DEFINISI
Pemfigus vulgaris merupakan suatu penyakit autoimun pada kulit dan membaran
mukosa, bisa akut maupun kronik, biasanya berupa bula yang biasanya berakibat fatal kecuali
diobati dengan obat imunosupresif. Penyakit ini merupakan prototype dari golongan penyakit
pemfigus, yaitu penyakit-penyakit autoimun yang bersifat akantolitik dan berbentuk lepuhan
(vesikel/bula).
KLASIFIKASI PEMFIGUS
Tipe Bentuk
Pemfigus vegetans : localized
Pemfigus vulgaris
Drug-induced
Pemfigus eritematous : localized
Drug-induced
Paraneoplastic pemfigus
Subcorneal pustular dermatosis
IgA pemfigus
Intradermal neutrophilic IgA dermatosis
EPIDEMIOLOGI
- Studi ultrastruktural pada lesi pemfigus berpusat pada desmosom, yang merupakan
organel sel yang berperan penting dalam perlekatan antarsel pada sel-sel epitel berlapis
gepeng. Pada lesi pemfigus ditemukan adanya retratksi tonofilamen dari desmososom,
dan kemudian lebih lanjut lagi terdapat penurunan bahkan hilangnya desmosom.
- Terjadi destruksi desmosom pada proses akantolisis.
Berdasarkan imunopatologis:
a. Imunofluorosensi
- Ciri khas dari pemfigus yaitu ditemukannya autoantibody IgG yang menyerang
permukaan sel keratinosit
- Gambaran yang didapatkan untuk pemfigus vulgaris dan pemfigus foliaceus sama,
sehingga pemeriksaan ini tidak dapapt membedakan kedua jenis pemfigus tersebut
- Aktivitas penyakit tidak memiliki korelasi dengan jumlah titer antibody
b. ELISA
- Lebih sensitive dan spesifik dibandingkan imunofluoresensi
- Dapat membedakan pemfigus vulgaris dengan pemfigus foliaceus
c. Antigen pemfigus
- Antigen pemfigus adalaah desmoglein, yaitu suatu glikoprotein transmembran di
desmosom. Desmosom merupakan organel sel yang berperan penting dalam perlekatan
antarsel.
- Terdapat dua buah isoform dari desmoglein, yaitu desmoglein 1 dan 2
- Pada penderita pemfigus vulgaris yang dominan menyerang membran mukosa, terdapat
anti-desmoglein 3 antibodi (anti Ds3 antibodi), sedangkan pada jenis yang dominan
menyerang mukokutaneus, terdapat anti-desmoglein 3 antibodi dan anti-desmoglein 1
antibodi (anti-Dsg 1 antibodi)
- Pada penderita pemfigus foliaceus terdapat anti-desmoglein 1 antibodi
Patofisiologi akantolisis
Adanya antibody IgG pada sirkulasi yang berikatan pada desmoglein 1 dan 3 di lapisan
epidermis akan menginaktivasi desmosom, selain itu juga akan mengganggu proses inkorporasi
desmoglein ke dalam desmosom sehingga pada akhirnya akan terjadi deplesi pada desmosom,
menginduksi terjadinya akantolisis.
Selain itu, terdapat system kompemsasi desmoglein, yang menyebabkan gambaran klinis
lesi pemfigus vulgaris dan pemfigus foliceus berbeda. Pada pemfigus foliaceus, anti-Dsg 1
antibodi menyebabkan akantolisis hanya pada lapisan superficial epidermis. Proses yang sama
juga terjadi pada pemfigus vulgaris yang menyerang membran mukosa dan mukokutaneus.
Sedangkan pada kasus pemfigus neonatal, disebabkan maternal IgG yang melewati
plasenta secara transfer pasif dan menybabkan gejala pada bayi.
PEMERIKSAAN FISIK
Perjalanan penyakit:
Lesi Kulit
Predileksi: kulit kepala, wajah, aksil, kemaluan, umbilicus. Terdapat keterlibatan yang ekstensif
di punggung pada penderita yang melakukan bedrest.
Membran Mukosa
- Erosi pada membran mukosa yang terasa sangat nyeri, biasanya muncul 5 bulan sebelum
lesi kulit muncul dan merupakan satu-satu nya tanda munculnya pemfigus vulgaris.
- Membran mukosa yang sering terkena yaitu mukosa oral yang dapat menyebar hingga ke
faring dan laring. Selian itu dapat juga mengenai konjuctiva, anis, penis, vagina dan labia.
Pemfigus foliaceus
Lesi Kulit
- Karakteristik lesi berupa erosi yang bersisik dan berkrusta, sering disertai dasar yang
eritematous, berbatas tegas dan tersebar dalam distribusi seboroik, yaitu pada wajah ,
kulit kepala dan batang tubuh bagian atas
- Teredapat nyeri dan rasa terbakar pada lesi
- Paparan sinar matahari dan/atau panas dapat mencetuskan timbulnya gejala
- Jarang terdapat keterlibatan mukosa
- Fogo Selvagen: - perasaan terbakar pada kulit
- Eksaserbasi penyakit oleh sinar matahari
- Lesi berkrusta
Pemfigus Eritematosa
Paraneoplastic pemfigus
Neonatal Pemfigus
- Bayi dari ibu yang menderita pemfigus vulgaris dapat menimbulkan gejala klinis,
histologist dan immunopatologis dari pemfigus
- Derajat keterlibatan kulit bervariasi dari tidak ada sama sekali hingga sangat parah dan
menyebabkan aborsi spontan
Drug-Induced Pemfigus
PATOLOGI
Pemfigus Vulgaris
Pemfigus foliaceus
- Akantolisis yang terjadi diantara stratum korneum dan lapisan granular
- Sering terdapat pustule subkorneal
- Pada lesi awal dapat terlihat eosinofil spongiosis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dermatopatologi
Pemeriksaan pada bula pada tahap awal atau batas dari bula atau erosi dengan mikroskop
cahaya memperlihatkan adanya pemisahan keratinosit suprabasal, sehingga tampak celah di
antara stratum basalis dan lapisan diatasnya. Vesikel mengandung keratinosit yang saling
terpisah dan terkelompok (akantolitik).
pewarnaan imunofluoresensi direk dan indirek memperlihatkan deposit IgG dan C3 pada
lesi dan daerah pralesi di substansi interselular epidermis
Serum
Diagnosis, dapat menyulitkan jika hanya terdapat lesi pada mulut, dapat dilakukan biopsy kulit
dan membran mukosa, pewarnaan immunofluoresensi direk, dan deteksi autoantibody dalam
sirkulasi untuk meningkatkan kecurigaan akan penyakit ini.
- Glukokortikoid, Prednison 2 – 3 mg/Kg hingga tidak ada lesi baru yang terbentik dan
hilangnya Nikolsky Sign. Setelah itu dosis direduksi ke setengah lesi awal sehingga lesi
hampir menghilang. Lalu tapering off hingga dosis minimal.
- Terapi immunosupresif:
1. Azathioprine, 2 – 3 mg/Kg hingga lesi bersih, lalu tapering off hingga 1 mg/Kg. MOA:
menghentikan metabolism asam nukleatpurin yang diperlukan dalam proliferasi sel
limfoid setelah terjadi stimulasi antigen. Karena itu bersifat sitotoksik terhadap sel-sel
yang teraktivasi.
2. Methotrexate PO/IM 25 – 35 mg/minggu. Penyesuaian dosis dilakukan seperti pada
azathioprine. MOA: sitotoksik terhadap sel-sel lomfoid
3. Cyclophosphamide, 100 – 200 mg/hari lalu direduksi sampai 50 – 100 mg/hari. Atau
terapi bolus dengan 100 mg IV 1 x/minggu atau setiap 2 minggu pada fase awal, diikuti
dengan 50 – 100 mg/hari PO.
MOA: menghancurkan sel-sel limfoid yang sedang berproliferasi, dan juga dapat menyerang
beberapa sel yang belum aktif. Merupaka obat imunosupresif yang paling poten.
4. Plasmapharesis, untuk penyakit yang sulit dikontrol, diberikan pada tahap awal
pengobatan untuk menurunkan antibody. Biasanya digunakan untuk mengobati kasus-
kasus hipersensitifitas tipe III
5. Terpai Goldd untuk kasus yang lebih ringan. Dosis inisial 10 mg IM, lalu 25 – 50 mg
gold sodium thionalate IM dengan interval mingguan hingga dosis kumulatif maksimum
yaitu 1 g.
MOA: mengubah morfologi dan fungsi makrofag sehingga mengahmbata produksi IL-8, IL-1
dan VEGF. Jika diberikan intramuscular dapat mengubah aktivitas enzim lisosom, menurunkan
pelepasan histamine dari sel mast, inaktivasi komponen pertama dari komplemen, dan
mensupresi aktivitas fagosit dari leukosit polimorfonuklear. Jika diberikan secara oral dapat
menginhibisi pelepasan PG-E2 dan leukotriene B4.
6. Mycophenolate mofetil (1 g bid)
MOA: menginhibisi respon limfosit T dan B
7. High dose intravenous immunoglobulin (HIVIg) 2 g/KgBB setiap 3 – 4 minggu
- Lainnya:
1. Kompres
2. Glukokortikoid topical dan intralesi
3. Antibiotic
4. Perbaikan keseimbangan cairan dan elektrolit
- Evaluasi:
1. Gejala klinis: perbaikan lesi, efek samping pengobatan
2. Pemeriksaan laboratorium: memeriksa titer antibody, efek samoing pengobatan pada
darah dan indicator metabolic
PROGNOSIS