaringan, yaitu perikardium, miokardium, dan
endokardium. Jantung dibagi menjadi sisi kanan dan kiri yang dipisahkan oleh
septum. Setiap sisi dipisahkan oleh katup antrioventrikular ke serambi atas yaitu
atrium, dan bilik bawah yaitu ventrikel. Katup antrioventrikular dibentuk oleh
lipatan ganda endokardium yang diperkuat oleh jaringan fibrosa kecil.
Katup antrioventrikular kanan (katup trikuspid) memiliki tiga lembar daun
katup, sedangkan katup antrioventrikular kiri (katup mitral) memiliki dua lembar
daun katup. Aliran darah di jantung satu arah, darah masuk ke jantung melalui
atrium dan ventrikel dibawahnya. Suplai darah ke jantung dibantu oleh darah
arteri, yaitu arteri koronaria kanan dan arteri koronaria kiri, yang bercabang dari
aorta dengan segera ke bagian distal katup aortik.

1.2 Definisi
Hubungan jantung dan hati dalam berbagai penyakit masih sedikit yang
diketahui. Berbagai studi yang mempelajari fenomena tersebut sudah dilakukan
sejak awal abad ke -20. Hubungan kedua organ ini belum dibahas secara
komprehensif pada buku-buku teks kardiologi, penyakit hati, atau ilmu penyakit
dalam. Pada penderita gagal jantung, sering terdapat gejala yang berhubungan
dengan hati seperti distensi abdomen, nyeri perut kanan atas yang hilang timbul,
mual, atau lemah. Terkadang keluhan-keluhan ini dievaluasi sebagai kelainan
gastrointestinal primer tanpa mempertimbangkan kondisi patologis primer
jantung. Nilai abnormal hasil pemeriksaan laboratoritum fungsi hati pada pasien
gagal jantung juga sering ditemukan. Hubungan penyakit jantung dan hati dapat
diklasifikasikan menjadi: penyakit hati akibat penyakit jantung, penyakit jantung
akibat penyakit hati, dan penyakit/kondisi yang menyebabkan penyakit jantung
dan hati (Kusmana, 2016).
Congestive Hepatopati atau yang disebut dengan cardiac cirrhosis merupakan
gangguan hati yang terjadi pada kondisi gagal jantung kanan. Kelainan hati dalam
perjalanan gagal jantung sudah lama diketahui, namun studi yang menjelaskan
hubungan ini relatif sedikit, dan hasilnya sering berbeda-beda. Hal ini dikarenakan

7
etiologi ghagal jantung yang telah mengalami perubahan, dari awalnya
berhubungan dengan penyakit katup rematik, sekarang lebih banyak karena
kardiomiopati iskemik. Istilah cardiac cirrhosis merupakan congestive hepatopati
yang menimbulkan fibrosis hati. Namun, hasil pengobatan medis yang efisien
membuat kondisi ini menjadi jarang terjadi. Saat ini, terminology congestive
hepatophaty lebih tepat digunakan menggantikan cardiac cirrhosis. Congestive
hepatophaty terjadi pada gagal jantung akut ataupun kronis, sehingga dapat
ditemukan pada kebanyakan kasus (Kusmana, 2016).

1.3 Epidemiologi

Setiap penyebab gagal jantung kanan (misalnya, perikarditis konstriktif,


stenosis mitral, regurgitasi trikuspid berat, penyakit jantung bawaan, atau
kardiomiopati stadium akhir) dapat menyebabkan CH (Congestive Hepatopati).
Meluasnya penggunaan transplantasi jantung (Heart Transplantation (HT)) dan
kemajuan besar dalam perawatan medis dan bedah telah secara signifikan
mengubah profil pasien yang menderita CH. Dengan demikian, dibandingkan
dengan laporan sebelumnya, sirosis jantung karena HF non-kongenital menurun,
kardiomiopati iskemik sekarang menjadi penyebab utama HF setelah melampaui
HF rematik, dan CH setelah operasi Fontan meningkat (Berrada, El Mouhadi, &
Arrivé, 2020)
Pembedahan terakhir digunakan untuk mengobati beberapa penyakit jantung
bawaan yang kompleks dengan ventrikel tunggal yang fungsional (misalnya,
atresia trikuspid atau mitral dan sindrom hipoplastik jantung kiri atau kanan).
Biasanya dilakukan pada anak-anak 2 sampai 5 tahun di mana koneksi
cavopulmonary superior sebelumnya telah dilakukan melalui prosedur Glenn.
Teknik Fontan kemudian menciptakan koneksi cavopulmonary total dengan
menanamkan shunt bedah untuk mengalihkan darah dari vena cava inferior dan
superior ke arteri pulmonalis, yang secara pasif membawa darah ke ruang
ventrikel tunggal. Bypass ini menyebabkan kongesti vena hepatik kronis akibat
aliran nonpulsatil bertekanan tinggi di vena cava inferior. Kurangnya ventrikel
subpulmonal juga menyebabkan berkurangnya preload jantung untuk ventrikel

8
sistemik, yang mengakibatkan curah jantung yang rendah secara kronis.
Perubahan hemodinamik ini bersama dengan karakteristik saturasi oksigen darah
arteri rendah yang ringan bertanggung jawab atas kerusakan yang dapat
mempengaruhi hampir semua organ. Sejauh menyangkut hati, perubahan
fungsional dan struktural yang berkembang secara sistematis setelah operasi ini
disebut sebagai penyakit hati terkait Fontan. Riwayat alamiahnya kurang
dipahami, dan kami saat ini tidak dapat memprediksi dan mengidentifikasi dengan
benar pasien yang akan mengembangkan penyakit hati lanjut yang signifikan
secara klinis (Berrada et al., 2020).
Pada HF non-kongenital, tidak ada data yang dapat dipercaya tentang
prevalensi CH, bahkan lebih sedikit data solid mengenai stadium penyakit hati.
Hal ini terutama disebabkan oleh terbatasnya teknik tervalidasi yang tersedia
untuk mendiagnosis dan, khususnya, stadium penyakit. Studi menggunakan tes
darah hati telah menggambarkan angka prevalensi CH mulai dari 15 sampai 80%,
tergantung pada tingkat keparahan HF. Namun, tes darah hati tidak secara akurat
mendiagnosis CH atau mencerminkan stadium penyakit hati (Berrada et al.,
2020).

1.4 Etiologi
Penyebab CH antara lain semua kondisi yang menyebabkan penyumbatan
pasif akibat peningkatan tekanan ventrikel kanan dan gagal jantung kanan, yaitu:
pericarditis konstriktif, hipertensi arteri pulmonal berat, stenosis mitral,
regurgitasi tricuspid, cor-pulmonale, kardiomiopati iskemik, pasca-operasi dengan
prosedur fontan untuk atresia pulmonal, dan sindrom jantung kiri hypoplasia.
Congestive hepatopathy disebabkan oleh dekompensasi ventrikel kanan jantung
atau gagal jantung biventrikular. Dimana terjadi peningkatan tekanan atrium
kanan ke hati melalui vena kava inferior dan vena hepatik. Ini merupakan
komplikasi umum dari gagal jantung kongestif, dimana akibat anatomi yang
berdekatan terjadi peningkatan tekanan vena sentral secara langsung dari atrium
kanan ke vena hepatik (Nowak, 2004; Gore, 1994)

1.5 Patofisiologi

9
Pada gagal jantung kronis terjadi mekanisme kegagalan mundur (backward
failure), yakni kondisi kerusakan jantung yang berkembang kea rah berlawanan
dair aliran darah di jantung. Pada keadaan ini trjadi: (1) Peningkatan tekanan vena
karena disfungsi ventrikel kanan mengakibatkan atrofi hepatosit dan edema
perisinusoid, sehingga mengganggu difusi oksigen dan nutrient ke hepatosit.
Peningkatan tekanan pengisian jantung kanan ditransmisikan ke sinusoid jantung
kanan ditransmisikan ke sinusoid hati sentrilobular yang akan menekan struktut
lobules, yaitu kanalikuli dan duktus biliaris karena merusak sel endotel dan ikatan
kuat intrahepatosit yang memisahkan rongga ekstravaskuler dari kanalikuli
biliaris, sehingga terjadi kolestasis. Ditambah terjadinya peningkatan
pembentukan limfe hati yang juga akibat kegagalan mundur, akan menghasilkan
asites saat laju roduksi nya melebihi kemampuan drainase. (2) Terjadinya stagnasi
aliran darah, thrombosis di sinusoid, venula, dan jalur vena porta, beranjut
timbulnya aktivasi fibroblast dan deposisi kolagen, akhirnya terjadi fibrosis hati
(Kusmana, 2016).

1.6 Manifestasi Klinis


Kondisi gagal jantung kanan dapat asimptomasis. Gejala nyeri ringan dan
tumpul di perut kanan atas disebabkan peregangan kapsul hati. Pada pasien gagal
jantung kanan kronis paling sering ditemukan hepatomegaly dengan batas halus
dan tegas disertai edema perifer. Pemeriksaan tekanan vena jugularis (JVP)
penting karena pada kondisi ini terjadi refluks hepatojugular, sehingga JVP
menigngkat. Asiter terjadi pada hampir 25% pasien dan splenomegaly biasanya
tidak ditemukan. Beberapa pasien merasa lemah, mual, muntah, dan nokturia.
Ikterus jarang dilaporkan. Bila kegagalan jantung kanan diawali gagal jantung
kiri, pasien mengalami gagal jantung biventrikel. Pada kondisi ini, dapat muncul
gejala gagal jantung kiri seperti sesak saat beraktivitas (dyspnea deffort), sesak
malam hari (paroxysmal nocturnal dyspnea), sesak saat berbaring (orthopnea),
mengi, dan mudah lelah (Kusmana, 2016).
CH mungkin asimtomatik untuk waktu yang lama dan pada pasien ini satu-
satunya petunjuk untuk mencurigai kehadirannya mungkin melalui kelainan pada
tes hati. Ketika bergejala, gejala pencernaan biasanya tertutup oleh gejala yang

10
berhubungan dengan HF sisi kanan. Peregangan kapsul hati karena kongesti hepar
bertanggung jawab atas beberapa gejala pencernaan seperti nyeri kuadran kanan
atas yang tumpul dan mual. Gejala lain termasuk anoreksia, cepat kenyang, dan
malaise. Sebagai catatan, semuanya dapat terjadi tanpa adanya asites yang nyata
atau edema ekstremitas bawah. Pemeriksaan fisik mungkin sering menunjukkan
hepatomegali dan tanda-tanda gagal jantung, termasuk refluks hepatojugularis,
edema perifer, dan asites. Yang terakhir adalah temuan yang sering dan tidak
perlu menunjukkan bahwa sirosis jantung telah berkembang. Hal ini paling sering
disebabkan oleh peningkatan tekanan jantung sisi kanan yang mengenai jaringan
sinusoidal. Memang, dalam serangkaian 83 pasien dengan CH yang hanya satu
memiliki sirosis jantung, hingga 57% memiliki asites dan kehadirannya tidak ada
hubungannya dengan tingkat fibrosis hati. Komplikasi klasik dari sirosis
(misalnya, ensefalopati hepatik atau hepatokarsinoma) terjadi pada tahap akhir
sirosis jantung, dan pada akhirnya dapat menjadi sama pentingnya secara klinis
dengan penyakit jantung dan semakin mempersulit pengelolaannya. Berkat
kemajuan dalam perawatan medis dan bedah, skenario klinis ini menjadi lebih
sering, karena kelangsungan hidup yang lebih lama dari pasien dengan sirosis
jantung meningkatkan kemungkinan berkembang menjadi sirosis dekompensasi
atau mengembangkan hepatokarsinoma (Berrada et al., 2020)

1.7 Pemeriksaan Penunjang


Pada CH sering ditemukan peningkatan parameter biokimia fungsi hati
sebesar 2-3 kali batas normal atas, termasuk AST/aspartate aminotransferase
(SGOT/Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase), ALT/alanine
aminotransferase (SGPT/ Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase),
ALT/alanine aminotransaminase), LDH (Lactate Dehydrogenase, GGT (Gamma-
Glutamyl Transpeptidase), dan ALP (Alkaline Phospate). Hiperbilirubinemia
akibat peningkatan bilirubin terkonjugasi dan tidak terkonjugasi juga sering
didapat; kadar bilirubin total jarang mencapai >3 mg/dL. Peningkatan GGT, ALP,
dan bilirubin juga menunjukkan kolestasis. Derajat keparahan kolestasis
berhubungan dengan keparahan gagal jantung, peningkatan tekanan atrium kanan,

11
regurgitasi tricuspid, dan peningkatan serum BNP (brain Natriuretic Peptide),
yaitu polipeptida yang disekresikan ventrikel jantung sebagai respons terhadap
peregangan otot jantung berlebihan. Kongesti hati kronis juga akan menyebabkan
perpanjangan prothombin time dan penurunan albumin serum yang dapat
menyebabkan mortalitas pada pasien dengan penurunan fraksi ejeksi.

1.8 Penatalaksanaan
a) Farmakologis
1. Rawat inap untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit jantung
iskemik dan untuk pemberian diuretic secara intravena. Diuretik adalah
landasan terapi awal untuk meredakan gejala. Golongan diuretic, loop
diuretic seperti furosemide digunakan untuk mengatur volume pada
pasien gagal jantung karena efek natriuretiknya lebih besar dibanding
diuretic lain. Namun, respons farmakologi pasien disfungsi hati dan
gagal jantung berkurang dibandingkan dengan individu sehat.
Perubahan dosis tidak perlu bila fungsi ginjal normal.
2. Setelah kondisi euvolemik, beta blocker dan ACE-Inhibitor harus
diberikan bila penyebab diawali kegagalan ventrikel kiri. ACE
inhibitor dan beta blocker adalah terapi utama untuk gagal jantung
kronis dan CH. ACE inhibitor meningkatkan cardiac output dan
menurunkan tekanan pengisian ventrikel kiri dengan efek
vasodilatasinya. Beberapa ACE-Inhibitor adalah prodrug yang perlu
diubah oleh hati agar menjadi metabolit aktif, sehingga penggunaan
obat tersebut seringkali tidak efektif, karena itu diperlukan pengamatan
efikasi pada pasien. ACE inhibitor yang sering digunakan di Indonesia
adalah kaptopril dan lisinopril sebafgai bentuk obat aktif. Untuk pasien
yang terganggu efek samping batuk karena ACE inhibitor,
dierkomendasikan golongan Angiotensin Receptor Blocker (ARB).
Losartan dimetabolisme menjadi metabolit aktif dengan karboksilasi
hati, karena itu pada gangguan hati bioavailibilitasnya menjadi 2 kali
liat dan eliminasi dari plasma menjadi setengahnya; oleh karena itu
disarankan dosis awal lebih rendah. Pada valsartan dan irbesartan,

12
konversi metabolism yang terjadi sangat kecil, sehingga lebih
disarankan untuk penderita gangguan hati karena tidak diperlukan
perubahan dosis. Penggunaannya tidak memerlukan perubahan dosis
pada kelainan hati.
3. Spironolakton dipertimbangkan bila gagal jantung memasuki
functional class III atau IV (NYHA).
4. Amiodaron terbukti efektif menekan aritmia ventrikel pada pasien
gagal jantung. Meskipun dimetabolisme di hati, tidak diperlukan
penyesuaian dosis. Obat golongan statin dikontraindikasikan jika
peningkatan serum transaminase >3 kali normal karena
dimetavbolisme di hati.
b) Non farmakologis
1. Pemberian oksigenasi (Nasal kanul, Simple mask, Rebreathing mask,
Non rebreathing mask)
2. Pemberian posisi semo fowler/fowler

13
BAB 2. CLINICAL PATHWAY

14
BAB 3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian kepada pasien yang mengalami gangguan
kardiovaskular, anamnesis merupakan hal penting yang perlu dilakukan oleh
perawat. Sebesar 80% masalah keperawatan pasien dapat ditegakkan dari
anamnesis. data pengkajian yang dilakukan meliputi:
I. Identitas Klien
Nama: No. RM
Umur: Pekerjaan:
Jenis Klmn Status Perkawainan:
Agama Tanggal MRS
Pendidikan Tanggal Pengkajian:
Alamat Sumber Informasi
II. Riwayat kesehatan
1. Diagnosa Medik : Congestive Hepatopathy
2. Keluhan Utama
Biasanya pasien dengan diagnosa penyakit CH akan
mengeluhkan sesak napas, nyeri, pusing, mual.
3. Riwayat Penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang, dimulai dari munculnya gejala hingga
pasien membutuhkan pertolongan disebabkan karena nyeri yang
dirasakan oleh saat beraktivitas atau saat sedang istirahat.
4. Riwayat penyakit terdahulu
a) Penyakit yang pernah dialami:
Pasien biasanya memiliki riwayat penyakit yang menjadi faktor
risiko penyebab terjadinya penyakit CH.
b) Alergi (obat, makanan, plester, dll):
Tidak ada alergi khusus yang berhubungan langsung dengan
kejadian penyakit CH
c) Tidak ada riwayat imunisasi yang berhubungan langsung
dengan kejadian penyakit CH

15
d) Kebiasaan/pla hidup/life style
Pasien umumnya memiliki kebiasaan atau pola hidup yang
menjadi faktor risiko terjadinya CH seperti merokok, kurang
aktivitas fisik, makan makanan dengan gizi tak seimbang,
minum alcohol.
e) Obat obat yang digunakan
Pasien dengan riwayat komorbid biasanya meminum obat
sesuai dengan penyakitnya.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien dengan riwayat keluarga memiliki CH akan berisiko terkena
CH
6. Genogram: menyesuaikan dengan silsilah keluarga pasien
III. Pengkajian Keperawatan
1. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan pada pasien yang
menderita penyakit jantung koroner umunya menakutkan. Banyak yang
beranggapan apabila sudah didiagnosis memiliki masalah dengan jantung
dan hati semakin dekat dengan kematian, karena jantung merupakan salah
satu organ vital. Dan banyak pula kejadian kasus kematian mendadak
akibat penyakit jantung.
2. Pola nutrisi/ metabolik (ABCD) (saat sebelum sakit dan saat di rumah
sakit)
Antropometeri: Menghitung indeks massa tubuh (IMT) pasien dan
menentukan apakah IMT klien termasuk dalam rentang normal. Pada
pasien penyakit jantung koroner dengan obesitas akan memiliki IMT di
atas nilai normal
Biomedical sign :
Pada pemeriksaan lab pasien CH perlu dikaji juga mengenai pemeriksaan
laboratorium yang dapat menunjang diagnosa keperawatan.
Clinical Sign :
Konjungtiva biasanya anemis karena berhubungan dengan suplai darah

16
yang dialirkan oleh jantung
Diet Pattern (intake makanan dan cairan):
Menghitung intake dan output pasien untuk mengetahui balance cairan
3. Pola eliminasi: (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
- BAK dan BAB : umumnya tidak ada gangguan pada pola eliminasi
- Balance cairan: Mengetahui keseimbangan cairan pasien. Apabila kondisi
jantung parah, maka input cairan pasien akan disesuaikan dengan
kebutuhan untuk menghindari kerja jantung yang lebih berat
4. Pola Aktivitas dan latihan
Aktivitas klien bergantung juga dengan jenis pekerjaannya. Biasanya klien
penyakit CH masih mandiri dalam melakukan aktivitas
hariannya, namun apabila melakukan aktivitas yang terlalu berat pasien
akan merasakan nyeri dada dan sesak. Pasien juga perlu dikaji mengenai
skor ADL nya, status oksigenasi, status kardiovaskuler, serta penggunaan
oksigennya.
5. Pola Tidur dan istirahat (sblm MRS dan sesudah MRS
Pasien dengan penyakit CH biasanya mengalami gangguan
pola tidur akibat nyeri dada yang dirasakan serta sesak napas
6. Pola Kognitif & perceptual
Fungsi Kognitif dan Memori : Tidak ada gangguan
Fungsi dan keadaan indera : Tidak ada gangguan
7. Pola persepsi diri
Gambaran diri : Gambaran diri pasien terhadap dirinya sendiri berganting
kepada tipe kepribadiannya. Ada pasien yang tetap memiliki gambaran diri
bagus meski telah didiagnosis CH, dan sebaliknya
Identitas diri : Pasien menyadari sepenuhnya apabila ia memiliki penyakit
CH
Harga diri : Beberapa pasien dengan penyakit jantung koroner mungkin
memiliki harga diri rendah karena menganggap CH sebagai suatu hal yang
memalukan, sebab sulit untuk disembuhkan

17
Ideal Diri : Pasien biasanya akan menyesali kebiasaan pola hidup sehat
yang telah dilakukan sebelumnya sehingga menyebabkan penyakit CH,
seperti perilaku merokok dan kurangnya aktivitas fisik.
Peran Diri : Umumnya tidak ada gangguan. Namun, pada pasien dengan
penyakit jantung koroner berat dapat menimbulkan perasaan sedih dan
bersalah karena tidak bisa berperan sesuai dengan semestinya.
8. Pola Seksualitas dan reproduksi
Pola seksualitas: umumnya tidak ada gangguan
Pola reproduksi: Umumnya tidak ada gangguan
9. Pola peran dan hubungan
Umumnya tidak ada gangguan pada pola peran dan hubungan pada pasien
CH baik dnegan keluarga maupun kerabat yang lainnya
10. Pola manajemen koping stress
Ada beberapa kasus pasien CH ketika merasakan perasaan emosi negative,
akan langsung merasa nyeri dada dan sesak napas
11. System nilai dan keyakinan
Umumnya tidak ada gangguan
IV Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: Lemah, kesadaran (composmentis-koma)
Tanda Vital (Tekanan darah, Nadi umumnya mengalami peningkatan, RR, dan
suhu)
Pengkajian Fisik Head to toe (IPPA)
1) Kepala: Umumnya normal tetapi juga bergantung pada kondisi pasien
2) Mata: Umumnya normal tetapi juga bergantung pada kondisi pasien
3) Telinga: Umumnya normal tetapi juga bergantung pada kondisi pasien
4) Hidung: Umumnya normal tetapi juga bergantung pada kondisi pasien
5) Mulut : Umumnya normal tetapi juga bergantung pada kondisi pasien
6) Leher : Umumnya normal tetapi juga bergantung pada kondisi pasien
7) Dada
a. Jantung: Pasen merasa nyeri dada, suara S2 dan S3
b. Paru: terkadang terdapat otot bantu pernapasan

18
8) Abdomen: Umumnya normal tetapi juga bergantung pada kondisi pasien
9) Urogenital: Umumnya normal tetapi juga bergantung pada kondisi pasien
10) Ekstremitas: biasanya pasien mengalami kelemahan karena perasaan nyeri
yang dirasakan
11) Kulit dan kuku: umumnya normal tapi juga bergantung dengan kondisi
pasoen, terkadang CRT> 3 detik
12) Keadaan local: umumnya normal
V. Terapi
1. Analgesik
2. Statin
3. Diuretik (hipertensi)
4. Aspirin (apabila dicurigai terjadi rupture)
5. Betablocker
6. ACE-Inhibitor
VI. Pemeriksaan Penunjang Dan Laboratorium
Biasanya dilakukan pemeriksaan penunjang EKG dan pemeriksaan lab
lainnnya
III.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus penyakit jantung
coroner adalah:
1) Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas (nyeri saat bernapas,
kelemahan otot pernapasan)
2) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (iskemia, inflamasi, gangguan
hepar)
3) Penurunan curah jantung b.d perubahan irama jantung, frekuensi jantung,
kontraktilitas, preload, dan afterload
4) Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan aliran arteri
5) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
6) Ansietas b.d ancaman terhadap kematian
7) Defisit pengetahuan b.d manajemen penyakit jantung

19
3.3 Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA (SDKI) KRITERIA HASIL (SLKI) INTERVENSI (SIKI)


Pola napas tidak efektif (D.0005) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen Jalan Napas (I. 01011)
...x24 jam, diharapkan masalah keperawatan a. Observasi
pola napas tidak efektif membaik dengan 1. Monitor pola napas
kriteria hasil: 2. Monitor bunyi napas
a. Pola Napas (L. 1004) b. Terapeutik
1. Dispnea ditingkatkan ke skala 5 1. Pertahankan kepatenan jalan napas
(menurun) 2. Posisikan semi fowler atau fowler
2. Penggunaan otot bantu pernapasan 3. Berikan oksigen bila perlu
ditingkatkan ke skala 5 (menurun) c. Edukasi
3. Ortopnea ditingkatkan ke skala 5 Anjurkan asupan cairan 2000 mL/hari, jika tidak
(menurun) ada kontraindikasi
4. Pernapasan pursed lip ditingkatkan ke
skala 5 (menurun)
5. Pernapasan cuping hidung
ditingkatkan ke skala 5 (menurun)
6. Frekuensi napas ditingkatkan ke skala 5
(membaik)
7. Kedalaman napas ditingkatkan ke skala
5 (membaik)
Nyeri akut (D. 0077) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen Nyeri (I. 08238)
...x24 jam, diharapkan masalah keperawatan nyeri a. Observasi
akut menurun dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
a. Tingkat Nyeri (L. 08006) durasi, frekuensi, kualitas, dan
1. Keluhan nyeri ditingkatkan ke skala 5 intensitas nyeri

20
(menurun) 2. Identifikasi skala nyeri
2. Meringis ditingkatkan ke skala 5 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
(menurun) 4. Identifikasi faktor yang
3. Gelisah ditingkatkan ke skala 5 memperberat dan memperingan
(menurun) nyeri
4. Kesulitan tidur ditingkatkan ke skala 5 5. Identifikasi pengetahuan dan
(menurun) keyakinan tentang nyeri
5. Berfokus pada diri sendiri 6. Identifikasi nyeri pada kualitas hidup
ditingkatkan ke skala 5 (menurun) b. Terapeutik
6. Frekuensi nadi ditingkatkan ke skala 5 1. Berikan teknik non-farmakologis
(membaik) untuk mengurangi rasa nyeri
7. Pola napas ditingkatkan ke skala 5 2. Fasilitasi istirahat dan tidur
(membaik) 3. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
b. Kontrol Nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
1. Melaporkan nyeri terkontrol nyeri
ditingkatkan ke skala 5 (meningkat) c. Edukasi
2. Kemampuan melaporkan nyeri 1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
ditingkatkan ke skala 5 (meningkat) nyeri
3. Kemampuan mengenali penyebab 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
nyeri ditingkatkan ke skala 5 3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
(meningkat) 4. Anjurkan menggunakan analgetik
4. Kemampuan menggunakan teknik secara tepat
non-farmakologis ditingkatkan ke 5. Ajarkan teknik non farmakologis
skala 5 (meningkat) untuk menguarangi rasa nyeri
d. Kolaborasi
3. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
Penurunan curah jantung (D. 0008) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Jantung (I. 02075)

21
selama ...x24 jam, diharapkan a. Observasi
masalah keperawatan penurunan curah 1. Identifikasi tanda dan gejala
jantung meningkat dengan kriteria hasil: primer penurunan curah
jantung
a. Curah Jantung (L. 02008) 2. Identifikasi tanda dan gejala
1. Kekuatan nadi perifer ditingkatkan ke sekunder penurunan curah
skala 5 (meningkat) jantung
2. Ejection fraction ditingkatkan ke 3. Monitor tekanan darah
skala 5 (meningkat) 4. Monitor intake dan output cairan
3. Palpitasi ditingkatkan ke skala 5 5. Monitor saturasi oksigen
(menurun) 6. Monitor keluhan nyeri dada
4. Takikardi ditingkatkan ke skala 5 7. Monitor ekg 12 sadapan
(menurun) 8. Monitor aritmia
5. Gambaran EKG aritmia ditingkatkan 9. Monitor nilai laboratorium jantung
ke skala 5 (menurun) 10. Periksa tenanan darah sebelum dan
6. Sianosis ditingkatkan ke skala 5 sesudah aktivitass
(menurun) b. Terapeutik
7. Dispnea ditingkatkan ke skala 5 1. Posisikan pasien semi fowler atau fowler
(menurun) 2. Berikan diet jantung yang sesuai
8. Suara jantung S3 ditingkatkan ke 3. Fasilitasi pasien dan keluarga
skala 5 (menurun) untuk modifikasi gaya hidup
9. Suara jantung S4 ditingkatkan ke sehat
skala 5 (menurun) 4. Berikan terapi relaksasi untuk
10. Tekanan darah ditingkatkan ke skala 5 mengurangi stres
(membaik) 5. Berikan dukungan emosional dan spiritual
11. CRT ditingkatkan ke skala 5 (membaik) 6. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
>94%

22
c. Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap
3. Anjurkan berhenti merokok
Ajarkan pasien dan keluarga mengukur
berat badan
5. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur
intake
dan output cairan
d. Kolaborasi
1. Rujuk ke program rehabilitasi jantung
Perfusi perifer tidak efektif (D. 0009) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Perawatan Sirkulasi (I. 02079)
...x24 jam, diharapkan masalah keperawatan a. Observasi
perfusi perifer tidak efektif meningkat dengan 1. Periksa sirkulasi perifer
kriteria hasil: 2. Identifikasi faktor risiko gangguan
sirkulasi
a. Perfusi Perifer (L. 02011) 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri,
1. Denyut nadi perifer ditingkatkan ke atau bengkak pada ekstremitas
skala 5 (meningkat) b. Terapeutik
2. Warna kulit pucat ditingkatkan ke 1. Hindari pemasangan infus atau
skala 5 (menurun) pengambilan darah di area keterbatasan
3. Nyeri ekstremitas ditingkatkan ke perfusi
skala 5 (menurun) 2. Hindari pengukuran tekanan darah
4. Akral ditingkatkan ke skala 5 pada ekstremitas dengan
(membaik) keterbatasan perfusi
5. Turgor kulit ditingkatkan ke d. Edukasi

23
skala 5 (membaik) 1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
4. Anjurkan program rehabilitasi vaskular
5. Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulaso
6. Informasikan tanda dan gejala darurat
yang harus dilaporkan
Intoleransi aktivitas (D.0056) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Rehabilitasi Jantung (I. 02081)
...x24 jam, diharapkan masalah keperawatan a. Observasi
intoleransi aktivitas meningkat dengan kriteria 1. Monitor tingkat intoleransi aktivitas
hasil: 2. Periksa kontraindikasi latihan
3. Lakukan skrining ansietas dan
a. Toleransi Aktivitas (L. 05047) depresi jika perlu
1. Frekuensi nadi ditingkatkan ke skala 5 b. Terapeutik
(meningkat) 1. Fasilitasi pasien menjalani latihan
2. Saturasi oksigen ditingkatkan ke skala 5 fase 1 (inpatien)
(meningkat) 2. Fasilitasi pasien menjalani latihan
3. Keluhan lelah ditingkatkan ke skala 5 fase 2 (outpatient)
(menurun) 3. Fasilitasi pasien menjalani latihan
4. Dispnea saat aktivitas ditingkatkan ke fase 3 (maintenance)
skala 5 (menurun) 4. Fasilitasi pasien menjalani latihan
5. Dispnea setelah aktivitas ditingkatkan fase 4 (long term)
ke skala 5 (menurun) c. Edukasi
6. Aritmia saat aktivitas ditingkatkan ke 1. Jelaskan rangkaian fase-fase

24
skala 5 (menurun) rehabilitasi jantung
7. Aritmia setelah aktivitas ditingkatkan 2. Anjurkan menjalani latihan sesuai
ke skala 5 (menurun) toleransi
3. Anjurkan pasien dan keluarga
untuk modifikasi faktor risiko
4. Anjurkan pasien dan keluarga
mematuhi jadwal kontrol
kesehatan
Ansietas (D. 0080) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Redukasi Ansietas (I. 09314)
...x24 jam, diharapkan masalah keperawatan a. Observasi
ansietas menurun dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
a. Tingkat Ansietas (L. 09093) 2. Monitor tanda-tanda ansietasi (verbal dan
1. Verbalisasi khawatir akibat kondisi nonverbal)
yang dihadapi ditingkatkan ke skala 5 b. Terapeutik
(menurun) 1. Ciptakan suasan terapeutik
2. Perilaku gelisah ditingkatkan ke skala 5 untuk menumbuhkan
(menurun) kepercayaan
3. Palpitasi ditingkatkan ke skala 5 2. Temani pasien untuk mengurangi
(menurun) kecemasan
4. Frekuensi pernapasan 3. Pahami situasi yang membuat ansietas
ditingkatkan ke skala 5 (menurun) 4. Dengarkan dengan penuh perhatian
5. Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
c. Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
yang dialami
2. Anjurkan keluarga tetap bersama pasien
Latih teknik relaksasi

25
Defisit pengetahuan (D. 0111) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Edukasi Kesehatan (I. 12383)
...x24 jam, diharapkan masalah keperawatan a. Observasi
pola napas tidak efektif meningkat dengan 1. Identifikasi kesiapan dan
kriteria hasil: kemampuan menerima informasi
2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
a. Tingkat Pengetahuan (L. 12111) meningkatkan dan menurunkan
1. Perilaku sesuai anjuran ditingkatkan motivasi perilaku hidup bersih dan
ke skala 5 (meningkat) sehat
2. Kemampuan menjelaskan b. Terapeutik
pengetahuan tentang suatu topik 1. Sediakan materi dan media
ditingkatkan ke skala 5 (meningkat pendidikan kesehatan
3. Kemampuan menggambarkan 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan
pengalaman sebelumnya ditingkatkan sesuai kesepakatan
ke skala 5 (meningkat 3. Berikan kesempatan untuk bertanya
4. Pertanyaan tentang masalah yang c. Edukasi
dihadapi ditingkatkan ke skala 5 1. Jelaskan faktor risiko yang dapat
(menurun) mempengaruhi kesehatan
2. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat

26
3.4 Implementasi
Setelah menyusun rencana keperawatan langkah selanjutnya adalah
menerapkan tindakan nyata untuk mencapai hasil sesuai dengan outcome yang
telah ditentukan. Pada tahap implementasi terdiri dari beberapa kegiatan yang
merupakan validasi rencana keperawatan kemudian mendokumentasikannya

3.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan aktif dari proses keperawatan,
dimana perawat akan menilai efektivitas perawatan untuk mengukur
keberhasilan tindakan yang telah disusun dan direncanakan. Selain itu, perawat
juga dapat memberikan umpan balik atau pengkajian ulang seandainya tujuan
yang ditetapkan belum tercapai, oleh kaena itu proses keperawatan dapat
dimodifikasi

27
BAB 4. DISCHARGE PLANNING

1. Pola hidup sehat: makanan-makanan dengan gizi seimbang (rendah sodium


dan rendah lemak), tingkatkan aktivitas fisik, memiliki berat badan yang
ideal, dan berhenti merokok
2. Minum obat-obatan untuk mengobati faktor risiko penyakit jantung koroner
dan tentunya sesuai dengan resep dokter, seperti obat untuk kadar kolesterol
yang tinggi, hipertensi, dan denyut jantung yang ireguler atau tidak beraturan
3. Anjurkan melakukan medical check-up secara rutin

28
BAB 5. EVIDENCE BASED NURSING

29

Anda mungkin juga menyukai