Anda di halaman 1dari 13

ASPEK PSIKOLOGI PENANGANAN

KORBAN KEKERASAN TERHADAP


PEREMPUAN DAN ANAK
Curriculum Vitae

Nama : Fransisca Susi, T, M.Psi


Pangkat : Penata I
Satker : Biro Psikologi SSDM Polri
Status : K1
Kontak : 08179411781
FAKTA TENTANG KEKERASAN PADA ANAK
Tahun 2017, KPAI Temukan 116 Kasus Kekerasan Seksual
Terhadap Anak
 NUNUKAN, KOMPAS.com – Kasus kekerasan seksual kepada anak tahun 2017
di Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara masih tinggi.
Hingga September 2017, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak
Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana P2TP2A Kabupaten Nunukan
menerima 17 kasus kekerasan pada anak. Dari jumlah itu, 16 di antaranya
merupakan kasus kekerasan seksual anak dan satu kasus penelantaran anak.
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan pada Dinas Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana P2TP2A
Nunukan Ari Sugiwastuti mengatakan, korban kekerasan seksual kebanyakan
diperkosa orang terdekat.
 Komisioner KPAI Jasra Putra mengungkapkan, data menunjukkan bahwa
pihaknya menemukan 218 kasus kekerasan seksual anak pada 2015.
Sementara pada 2016, KPAI mencatat terdapat 120 kasus kekerasan seksual
terhadap anak-anak. Kemudian di 2017, tercatat sebanyak 116 kasus.
“Dalam data kami menyatakan pelakunya adalah orang terdekat anak seperti ayah
tiri dan kandung, keluarga terdekat, dan temannya,” kata Jasra kepada
JawaPos.com, Rabu (27/9).Jasra mengatakan, KPAI telah memberikan referensi
dan rekomendasi soal pengasuhan dan solusi jangka panjang terkait kasus-
kasus tersebut. “Termasuk kasus yang di Pasaman Dinsos sudah melakukan
pendampingan,” ujarnya.
Karena itu, Jasra meminta siapapun untuk melaporkan kasus kekerasan seksual
terhadap anak kepada pihak berwajib agar mendapatkan penanganan hukum.
Menurut James Vander Zanden dalam bukunya Human
Development (1989) menyebutkan definisi abuse
(kekerasan / penyiksaan) sebagai serangan fisik (bisa
menyebabkan luka) dan dilakukan dengan sengaja oleh orang
yang seharusnya jadi care taker. David A Wolfe dalam
bukunya Child Abuse, mengatakan bahwa maltreatment
terhadap anak bisa berbentuk physical abuse, emotional
abuse, sexual abuse dan neglect (pengabaian).

Menurut Konvensi Hak Anak (KHA) definisi anak adalah


manusia yang umurnya belum mencapai 18 tahun. Hal yang
sama juga dijelaskan dalam Undang-Undang Perlindungan
Anak No 23 Tahun 2002, bahwa anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam
kandungan.
APAKAH KEKERASAN TERHADAP
PEREMPUAN?
“Segala tindakan kekerasan yang berbasis gender
yang ditujukan pada perempuan, yang
mengakibatkan atau mungkin akan mengakibatkan
penderitaan secara fisik, seksual, atau psikologis ;
termasuk tindakan mengancam, memaksa atau
membatasi kebebasan; baik yang terjadi di ranah
publik maupun domestik”

Declaration on the elimination on violence against women;


passed by UN General Assembly, 1993.
Berbagai bentuk KTPA
Lokasi Korban Kategori
Rumah tangga •Isteri; •KDRT (fisik, mental, seksual,
(domestic setting) ekonomi);
•Anak; •Child abuse & neglect, incest;
•PRT •Kekerasan fisik, mental, seksual dan
ekonomi.

Institusi, Organisasi, •Karyawati/ •Pelecehan seksual, eksploitasi,


Perkantoran (public buruh diskriminasi upah.
setting) perempuan

Tempat umum (public •perempuan •Pelecehan seksual


setting)
Fakta tentang kekerasan terhadap
perempuan
Fakta tentang KDRT

 Foto-foto di atas kekerasan


menunjukkan
bahwa kekerasan
seringkali terjadi
secara berulang konflik reda
 Itu karena
kekerasan
memang
bulan madu
bersiklus
DAMPAK KEKERASAN TERHADAP
PEREMPUAN (1)
 Kesehatan fisik (cedera,
kecacatan permanen, kesehatan
buruk, gangguan fungsional tubuh,
dsb.)
 Kesehatan mental (depresi,
PTSD, kecemasan, insomnia, dsb.)
 Kesehatan reproduksi
(kehamilan tak dikehendaki,
keguguran, BBLR, STIs/HIV, dsb.)
 Perilaku kesehatan yang
negatif (merokok, alkohol,
obesitas, dsb.)
 Intergenerational transmission of
violence
Mengapa terjadi kekerasan terhadap
perempuan dan anak
“The ecological framework” menerangkan bahwa kerasan
terhadap perempuan (termasuk KDRT) terjadi karena
kontribusi berbagai faktor, yaitu:

1. Faktor individual: adanya temperamen, karakter


individual yang menyebabkan seseorang melakukan
tindak kekerasan.
2. Faktor keluarga: adanya pola asuh yang tidak adil
gender, figur ayah yang dominan & ibu yang subordinat.
3. Faktor komunitas: adanya kultur masyarakat yang
mentoleransi dominasi lelaki terhadap perempuan,
masalah kemiskinan, pengangguran, dsb.
4. Faktor struktural negara: ketiadaan pengakuan negara
atas masalah kekerasan berbasis gender, sehingga tidak
ada perlindungan hukum bagi perempuan & hukuman
bagi pelaku kekerasan
PEDOMAN TATALAKSANA KASUS KEKERASAN PADA ANAK

1. Tenaga medis
Dokter umum, Dokter gigi, Perawat, Bidan, Ahli gizi ,Analis Laboratorium,
Petugas administrasi (pencatatan dan pelaporan) . Kompetensi yang
dimilikinya yaitu mampu melakukan komunikasi interpersonal dan konseling
dasar.
2. Sarana dan prasarana
 Ruangan pelayanan terhadap korban kekerasan yang terpisah dari ruangan
pelayanan untuk pasien umum. Pelayanan harus terjamin kerahasiaannya,
keamanan dan kenyamanan yang meliputi: pemeriksaan, konseling dan
wawancara, pengobatan, dan pemulihan.
3. Alat kesehatan dan obat-obatan
4. Sarana konseling/wawancara, antara lain: film, CD, buku pedoman, poster,
leaflet/brosur, Alat Permainan Edukatif (APE) dan alat tulis/ gambar,
boneka.
•Sarana lain: alat perekam, kamera, formulir pencatatan dan pelaporan dan
lain-lain.
Sebaiknya pemeriksaan dilakukan setelah korban tenang, dan didampingi oleh
keluarga/ pendamping, serta dibantu oleh perawat/bidan yang memberi
dukungan mental kepada korban.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam wawancara menggali
informasi pada korban KPA :

1. Menjadi pendengar yang baik selama berkomunikasi


2. Mampu berempati
3. Gunakan cara dan teknik yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak
sehingga anak merasa nyaman dan dapat mengekspresikan apa yang
dirasakan dan dialaminya.
4. Kalau memungkinkan lakukan wawancara anak tersendiri/terpisah, jika anak
masih kecil bisa didampingi oleh orang tua atau anggota keluarga dekat
lainnya. Kalau perlu gunakan boneka/mainan/media gambar untuk
membentuk relasi yang optimal dengan pemeriksa.
5. Mampu menangkap ekspresi/bahasa tubuh/tingkah laku anak dan kata-kata
kunci (kata–kata yang sering diulang, diucapkan secara emosional) yang
diucapkan tanpa disadari.
6. Bila perlu, buat rekaman proses wawancara atas persetujuan korban /
keluarga.
7. Hindari mengulang-ulang pertanyaan yang sama atau memberi beberapa
pertanyaan sekaligus.

Anda mungkin juga menyukai