Anda di halaman 1dari 31

Kekerasan Seksual pada Anak

DM Lab/SMF Psikiatri RSUD Dr. Soetomo

Disusun oleh:
Rina Dwi Rakhma 010911068
Peter Hans Yangga 010911069
Dhea Medisika
010911070
Eunice Geraldine 010911071
Vania Idelia W.
010911072
I.G.M. Aswin R.R. 010911075
Silvi Dwi Agustin 011011015
M. Bintang
011011016
Mahida El Shaf 011011046
Primasitha M. 011011047

Latar Belakang
Liputan6.com 10 Mei 2014: Di Sukabumi,
terungkap kasus pedoflia Emon, dimana
setidaknya terdapat 114 anak yang menjadi
korbannya. Usia korban dari 6 hingga 13 tahun
dan sebagian besar tinggal dekat rumah
tersangka.
Pada tahun 2009 kasus kekerasan pada anak
sudah mencapai 1998 kasus, sekitar 65%
diantaranya merupakan kasus kekerasan seksual
(Komisi Nasional Perlindungan Anak)
Dampak kekerasan seksual pada anak-anak:
ancaman terhadap keselamatan hidup anak,
merusak struktur keluarga, munculnya berbagai
gangguan mental, memunculkan potensi anak
terlibat dalam perilaku kekerasan dan pelecehan
di masa depan, baik sebagai pelaku maupun

Rumusan Masalah

Apa defnisi kekerasan seksual pada anak?


Apa saja jenis-jenis dan bentuk kekerasan seksual pada anak?
Faktor-faktor apa saja yang mendorong seseorang menjadi
pelaku kekerasan seksual pada anak?
Faktor-faktor apa saja yang membuat seseorang beresiko
menjadi korban kekerasan seksual pada anak?
Apa saja akibat jangka pendek maupun jangka panjang
kekerasan seksual pada anak?
Bagaimanakah pandangan hukum terhadap kekerasan seksual
pada anak?
Bagaimanakah tatalaksana pemeriksaan dan terapi pada kasus
kekerasan seksual pada anak?
Bagaimanakah prognosis keadaan korban pada kasus
kekerasan seksual pada anak?
Apa saja upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya kekerasan seksual pada anak?

2.1 Defnisi Kekerasan Seksual pada Anak

Kekerasan seksual pada anak mencakup berbagai


tindakan antara anak dan orang dewasa atau anak
yang lebih tua. Kekerasan seksual pada anak
melibatkan aktivitas seksual atau kontak seksual
yang telah selesai dilakukan maupun yang akan
dilakukan (percobaan). Sering kali kekerasan
seksual pada anak melibatkan kontak tubuh,
walaupun tidak selalu demikian. Mengekspos alat
kelamin kepada anak-anak, memaksa untuk
berhubungan
seks
pada
anak-anak,
atau
menggunakan anak sebagai objek pornograf juga
termasuk kekerasan seksual. (CDC, 2008)

Jenis-Jenis

Lyness (dalam Maslihah, 2006) kekerasan seksual terhadap


anak meliputi tindakan menyentuh atau mencium organ
seksual anak, tindakan seksual atau pemerkosaan terhadap
anak, memperlihatkan media/benda porno, menunjukkan
alat kelamin pada anak dan sebagainya. Kekerasan seksual
(sexual abuse) merupakan jenis penganiayaan yang
biasanya dibagi dua dalam kategori berdasar identitas
pelaku, yaitu:
a. Familial Abuse
Termasuk familial abuse adalah incest, yaitu kekerasan
seksual dimana antara korban dan pelaku masih dalam
hubungan darah, menjadi bagian dalam keluarga inti.
Dalam hal ini termasuk seseorang yang menjadi pengganti
orang tua, misalnya ayah tiri, atau kekasih, pengasuh atau
orang yang dipercaya merawat anak (Bogorad,1998).

Mayer (dalam Tower, 2002) menyebutkan kategori incest


dalam keluarga dan mengaitkan dengan kekerasan pada anak.
Sexual molestation (penganiayaan).
Hal ini meliputi interaksi noncoitus, petting, fondling,
exhibitionism, dan voyeurism, semua hal yang berkaitan
untuk menstimulasi pelaku secara seksual.
Sexual assault (perkosaan)
Hal ini meliputi oral atau hubungan dengan alat kelamin
masturbasi, fellatio (stimulasi oral pada penis), dan
cunnilingus (stimulasi oral pada klitoris).
Forcible rape (perkosaan secara paksa)
Hal ini meliputi kontak seksual. Rasa takut, kekerasan, dan
ancaman menjadi sulit bagi korban.
Mayer mengatakan bahwa paling banyak ada dua kategori
terakhir yang menimbulkan trauma terberat bagi anak-anak,
namun korban-korban sebelumnya tidak mengatakan
demikian.

b. Extrafamilial Abuse
Kekerasan ini dilakukan oleh orang lain di luar
keluarga korban. Menurut Hall (2007), sekitar
95% dari insiden pelecehan seksual terhadap
anak usia 12 dan lebih muda dilakukan oleh
pelaku yang memenuhi kriteria diagnostik untuk
pedoflia, dan bahwa orang-orang tersebut
menyusun 65% dari pelaku penganiayaan anak.
Penganiaya anak pedofl melakukan tindakan
seksual lebih dari sepuluh kali terhadap anakanak dari penganiaya anak non-pedofl.

Faktor pemicu
Trauma yang berkepanjangan.
Hal ini dapat disebabkan oleh karena adanya
kekerasan secara emosi pada anak (childhood
emotional abuse), kekerasan seksual pada anak
(childhood sexual abuse), gangguan perilaku
pada usia anak (childhood behavioral problems),
dan disfungsi dalam keluarga.
Kekerasan seksual di awal usia
perkembangan, baik dari lingkungan keluarga
maupun dari orang lain di lingkungan tempat
tinggalnya memiliki pengaruh yang signifkan
dalam memicu anak tersebut untuk melakukan hal
serupa yang sebelumnya dialaminya ketika ia
beranjak dewasa.

Akibat pada korban


Jangka Pendek
a) gangguan fsik antara lain: lebam, lecet, luka
bakar, patah tulang, kerusakan organ, robekan
selaput dara, keracunan, gangguan susunan
saraf pusat.
b) gangguan emosi atau perubahan perilaku seperti
pendiam, menangis, dan menyendiri.
Dampak ini bisa dialami sejak saat ini misalnya
mimpi buruk dan takut ke toilet seperti pada
pemberitaan-pemberitaan yang beredar. Mimpi
buruk dan takut ke toilet ini bisa jadi merupakan
manifestasi depresi atau PTSD (post traumatic
stress disorder).

Jangka Panjang
a) Depresi
)Kesedihan berkepanjangan
)Perubahan pola makan dan tidur
)Perubahan berat badan yang dikaitkan dengan
perubahan pola makan
)Merasa tidak ada energi atau loyo
)Iritabilitas
)Menurunnya konsentrasi
)Pesimisme atau apatis
)Gejala somatik seperti nyeri kepala
)Pikiran bunuh diri

b) Post-Traumatic Stress Disorder


) Gejala PTSD meliputi:
)Ketakutan yang tidak biasa
)Terjadi stress atau impairment akibat kejadian
)Menghindari hal yang mengingatkan terhadap
kejadian
c) Infeksi Menular Seksual, seperti HIV/AIDS,
Herpes genitalis, dan sifilis.

Contoh
Kasus
Kasus pedoflia Emon, dimana setidaknya terdapat 114 anak

yang menjadi korbannya. Usia korban dari 6 hingga 13


tahun dan sebagian besar tinggal dekat rumah tersangka.
6 petugas kebersihan di sekolah elit JIS (Jakarta International
School) menjadi tersangka kasus pelecehan seksual
terhadap seorang murid TK dan korbannya diduga lebih dari
1.
Pada bulan Februari 2013, seorang siswi SMA Negeri 22
Jakarta Timur melapor telah dicabuli wakil kepala sekolah
bernama Taufan.
Pada bulan September 2013, ES, guru olahraga Sekolah
Dasar Tanjungtani 3, Kecamatan Prambon, dilaporkan ke
Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polres Nganjuk oleh
orang tua murid atas dugaan telah menyodomi sedikitnya
delapan siswa laki-lakinya. Perbuatan ini dilakukan di
ruangan sekolah dan rumah pelaku.

Hukum
Hukum Pidana yang mengatur tentang tindak
pidana kekerasan seksual pada anak tercantum
pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
mengenai kejahatan kesusilaan (Bab XIV: Pasal
281-303) dan pelanggaran kesusilaan (Bab VI:
Paasl 532-547).
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak Pasal 81, 82 dan 90.

Pemeriksaan

a.

b.

c.
d.

e.

informed consent
Anamnesis (auto dan hetero)
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam anamnesis:
Anamnesis diperoleh secara cermat baik dari pengantar
maupun korban dengan menggunakan ruang tersendiri
dan harus dijamin kerahasiaannya.
Perhatikan sikap/perilaku korbandan pengantar, apakah
korban terlihat dikontrol atau ditekan dalam memberikan
jawaban.
Apabila memungkinkan, anamnesa terhadap korban dan
pengantar dilakukan secara terpisah.
Nilai kemungkinan adanya ketidak sesuaian yang muncul
antara penuturan orang tua/pengantar dan anak
dengan temuan medis.
Perhatikan sikap/perilaku korban dan pengantar, apakah
korban terlihat takut, cemas, ragu-ragu dan tidak konsisten

f. Lengkapi rekam medis dengan identitas dokter pemeriksa,


pengantar, tanggal, tempat dan waktu pemeriksaan serta identitas
korban, terutama umur dan perkembangan seksnya, tanggal hari
pertama haid terakhir dan apakah sedang haid saat kejadian.
g. Konfrmasi ulang urutan kejadian, apa yang menjadi pemicu,
penyiksaan apa yang telah terjadi, oleh siapa, dengan
menggunakan apa, berapa kali, apa dampaknya terhadap korban,
waktu dan lokasi kejadian.
h. Gali informasi tentang:
)Adakah perubahan perilaku anak setelah mengalami trauma,
seperti ngompol, mimpi buruk, susah tidur, menjadi manja, suka
menyendiri, murung, atau agresif.
)Keadaan kesehatan sebelumtrauma
)Adakah riwayat trauma sepertiini sebelumnya
)Adakah riwayat penyakit dan masalah perilaku sebelumnya
)Adakah faktor-faktor sosial budaya ekonomi yang berpengaruh
terhadap perilaku di dalam keluarga
i. Jika ditemukan amnesia (organic atau psikogenik) lakukan
konseling atau rujuk jika memerlukan intervensi psikiatrik.
j. Periksa apakah ada tanda-tanda kehilangan kesadaran yang

Pada kasus kekerasan seksual:


Waktu dan lokasi kejadian, ada tidaknya kekerasan
sebelum kejadian, segala bentuk kegiatan seksual
yang terjadi, termasuk bagian-bagian tubuh yang
mengalami kekerasan, ada tidaknya penetrasi,
dengan apa penetrasi dilakukan.
Adanya rasa nyeri, perdarahan dan atau keluarnya
sekret darivagina.
Adanya rasa nyeri dan gangguanpengendalian buang
air besardan/atau buang air kecil.
Apa yang dilakukan korban setelah kejadian kekerasan
seksual tersebut apakah korban mengganti pakaian,
buang air kecil, membersihkan bagian kelamin dan
dubur, mandi atau gosok gigi.
Khusus untuk kasus kekerasan seksual pada remaja,
tanyakan kemungkinan adanya hubungan seksual dua
minggu sebelumnya.

Observasi
a. Adanya keterlambatan yang bermakna antara
saat terjadinya kekerasan dan saat mencari
pertolongan medis.
b. Adanya
ketidaksesuaian
antara
tingkat
kepedulian orang tua dengan beratnya trauma
yang dialami anak.
c. Interaksi
yang
tidak
wajar
antara
orangtua/pengasuh dengan anak, seperti adanya
pengharapan yang tidak realistis, keinginan yang
tidak memadai atau perilaku marah yang impulsif
dan tidak menyadari kebutuhan anak.

Pemeriksaan Fisik
a. Lakukan pemeriksaan terhadap keadaan umum,
kesadaran dan tanda-tanda vital.
b. Perhatikan apakah ada luka lama dan baru yang
sesuai
dengan
urutan
kejadian
peristiwa
kekerasan yang dialami.
c. Pemeriksaan ginekologik pada korban anak
perempuan (hanya dilakukan pemeriksaan luar,
sedangkan untuk pemeriksaan dalam harus
dirujuk).
d. Pemeriksaan colok dubur baik pada anak laki-laki
maupun perempuan.
e. Pengambilan
bahan
untuk
pemeriksaan
laboratorium.
f. Tes kehamilan dilakukan bila ada indikasi

Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus kekerasan seksual, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang
sesuai indikasi untuk mencari bukti-bukti yang terdapat pada tubuh
korban. Sampel untuk pemeriksaan penunjang dapat diperoleh dari,
antara lain:
a. Pakaian yang dipakai korban saat kejadian; diperiksa lapis demi lapis
untuk mencari adanya trace evidence yang mungkin berasal dari
pelaku, seperti darah dan bercak mani, atau dari tempat kejadian,
misalnya bercak tanah atau daun-daun kering.
b. Rambut pubis
c. Kerokan kuku; apabila korban melakukan perlawanan dengan
mencakar pelaku maka mungkin terdapat sel epitel atau darah
pelaku di bawah kuku korban.
d. Swab; dapat diambil dari bercak yang di duga bercak mani atau air
liur dari kulit sekitar vulva, vulva, vestibulum, vagina, forniks
posterior, kulit bekas gigitan atau ciuman, rongga mulut (pada seks
oral), atau lipatan-lipatan anus (pada sodomi), atau untuk
pemeriksaan penyakit menular seksual.
e. Darah; sebagai sampel pembanding untuk identifkasi dan untuk
mencari tanda-tanda intoksikasi NAPZA; dan

Penalataksanaan medis
1. Tangani kegawatdaruratan yang mengancam
nyawa.
2. Tangani luka sesuai dengan prosedur.
3. Bila dicurigai terdapat patah tulang, lakukan
rontgen dan penanganan yang sesuai.
4. Bila dicurigai terdapat perdarahan dalam,
lakukan USG atau rujuk.
5. Dengarkan dan beri dukungan pada anak, sesuai
panduan konseling.
6. Pastikan keamanan anak.
7. Periksa dengan teliti, lakukan rekam medis, dan
berikan surat-surat yang diperlukan.

8. Buatkan VeR bila ada permintaan resmi dari polisi (surat


resmi permintaan VeR harus diantar polisi).
9. Informasikan dengan hati-hati hasil temuan pemeriksaan
dan kemungkinan dampak yang terjadi, kepada anak dan
keluarga serta rencana tindak lanjutnya.
10. Pada anak yang mempunyai status gizi buruk atau kurang
diberikan makanan tambahan dan konseling gizi kepada
orangtua/ keluarga.
11. Periksa/cegah kehamilan (bila perlu).
12. Berikan kontrasepsi darurat apabila kejadian perkosaan
belum melebihi 72 jam.
13. Periksa, cegah, dan obati infeksi menular seksual atau
rujuk ke Rumah Sakit.
14. Berikan konseling untuk pemeriksaan HIV/AIDS dalam 6-8
minggu atau rujuk bila perlu Semua hasil pemeriksaan
pada kasus KtP/A merupakan catatan penting yang harus
disimpan dalam rekam medis dan bersifat rahasia.

Prognosis
Prognosis bervariasi bergantung pada:
Mekanisme pembelaan diri yang melekat pada
anak dan respon terhadap trauma dan akibatnya
Respon lingkungan disekitar anak (korban)
terhadap pelecehan tersebut
Umur saat pelecehan itu terjadi
Hubungan pelaku dengan anak
Lamanya pelecehan itu terjadi
Pola pelecehan

Pencegahan

Jangan berikan pakaian yang terlalu terbuka.


Tanamkan rasa malu sejak dini pada anak.
Awasi anak dari tayangan pornograf baik flm atau iklan.
Ketahui teman-teman lingkungan sekitar anak.
Beritahu anak agar jangan berbicara atau menerima pemberian
dari orang asing.
Dukung anak jika ia menolak dipeluk atau dicium seseorang.
Jadilah pelindung bagi anak dan dengarkan ketika anak berusaha
memberitahu anda sesuatu.
Berikan perhatian yang cukup pada anak.
Ajarkan penggunaan internet yang baik dan penggunaan gadget
yang baik.
Memberi pendidikan seks pada anak sejak dini.
Berikan pengertian tentang sentuhan salah yang harus mereka
hindari.
Hilangkan perasaan bersalah pada anak.
Tekankan keamanan diri sendiri.

Kesimpulan

1. Kekerasan seksual pada anak adalah keterlibatan seorang


anak dalam segala bentuk aktivitas seksual yang terjadi
sebelum anak mencapai batasan umur tertentu yang
ditetapkan oleh hukum negara yang bersangkutan
dimana orang dewasa atau anak lain yang usianya lebih
tua atau orang yang dianggap memiliki pengetahuan
lebih dari anak memanfaatkannya untuk kesenangan
seksual atau aktivitas seksual.
2. Dampak kekerasan seksual pada anak tidak hanya akan
berpengaruh kepada anak saja, tetapi juga kepada orang
tua dan lingkungan sosial di sekitar mereka. Anak-anak
tersebut dapat mengalami gangguan fsik, mental dan
emosional baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang, seperti ancaman terhadap keselamatan hidup
anak, merusak struktur keluarga, munculnya berbagai
gangguan mental, memunculkan potensi anak terlibat
dalam perilaku kekerasan dan pelecehan di masa depan,

3. Hukum Pidana yang mengatur mengenai kekerasan


seksual pada anak tercantum dalam Kitab Undangundang Hukum Pidana (KUHP) pada Bab XIV tentang
Kejahatan terhadap Kesusilaan pada Pasal 281, 286,
287, 289, 290, 291, 292, 294, 295, 296 dan 298,
serta tercantum pada Bab VI tentang Pelanggaran
Kesusilaan pada Pasal 533.
4. Dibutuhkan anamnesa, pemeriksaan fsik, serta
penunjang yang menyeluruh dan tepat dalam kasus
kekerasan seksual pada anak.
5. Tatalaksana dalam kasus kekerasan seksual pada
anak ditekankan pada fasilitas sosiopsikologis. Upaya
pencegahan penyalahgunaan meliputi upaya
promotif, preventif, advokasi serta KIE (komunikasi,
informasi, dan edukasi) dengan melibatkan
kerjasama berbagai pihak baik individu, keluarga,

TERIMA KASIH

1. Gita Apakah kasus Syeh Puji juga


merupakan kekerasan seksual pada
anak?
2. Enji Batasan kekerasan seksual
oleh kekasih atau suami? MPE yang
bagaimana yang paling baik bagi
prognosis korban?
3. Intan Apakah korban memerlukan
psikoterapi?

1. Tedo kriteria diagnosis pedoflia?


2. Anto apakah seorang suami yang
menikahi istri kedua yang jauh lebih
muda termasuk pedoflia?
3. Hima faktor apa selain pola asuh
yang dapat mempengaruhi
kepribadian anak?

Anda mungkin juga menyukai