Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KORBAN TRAFFICKING

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas


Mata Kuliah Keperawatan Jiwa II

DOSEN PENGAMPU
“Ns. Nur Uyun I. Biahimo, M. Kep”

Disusun oleh:
KELOMPOK 3

Fitriyanty Oktaviani
Friskawaty S. Ahmad
Hendra Jamil
Ijul Adhi Satria
Indrianitami Lihu
Izrak Habu
Laras Siswati Aliwu
Lilis Nugrawati
Maryam Kau

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa atas
Rahmat-Nya yang telah dilimpahkan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Korban Trafficking” yang
merupakan salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa II.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan masih terdapat beberapa
kekurangan, hal ini tidak lepas dari terbatasnya pengetahuan dan wawasan yang
penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan
saran yang konstruktif untuk perbaikan di masa yang akan datang, karena manusia
yang mau maju adalah orang yang mau menerima kritikan dan belajar dari suatu
kesalahan.
Akhir kata penulis berharap semoga dengan terselesainya tugas ini
mendapat ridho dari Allah SWT, dan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan bagi pembaca umumnya. Amiin....

Gorontalo, 10 November 2020

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah Adapun Rumusan Masalah pada Makalah ini yaitu: 2
1.3 Tujuan Penulisan Adapun Tujuan Penulisan pada Makalah ini yaitu: 2

BAB II TINJAUAN TEORI.......................................................................... 3


2.1 Definisi Trafficking Human................................................................ 3
2.2 Faktor- Faktor Penyebab Trafficking Human.................................... 4
2.2.1 Faktor Ekonomi.......................................................................... 5
2.2.2 Posisi Subordinat Perempuan dalam Sosial dan Budaya............ 5
2.2.3 Faktor Pendidikan....................................................................... 6
2.2.4 Tidak Ada Akta Kelahiran.......................................................... 7
2.2.5 Kebijakan yang Bias Gender...................................................... 7
2.2.6 Pengaruh Globalisasi.................................................................. 8
2.3 Bentuk dan Modus Trafficking Human.............................................. 9
2.3.1 Bentuk Trafficking...................................................................... 9
2.3.2 Modus Trafficking...................................................................... 13
2.4 Undang- Undang Tentang Trafficking............................................... 15
2.5 Dampak/ Pengaruh Trafficking Human............................................. 17
2.5.1 Dampak Psikologi dan Kesehatan Mental.................................. 17
2.5.2 Dampak Sosial............................................................................ 19
2.5.3 Dampak Kesehatan Fisik Secara fisik,....................................... 20
2.6 Pencegahan dan Penanggulangan Trafficking Human....................... 21

BAB III TINJAUAN KASUS........................................................................ 23


3.1 Kasus Trafficking HumanArtikel....................................................... 23
3.2 Asuhan Keperawatan Berdasarkan Kasus.......................................... 24

BAB IV PENUTUP......................................................................................... 30
4.1. Kesimpulan......................................................................................... 30
4.2. Saran................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 31
DOKUMENTASI............................................................................................ 32

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perdagangan orang (Trafficking Human) merupakan bentuk perbudakan
secara modern, terjadi baik dalam tingkat nasional dan internasional. Dengan
berkembangnya teknologi informasi, komunikasi dan transformasi maka modus
kejahatan perdagangan manusia semakin canggih. “Perdagangan orang/manusia
bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir (organized), dan lintas negara
(transnational), sehingga dapat dikategorikan sebagai transnational organized
crime (TOC)”.
Demikian canggihnya cara kerja perdagangan orang yang harus diikuti
dengan perangkat hukum yang dapat menjerat pelaku. Diperlukan instrument
hukum secara khusus yang meliputi aspek pencegahan, perlindungan, rehabilitasi,
repratriasi, dan reintegrasi sosial. Perdagangan orang dapat terjadi pada setiap
manusia, terutama terhadap perempuan, dengan demikian upaya perlindungan
terhadap perempuan dan anak merupakan hal yang harus diimplementasikan.
Kasus perdagangan orang yang terjadi, hampir seluruh kasus yang
ditemukan dalam perdagangan manusia korbannya adalah perempuan dan anak.
Diperkirakan setiap tahunnya 600.000-800.000 laki-laki, perempuan dan anak-
anak diperdagangkan menyeberangi perbatasan-perbatasan internasional. Di
Indonesia jumlah anak yang tereksploitasi seksual sebagai dampak perdagangan
anak diperkirakan mencapai 40.000-70.000 anak. Disamping itu, dalam berbagai
studi dan laporan NGO menyatakan bahwa Indonesia merupakan daerah sumber
dalam perdagangan orang, disamping juga sebagai transit dan penerima
perdagangan orang.
Dari berbagai macam kejahatan yang ada, masalah perdagangan orang
sangat kompleks, sehingga upaya pencegahan maupun penanggulangan korban
perdagangan harus dilakukan secara terpadu. Adapun beberapa faktor pendorong
terjadinya perdagangan orang antara lain meliputi kemiskinan, desakan kuat untuk
bergaya hidup materialistik, ketidakmampuan system pendidikan yang ada

1
maupun masyarakat untuk mempertahankan anak supaya tidak putus sekolah dan
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi serta petugas Kelurahan dan Kecamatan
yang membantu pemalsuan KTP.
Secara umum korban perdagangan orang terutama perempuan yang
dilacurkan dan pekerja anak adalah korban kriminal dan bukan pelaku kriminal.
Elemen perdagangan orang meliputi pelacuran paksa, eksploitasi seksual, kerja
paksa mirip perbudakan, dan transplantasi organ tubuh. Korban perdagangan
orang memerlukan perlindungan, direhabilitasi, dan dikembalikan kepada
keluarganya.
1.2 Rumusan Masalah Adapun Rumusan Masalah pada Makalah ini yaitu:
1. Jelaskan Definisi Trafficking Human!
2. Jelaskan Faktor- Faktor Penyebab Trafficking Human!
3. Jelaskan Bentuk dan Modus Trafficking Human
4. Jelaskan Undang- undang tentang Trafficking Human
5. Jelaskan Dampak/ Pengaruh Trafficking Human!
6. Jelaskan Pencegahan dan Penanggulangan Trafficking Human
1.3 Tujuan Penulisan Adapun Tujuan Penulisan pada Makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi Trafficking Human
2. Untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor penyebab Trafficking
Human.
3. Untuk mengetahui dan memahami bentuk dan modus Trafficking
Human.
4. Untuk mengetahui dan memahami undang-undang tentang Trafficking
Human.
5. Untuk mengetahui dan memahami dampak/ Trafficking Human
6. Untuk mengetahui dan memahami pencegahan dan penanggulangan
Trafficking Human

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Trafficking Human


Trafficking adalah konsep dinamis dengan wujud yang berubah dari waktu
kewaktu, sesuai perkembangan ekonomi, sosial dan politik. Sampai saat ini tidak
ada definisi trafficking yang disepakati secara internasional, sehingga banyak
perdebatan dan respon tentang definisi yang dianggap paling tepat tentang
fenomena kompleks yang disebut trafficking ini.
Pada tahun 1994 PBB mendefinisikan trafficking sebagai pergerakan dan
penyelundupan orang secara sembunyi-sembunyi melintasi batas-batas negara dan
internasional, kebanyakan berasal dari negara berkembang dan negara-negara
yang ekonominya berada dalam masa transisi, dengan tujuan untuk memaksa
perempuan dan anak-anak masuk ke dalam sebuah situasi secara seksual maupun
ekonomi terkompresi, dan situasi eksploitatif demi keuntungan perekrut,
penyelundup, dan sindikat kriminal seperti halnya aktivitas ilegal lainnya yang
terkait dengan perdagangan (trafficking), misalnya pekerja rumah tangga paksa,
perkawinan palsu, pekerja yang diselundupkan dan adopsi palsu.
Trafficking Human atau perdagangan manusia oleh Perserikatan Bangsa-
bangsa (PBB) mendefinisikan sebagai perekrutan, pengiriman, pemindahan,
penampungan atau penerimaan seseorang dengan ancaman, penggunaan
kekerasan, perbudakan, pemaksaan, pemerangkapan utang ataupun bentuk-bentuk
penipuan yang lainnya dengan tujuan eksploitasi (Course Instruction, 2011:2).
Perdagangan manusia berhubungan dengan menjajakan diri (memperdagangkan),
tawar-menawar, membuat kesepakatan, melakukan transaksi dan hubungan
seksual (Taiwan Medicare, 2012).
Perdagangan manusia melakukan pemindahtanganan seseorang dari satu
pihak ke pihak yang lainnya dengan menggunakan ancaman, penipuan dan
penguasaan. Perdagangan manusia mengandung elemen pengalihan yang
tujuannya bisa untuk apa saja baik eksploitasi tenaga kerja, pembantu rumah
tangga, pengambilan organ tubuh dan sampai kepada eksploitasi seks komersil
(Wagner, 2004).

3
Misalnya Caouette memberi batasan tentang perdagangan sebagai suatu
perekrutan dan transfortasi orang atau sekelompok orang di dalam dan melawati
perbatasan nasional menggunakan kekerasan terhadap orang lain. para korban
dirayu, ditipu, diculik atau dalam berbagai cara diakali untuk masuk prostitusi.
Sebelum Undang-undang tindak pidana disahkan, pengertian tindak pidana
perdagangan orang (trafficking) yang umum paling banyak digunakan adalah
protokol PBB. Adapun menurut protokol PBB tersebut pengertian trafficking
adalah :
a. Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penjualan, penampungan atau
penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau
bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan atau
penyaalah gunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau
menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat
memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain,
untuk tujuan eksploitasi. Eksploitassi termasuk, paling tidak eksploitasi
untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi
seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek serupa
perbudakan, pengahambaa atau pengambilan organ tubuh.
b. Persetujuan korban perdagangan orang terhadap eksploitasi yang dimaksud
yang dikemukakan dalam sub line (a).
c. Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan
seorang anak untuk tujuan eksploitasi dipandang sebagai perdagangan orang
bahkan jika kegiatan ini tidak melibatkan satu pun cara yang dikemukakan
dalam subbabline (a).
d. Anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 tahun.
2.2 Faktor- Faktor Penyebab Trafficking Human
Terjadinya Trafficking baik itu berupa kasus kekerasan maupun eksploitasi
terhadap anak-anak dan perempuan disebabkan oleh beberapa faktor khususnya di
Indonesia diantaranya ialah sebagai berikut:

4
2.2.1 Faktor Ekonomi
Ekonomi yang minim atau disebut kemiskinan menjadi faktor penyebab
utama terjadinya Trafficking Human. Ini menunjukkan bahwa perdagangan
manusia merupakan ancaman yang sangat membahayakan bagi orang miskin.
Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa rendahnya ekonomi membawa
dampak bagi prilaku sebagian besar masyarakat. Ekonomi yang pas-pasan
menuntut mereka untuk mencari uang dengan berbagai cara. Selain itu budaya
konsumvitisme, juga ikut andil menambah iming-iming masyarakat untuk
mencari biaya penghidupan. Semua ini menjadikan mereka dapat terjerumus ke
dalam prostitusi dan tindak asusila lainnya.
Di sisi yang lain kurangnya lahan pekerjaan atau masih banyaknya angka
pengangguran melengkapi rendahnya pendapatan atau ekonomi masyarakat.
Keterbatasannya lahan pekerjaan yang dapat menampung perempuan dengan
tingkat keterampilan yang minim menyebabkan banyak perempuan-perempuan
menganggur sehingga kondisi inilah yang dipergunakan dengn baik oleh para
perantara yang menyarankan perempuan-perempuan untuk bekerja. Mereka
dijanjikan untuk bekerja di dalam kota, atau di luar negeri. Dalam bujukan
tersebut, tidak dijelaskan secara detail pekerjaan apa yang akan didapatkan. Pada
wilayah anak-anak, putus sekolah menyebabkan mereka untuk memaksakan diri
mereka sendiri untuk memasuki dunia kerja. Mereka dipaksa kerja untuk bisa
meringankan beban keluarga. Tidak jarang anak-anak menjadi korban eksploitasi
seksual komersial dan trafficking terhadap anak karena orang tua mereka sudah
tidak sanggup lagi membiayai. Keluarga yang miskin mungkin tidak sanggup
untuk mengirim anak mereka ke sekolah dan biasanya akan mendahulukan
pendidikan bagi anak laki-laki jika mereka hanya mampu mengirim sebagian
anak-anak mereka ke sekolah. Jika orang tua tidak mampu mencari pekerjaan,
maka anak mereka suruh bekerja diladang atau di pabrekatau di dalam situasi
yang lebih berbahaya serta jauh dari rumah seperti diluar kota atau di luar negeri.
2.2.2 Posisi Subordinat Perempuan dalam Sosial dan Budaya
Seperti halnya kondisi pedagangan manusia yang terjadi di dunia, untuk
Indonesia penelitian-penelitia yang dilakukan di lembaga pendidikan dan LSM

5
menunjukkan sebagian besar korban perdagangan manusia adalah perempuan dan
anak-anak. Indonesia adalah suatu masyarakat yang patriakhal, suatu struktur
komonitas dimana kaum laki-laki yang lebih memegang kekuasaan, dipersepsi
sebagai struktur yang mendegorasi perempuan baik dalam kebijakan pemerrintah
maupun dalam prilaku masyarakat. Misalnya perumusan tentang kdudukan istri
dalam hukum perkawinan, kecenderungan untuk membayar upah buruh wanita di
bawah upah buruh laki-laki, atau kecenderungan lebih mengutamakan anak laki-
laki dari pada anak perempuan dalam bidang pendidikan, merupakan salah satu
refleksi keberadaan permpuan dalam posisi subordinat dibandingkan laki-laki.
Kondisi perekonomian yang lemah serta kontrusksi masyarakat yang ada
menempatkan hakperempuan dalam posisi yang lebih tidak menguntungkan.
Meskipun dalam pasal 3 perjanjian tentang hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
tahun 1966 menyatakan bahwa adanya persamaan bagi lakilaki dan perempuan
untuk memperoleh hak ekonomi, sosial dan budaya. Namun kenyataannya HAM
di Indonesia masih belum menyentuh masyarakat karena masih kuatnya
diskriminasi terhadap perempuan
2.2.3 Faktor Pendidikan
Tingkat pendidikan yang rendah juga sangat mempengaruhi kekerasan dan
eksploitasi terhadap anak dan perempuan. Banyaknya anak yang putus sekolah,
sehingga mereka tidak mempunyai skill yang memadai untuk mempertahankan
hidup. Implikasinya, mereka rentan terlibat kriminalitas. Survei Sosial Ekonomi
Nasional Tahun 2000 lalu melaporkan bahwa 34,0% penduduk Indonesia berusia
10 tahun ke atas belum atau tidak tamat pendidikandasar (SD) dan hanya 15%
tamat SLTP. Menurut laporan BPJS Tahun 2000 juga terdapat 14% anak usia 7-
12 tahun dan 24% anak usia 13-15 tahun tidak melanjutka kejenjang pendidikan
SLTP karena alasan ketidak mampuan dalam hal biaya.
Melihat data di atas tampak bahwa mayoritas masyarakat Indonesia masih
banyak yang bertaraf rendah tingkatannya dalam hal pendidikan. Rendahnya
tingkat pendidikan serta minimnya keterampilan atau skill menyebabkan sebagian
besar dari permpuan menganggur serta menghabiskan sebagian besar hidup dan
waktunya di rumah. Dan pada akhirnya tidak menghasilkan keuangan bahkan

6
mengurani pemasukan. Sebenarnya tidak hanya kaum perempuan yang
menganggur akan tetapi laki-laki juga mengalami hal yang serupa. Tampak bahwa
setip tahun ribuan orang meninggalkan kampung halamannya dan snak
keluarganya demi mencari keja atau penghidupan yan lebih layak di daerah lain
Indonesia atau bahkan keluar negeri.
Namun dari data di atas menunjukkan bahwa kaum perempuan yang paling
banyak menganggur. Keadaan inilah yang menyebabkan mereka menerima
tawaran pekerjaan oleh para perantara yang yang mereka tidak menyadarinya
sebagai trafficker meskipun belum menegtahui seberapa besar uapah atau gaji
yang akan diterimanya.
2.2.4 Tidak Ada Akta Kelahiran
Sebuah studi yang dipublikasikan oleh UNICEF APADA mei 2002 yang
lalu memperkirakan bahwa hingga tahun 2000 lalu, 37% balita Indonesia belum
mempunyai akta kelahiran. Pasal 9 konvensi mengenai hak-hak anak menentukan
bahwa semua anak harus didaftarkan segera setelah kelahirannya dan juga harus
mempunyai nama serta kewarganegaraan. Ada bermacam macam alasan mengapa
banyak anak tidak terdaftar kelahirannyaa. Orang tua yang miskin mungkin
merasa biaya pendaftaran terlalu mahal atau mereka tidak menyadari pentingnya
akta kelahiran.
Banyak yang tidak tahu bagaimana mendaftarkan seorang bayi yang baru
lahir. Rendahnya registrasi. Kelahiran, khususnya di masyarakat desamenjadi
fasilistas perdagangan manusia. Agen dan pelaku perdagangan memanfaatkan
ketiadaan akta kelahiran asli untuk memalsukan umur perempuan muda agar
mereka dapat bekerja di luar negeri. karena mereka tidak mempunyai dokumin
yang disyaratkan, maka mereka dimanfaatkan oleh pelaku perdagangan.
2.2.5 Kebijakan yang Bias Gender
Perempuan di Indonesia umumnya menikmati kesetaraan gender di mana
hukum Undang-undang Dasar 1945 menjamin kesetaraan hak untuk lakilaki dan
perempuan. Indonesia juga telah meratifikasi beberapa konvensi PBB yang
menjamin kesetaraan hak bagi perempuan, antara lain rativikasi konvensi untuk
penghpusan deskriminasi untuk perempuan (CEDAW) pada tahun 1984. Namun

7
kenyataannya hukum perlindungan hanya di atas kertas sedangkan prakteknya
masih jauh dari yang diaharapkan. Kesetaraan gender belum sepenuhnya
terwujud, perempuan masih tertinggal secara sosial, politik, dan ekonomi dari
kaum laki-laki.
Adapun dalam hal pendidikan misalnya, ditemukan bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan, maka semakin lebar kesenjangan antara partisipasi perempuan
dan laki-laki. UU perkawinan tahun 1974 menaikkan usia minimum bagi seorang
gadis untuk meniah menjadi 16 tahun. Namun pernikahan diusia lebih muda
dimungkinkan dengan izin dari peradilan. UU perkawinan secara hukum
mengannggap mereka sebagai orang dewasa sekalipun mereka masih di bawah 18
tahun. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa kedua orang tua wajib
memelihara dan mendidik anak mereka sebaik-baiknya sampai anak itu kawin
atau dapat berdikari (pasal 45) sekalipun tidak ada larangan bagi anak yang sudah
menikah untuki bersekolah, anak perempuan yang sudah menikah sangat jarang
meneruskan pendidikan mereka. Kenyataannya sekolah-sekolah formal untuk
tingkat SMP atau SMA tidak menerima siswa yang sudah menikah, walaupun ada
itu hanya disekolah kesetaraan yang kejar paket B atau C.
2.2.6 Pengaruh Globalisasi
Pemberitaan tentang trafficking (perdagangan manusia), pada beberapa
waktu terakhir ini di Indonesia semakin marak dan menjadi isu yang aktual, baik
dalam lingkup domistik maupun yang telah bersifat lintas batas negara.
Perdagangan manusia yang paling menonjol terjadi khususnya yang dikaitkan
dengan perempuan dan kegiatan industri seksual, ini baru mulai menjadi perhatian
masyarakat melalui media massa pada beberapa tahun terakhir ini. Kemungkinan
terjadi dalam skala yang kecil, atau dalam suatu kegiatan yang terorganisir dengan
sangat rapi. Merupakan sebagian dari alasan-alasan yang membuat berita-berita
perdagangan ini belum menarik media massa paa masa lalu. Adapun pengaruh
dari akibat globalisasi dunia, Indonesia juga tidak dapat luput dari pengaruh
keterbukaan dan Kemajuan di berbagai aspek teknologi, politik, ekonomi, dan
sebagainya. Kemajuan di berbagai aspek tersebut membawa perubahan pula

8
dalam segi-segi kehidupan sosial dan budaya yang diacu oleh berbagai
kemudahan informasi.
Dampak negatif dari perrubahan dan kemudahan tersebut menjadi
konsekuensi bagi munculnya permasalahan-permasalahan sosial termasuk pada
perempuan dan anak, salah satunya adalah berkembangannya perdagangan seks
pada anak.
2.3 Bentuk dan Modus Trafficking Human
2.3.1 Bentuk Trafficking
Seiring berjalannya waktu bentuk dan modus trafficking pun semakin
komplek, banyak model dan bentuk perdagangan yang dipergunakan agar misi
trafficking berhasil. Ini tidak dapat dipungkiri karena sudah menjadi fenomena
yang menjamur diberbagai belahan dunia termasuk Indonesia.
Adapun bentuk-bentuk trafficking diantaranya adalah:
a. Eksploitasi Seksual
Eksploitasi seksual dibedakan menjadi dua yaitu :
1) Eksploitasi seksual komersial untuk prostitusi. Misalnya perempuan yang
miskin dari kampung atau mengalami perceraian karena akibat kawin muda
atau putus sekolah kemudian diajak bekerja ditempat hiburan kemudian
dijadikan pekerja seks atau panti pijat. Korban bekerja untuk mucikari atau
disebut juga germo yang punya peratutan yang eksploitatif, misalnya jam
kerja yang tak terbatas agar menghasilkan uang yang jumlahnya tidak
ditentukan.8 Korban tidak berdaya untuk menolak melayani laki-laki hidung
belang yang menginginkan tubuhnya dan jika ia menolak maka sang
mucikari tidak segan-segan untuk menyiksanya karena biasanya mereka
punya bodigard-budigard yang mengawasi mereka.
2) Eksploitasi non komersial. Misalnya pencabulan terhadap anak, perkosaan
dan kekerasan seksual. Banyak pelaku pencabulan dan perkosaan yang
dapat dengan bebas menghirup udara kebebasan dengan tanpa dijerat
hukum. Sementara perempuan sebagai korban harus menderita secara lahir
dan batin seumur hidup bahkan ada yang putus asa dan mengakhiri
hidupnya dengan bunuh diri, ada juga yang karena tidak sanggup

9
menghadapi semuanya terganggu jiwanya.Eksploitasi seksual baik yang
komersial maupun yang non komersial kedua-duanya sama-sama menjadi
penyakit penyebar HIV dan AIDS, sebuah virus yang menggerogoti sistem
kekebalan tubuh sehingga jika seseorang sudah tertular maka kekebalan
tubuhnya sudah tidaki ada lagi. Dari tahun ke tahun penularan penyakit ini
perkembangannya semakin pesat, yang tertular tidak hanya di kalangan
masyarakat kota tapi juga sampai ke pelosok desa seperti papua. Ini adalah
masalah yang sangat besar, satu sisi agama dan negara mencegah dengan
peraturanperaturannya namun disisi lain kejahatan semakin merajalela dan
semakin canggih.
b. Pekerja Rumah Tangga
Pembantu rumah tangga yang bekerja baik di luar maupun di dalam wilayah
Indonesia dijadikan korban kedalam kondisi kerja yang dibawah paksaan,
pengekangan dan tidak diperbolehkan menolak bekerja. mereka bekerja dengan
jam kerja yang panjang, upah yang tidak dibayar. Selama ini juga pekerja rumah
tangga tau yang disebut pembantu tidaklah dianggap sebagai pekerja formal
melainkan sebagai hubungan informal antara pekerja dan majikan, dan pekerjaan
kasar yang tidak membutuhkan keterampilan. upah yang diterima sangat rendah
dibawah UMR yang tidak sebanding dengan pekerjaan yang dilakukan, dimana
jam kerja yang sangat panjang, tidak ada libur, bahkan banyak yang tidak ada
waku untuk istirahat.
Perlakuan yang lebih buruk lagi adalah mereka diperlakukan layaknya
budak, baik ketika menyuruh suatu pekerjaan atau dalam hal makan, di mana
mereka diberi makan yang sedikit dan tidak memenuhi standar gizi yang dapat
memberikan asupan tenaga, dilarang menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya
bahkan di luar negeri seringkali majikan dan agen menyita paspor TKW agar
tidak bisa kabur jika mereka diperlakukan oleh semua majikan karena ada juga
majikan yang baik dalam memperlakukan pembantu rumah tangganya bahkan
menganggapnya sebagai keluarga.

10
c. Penjualan Bayi
Di sejumlah negara maju, motif adopsi anak pada keluarga modern menjadi
salah satu penyebab maraknya incaran trafficker. Keluarga modern yang enggan
mendapatkan keturunan dari hasil pernikahan menjadi rela mengeluarkan dana
yang tidak sedikit untuk mengadopsi anak. Kebutuhan adopsi massal itulah yang
menyebabkan lahirnya para penjual bayi, calo-calo anak dan segenap jaringannya.
Di sisi lain, negara-negara berkembang masih dipenuhi warga miskin
dengan segala persoalannya, yang kemudian menjadi sasaran pencarian anak-anak
yang akan diadopsi melalui proses perdagangan. Misalnya hilangnya 300 anak
pasca tsunami di Aceh yang kemudian dilarikan oleh LSM. Banyak pihak yang
menduga anak itu dilarikan ke Amerika.
d. Jeratan Hutang
Jeratan hutang adalah salah satu bentuk dari perbudakan tradisional, di mana
korban tidak bisa melarikan diri dari pekerjaan atau tempatnya bekerja sampai
hutangnya lunas. Ini terjadi mislanya pada para TKW, di mana ketika mereka
berangkat ke negara tujuan dibiayai oleh PJTKI dan mereka harus mengganti
dengan gaji sekitar empat bulanan yang padahal jika dihitung-hitung baiaya yang
dikeluarkan oleh PJTKI tidak sebanyak gaji TKW tersebut. Ini menjadikan para
TKW harus tetap bekerja apapun kondisi yang dihadapi di lapangan sampai habis
masa kontrak. Karena itulah jeratan hutang dapat mengarah pada kerja paksa dan
membuka kemungkinan terjadinya kekerasan dan eksploitasi terhadap pekerja.
Pekerja kehilangan kebebasannya untuk bekerja karena orang yang
menghutangkan ingin memastikan bahwa pekerja tidak akan lari dari hutangnya.
Meskipun secara teori mereka hutang tersebut dapat dibayarkan dalam jangka
waktu tertentu tetapi hutang tersebut akan terus ditingkatkan sampai si peminjam
tidak dapat melunasinya.
e. Pengedar Narkoba dan Pengemis
Dunia saat ini sudah diserang virus berbahaya yang namanya narkoba.
Narkoba sudah mengglobal di seluruh dunia dan sulit untuk dicegah
penyebarannya mulai dari kota besar sampai kepelosok desa. karena secara materi
hasil dari penjualan narkoba sangat fantastis dibanding dengan pekerjaan atau

11
bisnis apapun. Inilah salah satu yang menyebabkan orang-orang terjun
kelingkungan mafia, karena satu sisi hasilnya sangat menggiurkan dan disisi lain
ia sulit menemukan pekerjaan yang layak dengan penghasilan besar walaupun
resikonya juga sangat besar. Kemudian juga dimanfaatkan oleh bandar-bandar
narkoba untuk mengedarkan pil setannya juga menjadi penggunanya. Misalnya
banyak kasus dalam tayangan berita di mana muda mudi tertangkap
menyeludupkan narkoba termasuk heroin atau ganja tertangkap polisi. Mereka
sangat sulit sekali untuk membuka siapa yang ada dibalik mereka, karena
biasanya mereka sudah diikat dengan perjanjian untuk tidak membuka dan
kadangkala mereka sendiri tidak tau siapa pihak pertama atau pemilik barang
haram tersebut. Akhirnya merekalah yang harus menerima resikonya sementara
bandar narkobanya bebas melenggang.
f. Pengantin Pesanan Pos (Mail order bride)
Kasus ini dapat terjadi salah satunya adalah karena tingginya mahar yang
diminta pihak perempuan, sementara laki-lakinya tidak mampu secara ekonomi
untuk memenuhinya sedangkan usia mereka lebih dari cukup untuk menikah.
Maka salah satu caranya adalah dengan membeli perempuan dari luar negeri
untuk dinikahinya karena tidak perlu memberikan mahar yang besar dan lebih
mau menuruti apa maunya si lakilaki. Ini dialami oleh seorang TKW dimana ia
menceritakan bahawa ia telah menikah dengan laki-laki asal timur tengah, namun
ironinya ketika perempuan tersebut hamil ia dipulangkan ke Indonesia dengan
tanpa sepersenpun diberi nafkah dan biaya persalinan.
Ada dua metode yang dikembangkan dalam melihat perkawinan sebagai
salah satu penipuan:
1) Perkawinan digunakan sebagai jalan penipuan untuk mengambil perempuan
tersebut dan membawa ke wilayah lain yang sangat asing, namun sesampai
di wilayah tujuan perempuan tersebut disalurkan dalam industri seks atau
prostitusi. Ini sangat ironi sekali dan sangat bias gender, dimana seorang
suami yang harusnya berkewajiban mencari nafkah untuk keluarga justru
sebaliknya ia menghamburhamburkan uang yang dikumpulkan istri.
Mungkin ini karena pihak laki-laki merasa ia sudah membeli si perempuan

12
sehingga ia menganggap bahwa perempuan itu adalah budaknya yang bisa
bebas ia perlakukan.
2) Perkawinan untuk memasukkan perempuan ke dalam rumah tangga untuk
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domistik yang sangat eksploitatif
bentuknya. Fenomena pengantin pesanan ini banyak terjadi dalam
masyarakat keturunan cina di Kalimantan Barat dengan para suami berasal
dari Taiwan walaupun dari Jawa Timur diberitakan telah terjadi beberapa
kasus serupa.
g. Donor Paksa Organ Tubuh
Perdagangan organ tubuh manusia kini semakin merajalela seiring dengan
kemajuan teknologi dibidang kedokteran, misalnya saja teknologi cangkok
jantung, ini biasanya dipesan untuk mereka para penderita jantung yang
berkantong tebal dan “turis cangkok” sebutan untuk para pasien yang datang ke
negara-negara miskin untuk membeli organ tubuh orang-orangmiskin. Di
Indonesia, modus penjualan organ tubuh ini beranika ragam, ada yang menjual
karena terdesak kebutuhan ekonomi, misalnya yang dilakukan seorang ibu demi
memenuhi biaya hidup, pendidikan bahkan untuk pengobatan penyakit anaknya ia
rela menjual organ ginjalnya atau dilakukan dengan cara menipu sang donor.
Bahkan ditengarai ada kasus pembubuhan dengan tujuan mengambil organ
tubuh korban kemudian dijual. Modus lain adalah memanfaatkan organ tubuh
para TKW yang meninggal di luar negeri. Untuk kasus ini seringkali ketika
jenazah sampai di dalam negeri biasanya pihak keluarga tidak diperkenankan
melihat atau membuka peti jenazah. Sebenarnya ini sering terjadi tapi karena
ketidak tahuan pihak keluarga akhirnya pihak keluarga hanya menuruti saja,
padahal mungkin saja jenazah yang cukup lama tapi juga karena organ tubuh
mayat sudah diambil untuk dijual yang mungkin saja dilakukan oleh pihak
majikan ataupun pihak rumah sakit yang bekerjasama dengan sindikat penjualan
organ tubuh manusia.
2.3.2 Modus Trafficking
Dalam menjalankan operandinya para trafficker sering menggunakan mudus
berupa iming-iming. Di antara modus-modusnya antara lain yaitu:

13
1. Tawaran Kerja
Salah satu modus Trafficking Human yang sering dilakukan adalah
penawaran kerja ke luar pulau atau luar negeri dengan gaji tinggi. Pelaku
biasanya mendatangi rumah calon korbannya dan saat pemberangkatan juga
tanpa dilengkapi surat keterangan dari pemerintah desa setempat. Cara
tersebut dilakukan untuk menghilangkan kecurigaan sejumlah sudah tidak
memperdulikan aturan atau kelengkapan surat-surat kerja karena sudah
termakan oleh bujukan pelaku. Modusnya adalah para calo atau perantara
memberi iming-iming bagi para korban dengan menawarkan bekerja di mall
dan salon dengan gaji besar. Selanjutnya korban diserahkan pada germo
yang kemudian dipekerjakan secara paksa sebagai wanita penghibur di
tempat-tempat hiburan malam.
2. Pemaksaan dan Upah
Selain aspek pemaksaan yang menyalahi aturan, aspek upah juga sangat
merugikan para korban. Mereka hanya mendapatkan sedikit upah dari
transaksi. pdahal sekali kencan korban diberi uang oleh hidung belang
sekitar kurang lebih 500 ribu sekali kencan. Hal ini biasanya dijadikan dalih
oleh para germo sebagai pembiayaan fasilitas antar jemput, baju, dan rias
bagus serta modis agar lebih menarik.
3. Bius Rayuan dan iming-iming pekerjaan
Bius Rayuan dan iming-iming pekerjaan bukan lagi menjadi modus yang
paling sering dilakukan dalam Trafficking Human, tetapi saat ini orang bisa
menjadi korban perdagangan manusia dengan kekerasan seperti
dibius.Modus ini menggunakan kekerasan, cara modus ini berawal dari
penculikan terhadap korban, kemudian pelaku membiusnya dengan suntikan
ataupun dengan alat yang lain yang digunakan untuk membius. Kemudian
korban dibawa dan dipertemukan dengan sang bos. Setelah itu korban
diserahkan jaringan lainnya untuk dibawa ke negara lain tanpa membawa
paspor untuk dipekerjakan secara paksa sebagai pekerja seks. pihak,
termasuk memberi kemudahan kepada keluarga korban untuk dapat diterima

14
kerja tanpa harus mengurus sejumlah surat kelengkapan kerja di luar daerah
atau negeri dari pihak orang tua korban.
2.4 Undang- Undang Tentang Trafficking
Undang Undang No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang. Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang Undang Nomor 21
Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, definisinya adalah
tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau
penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan,
penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau
posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga
memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain
tersebut,baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan
eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Berdasarkan pasal tersebut, unsur tindak pidana perdagangan orang ada tiga
yaitu: unsur proses, cara dan eksploitasi. Jika ketiganya terpenuhi maka bisa
dikategorikan sebagai perdagangan orang.
1. Proses: tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman,
pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan,
penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan,
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau
memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari
orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut
2. Cara: ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan,
pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan,
penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh
persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut.
3. Eksploitasi: tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi
tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan
atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik,
seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau
mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga

15
atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan
baik materiil maupun immateriil.
4. Lokus: Tempat kejadian tindak pidana perdagangan orang bisa terjadi di
dalam negara ataupun antar negara.
a. Sanksi bagi pelaku tindak pidana perdagangan orang
Kurungan Penjara dan atau Denda. Sanksi kurungan penjara, minimal 3
tahun maksimal 15 tahun. Sanksi denda bagi pelaku perorangan Rp 150-
600 juta, sementara untuk perusahaan sanksi penjaranya minimal 9 tahun
dan maksimal 45 tahun, atau denda minimal sebesar Rp 360 juta, dan
maksimal Rp 1,8 miliar.
b. Korban Trafficking Human
Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental.
fisik, seksual, dan atau sosial yang diakibatkan tindak pidana
perdagangan orang (Pasal 1 ayat 3 UU No 21 Tahun 2007).
c. Ciri-ciri perdagangan orang dalam konteks migrasi ketenagakerjaan?
1) Perekrutan tanpa Perjanjian Penempatan;
2) Ditempatkan tanpa perjanjian Kerja;
3) Perekrutan dibawah umur (-18 thn) dokumen dipalsukan;
4) Perekrutan tanpa izin suami/ orang tua/ wali;
5) Ditempatkan tanpa sertifikat kompetensi (tidak dilatih);
6) Hanya menggunakan paspor dengan visa kunjungan;
7) Ditempatkan oleh perorangan, bukan Perusahaan yang memiliki izin
dari Menteri Tenaga Kerja;
8) Dipindahkan ke majikan lain tanpa perjanjian Kerja;
9) Dipindahkan ke negara lain yang peraturannya terbuka walaupun
tidak sesuai dengan peraturan Indonesia.
10) Beban biaya diatas ketentuan yang ditetapkan pemerintah (over
charging).
5. Hak Korban dan/ atau Saksi
Hak Korban dan/ atau Saksi juga diberikan kepada keluarganya dengan
rincian sebagai berikut:

16
1) Memperoleh kerahasiaan identitas (Pasal 44) Hak ini diberikan juga
kepada keluarga korban dan/ atau saksi sampai derajat kedua.
2) Hak untuk mendapat jaminan perlindungan dari ancaman yang
membahayakan diri, jiwa dan/ atau hartanya (Pasal 47).
3) Restitusi (Pasal 48). Restitusi ini adalah pembayaran ganti kerugian
yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan/ atau immateriil
yang diderita korban atau ahli warisnya (Pasal 1 angka 13 Undang –
Undang Nomor 21 Tahun 2007). Pengaturan restitusi berupa ganti
kerugian atas garis besarnya adalah sebagai berikut:
a) kehilangan kekayaan atau penghasilan,
b) penderitaan,
c) biaya untuk tindakan perawatan medis dan/ atau psikologis, dan/
atau
d) kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan
orang.
2.5 Dampak/ Pengaruh Trafficking Human
Berdasarkan perspektif historis, startegi dan tahapan, serta faktor penyebab
Trafficking Human, maka hal tersebut menempatkan perempuan korban
trafficking dalam situasi yang beresiko tinggi yang berdampak terhadap fisik,
psikis maupun kehidupan sosial perempuan korban trafficking sebagaimana yang
digambarkan Course Instruction (2011: 13, 14) sebagai berikut.
2.5.1 Dampak Psikologi dan Kesehatan Mental
Menurut Williamson et al. (2010: 2), perempuan korban trafficking sering
mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan dengan suatu peristiwa atau kejadian
yang melibatkan cedera aktual atau terancam kematian yang serius, atau ancaman
terhadap integritas fisik diri sendiri atau orang lain" dan tanggapan mereka
terhadap peristiwa ini sering melibatkan "rasa takut yang sangat, dan
ketidakberdayaan, sebagai reaksi umum dari post traumatic stress disorder
(PTSD). Pengalaman traumatis dan ketakutan dialami perempuan korban
trafficking sejak awal mereka ditangkap secara paksa, mengalami penyekapan di

17
daerah transit sebelum dikirim ke tempat tujuan untuk dijual dan di eksploitasi
(American Association, 2005: 467).
Setelah kedatangan ke tempat tujuan, perempuan korban trafficking
perempuan korban trafficking terisolasi secara sosial, yang diselenggarakan dalam
kurungan, dan kekurangan makanan. Semua milik pribadi dilucuti dari mereka,
surat identitas, paspor, visa, dan dokumen lainnya (Course Instruction, 2011:1).
Korban mengalami banyak gejala psikologis yang dihasilkan dari kekerasan
mental sehari-hari dan penyiksaan. Ini termasuk depresi, stres yang berhubungan
dengan gangguan, disorientasi, kebingungan, fobia, dan ketakutan. Korban shock,
mengalami penolakan, ketidakpercayaan, tentang situasi mereka saat itu, perasaan
tidak berdaya dan malu (Stotts & Ramey, 2009:10). Rasa takut yang terus-
menerus untuk keamanan pribadi mereka dan keselamatan keluarga mereka,
ancaman deportasi akhirnya berkembang menjadi rasa kehilangan dan tidak
berdaya. Hal ini tidak mengherankan bahwa depresi, kecemasan, dan post
traumatic stress disorder (PTSD) adalah gejala yang umum dialami oleh para
korban yang diperdagangkan.
Berdasarkan penelitian Rose (2002) ada 3 tipe gejala yang sering terjadi
pada PTSD, yaitu:
a. Pengulangan pengalaman trauma, ditunjukkan dengan selalu teringat
akan peristiwa yang menyedihkan yang telah dialami itu, flashback
(merasa seolah-olah peristiwa yang menyedihkan terulang kembali),
nightmares (mimpi buruk tentang kejadian-kejadian yang membuatnya
sedih), reaksi emosional dan fisik yang berlebihan karena dipicu oleh
kenangan akan peristiwa yang menyedihkan.
b. Penghindaran dan emosional yang dangkal, ditunjukkan dengan
menghindari aktivitas, tempat, berpikir, merasakan, atau percakapan yang
berhubungan dengan trauma. Selain itu juga kehilangan minat terhadap
semua hal, perasaan terasing dari orang lain, dan emosi yang dangkal.
c. Sensitifitas yang meningkat, ditunjukkan dengan susah tidur, mudah
marah/ tidak dapat mengendalikan marah, kewaspadaan yang berlebih,
susah konsentrasi, respon yang berlebihan atas segala sesuatu.

18
d. Kecemasanterjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan
dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Videbeck, 2008). Satu
studi melaporkan bahwa orang yang selamat dari trafficker mengalami
kecemasan dengan gejala kegugupan (95%), panik (61%), merasa
tertekan (95%) dan keputusasaan tentang masa depan (76%) (Bradley,
2005).
e. Ketidakberdayaan merupakan persepsi yang menggambarkan perilaku
seseorang yang tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil,
suatu keadaan dimana individu kurang dapat mengendalikan kondisi
tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan. Secara kognitif korban
umumnya kurang konsentrasi, ambivalensi, kebingungan, menyempit/
preokupasi, focus, misinterpretasi, bloking, berkurangnya kreatifitas,
pandangan suram, pesimis, sulit untuk membuat keputusan, mimpi
buruk, produktivitas menurun, pelupa. Efek korban terkadang tampak
sedih, bingung, gelisah, apatis/ pasif, kesepian, rasa tidak berharga,
penyangkalan perasaan, kesal, khawatir, perasaan gagal. Korban sering
semakin sering mengeluh kelemahan, pusing, kelelahan, keletihan, sakit
kepala, perubahan siklus haid. Keluarga mungkin melaporkan
perubahantingkat aktivitas pada korban, mudah tersinggung, kurang
spontanitas, sangat tergantung, mudah menangis. Kecenderungan untuk
isolasi, partisipasi sosial berkurang pada tingkat lanjut mungkin akan
tampak pada korban (Rahmalia, 2010).
2.5.2 Dampak Sosial
Secara sosial para perempuan korban trafficking teralenasi, karena sejak
awal direkrut, diangkut atau ditangkap oleh jaringan trafficker mereka sudah
disekap, diisolir agar tidak berhubungan dengan dunia luar atau siapapun sampai
mereka tiba ditempat tujuan. Eksploitasi seksual yang di alami para korban
ditempat pekerjaan membatasi mereka untuk bertemu dengan orang lain (Course
Instructions, 2011: 3, 4), kecuali harus melayani nafsu bejat para tamu (lelaki
hidung belang). Para korban semestinya memandang dunia dan masa depan
dengan mata bersinar, hidup aman tentram bersama perlindungan dan kasih

19
sayang keluarganya, tibatiba harus tercabut masuk ke dalam situasi yang
eksploitatif dan kejam, menjadi korban sindikat trafficking.
Konsekuensi sosial tersebut sebagai salah satu dampak yang banyak dialami
oleh perempuan. Korban trafficking. Korban mengalami isolasi sosial, yang
berfungsi sebagai strategi untuk perbudakan dan eksploitasi seksual. Sementara
diperbudak, para korban terutama anak-anak biasanya kehilangan kesempatan
pendidikan dan sosialisasi dengan teman sebayanya (Stotts & Ramey, 2009: 10).
Karena trafficking perempuan tampaknya mengorbankan seluruh masyarakat,
anak dan wanita, isolasi sosial merupakan upaya untuk mencegah mereka
mendapatkan pendidikan dan meningkatkan kerentanan masa depan mereka untuk
diperdagangkan.
Menurut Chatterjee et al. (Wickham, 2009: 12, 13), persoalan sosial yang
sangat tragis dan semakin meningkatkan stress dan depresi para korban adalah
ketika keluarga dan masyarakat menolak untuk menerima mereka kembali. Selain
itu, para pria sering melihat perempuan korban trafficking sebagai orang yang
kotor, telah ternodai dan karena itu menolak untuk menikahi mereka. Diskriminasi
terhadap para perempuan korban trafficking terjadi dalam berbagai sector dan
berbagai bentuk. Kenyataan ini telah menggugah rasa kemanusiaan dari berbagai
pihak untuk terus berjuang agar nilai-nilai kemanusiaan seperti keadilan,
kesederajatan, bisa diwujudkan. Jadi dampak sosial yang dimaksud adalah isolasi
sosial, penolakan dari keluarga & masyarakat mengakibatkan perempuan korban
trafficking kehilangan makna dan tujuan hidup serta penghargaan atas dirinya.
2.5.3 Dampak Kesehatan Fisik Secara fisik
Cedra aktual para perempuan korban trafficking terjadi, karena mereka
mengalami kekerasan fisik dan seksual. Mereka seringkali terpaksa harus tinggal
di lingkungan yang tidak manusiawi dan bekerja dalam kondisi berbahaya.
Mereka tidak memiliki gizi yang cukup dan dikenakan penyiksaan secara brutal
pada fisik dan psikis, apabila mereka tidakmemberikan pelayanan seksual yang
diinginkan pelanggan (“lelaki hidung belang”) atau karena penolakan para korban
terhadap eksploitasi seksual. Korban sering tidak memiliki akses ke perawatan
medis yang memadai dan tinggal dilingkungan yang najis dan tidak layak (Stotts

20
& Ramey, 2009: 10). Perawatan kesehatan dan pencegahan penyakit seksual
menular terhadap para korban hampir tidak ada, dan kesehatan biasanya diabaikan
sampai mereka semakin terpuruk menderita penyakit HIV / AIDS, sipilis, gonorea
dan penyakit seksual menular lainnya.
Para perempuan korban trafficking dirugikan dengan berbagai metode yang
digunakan traffickers untuk "kondisi" mereka, termasuk pemerkosaan,
pemerkosaan geng, ancaman untuk menyakiti korban atau keluarga korban, kronis
pada pendengaran, dan kardiovaskular atau masalah Pernapasan yang disebabkan
oleh penyiksaan, trans-seksual dan memaksa penggunaan narkoba. Luka fisik
termasuk hal-hal seperti patah tulang, gegar otak, luka bakar, dan vagina atau
dubur robek. Kehamilan korban yang tidak diinginkan akibat pemerkosaan atau
prostitusi. Infertility sebagai akibat infeksi kronis menular seksual yang tidak
diobati atau gagal atau melakukan aborsi tradisional bukan oleh para medis dan
tanpa perawatan medis. Belum lagi penyakit yang tidak terdeteksi atau tidak
diobati, seperti diabetes atau kanker, sebagai ancaman masa depan para korban
(Stotts & Ramey, 2009: 11).
Jadi dampak kesehatan fisik yang dimaksud adalah cedera aktual &
ancaman terhadap integritas diri para korban yang mengalami kekerasan fisik dan
seksual. Penderitaan secara fisik yang dialami para perempuan korban trafficking,
menciptakan citra diri negatif, konsep diri para korban semakin terpuruk,
kehilangan makna hidup, harkat dan martabat para korban menjadi hancur.
2.6 Pencegahan dan Penanggulangan Trafficking Human
Perdagangan orang, khususnya perempuan sebagai suatu bentuk tindak
kejahatan yang kompleks, tentunya memerlukan upaya penanganan yang
komprehensif dan terpadu. Tidak hanya dibutuhkan pengetahuan dan keahlian
professional, namun juga pengumpulan dan pertukaran informasi, kerjasama yang
memadai baik sesame apparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan,
hakim maupun dengan pihak- pihak lain yang terkait yaitu lembaga pemerintah
(Kementrian terkait) dan lembaga non pemerintah (LSM) baik lokal maupun
internasional.

21
Semua pihak bisa saling bertukar informasi dan keahlian profesi sesuai
dengankewenangan masing-masing dan kode etik instansi. Tidak hanya perihal
pencegahan, namun juga penanganan kasus dan perlindungan korban semakin
memberikan pembenaran bagi upaya pencegahan dan penanggulangan
perdagangan peremuan secara terpadu. Hal ini bertujuan untuk memastikan agar
korban mendapatkan ha katas perlindungan dalam hukum.
Dalam konteks penyidikan dan penuntutan, aparat penegak hukum dapat
memaksimalkan jaringan kerjasama dengan sesama apparat penegak hukum
lainnya didalam suatu wilayah negara, untuk bertukar informasi dan melakukan
investigasi bersama. Kerjasama dengan apparat penegak hukum di negara tujuan
bisa dilakukan melalui pertukaran informasi, atau bahkan melalui mutual legal
assistance, bagi pencegahan dan penanggulangan perdagangan perempuan lintas
negara.
Upaya Masyarakat dalam pencegahan trafficking yakni dengan meminta
dukungan ILO dan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) yang
melakukan Program Prevention of Child Trafficking for Labor and Sexual
Exploitation. Tujuan dari program ini adalah:
1. Memperbaiki kualitas pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar sampai
Sekolah Menegah Atasuntuk memperluas angka partisipasi anak laki-laki
dan anak perempuan.
2. Mendukung keberlanjutan pendidikan dasar untuk anak perempuan setelah
lulus sekolah dasar.
3. Menyediakan pelatihan keterampilan dasar untuk memfasilitasi kenaikan
penghasilan.
4. Menyediakan pelatihan kewirausahaan dan akses ke kredit keuangan untuk
memfasilitasi usaha sendiri.
5. Merubah sikap dan pola pikir keluarga dan masyarakat terhadap trafficking
anak.

22
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Kasus Trafficking Human Artikel


Perdagangan Manusia (Masih) Marak, Berbungkus Berbagai Modus
Suara Ibu Sulis terdengar geram ketika bercerita mengenai apa yang terjadi
pada salah satuputrinya, yang Pernah menjadi korban perdagangan orang pada
akhir 2013. Walapun ibu sulis Pernah menjadi korban perdangan.
“Tidak bisa saya bayangkan ketakutannya., Dia jauh dari rumah, bekerja
untuk rumah biadab itu. Dia melihat semuanya., Dia seperti jadi orang lain ketika
saya pertama kali mendengar suaranya (melalui telepon) setelah sekian lama tidak
berhubungan,” kata Ibu Sulis (45 tahun) berapi-api.“Keluarga kami broken home.
Anak-anak melihat orangtua tidak akur. Mungkin itu yang menyebabkan dia
pergi,” jelas Ibu Sulis yang berasal dari Palopo, Sulawesi Selatan.“Anak saya
mungkin frustasi dan tidak tahan kondisi keluarga kami,” tegas ibu Sulis.
Bella yang lahir pada tahun 1995, menurut ibunya, tergoda dengan
imingiming gaji Rp 10 juta per bulan sebagai SPG. Dia mendapat tawaran dari
teman masa kecilnya yang memang sudah lebih dulu bekerja di Dobo, kota kecil
di Kepulauan Aru di Maluku.
Bersama dengan teman lama dan sahabatnya, Bella pergi diam-diam
meninggalkan desa dan merasa bahwa mencari nafkah sendiri merupakan jawaban
akan kegalauannya. Dari kampung mereka, Rawamangun di Palopo, gadis-gadis
sebaya ini berangkat ke Makassar., Menginap satu malam di sebuah hotel dan
bertemu dengan calon pemberi pekerjaan, yang ternyata adalah pemilik kelab
malam. Lalu berangkat dengan pesawat menuju Ambon pada keesokan harinya.
Para pelaku praktek perdagangan orang ini diduga menggunakan sistem sel
yang terputus-putus di satu daerah ke daerah lain., Hampir serupa dengan cara
sindikat narkoba beroperasi. Sehingga dari Ambon, gadis-gadis Palopo ini
bertemu dengan orang yang berbeda yang membawa mereka ke Pulau Aru. Dan
cerita sedih berkepanjangan dimulai ketika mereka menginjakkan kaki di tempat
kerja mereka.

23
“Dia magang untuk 3 bulan baru boleh dibawa keluar. Selama itu dia kerja
melayani tamu, menemani minum. Setiap hari dia disuruh memakai pakaian
seminim mungkin dan dipajang di ruang kaca. Bisa saya katakan separuh
telanjang,” kata Ibu Sulis menceritakan apa yang dia dengar dari anaknya anaknya
tampak takut.
Bella dan teman-temannya melihat perlakuan buruk kepada perempuan yang
bekerja di sana.; Bukan hanya dari para pelanggan tetapi juga pekerja laki-laki
serta pemilik tempat hiburan itu. “Mereka membuat perempuan menjadi binatang.
Menjerat dengan hutang yang jelas-jelas tidak akan sanggup mereka bayar. Ada
ibu-ibu yang sama sekali tidak bisa meninggalkan tempat itu karena hutang
banyak, anak banyak dan tidak jelas siapa saja bapaknya.”
“Bella juga melihat teman-temannya yang sakit atau hamil dibawa pergi dari
pulau dan tidak Pernahh kembali.” Cerita Bella hanyalah satu dari ribuan kisah
pilu perdagangan orang. Tersamarkan dengan berbagai modus yang terus
diperbaharui seiring dengan perkembangan jaman untuk menjerat korbannya.
Iming-iming gaji bulanan dengan jumlah fantastis masih sering digunakan, tetapi
para pemangsa mulai menggunakan media sosial untuk menjerat targetnya. Dan
sudah ada pula kasus-kasus dimana korban dijerat melalui perjalanan umrah.
3.2 Asuhan Keperawatan Berdasarkan Kasus
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Ny. B
DENGAN KORBANTRAFFICKING

I. IDENTITAS
KLIEN
Nama : Ny. B
Umur : Lahir tahun 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : SPG
Alamat dan No. Telp : Rawamangun, Palopo

IBU
Penanggung Jawab : Ny. S (45 Tahun)
Hubungan dg Klien : sebagai Ibunya

24
II. POLA PERSEPSI KESEHATAN/ PENANGANAN KESEHATAN
a. Keluhan Utama:
Menurut Ny. S “Anak saya mungkin frustasi dan tidak tahan kondisi
keluarga kami,”
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Anak frustasi dan tidak tahan kondisi keluarga
c. Lamanya Keluhan :
Dimulai ketika mereka menginjakkan kaki di tempat kerja mereka.
d. Faktor yang Memperberat :
Menurut Ny. S “Keluarga kami broken home. Anak-anak melihat
orangtua tidak akur. Mungkin itu yang menyebabkan dia pergi,”
e. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi Keluhan :
Menurut Ny. S bersama dengan teman lama dan sahabatnya, Bella pergi
diam-diam meninggalkan desa dan merasa bahwa mencari nafkah sendiri
merupakan jawaban akan kegalauannya.
f. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pernah menjadi korban perdagangan orang pada akhir 2013.
g. Persepsi Klien tentang status kesehatan dan kesejahteraan:
Merasa bahwa mencari nafkah sendiri merupakan jawaban akan
kegalauannya.
h. Riwayat Kesehatan Keluarga : ibu sulis Pernah menjadi korban
perdangan.
III. KLASIFIKASI DATA
DATA SOBJEKTIF:
1. Ibu Klien mengatakan klienfrustasi dan tidak tahan kondisi keluarga
2. Ibu klien mengatakan bahwa klien Pernah menjadi korban perdagangan
orang
3. Menurut Ny. S “Tidak bisa saya bayangkan ketakutannya. Dia jauh dari
rumah, bekerja untuk rumah biadab itu. Dia melihat semuanya., Dia
seperti jadi orang lain ketika saya pertama kali mendengar suaranya
(melalui telepon) setelah sekian lama tidak berhubungan,”

25
4. Menurut Ny. S “Mereka membuat perempuan menjadi binatang.
Menjerat dengan hutang yang jelas-jelas tidak akan sanggup mereka
bayar. Ada ibu-ibu yang sama sekali tidak bisa meninggalkan tempat itu
karena hutang banyak, anak banyak dan tidak jelas siapa saja bapaknya.”
5. Menurut Ny. S “Dia magang untuk 3 bulan baru boleh dibawa keluar.
Selama itu dia kerja melayani tamu, menemani minum. Setiap hari dia
disuruh memakai pakaian seminim mungkin dan dipajang di ruang kaca.
Bisa saya katakan separuh telanjang,”
DATA OBJEKTIF:
1. Klien tampak takut
2. Klien tampak merasa tertekan dan kurang mampu menentukan pilihan
3. Klien tampak sedih
IV. ANALISA DATA
PENY PROB
DATA
EBAB LEM
DS:
 Ibu Klien mengatakan klien frustasi dan Riwayat Sindro
tidak tahan kondisi keluarga korban m pasca
 ibu klien mengatakan bahwa klien Pernah perilku trauma
menjadi korban perdagangan orang kekerasan
 Menurut Ny. S “Tidak bisa saya
bayangkan ketakutannya., Dia jauh dari
rumah, bekerja untuk rumah biadab itu.
Dia melihat semuanya., Dia seperti jadi
orang lain ketika saya pertama kali
mendengar suaranya (melalui telepon)
setelah sekian lama tidak berhubungan,”
DO:
 Klien tampak takut
 Klien tampak sedih

DS:
 NY.S mengatakan Keluarga kami broken Perubah Isolasi
home. Anak-anak melihat orangtua tidak an status sosial
akur. Mungkin itu yang menyebabkan dia mental
memutuskan pergi
DO:
 Klien tampak merasa tertekan dan kurang
mampu menentukan pilihan

26
V. POHON MASALAH

Teringat kembali pada kejadian traumatis Halusinasi

Sindrom
Pasca Trauma

Isolasi Sosial

Riwayat korban
Perubahan status mental
perilaku kekerasan

VI. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Isolasi sosil
Kategori : relasional
Subkategori : interaksi sosial
Tanda mayor/minor:
DS:
 Merasa ingin sendiri
 Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas

27
DO:
 Efek sedih
2. Sindrom pasca trauma
Kategori : psikologis
Subkategori : integritas ego
Tanda mayor/minor:
DS:
 Merasa cemas
 Mengungkapkan secara berlebihan atau menghindari pembicaraan
kejadian trauma
DO:
 Ketakutan berulang
 Minat berinteraksi dengan orang lain menurun

VII. RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN


DIAGNOSA
NO/DX LUARAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
DX:0121 1. Isolasi sosial Setelah Observasi:
Pengertian: dilakukan  Identivikasi kemampuan melakukan
ketidak asuhan interaksi dengan orang lain
mampuan membina keperawatan  Identifikasi habatan melakukan
hubungan yang erat, selama 2x 24 interaksi dengan orang lain
hangat terbuka, dan jam diharapkan Terapeutik:
interpenden dengan dengan kriteria  Motivasi meningkatkan keterlibatan
orang lain hasil: dalam suatu hubungan
DS:  Minat  Motivasi kesabaran dalam
 Merasa ingin interaksi mengembangkan suatu hubungan
sendiri meningkat  Motivasi berpartisivasi dalam
 Merasa tidak  Verbalisasi aktivitas baru dan kegiatan
mempunyai tujuan tujuan yang kelompok
yang jelas jelas  Diskusikan kekuatan dan
DO: meningkat keterbatasan dalam berkomunikasi
 Efek sedih  Efek sedih dengan orang lain
menurun  Diskusikan perencanaan di masa
 Perilaku depan
bermusuhan  Berikan umpan balik positif dalam
menurun perawata diri
 Minnat Edukasi:
terhadap  Anjurkan berinteraksi dengan orang
aktivitas lain secara bertahap
meningkat  Anjurkan ikut serta kegiatan dan
kenyasyarakat
 Anjurkan berbagi pengalaman

28
dengan orang lain
 Anjurkan meningkatkan kejujuran
diri dan menghormati hak orang
lain
 Latih mengespresikan marah
dengan tepat
DX:0104 1. Sindrom pasca Setelah Observasi:
trauma dilakukan  Identifikasi pengalaman tidak
Pengertian: respon asuhan menyenangkan atau traumatis(mis,
maladaptif yang keperawatan penganiyayaan, penlakan kritik
berkelanjutan selama 2x 24 berlebihan
terhadap kejadian jam diharapkan  Identifikasi adanya perbedaan
trauma dengan kriteria perlakuan dalam keluarga
DS: hasil:  Identifiksi situasi krisis yang
 Merasa cemas  Perilaku memicu penganiyayaan
 Mengungkapkan konsisten  Identifikasi tingkat isolasi sosial
secara berlebihan meningkat dalam keluarga
atau menghindari  Hubungan  Identifikasi adanya ketidak sesuaian
pembicaraan yng efektif pern
kejadian trauma meningkat  Periksa tanda tanda penganiyayaan
DO:  Perasaan Terapeutik:
 Ketakutan berulang fluktuatif  Fasilitasi keluarga dalam
 Minat berinteraksi terhadap diri mengidentifikasi strategi koping
dengan orang lain menurun terhadap situasi stres
menurun  Kebingungan  Laporkan situasi penganiyayaan
dengan kepada pihak berwajib
tujuan hidup Edukasi:
menurun  Informasikan informasi hukum
yang relevan dengan peristiwa
peganiyayaan
 Jelaskan harapan yang realistis pada
anak sesui tingkat perkembangan
 Anjurkan untuk menghubungi polisi
jika keamanan fisik terancam
Kolaborasi:
 Rujuk ke dukung kelompok atau ke
tempat perlindungan jika perlu
 Rujuk anggota keluarga beresiko
pada spesialis yang sesuai

29
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Trafficking adalah perdagangan manusia, lebih khususnya perdangan
perempuan dan anak-anak yang dilakukan oleh pelaku perdagangan manusia
‘trafficker’ dengan cara mengendalikan korban dalam bentuk paksaan,
penggunaan kekerasan, penculikan, tipu daya, penipuan ataupun penyalahgunaan
kekuasaan atau kedudukan.
Jenis-jenis trafficking ini meliputi perkawinan transinternasional, eksploitasi
seksual phedopilia, pembantu rumah tangga dalam kondisi buruk, dan penari
erotis. Faktor penyebab utama terjadinya tindakan trafficking ini adalah karena
kemiskinan dan beberapa diantaranya adalah, karena tingkat pendidikan yang
rendah, penganiyaan terhadap perempuan, perkawinan usia muda, dan kondisi
sosial budaya masyarakat yang patriarkhis. Dampak yang bisa ditimbulkan dari
trafficking ini adalah kecemasan, stress, dan ketidakberdayaan.
4.2. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini
dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.

30
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M,E., Morhouse, F. & Muur, A. C. 2013. Nursing Diagnosis Manual


Planning, Individualizing And Documenting Client Care. 4th Ed.
Philadelphia: F. A. Davis Company.

Ackley, B. J., Ladwing. G. B., & Makic, M. B. F. 2017. Nursing Diagnosis


Handbook an Evidence-Based Guide to Planning Care. 11 th Ed. Louis:
Elsevier.

Townsed, M. 2014. Psychiatric Nursing: Assesment, Care Plans, and


Medications. 9th Ed. Piladelphia: F. A. Davis Company.

31
DOKUMENTASI

Suasana kerja kelompok pembuatan tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II yang
berjudul Asuhan Keperawatan Pada Korban Trafficking

32
33

Anda mungkin juga menyukai