PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan Penulisan
2.1 Tujuan Intruksional Umum (TIU)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Neurologi : - TIA
- stroke
- serangan kejang
- Parkinson
- Kompresi saraf spinal karena spondilosis
- Penyakit serebelum
6. Idiopatik ( tak jelas sebabnya)
7. Sinkope : kehilangan kesadaransecara tiba-tiba
- Drop attack (serangan roboh)
- Penurunan darah ke otak secara tiba-tiba
- Terbakar matahari
3.4 Komplikasi
Restrein memiliki potensi menimbulkan efek yang sangat
merugikan dan bahaya serius. Restrein fisik dapat menyebabkan
kerusakan kulit, penurunan sirkulasi perifer, gangguan status
pernapasan, tercekik, kerusakan neurologi, dan kematian.
Restrein kimia dapat menyebabkan peningkatan rasa kantuk,
gawat napas, ketidakstabilan hemodinamik, penurunan
kompentensi dan penilaian, serta konfusi.
4.2 Etiologi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan – perubahan pada :
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku Kemampuan jantung
memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20
tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
3. Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi
karenakurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi
Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa
faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika
orang tuanya adalah penderita hipertensi
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi
adalah:
Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya
hipertensi adalah : Konsumsi garam yang tinggi
( melebihi dari 30 gr ) Kegemukan atau makan
berlebihan
Stress
Merokok
Minum alcohol
Ginjal
Glomerulonefritis
Pielonefritis
Tumor
Vascular
Aterosklerosis
Hiperplasia
Trombosis
Aneurisma
Emboli kolestrol
Vaskulitis
Kelainan endokrin
DM
Hipertiroidisme
Hipotiroidisme
Saraf
Stroke
Ensepalitis
SGB
Obat – obatan
Kortikosteroid
4.3 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak.
Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut
ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik
ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal
juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi.
Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke
ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
4.6 Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan
dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90
mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
a. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi
ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan
berat.
Terapi tanpa obat ini meliputi :
Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5
gr/hr
Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
Penurunan berat badan
Penurunan asupan etanol
Menghentikan merokok
Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang
mempunyai empat prinsip yaitu :
Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari,
jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain
b. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi
:
c. Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk
menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh
yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Tujuan
Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
Intervensi :
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
Tujuan :
Tidak terjadi intoleransi aktifitas setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
Meningkatkan energi untuk melakukan aktifitas sehari –
hari
Menunjukkan penurunan gejala – gejala intoleransi
aktifitas
Intervensi :
BAB III
1. Modul
b. Kata kunci :
1) Usia 68 tahun
2) Pusing, cepat lelah, penglihatan kabur, tengkuk terasa sakit, berjalan
tidak seimbang seperti mau jatuh
3) Hasil radiologi: kardiomegali
4) TD 170/100
5) BB: 75 kg TB: 165 cm
6) Pengukuran ADL dengan skala lawton: 20
c. Problem dasar :
1) Kardiomegali
2) Usia 68 tahun
3) TD 170/100
d. Pertanyaan:
1) Bagaimana TD pasien meningkat?
2) Bagaimana mekanisme terjadinya kardiomegali?
3) Asuhan keperawatan?
4) Cara pengukuraan format tinetti dan lawton?
5) Penatalaksanaan hipertensi pada lansia?
6) Komplikasi hipertensi pada lansia?
e. Klasifikasi Pertanyaan
1. Patofisiologi: 1,2
2. Penatalaksanaan
Terapi tanpa Obat (Non farmakologi/Perubahan gaya
hidup)
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi
ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang
dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
1. Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi
5 gr/hr
2. Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
3. Penurunan berat badan
4. Penurunan asupan etanol
5. Menghentikan merokok
b. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah
dianjurkan untuk penderita hipertensi. Macam olah
raganya yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging,
bersepeda, berenang dan lain-lain.
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari
kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal
yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20
– 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan
sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu.
c. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi
meliputi :
1. Tehnik Biofeedback
Fungsi Obat:
Tn.M 68n th
Aterosklerosis
Perubahan struktural Perubahan Fungsional
Karakteristik ADL
berdasarkan nilai skor indeks barthel
0-20 : ketergantungan total
21-61 : ketergantungan berat
62-90 : ketergantungan sedang
91-99 : ketergantungan ringan
TOTAL SKOR
Skor BAI :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan ringan
9-11 : Ketergantungan sedang
Skala lawton mengevaluasi fungsi yang lebih rumit dibandingkan indeks aktivitas
kehidupan sehari-hari. Pada versi ini skor maksimum adalah 29, meskipun skor
bermakna pada pasien tertentu, penurunan skor terus menerus menandakan
lengan 2 : Seimbang
tongkat
5. Keseimbangan berdiri
0 : Tidak seimbang
1 : Seimbang tetapi dengan kaki
lebar
2 : Berdiri dengan kaki dekat
Gaya berjalan :
Instruksi :Pasien berdiri berdampingan dengan pemeriksa. Kemudian pasien
berjalan di sepanjang koridor atau melintas di ruangan, pertama dengan
kecepatan berjalan pasien yang biasa dan kemudian berjalan kembali dengan
cepat tetapi aman (dengan menggunakan alat bantu seperti walker atau
tongkat
10.Memulai gaya berjalan 14. Kontinuitas langkah
0 : Ada keragu-raguan 0 : Berhenti atau tidak
1 : Tidak ada keragu-raguan berkelanjutan di antara langkah
11.Panjang dan tinggi langkah 1 : Langkah tampak berkelanjutan
0 : Tidak dapat melangkah melewati 15. Jalur
kaki kiri 0 : Deviasi terlihat jelas
1 : melewati kaki kiri yang berdiri 1 : Deviasi ringan atau sedang
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama : Tn. M
Usia : 68 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
2. Data objektif
- Pasien mengatakan kepala terasa pusing, cepat lelah, penglihatan
sedikit kabur, tengkuk terasa sakit, berjalan tidak seimbang seperti
mau jatuh.
3. Data subjektif
- Hasil pengukuran gaya berjalan dan keseimbangan dengan
menggunakan format Tinetti 20/28
- Hasil pengukuran ADL dengan skala Lawton skor : 20
- Hasil pengkajian resiko jatuh : 10
- Pemeriksaan fisik: BB : 75 kg, TB : 165 cm , TD 170/100
mmHg, Nadi : 88x/mnt
- Pasien tidak kuat berjalan jauh
- Hasil Radiologi terdapat kardiomegali
B. Diagnosa keperawatan
PENUTUP
1. Kesimpulan
Tn. M 68th mengalami hipertensi, karena terdapatnya tanda dan gejala Td
170/100, adanya kardiomegali, tengkuk terasa sakit. Dari penyakit
Hipertensi menyebabkan Tn. M 68th tidak dapat berjalan jauh, berjalan
tidak seimabng seperti mau jatuh. Dengan demikian Tn. M harus segera di
berikan pengobatan yang tepat agar tidak terjadi kemungkinan gangguan
pada organ lain.
2. Saran
Setelah diselesaikannya makalah mengenai Asuhan Keperawatan
Gangguan Sistem kardiovaskuler pada lansia. ini, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi mahasiswa keperawatan.Untuk perbaikan dalam
penulisan yang akan datang, kami memohon kritik dan saran kepada para
pembaca
Gallo, Joseph. 1998. Buku Saku Gerontologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Stanley, Mickey. Dkk. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC.
http://nurse87.wordpress.com/2009/06/17/empat-belas-masalah-kesehatan-utama-
pada-lansia/
http://nurlaelyn07.alumni.ipb.ac.id/2010/10/19/hipertensi-pada-lansia/
http://id.scribd.com/doc/45660/penatalaksanaan-hipertensi-non-farmakologis
http://ldkstikesfalubuklinggau.blogspot.com/2012/04/asuhan-keperawatan-pada-lansia-
dengan.html