Anda di halaman 1dari 5

CONTINUING MEDICAL

TINJAUANEDUCATION
PUSTAKA

Prinsip Pemeriksaan dan Penatalaksanaan Korban


(P3K)
Kekerasan Seksual
Putri Dianita Ika Meilia
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta, Indonesia

ABSTRAK
Jumlah kasus kekerasan seksual di Indonesia (dan seluruh dunia) semakin meningkat dari tahun ke tahun. Korban-korban kekerasan seksual
tentunya ingin mencari keadilan bagi dirinya. Salah satu upayanya adalah dengan membuat laporan kepolisian, dengan harapan kasus yang
mereka alami dapat terungkap. Komponen penting dari pengungkapan kasus kekerasan seksual adalah visum et repertum yang dibuat oleh
dokter. Visum et repertum yang memuat tentang hasil pemeriksaan medis mengenai bukti-bukti kekerasan seksual yang terdapat pada tubuh
korban berserta interpretasinya, dapat membantu membuat terang perkara bagi aparat penegak hukum. Selain membuat visum et repertum,
dokter juga sangat berperan dalam penyembuhan trauma fisik dan psikis yang dialami korban. Karena itu, dokter hendaknya memahami dan
menguasai Prinsip Pemeriksaan & Penatalaksanaan Korban (P3K) Kekerasan Seksual agar dapat seoptimal mungkin membantu korban menda-
patkan keadilan.

Kata kunci: kekerasan seksual, pemeriksaan dan penatalaksanaan korban, visum et repertum

ABSTRACT
Every year, the incidence of sexual violence in Indonesia, as well as other countries, is increasing dramatically. The victims of sexual violence
are certainly craving for justice. In order to seek justice for themselves, victims turn to authorities. In solving a case of sexual violence, visum
et repertum is a very important component because it contains the documentation and interpretation of evidence of sexual violence on the
victim’s body. Through visum et repertum, assessing physicians can help law-enforcement agencies in solving sexual violence cases by provid-
ing evidence in “he-said-she-said” disputes. In addition to bering assessing physicians, doctors also have the obligation to mend physical dan
psychological traumas of victims of sexual violence. Hence, doctors need to understand and be able to conduct a thorough examination and
provide much needed care for victims in order to help victims and prevent a miscarriage of justice. Putri Dianita Ika Meilia. Principles of the
Examination and Management of Sexual Violence Victims.

Key words: sexual violence, victim examination and care, visum et repertum

ILUSTRASI ibunda Suci mengajaknya ke Polsek terdekat Violence against Women Survey/NVAWS) me-
Suci – bukan nama sebenarnya – adalah se- untuk melapor. Oleh penyidik, Suci dan ibu- laporkan bahwa 17,6% dari responden wanita
orang gadis remaja yang senang bergaul dan nya diantar ke RS ABC untuk divisum. Dr. D, dan 3% dari responden pria pernah menga-
dikenal periang oleh keluarga dan teman- yang kebetulan sedang jaga di UGD, diminta lami kekerasan seksual, beberapa di antaranya
temannya. Namun, sudah beberapa waktu menangani Suci. De-ngan sedikit termangu, bahkan lebih dari satu kali sepanjang hidup
ini Suci berubah pendiam dan sering mengu- dr. D mulai mengingat-ingat pelajaran foren- mereka. Dari jumlah tersebut hanya sekitar
rung diri di kamarnya. Ibunya yang pertama sik yang ia dapatkan saat koass, “Apa ya, yang 25% yang pernah membuat laporan polisi.1
kali memperhatikan perubahan tersebut, harus saya lakukan pada pasien ini?” Di Indonesia, menurut Komisi Nasional Anti
bertanya ke Suci - Apa mungkin sedang ada Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas
masalah di sekolah? Atau masalah klasik se- PENDAHULUAN Perempuan) sejak tahun 1998 sampai 2011
orang gadis yang sedang patah hati? Betapa Kekerasan seksual merupakan kejahatan yang tercatat 93.960 kasus kekerasan seksual ter-
kagetnya ibunda Suci ketika akhirnya Suci universal. Kejahatan ini dapat ditemukan di se- hadap perempuan di seluruh Indonesia. De-
memberanikan diri untuk bercerita.Ternyata luruh dunia, pada tiap tingkatan masyarakat, ngan demikian rata-rata ada 20 perempuan
sudah dua bulan ini Suci tidak haid, sejak tidak memandang usia maupun jenis kelamin. yang menjadi korban kekerasan seksual tiap
seorang kakak kelasnya memaksanya untuk Besarnya insiden yang dilaporkan di setiap harinya. Hal yang lebih mengejutkan ada-
bersetubuh di rumah temannya. Dengan negara berbeda-beda. Sebuah penelitian di lah bahwa lebih dari 3/4 dari jumlah kasus
pikiran yang kalut dan hati yang menangis, Amerika Serikat pada tahun 2006 (National tersebut (70,11%) dilakukan oleh orang yang

CDK-196/ vol. 39 no. 8, th. 2012 579

CDK-196_vol39_no8_th2012 ok.indd 579 8/6/2012 3:14:44 PM


TINJAUAN PUSTAKA

masih memiliki hubungan dengan korban.2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), sama-sama. Dalam P3K kekerasan seksual,
Terdapat dugaan kuat bahwa angka-angka khususnya dalam Bab XIV tentang Kejahatan seorang dokter bukan saja harus mencari dan
tersebut merupakan fenomena gunung es, terhadap Kesusilaan. Salah satu pasal utama mengamankan bukti-bukti yang terdapat
yaitu jumlah kasus yang dilaporkan jauh lebih adalah pasal 285 tentang Perkosaan yang ber- pada korban atau tersangka yang diperiksa,
sedikit daripada jumlah kejadian sebenarnya bunyi, “Barang siapa dengan kekerasan atau tapi sekaligus juga memberikan terapi fisik
di masyarakat. Banyak korban enggan me- ancaman kekerasan memaksa seorang wanita maupun psikis.
lapor, mungkin karena malu, takut disalahkan, bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, di-
mengalami trauma psikis, atau karena tidak ancam karena melakukan perkosaan dengan Aspek etik dan medikolegal
tahu harus melapor ke mana. Seiring dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.” Dalam melakukan P3K kekerasan seksual, ter-
meningkatnya kesadaran hukum di Indonesia, Sedangkan Persetubuhan dengan Wanita di dapat beberapa aspek etik dan medikolegal
jumlah kasus kekerasan seksual yang dilapor- Bawah Umur diatur dalam pasal 287 ayat 1 yang harus diperhatikan. Karena korban juga
kan pun mengalami peningkatan. yang berbunyi, “Barang siapa bersetubuh de- berstatus sebagai pasien, dan yang akan di-
ngan seorang wanita di luar perkawinan, padahal periksa adalah daerah “sensitif”, hal utama
Pelaporan tentu hanya merupakan langkah diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya yang harus diperhatikan adalah memperoleh
awal dari rangkaian panjang dalam meng- bahwa umumya belum lima belas tahun, atau informed consent.6,8-10 Informasi tentang pe-
ungkap suatu kasus kekerasan seksual. Salah kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum wak- meriksaan harus diberikan sebelum peme-
satu komponen penting dalam pengungka- tunya untuk dikawin, diancam dengan pidana riksaan dimulai dan antara lain, mencakup tu-
pan kasus kekerasan seksual adalah visum et penjara paling lama sembilan tahun.” Dalam juan pemeriksaan dan kepentingannya untuk
repertum yang dapat memperjelas perkara pasal 289 sampai 294 KUHP, juga diatur ten- pengungkapan kasus, prosedur atau teknik
dengan pemaparan dan interpretasi bukti- tang perbuatan cabul sebagai salah satu ke- pemeriksaan, tindakan pengambilan sampel
bukti fisik kekerasan seksual. Dokter, sebagai jahatan terhadap kesusilaan; perbuatan cabul atau barang bukti, dokumentasi dalam bentuk
pihak yang dianggap ahli mengenai tubuh diartikan sebagai semua perbuatan yang rekam medis dan foto, serta pembukaan se-
manusia, tentunya memiliki peran yang be- dilakukan untuk mendapatkan kenikmatan bagian rahasia kedokteran guna pembuatan
sar dalam pembuatan visum et repertum dan seksual sekaligus mengganggu kehormatan visum et repertum.6,11 Apabila korban cakap
membuat terang suatu perkara bagi aparat kesusilaan. Selain dalam KUHP, pasal tentang hukum, persetujuan untuk pemeriksaan harus
penegak hukum. Karena itu, hendaknya se- kekerasan seksual terdapat pula dalam pasal diperoleh dari korban. Syarat-syarat cakap hu-
tiap dokter – baik yang berada di kota besar 81 UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlin- kum adalah berusia 21 tahun atau lebih, atau
maupun di daerah terpencil, baik yang ber- dungan Anak serta pasal 5 dan 8 UU RI No. 23 belum 21 tahun tapi sudah pernah menikah,
praktik di rumah sakit maupun di tempat tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan tidak sedang menjalani hukuman, serta ber-
praktik pribadi – memiliki pengetahuan dan dalam Rumah Tangga. jiwa sehat dan berakal sehat.12 Apabila korban
keterampilan yang mumpuni dalam melaku- tidak cakap hukum persetujuan harus diminta
kan pemeriksaan dan penatalaksanaan kor- Pemahaman definisi dan jenis kekerasan dari walinya yang sah. Bila korban tidak setuju
ban kekerasan seksual. Tinjauan pustaka ini seksual tersebut penting dimiliki oleh se- diperiksa, tidak terdapat ketentuan undang-
akan memaparkan tentang Prinsip Pemerik- orang dokter. Tujuannya adalah untuk dapat undang yang dapat memaksanya untuk
saan dan Penatalaksanaan Korban (P3K) Keke- menentukan hal-hal apa saja yang harus di- diperiksa dan dokter harus menghormati ke-
rasan Seksual. Karena sebagian besar korban periksa dan bukti-bukti apa saja yang harus putusan korban tersebut.6
kekerasan seksual adalah wanita, maka fokus dicari pada P3K kekerasan seksual. Dalam
pembahasan dalam tinjauan pustaka ini ada- pasal-pasal tersebut terkandung unsur-unsur Selain itu, karena pada korban terdapat barang
lah P3K pada korban wanita. apa saja yang harus dipenuhi dalam upaya bukti (corpus delicti) harus diperhatikan pula
pembuktian bahwa telah terjadi suatu tindak prosedur legal pemeriksaan. Setiap peme-
DEFINISI pidana berupa kekerasan seksual. riksaan untuk pembuatan visum et repertum
Terdapat beberapa definisi kekerasan seksual, harus dilakukan berdasarkan permintaan tertu-
baik definisi legal, sosial, maupun medis. Salah PENATALAKSANAAN lis (Surat Permintaan Visum/SPV) dari polisi
satu definisi yang luas mengartikan kekeras- Sebelum membahas tentang P3K kekerasan penyidik yang berwenang. Korban juga harus
an seksual sebagai segala jenis kegiatan atau seksual, perlu dipahami terlebih dahulu dua diantar oleh polisi penyidik sehingga keutuhan
hubungan seksual yang dipaksakan dan/atau jenis peran yang dapat dimiliki seorang dok- dan originalitas barang bukti dapat terjamin.6
tanpa persetujuan (consent) dari korban.3, 4 Se- ter7: Apabila korban tidak diantar oleh polisi penyi-
dangkan definisi yang lebih sempit menyama- • Attending doctor: Peran dokter klinis yang dik, dokter harus memastikan identitas korban
kan kekerasan seksual dengan perkosaan (rape), umum, yang bertujuan mendiagnosis dan yang diperiksa dengan mencocokkan antara
dan mengharuskan adanya persetubuh-an, mengobati atau menyembuhkan pasien. identitas korban yang tercantum dalam SPV
yaitu penetrasi penis ke dalam vagina.5, 6 Defi- • Assessing doctor: Peran dokter dalam mem- dengan tanda identitas sah yang dimiliki kor-
nisi-definisi tersebut sedikit banyak tergantung bantu pencarian bukti tindak pidana, khusus- ban, seperti KTP, paspor, atau akta lahir. Catat
dari hukum yang dianut di suatu negara. nya dengan membuat visum et repertum. pula dalam rekam medis bahwa korban tidak
diantar oleh polisi. Hal ini harus dilakukan un-
Di Indonesia, pada umumnya definisi dan jenis Kedua peran tersebut kadang tidak dapat tuk menghindari kemungkinan kesalahan
kekerasan seksual yang dianut diambil dari dipisahkan dan harus dijalankan secara ber- identifikasi dalam memeriksa korban.

580 CDK-196/ vol. 39 no. 8, th. 2012

CDK-196_vol39_no8_th2012 ok.indd 580 8/6/2012 3:14:46 PM


TINJAUAN PUSTAKA

Seorang dokter yang memeriksa kasus ke- dampingi perawat yang sama jenis kelamin-  adanya upaya perlawanan,
kerasan seksual harus bersikap objektif-impar- nya dengan korban (biasanya wanita) atau  apakah korban sadar atau tidak pada saat
sial, konfidensial, dan profesional.8 Objektif- bidan. Tujuannya adalah untuk mengurangi atau setelah kejadian,
imparsial artinya seorang dokter tidak boleh rasa malu korban dan sebagai saksi terhadap  adanya pemberian minuman, makanan,
memihak atau bersimpati kepada korban prosedur pemeriksaan dan pengambilan sam- atau obat oleh pelaku sebelum atau setelah
sehingga cenderung mempercayai seluruh pel. Selain itu, hal ini juga perlu demi menjaga kejadian,
pengakuan korban begitu saja. Hal yang boleh keamanan dokter pemeriksa terhadap tuduh-  adanya penetrasi dan sampai mana (par-
dilakukan adalah berempati, dengan tetap an palsu bahwa dokter melakukan perbuatan sial atau komplit),
membuat penilaian sesuai dengan bukti-buk- tidak senonoh terhadap korban saat pemerik-  apakah ada nyeri di daerah kemaluan,
ti objektif yang didapatkan secara sistematis saan.  apakah ada nyeri saat buang air kecil/be-
dan menyeluruh. Tetap waspada terhadap • Pemeriksaan harus dilakukan secara sar,
upaya pengakuan atau tuduhan palsu (false sistematis dan menyeluruh terhadap seluruh  adanya perdarahan dari daerah kemalu-
allegation) dari korban. Hindari pula perkataan bagian tubuh korban, tidak hanya terhadap an,
atau sikap yang “menghakimi” atau menyalah- daerah kelamin saja.  adanya ejakulasi dan apakah terjadi di luar
kan korban atas kejadian yang dialaminya. • Catat dan dokumentasikan semua atau di dalam vagina,
Dokter juga harus menjaga konfidensialitas temuan, termasuk temuan negatif.  penggunaan kondom, dan
hasil pemeriksaan korban. Komunikasikan  tindakan yang dilakukan korban sete-
hasil pemeriksaan hanya kepada yang berhak Langkah-langkah pemeriksaan adalah seba- lah kejadian, misalnya apakah korban sudah
mengetahui, seperti kepada korban dan/atau gai berikut6, 8-11, 13: buang air, tindakan membasuh/douching,
walinya (jika ada), serta penyidik kepolisian mandi, ganti baju, dan sebagainya.
yang berwenang. Tuangkan hasil pemeriksaan Anamnesis
dalam visum et repertum sesuai keperluan saja, Pada korban kekerasan seksual, anamnesis • When:
dengan tetap menjaga kerahasiaan data medis harus dilakukan dengan bahasa awam yang  tanggal dan jam kejadian, bandingkan
yang tidak terkait dengan kasus. Profesionalitas mudah dimengerti oleh korban. Gunakan dengan tanggal dan jam melapor, dan
dokter dalam melakukan P3K kekerasan seksual bahasa dan istilah-istilah yang sesuai tingkat  apakah tindakan tersebut baru satu kali
ditunjukkan dengan melakukan pemeriksaan pendidikan dan sosio-ekonomi korban, sekali- terjadi atau sudah berulang.
sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu kedokteran pun mungkin terdengar vulgar. Anamnesis
yang umum dan mutakhir, dengan memper- dapat dibagi menjadi anamnesis umum dan • Where:
hatikan hak dan kewajiban korban (sekaligus khusus. Hal-hal yang harus ditanyakan pada  tempat kejadian, dan
pasien) dan dokter. anamnesis umum mencakup, antara lain:  jenis tempat kejadian (untuk mencari
• Umur atau tanggal lahir, kemungkinan trace evidence dari tempat ke-
PEMERIKSAAN • Status pernikahan, jadian yang melekat pada tubuh dan/atau
Secara umum tujuan pemeriksaan korban • Riwayat paritas dan/atau abortus, pakaian korban).
kekerasan seksual adalah untuk11, 13, 14: • Riwayat haid (menarche, hari pertama
• melakukan identifikasi, termasuk mem- haid terakhir, siklus haid), • Who:
perkirakan usia korban; • Riwayat koitus (sudah pernah atau belum,  apakah pelaku dikenal oleh korban atau
• menentukan adanya tanda-tanda perse- riwayat koitus sebelum dan/atau setelah ke- tidak,
tubuhan, dan waktu terjadinya, bila mungkin; jadian kekerasan seksual, dengan siapa, peng-  jumlah pelaku,
• menentukan adanya tanda-tanda ke- gunaan kondom atau alat kontrasepsi lain-  usia pelaku, dan
kerasan, termasuk tanda intoksikasi narkotika, nya),  hubungan antara pelaku dengan korban.
psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA); • Penggunaan obat-obatan (termasuk
• menentukan pantas/tidaknya korban utk NAPZA), Pemeriksaan fisik
dikawin, termasuk tingkat perkembangan • Riwayat penyakit (sekarang dan dahulu), Saat melakukan pemeriksaan fisik, gunakan
seksual; dan serta prinsip “top-to-toe”. Artinya, pemeriksaan fisik
• membantu identifikasi pelaku. • Keluhan atau gejala yang dirasakan pada harus dilakukan secara sistematis dari ujung
saat pemeriksaan. kepala sampai ke ujung kaki. Pelaksanaan
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan da- pemeriksaan fisik juga harus memperhatikan
lam pemeriksaan korban kekerasan seksual6, 8, 9: Sedangkan anamnesis khusus mencakup keadaan umum korban. Apabila korban tidak
• Lakukan pemeriksaan sedini mungkin keterangan yang terkait kejadian kekerasan sadar atau keadaan umumnya buruk, maka
setelah kejadian, jangan dibiarkan menunggu seksual yang dilaporkan dan dapat menuntun pemeriksaan untuk pembuatan visum dapat
terlalu lama. Hal ini penting untuk mencegah pemeriksaan fisik, seperti: ditunda dan dokter fokus untuk ”life-saving”
rusak atau berubah atau hilangnya barang • What & How: terlebih dahulu. Selain itu, dalam melakukan
bukti yang terdapat di tubuh korban, serta  jenis tindakan (pemerkosaan, persetubuh- pemeriksaan fisik, perhatikan kesesuaian de-
untuk menenangkan korban dan mencegah an, pencabulan, dan sebagainya), ngan keterangan korban yang didapat saat
terjadinya trauma psikis yang lebih berat.  adanya kekerasan dan/atau ancaman ke- anamnesis. Pemeriksaan fisik yang dilakukan
• Pada saat pemeriksaan, dokter harus di- kerasan, serta jenisnya, dapat dibagi menjadi pemeriksaan umum dan

CDK-196/ vol. 39 no. 8, th. 2012 581

CDK-196_vol39_no8_th2012 ok.indd 581 8/6/2012 3:14:47 PM


TINJAUAN PUSTAKA

khusus. Pemeriksaan fisik umum mencakup: atau bercak cairan mani;


• tingkat kesadaran, • penyisiran rambut pubis (rambut kemalu-
• keadaan umum, an), yaitu apakah adanya rambut pubis yang
• tanda vital, terlepas yang mungkin berasal dari pelaku,
• penampilan (rapih atau tidak, dandan, penggumpalan atau perlengketan rambut
dan lain-lain), pubis akibat cairan mani;
• afek (keadaan emosi, apakah tampak se- • daerah vulva dan kulit sekitar vulva/paha
dih, takut, dan sebagainya), bagian dalam (adanya perlukaan pada jaring-
• pakaian (apakah ada kotoran, robekan, an lunak, bercak cairan mani);
atau kancing yang terlepas), • labia mayora dan minora (bibir kemaluan
• status generalis, besar dan kecil), apakah ada perlukaan pada
• tinggi badan dan berat badan, jaringan lunak atau bercak cairan mani;
• rambut (tercabut/rontok) • vestibulum dan fourchette posterior (per-
• gigi dan mulut (terutama pertumbuhan temuan bibir kemaluan bagian bawah), apa-
gigi molar kedua dan ketiga), kah ada perlukaan;
• kuku (apakah ada kotoran atau darah di • hymen (selaput dara), catat bentuk, dia-
bawahnya, apakah ada kuku yang tercabut meter ostium, elastisitas atau ketebalan, ada-
atau patah), nya perlukaan seperti robekan, memar, lecet,
• tanda-tanda perkembangan seksual atau hiperemi). Apabila ditemukan robekan
sekunder, hymen, catat jumlah robekan, lokasi dan arah
• tanda-tanda intoksikasi NAPZA, serta robekan (sesuai arah pada jarum jam, dengan Gambar 2 Beragam jenis selaput dara15
• status lokalis dari luka-luka yang terdapat korban dalam posisi litotomi), apakah robek-
pada bagian tubuh selain daerah kemaluan. an mencapai dasar (insersio) atau tidak, dan Saat melakukan pemeriksaan fisik, dokumen-
adanya perdarahan atau tanda penyembuhan tasi yang baik sangat penting. Selain melaku-
Untuk mempermudah pencatatan luka-luka, pada tepi robekan; kan pencatatan dalam rekam medis, perlu
dapat digunakan diagram tubuh seperti pada • vagina (liang senggama), cari perlukaan dilakukan pemotretan bukti-bukti fisik yang
Gambar 1. dan adanya cairan atau lendir; ditemukan.16 Foto-foto dapat membantu
• serviks dan porsio (mulut leher rahim), cari dokter membuat visum et repertum. Dengan
tanda-tanda pernah melahirkan dan adanya pemotretan, korban juga tidak perlu diperiksa
cairan atau lendir; terlalu lama karena foto-foto tersebut dapat
• uterus (rahim), periksa apakah ada tanda membantu dokter mendeskripsi temuan se-
kehamilan; cara detil setelah pemeriksaan selesai.
• anus (lubang dubur) dan daerah perianal,
apabila ada indikasi berdasarkan anamnesis; Pemeriksaan penunjang
• mulut, apabila ada indikasi berdasarkan Pada kasus kekerasan seksual, perlu dilakukan
anamnesis, pemeriksaan penunjang sesuai indikasi untuk
• daerah-daerah erogen (leher, payudara, mencari bukti-bukti yang terdapat pada tu-
paha, dan lain-lain), untuk mencari bercak buh korban. Sampel untuk pemeriksaan pe-
mani atau air liur dari pelaku; serta nunjang dapat diperoleh dari, antara lain:
• tanda-tanda kehamilan pada payudara • pakaian yang dipakai korban saat ke-
dan perut. jadian; diperiksa lapis demi lapis untuk mencari
adanya trace evidence yang mungkin berasal
Kesulitan utama yang umumnya dihadapi dari pelaku, seperti darah dan bercak mani,
oleh dokter pemeriksa adalah pemeriksaan atau dari tempat kejadian, misalnya bercak
selaput dara. Bentuk dan karakteristik selaput tanah atau daun-daun kering;
dara sangat bervariasi (Gambar 2). Pada jenis- • rambut pubis; yaitu dengan meng-
jenis selaput dara tertentu, adanya lipatan-li- gunting rambut pubis yang menggumpal
patan dapat menyerupai robekan. Karena itu, atau mengambil rambut pubis yang terlepas
Gambar 1 Diagram tubuh manusia untuk pencatatan luka pemeriksaan selaput dara dilakukan dengan pada penyisiran;
traksi lateral dari labia minora secara perla- • kerokan kuku; apabila korban melakukan
Pemeriksaan fisik khusus bertujuan mencari han, yang diikuti dengan penelusuran tepi se- perlawanan dengan mencakar pelaku maka
bukti-bukti fisik yang terkait dengan tindakan laput dara dengan lidi kapas yang kecil untuk mungkin terdapat sel epitel atau darah pelaku
kekerasan seksual yang diakui korban dan membedakan lipatan dengan robekan. Pada di bawah kuku korban;
mencakup pemeriksaan: penelusuran tersebut, umunya lipatan akan • swab; dapat diambil dari bercak yang di-
• daerah pubis (kemaluan bagian luar), menghilang, sedangkan robekan tetap tam- duga bercak mani atau air liur dari kulit sekitar
yaitu adanya perlukaan pada jaringan lunak pak dengan tepi yang tajam. vulva, vulva, vestibulum, vagina, forniks poste-

582 CDK-196/ vol. 39 no. 8, th. 2012

CDK-196_vol39_no8_th2012 ok.indd 582 8/6/2012 3:14:48 PM


TINJAUAN PUSTAKA

rior, kulit bekas gigitan atau ciuman, rongga korban belum melapor ke polisi sehingga be- terjadi kehamilan, korban mungkin membu-
mulut (pada seks oral), atau lipatan-lipatan lum ada SPV, hasil pemeriksaan dapat diminta tuhkan perawatan kehamilan atau terminasi
anus (pada sodomi), atau untuk pemeriksaan oleh korban secara tertulis. Hasil pemeriksaan kehamil-an sesuai ketentuan undang-undang.
penyakit menular seksual; tersebut dapat dituangkan dalam bentuk surat
• darah; sebagai sampel pembanding un- keterangan medis. Secara umum, surat ke- Dalam melakukan tindak lanjut, sangat pen-
tuk identifikasi dan untuk mencari tanda-tan- terangan medis mengandung bagian-bagian ting bagi dokter untuk melakukan koordinasi
da intoksikasi NAPZA; dan yang sama dengan visum et repertum, kecuali dengan pihak-pihak terkait.8 Koordinasi yang
• urin; untuk mencari tanda kehamilan dan bagian “Pro Justisia”.6 Dalam visum maupun su- baik diperlukan antara dokter pemeriksa de-
intoksikasi NAPZA. rat keterangan medis, semua temuan dipapar- ngan dokter yang memberikan tata laksana
kan dalam bahasa Indonesia yang sederhana lanjutan agar korban mendapatkan perawatan
Hal yang harus diperhatikan pada tahap ini dan dapat dimengerti orang awam, hindari yang diperlukan. Selain itu, dokter juga harus
adalah keutuhan rantai barang bukti dari sam- penggunaan terminologi medis. menjalin kerjasama yang baik dengan pihak
pel yang diambil (chain of custody). Semua polisi penyidik agar hasil pemeriksaan dokter
pengambilan, pengemasan, dan pengiriman Seorang korban kekerasan seksual sering tidak dapat bermanfaat bagi pengungkapan kasus.
sampel harus disertai dengan pembuatan hanya membutuhkan layanan pemeriksaan
berita acara sesuai ketentuan yang berlaku. untuk pembuatan visum et repertum, tapi juga PENUTUP
Hal ini lebih penting apabila sampel akan tindak lanjut medis. Tindak lanjut medis dapat Penatalaksanaan yang baik dan sesuai prose-
dikirim ke laboratorium dan tidak diperiksa mencakup penatalaksanaan psikiatrik dan pe- dur terhadap korban akan sangat membantu
oleh dokter sendiri. natalaksanaan bidang obstetri-ginekologi. pengungkapan kasus kekerasan seksual. Pe-
Tidak jarang seorang korban kekerasan sek- meriksaan yang dilakukan oleh dokter hen-
TINDAK LANJUT sual mengalami trauma psikis sehingga mem- daknya sistematis, menyeluruh, dan terarah
Setelah pemeriksaan forensik terhadap korban butuhkan terapi atau konseling psikiatrik.8 Terapi untuk menemukan bukti-bukti kekerasan sek-
selesai, dilakukan tindak lanjut baik dari aspek tersebut dapat membantu korban mengatasi sual yang terdapat pada tubuh korban untuk
hukum maupun medis. Dari segi hukum, tin- trauma psikis yang dialaminya sehingga tidak dituangkan dalam visum et repertum. Dalam
dak lanjut pada umumnya berupa pembuatan berkepanjangan dan korban dapat melanjut- melakukan pemeriksaan dan penatalaksanaan
visum et repertum sesuai SPV dari penyidik kan hidupnya seoptimal mungkin. Dalam korban kekerasan seksual, dokter harus mem-
polisi. Bagian-bagian yang terkandung dalam bidang obstetri-ginekologi, korban kekeras- perhatikan aspek etika dan medikolegal agar
visum et repertum terdiri dari kata-kata “Pro an seksual mungkin memerlukan tindakan dapat membantu korban seoptimal mungkin
Justisia”, bagian pendahuluan, bagian pem- pencegahan kehamilan serta pencegahan atau dalam mendapatkan keadilan, tanpa menam-
beritaan, kesimpulan, dan penutup. Apabila terapi penyakit menular seksual. Apabila sudah bah penderitaan korban.

DAFTAR PUSTAKA
1. Burgess AW, Marchetti CH. Contemporary issues. In: Hazelwood RR, Burgess AW, editors. Practical aspects of rape investigation: A multidisiplinary approach. 4th ed. Boca Raton (FL): CRC
Press; 2009. p. 3-23.
2. Komnas Perempuan. Kekerasan seksual: Kenali dan tangani. Komnas Perempuan; 2011. p. 1-5.
3. Savino JO, Turvey BE. Defining rape and sexual assault. In: Savino JO, Turvey BE, editors. Rape investigation handbook. USA: Elsevier Inc.; 2005. p. 1-22.
4. Cattaneo C, Ruspa M, Motta T, Gentilomo A, Scagnelli C. Child sexual abuse: An Italian perspective. Am J Forensic Med Pathol. 2007; 28: 163-7.
5. Smith MD, ed. Encyclopedia of rape. Wesport (CT): 2004. p. 169.
6. Budijanto A, Sudiono S, Purwadianto A. Kejahatan seks dan aspek medikolegal gangguan psikoseksual. Jakarta: Kalman Media Pusaka; 1982. p. 5-34.
7. Atmadja DS. Aspek medikolegal pemeriksaan korban perlukaan dan keracunan di rumash sakit. In: Prosiding Simposium Tata laksana Visum et Repertum Korban Hidup pada Kasus Per-
lukaan dan Keracunan di Rumah Sakit; 2004 Jun 23; Jakarta; 2004. p. 1-5.
8. World Health Organization. Guidelines for medico-legal care for victims of sexual violence. Geneva: WHO; 2003. p. 17-55.
9. Rogers D, Newton M. Sexual assault examination. In: Stark MM, editor. Clinical forensic medicine: A physician’s guide. 2nd ed. Totowa (NJ): Humana Press Inc.; 2005. p. 61-126.
10. Linden JA, Lewis-O’Connor A, Jackson MC. Forensic examination of adult victims and perpetrators of sexual assault. In: Olshaker JS, Jackson MC, Smock WS, editors. Forensic emergency
medicine. 2nd ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 86-125.
11. National Center for Women & Policing. Successfully investigating acquaintance sexual assault: A national training manual for law enforcement. [cited 2008 May 21]. Available from: http://
www.mincava.umn.edu/documents/acquaintsa/participant/allegations.pdf.
12. Lestari NP. Kecakapan bertindak dalam melakukan perbuatan hukum setelah berlakunya Undang-undang No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. [Unpublished thesis] [cited 2012
Jul 10]. Available from: http://eprints.undip.ac.id/18403/1/Ningrum_Puji_Lestari.pdf.
13. Idries AM. Sistematik pemeriksaan ilmu kedokteran forensik khusus pada korban kejahatan seksual. In: Idries AM, Tjiptomartono AL, editors. Penerapan ilmu kedokteran forensik dalam
proses penyidikan. Jakarta: CV. Sagung Seto; 2008. p. 113-32.
14. LeBeau M, Mozayani A. Collection of evidence from DSFA. In: LeBeau M, Mozayani A, editors. Drug-facilitated sexual assault: A forensic handbook. UK: Academic Press; 2001. p. 197-209.
15. Anil Aggrawal’s Internet Journal of Forensic Medicine and Toxicology. 2001; 2(2) [cited 2012 Jul 10]. Available from: http://www.anilaggrawal.com/ij/vol_002_no_002/reviews/tb/page008.
html.
16. Smock WS, Besant-Matthews PE. Forensic photography in the emergency department. In: Olshaker JS, Jackson MC, Smock WS, editors. Forensic emergency medicine. 2nd ed. USA: Lip-
pincott Williams & Wilkins; 2007. p. 268-91.

CDK-196/ vol. 39 no. 8, th. 2012 583

CDK-196_vol39_no8_th2012 ok.indd 583 8/6/2012 3:14:48 PM

Anda mungkin juga menyukai