Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH AKHIR CASE STUDY

PATOLOGI SISTEMIK VETERINER TAHUN AJARAN 2021/2022

PENYAKIT MULUT DAN KUKU (PMK)

Disusun oleh :
Vanessa Prudence Orlona 205130100111008
Puspa Kirana Rachmawatidewi 205130100111002
Elsa Musylathifah Aida 205130101111009
Aaliyah Nurul Hidayah 205130100111014
Rahmalia Andriani Syahmenan 205130101111001
Sabrina Nibras Fathiyananda 205130107111001

KELAS 2020A
KELOMPOK A2

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1

BAB I 2
1.1 Latar Belakang 2

BAB II 3

BAB III 4
3.1 Makroskopis 4
3.1.1 Babi 4
3.1.2 Kerbau (Buffalo) 4
3.1.3 Rusa 6
3.2 Mikroskopis 7
3.2.1 Babi 7
3.2.2 Kerbau (Buffalo) 8
3.2.3 Rusa 10
3.4 Patogenesis 11
3.3 Diagnosa Banding 11
3.4 Pengobatan dan Pengendalian PMK 12

BAB IV 12
4.1 Kesimpulan 13
4.2 Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 14

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia sebelumnya telah dinyatakan bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
sejak tahun 1986 (Silitonga dkk., 2016). Namun, belakangan ini mulai ramai
dilaporkan terjadinya outbreak penyakit ini di beberapa provinsi, termasuk Jawa
Timur. Melalui Surat Laporan Kejadian yang dikeluarkan oleh Dinas Peternakan
Provinsi Jawa Timur No. 524.3/5201/122/3/2022, telah dilaporkan 1.247 ekor
ternak sapi di Gresik, Lamongan, Sidoarjo, dan Mojokerto terinfeksi penyakit ini
per 5 Mei 2022. PMK sendiri merupakan penyakit yang diakibatkan oleh virus dan
sangat menular ke hewan berkuku belah. Transmisi dilaporkan terjadi melalui
kontak langsung dengan hewan terinfeksi, aerosol, semen, produk makanan, dan
fomites. Morbiditas penyakit ini sangat tinggi tetapi mortalitasnya rendah dan
sangat cepat menular atau highly contagious (Silitonga dkk., 2016).

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) tergolong ke dalam salah satu jenis Penyakit
Hewan Menular Strategis (PHMS). Menurut Pratama dkk. (2020), penyakit hewan
menular strategis merupakan penyakit hewan yang berdampak pada kerugian
ekonomi tinggi, menyebar dengan cepat, atau berpotensi mengancam kesehatan
masyarakat. Penggolongan PHMS didasarkan pada tiga kriteria. Pertama, secara
ekonomis penyakit tersebut dapat mengganggu produksi dan reproduksi ternak
(secara signifikan) dan mengakibatkan gangguan perdagangan. Kedua, secara
politis penyakit itu dapat menimbulkan keresahan pada masyarakat, umumnya dari
kelompok penyakit zoonosis. Ketiga, secara strategis penyakit ini dapat
mengakibatkan mortalitas yang tinggi, dan penularannya relatif cepat, sehingga
perlu pengaturan lalu lintas ternak atau produknya secara ketat.

Mengingat penyakit yang tergolong ke dalam PHMS ini mulai marak lagi di
Indonesia, tentunya PMK menjadi hal yang penting untuk dibahas lebih lanjut.
PMK dapat berdampak buruk bagi kelangsungan ekonomi masyarakat dan
kesehatan masyarakat pula. Oleh karena itu, kami memilih PMK sebagai judul dari
Case Study kami untuk dapat mengetahui lebih dalam mengenai penyakit ini.

2
BAB II
MATERI DAN METODE

Dalam pembuatan makalah ini, mula - mula kita mengetahui jenis hewan
apa yang dapat terinfeksi PMK sebagai komparasi gejala klinis dan lesi
patologinya. Setelah itu kami membagi tugas dengan para anggota untuk mencari
sepuluh jurnal. Selanjutnya, pada penyusunan makalah ini kami menggunakan
hewan sapi, kambing, dan babi untuk komparasi. Kemudian dalam pencarian jurnal,
kami menggunakan fitur dari google yaitu google scholar dengan mengetikkan kata
kunci di pencarian sebagai berikut Penyakit Mulut dan Kaki, Penyakit Mulut dan
Kuku pada sapi, Penyakit Mulut dan Kuku pada Kambing, Penyakit Mulut dan
Kuku pada Babi, Histopatologis dari Penyakit Mulut dan Kuku. Selain itu, dalam
pencarian jurnal untuk makalah ini kami mengatur batasan tahun pada google
scholar yakni dari tahun 2012 sampai tahun 2022. Setelah kami mendapatkan jurnal
yang tepat dan sesuai, selanjutnya kami mengunduh dan mengambil informasi
didalamnya ke dalam poster serta makalah ini.

3
BAB III
HASIL DAN DISKUSI

3.1 Makroskopis
3.1.1 Babi

Infeksi FMDV atau PMK akut dapat menyebabkan infeksi miokardium,


yang menyebabkan gagal jantung dan kematian mendadak. Temuan patologis
secara makroskopis yang terkait dengan miokarditis yang diinduksi FMDV dapat
berkisar dari tidak adanya lesi yang terlihat hingga area pucat yang berbeda pada
permukaan jantung yang meluas ke miokardium di bawahnya (Gambar 1A). Efusi
di rongga dada dan/atau perut dapat terjadi pada kasus sub-akut atau kronis yang
menunjukkan gagal jantung kongestif. Istilah “tiger stripes” atau “tiger heart”
biasanya digunakan untuk menggambarkan perubahan patologis yang berhubungan
dengan miokarditis FMDV (Stenfeldt et al., 2016).

Gambar 1. (A) gambaran makros jantung babi dengan miokarditis terkait FMDV
yang dikonfirmasi. Pucat multifokal pada permukaan ventrikel kanan dan kiri
(panah) (Stenfeldt et al., 2016).

3.1.2 Kerbau (Buffalo)

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) juga dapat menyerang kerbau dengan
tampakan lesi makroskopis berupa bentukan vesikel pada moncong, erosi, dan
borok dengan ukuran yang berbeda-beda di mukosa mulut dan disertai hipersalivasi
(El-Amir et al., 2014). Selama masa infeksi, semua sekresi dan ekskresi tubuh

4
menjadi infeksius dan dapat menghasilkan virus. Saliva, droplet dan cairan hidung,
cairan lakrimal dan susu menjadi substrat infeksius yang dapat menginfeksi hewan
rentan lainnya (Gelolodo, 2017).
Adapun pemeriksaan postmortem menunjukkan adanya lesi yang berbeda di
daerah jantung, paru-paru, hati, dan ginjal. Pada jantung, terdapat nekrosis pada
miokardium atrium sebelah kiri. Pada paru-paru, terdapat edema. Pada hati,
terdapat area fokal nekrosis dan dilatasi kantong empedu yang cukup parah. Ginjal
kerbau juga mengalami sumbatan (El-Amir et al., 2014).

Gambar 2. Lesi Makroskopis PMK pada kerbau. (a) Vesikel pada bibir atas
(panah), erosi di bagian dalam bibir atas (bintang), hipersalivasi (panah merah).(b)
Nekrosis pada miokardium atrium kiri. (c)Edema dan kongesti paru. (d) Area fokal
nekrosis dan kongesti hepar. (e) Dilatasi kantong empedu. (f) Kongesti ginjal (El-
Amir et al., 2014).

5
3.1.3 Rusa

Rusa yang terinfeksi PMK akan memiliki gejala berupa mengeluarkan air liur
dan mengeluarkan cairan hidung yang jernih. Suhu tubuh dapat naik hingga 40,1 C
dan ditemui pula rusa yang mengalami demam hingga 40,4 C. Diare dan
peningkatan air liur dilaporkan pada beberapa kasus. Akan tampak pula ulserasi
pada bantalan gigi kranial dan abses besar yang melibatkan seluruh area sublingual.
Lesi yang diamati ditunjukkan pada lidah, serta dapat diamati pula pada kaki. Lesi
lidah menjadi ulserasi dan lesi di bawah lidah memiliki eksudat purulen di atasnya.
Lesi kaki diamati dan ditandai dengan memucatnya pita koroner, kemerahan pada
kulit dan vesikular hingga koronitis ulseratif. Lesi juga diamati di antara jari-jari
kaki. lesi kaki berkembang dan menyebabkan pemisahan dinding kuku dan infeksi
bakteri sekunder (Moniwa dkk., 2012).

Gambar 3. Lesi kasar pada lidah. (A) Terdapat vesikel dan area kecil erosi dan
ulserasi. (B) Regenerasi epitel dan penyembuhan ulkus (Moniwa dkk., 2012).

6
Gambar 4. Lesi kasar pada kaki dan pita koroner. (A) Terjadi vesikulasi, erosi
dan ulserasi pada pita koroner. (B) Pecahnya vesikel di antara jari-jari kaki. (C)
Terdapat pemisahan dinding kuku. (D) Terjadi nekrosis berat dan inflamasi
supuratif yang berhubungan dengan infeksi bakteri sekunder (Moniwa dkk.,
2012).

3.2 Mikroskopis

3.2.1 Babi

Temuan histologis sugestif dari miokarditis yang diinduksi FMDV


terutama yang akut, terlihat adanya nekrosis atau pada PMK subakut-kronis terlihat
adanya berbagai ciri peradangan (Gambar 4B, C). Umumnya, nekrosis dan
inflamasi muncul bersamaan di setiap lesi dengan tingkat keparahan yang terus
menerus. Peradangan (inflamasi) biasanya mencakup infiltrasi sel radang dan
edema limfohistiositik, sedangkan degenerasi dan nekrosis cardiomyosit dapat
terjadi sebagai sel individu, kelompok kecil, atau mungkin meluas secara regional
(Gambar 4C) (Stenfeldt et al., 2016).

Gambar 1B, 1C. Ventrikel kanan babi ditemukan mati pada 5 hari pasca infeksi.
Terlihat adanya edema interstisial dan infiltrat mononuklear campuran yang
terdiri dari limfosit, sel besar seperti makrofag, dan neutrofil yang langka.
Nekrosis dan fragmentasi miosit (panah). Hematoxylin dan eosin (B) perbesaran
4x, (C) perbesaran 20x (Stenfeldt et al., 2016).

7
Terlihat adanya area gangguan arsitektur sel & jaringan dengan adanya
replikasi virus termasuk adanya antigen virus dan asam nukleat yang dapat
dideteksi masing-masing oleh imunomikroskopi dan hibridisasi in-situ (Gambar
1D) (Stenfeldt et al., 2016).

Gambar 1D. Pewarnaan imunohistokimia menunjukkan lokalisasi FMDV dalam


kardiomiosit. Antibodi monoklonal kapsid anti-FMDV (merah). Alkali fosfatase
mikro polimer. Pewarnaan hematoxylin Gill. 20 × Pembesaran (Stenfeldt et al.,
2016).

3.2.2 Kerbau (Buffalo)

Pemeriksaan histopatologi diawali dari pengambilan spesimen dari lidah,


jantung, hati, paru-paru, dan ginjal dari hewan yang sudah mati. Sampel difiksasi
dalam formalin buffer 10% netral, didehidrasi dalam alkohol bertingkat,
dibersihkan dengan metil benzoat dan direndam dalam parafin. Dipotong 5 m
bagian dan diwarnai dengan hematoxylin eosin lalu diamati dengan mikroskop
(Weaver, et al. 2013).
Dari pengamatan melalui mikroskop diperoleh lesi mikroskopik yang khas
pada mukosa mulut termasuk bibir, gusi, dan lidah. Lesi tersebut berupa degenerasi
hidropik (ballooning degeneration) yaitu vesikel-vesikel kecil yang bergabung
membentuk vesikel besar dengan ukuran yang bervariasi. Selain itu, ditemukan
adanya reaksi inflamasi ringan pada vesikel tersebut (Weaver, et al. 2013)

8
Gambar 2A. (a) Stomatitis dan ulserasi vesikular pada lidah. (b)
Degenerasi hidropik pada stratum spinosum. (c). Vesikel dengan ukuran bervariasi.
(d) Infiltrasi neutrofil dengan jumlah yang cukup banyak. (e) Miokarditis
interstisial yang cukup parah. (f) Serabut miokard yang mengalami nekrosis disertai
infiltrasi limfosit (El-Amir et al., 2014).

Gambar 2B. (a) Edema interlobular pada paru-paru. (b) Edema paru dan
kongesti kapiler interalveolar. (c) Area fokal nekrosis pada hepar. (d) Adanya basil
clostridial pada daerah nekrotik. (e) Kongesti pada ginjal dan nekrosis epitel
tubulus. (f) Nekrosis glomerulus (El-Amir et al., 2014).

9
3.2.3 Rusa

Pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia jaringan menunjukkan lesi


yang konsisten dengan infeksi PMK. Analisis jaringan mengungkapkan beberapa
lesi lidah yang lebih besar, yang ditandai dengan ulserasi dan nekrosis dengan
banyak bakteri berfilamen, konsisten dengan infeksi sekunder oleh agen bakteri
seperti Fusobacterium spp.. Pada pita koroner, banyak sel epitel epidermis stratum
spinosum yang nekrotik dan dipisahkan secara luas oleh edema dan infiltrasi
neutrofil, menyebabkan pembentukan vesikel. Antigen FMDV terdeteksi. Ada
bukti peradangan di dalam submukosa dan otot rangka yang mendasarinya. Dalam
pita koroner lesi mencerminkan infeksi bakteri sekunder dan ditandai dengan
nekrosis epitel, dengan infiltrasi neutrofil yang parah, ulserasi dan banyak bakteri
berfilamen yang diamati di seluruh epidermis dan dermis (Moniwa dkk., 2012).

Gambar 3B. Temuan histopatologi dan imunohistokimia terinfeksi secara


eksperimental dengan PMK. (A) Ada nekrosis dan vesikulasi di dalam epitel pita
koroner (panah). (B) Antigen FMD yang melimpah terdeteksi dalam lesi pita
koroner (Moniwa dkk., 2012).

10
3.4 Patogenesis

Virus PMK masuk ke dalam tubuh hewan melalui mulut atau hidung dan
virus memperbanyak diri pada sel-sel epitel di daerah nasofarin, ,dan virus PMK
kemudian masuk ke dalam darah dan memperbanyak diri pada kelenjar
limfoglandula pada sel-sel epitel di daerah mulut dan kaki (teracak
kaki)mengakibatkan lesi-lesi. Patogenesis PMK pada sapi memperlihatkan adanya
keunikan dan persisten infeksi dari virus PMK pada sel-sel epitel di nasofaring yang
hanya mengalami peradangan minimal, tidak membentuk lepuh/vesikel dan
degenerasi acantholytic.Penularan PMK dari hewan sakit ke hewan lain yang peka
terutama terjadi karena adanya kontak langsung dengan hewan sakit, kontak dengan
sekresi dan bahan-bahan yang terkontaminasi virus PMK, serta hewan karier.
Penularan PMK dapat terjadi karena kontak dengan bahan/alat yang terkontaminasi
virus PMK, seperti petugas, kendaraan, pakan ternak, produk ternak berupa susu,
daging, jerohan, tulang, darah,semen, embrio, dan feses dari hewan sakit.
Penyebaran PMK antar peternakan maupun antar wilayah/negara umumnya terjadi
melalui perpindahan atau transportasi ternak yang terinfeksi, produk asal ternak
tertular dan hewan karier. Hewan karier atau hewan pembawa virus infektif dalam
tubuh (dalam sel-sel epitel di daerah esofagus, faring) untuk waktu lebih dari 28
hari setelah terinfeksi sangat penting dalam penyebaran PMK (Adjid, RM. A.,
2020).

3.3 Diagnosa Banding

Pengamatan gejala klinis yang terlihat pada hewan terinfeksi belum dapat
dijadikan sebagai alat diagnosis PMK namun, dapat mengarahkan pada dugaan
infeksi PMK. Hal ini dikarenakan beberapa penyakit hewan menular lainnya
memiliki kemiripan gejala klinis menyerupai PMK, seperti lepuh atau vesikel di
daerah selaput lendir pada penyakit vesicular stomatitis (VS) (Fernandez et al.,
2018). , swine vesicular disease (SVD) pada babi, bovine papular stomatitis, bovine
herpes mammilitis infectious bovine rhinotracheitis, bovine mucosal disease,
malignant catarrhal fever (MCF), dan rinderpest pada sapi. Gejala klinis PMK
pada domba mirip dengan penyakit bluetongue, parapox-virus,peste des petits
ruminants dan footroot (Adjid, RM. A., 2020).

11
3.4 Pengobatan dan Pengendalian PMK
1. Pengobatan dapat dilakukan dengan memberikan pengobatan simptomatik
: antiseptik daerah mulut, analgesik misal paracetamol, cairan yang cukup
untuk dehidrasi yang disebabkan sulit minum dan karena demam, serta
pengobatan suportif lainnya.
2. Selama pengobatan, hewan yang diduga terserang penyakit harus
dipisahkan dari hewan yang sehat (dikarantina terpisah)
3. Hewan yang sehat atau yang tidak terinfeksi ditempatkan pada lokasi yang
kering, dibiarkan bebas jalan-jalan, diberi pakan yang cukup guna
meningkatkan sistem imunnya.
(Basuki, et. al., 2020).

12
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
PMK merupakan penyakit yang diakibatkan oleh virus dan sangat menular ke
hewan berkuku belah. Transmisi PMK dapat terjadi melalui kontak langsung
dengan hewan terinfeksi, aerosol, semen, produk makanan, dan fomites. Morbiditas
penyakit ini sangat tinggi tetapi mortalitasnya rendah dan sangat cepat menular atau
highly contagious. PMK tergolong ke dalam salah satu jenis Penyakit Hewan
Menular Strategis (PHMS) yang merupakan penyakit hewan yang dapat berdampak
pada kerugian ekonomi tinggi, menyebar dengan cepat, atau berpotensi mengancam
kesehatan masyarakat. Pada makalah ini kami telah membahas kasus PMK pada
babi dan kerbau secara makroskopis dan mikroskopis.

4.2 Saran
Diharapkan kedepannya akan ada semakin banyak penelitian lebih lanjut
terhadap penyakit mulut dan kuku mengingat penyakit ini merupakan penyakit
hewan menular strategis untuk menambah wawasan dan sebagai media informasi.

13
DAFTAR PUSTAKA

Adjij, RM. A. 2020. Penyakit Mulut dan Kuku: Penyakit Hewan Eksotik yang
Harus Diwaspadai Masuknya ke Indonesia. WARTAZOA Vol. 30(2) : 61-70.

Basuki, R. S., M. F. Isnaini, Rozi, B. Poermadjaja, Saptarini. 2020. Penyidikan


Kasus Penyakit Pada Sapi Suspect PMK di Kabupaten Pamekasan Tahun
2019. Prosiding Penyidikan Penyakit Hewan Rapat Teknis dan Pertemuan
Ilmiah (RATEKPIL) dan Surveilans Kesehatan Hewan.

El-Amir, Y., Hussein, H., Sayed, M., Aamer, A. 2014. Clinical, Biochemical, and
Pathological Findings in Buffaloes with Foot and Mouth DIsease. Journal of
Veterinary Advances. 4(9): 668-676.

Fernandez, J., Motserrat A., Luis R., et al. 2018. Rapid and Differential Diagnosis
of foot-and-mouth disease, swine vesicular disease, and vesicular stomatitis
by a new multiplex RT-PCR assay. Journal of Virological Methods Vol. 147
(1): 301-311.

Gelolodo, M. A. 2017. The Role of Molecular Approach in Foot and Mouth Disease
Eradication Program. Jurnal Kajian Veteriner Vol. 5 (2): 21-42.

Moniwa, M. dkk. 2012. Experimental Foot-and-Mouth Disease Virus Infection in


White Tailed Deer. J. Comp. Path. 147: 330-342.

Pratama, M. G. G., D. Pramudya., dan Y. C. Endrawati. 2020. Sosialisasi Penyakit


Hewan Ternak dan Penanggulangannya di Desa Ciseureuh, Kecamatan
Ketanggungan, Kabupaten Brebes. Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat 2(4):
652-656.

Silitonga, R. J. P. dkk. 2016. Ancaman Masuknya Virus Penyakit Mulut dan Kuku
Melalui Daging Ilegal di Entikong, Perbatasan Darat Indonesia dan
Malaysia. Jurnal Sain Veteriner 34(2): 147-154.

Stenfeldt, C., et al. 2016. The Pathogenesis of Foot-and-Mouth Disease in Pigs.


Frontiers in Veterinary Science 3(41): 1 - 12.

14
Weaver, G. V., et al. 2013. Foot and Mouth Disease: A Look from the Wild Side.
Journal of Wildlife Disease, 49(4) : 759-785.

15

Anda mungkin juga menyukai