Anda di halaman 1dari 28

KESEHATAN GLOBAL

DOSEN PENGAJAR:
Dr. dr. Greta Jane Pauline Wahongan, M.Kes

MAKALAH

“PENYAKIT MENULAR : MALARIA”

Disusun Oleh:

Devi Dewinta Jusuf 222021110005


Gueen Laidy G. Naray 222021110006
Jean Siska R. Tairas 222021110007

UNIVERSITAS SAM RATULANGI


PASCASARJANA
MANADO
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
kasih dan penyertaan-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Penyakit Menular : Malaria”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas
dalam mata kuliah Kesehatan Global.
Penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan,
bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini
masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan
sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan, pengalaman serta memberikan inspirasi bagi para pembaca.

Manado, Oktober 2022

Kelompok 2

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
DAFTAR GAMBAR 3
BAB I
PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 3
1.3. Tujuan Penulisan 3
BAB II
PEMBAHASAN 4
2.1. Etiologi Malaria 4
2.2. Penyebab Malaria 4
2.3. Siklus Parasit Malaria 5
2.4. Patogenesis Malaria 7
2.5. Isu Terkini Malaria 10
2.6. Dampak dan Penanganan Global Isu Penyakit Malaria 12
2.7. Pencegahan Malaria 15
2.8. Standar Tatalaksana Malaria 16
2.8.1. Standar Diagnosis (Kemkes, 2020) 16
2.8.2. Standar Pengobatan (Kemkes, 2020) 17
2.8.3. Standar Pemantauan Pengobatan (Kemkes, 2020) 19
2.8.4. Standar Tanggung Jawab Kesehatan Masyarakat (Kemkes, 2020) 19
BAB III
PENUTUP 20
3.1. Kesimpulan 20
DAFTAR PUSTAKA 22

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Siklus Hidup Plasmodium …………………………………………. 10

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Malaria merupakan penyakit dengan penyebaran yang sangat luas di
dunia dan menjadi endemis terutama di daerah tropis dan subtropis. Pada tahun
2013 masih terdapat 104 negara yang endemis malaria di dunia. Sebanyak 3,4
milyar penduduk dunia beresiko terinfeksi malaria. Pada tahun 2012 terdapat 207
juta kasus malaria 627.000 meninggal dunia, 80 persen kasus berada di afrika, 90
persen kematian berada di afrika dan 77 persen angka kematian pada penderita
yang berusia di bawah 5 tahun (WHO, 2013)
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah
kesehatan masyarakat utama di dunia termasuk Indonesia. Penyakit malaria
menjadi salah satu perhatian global karena kasus malaria yang tinggi dapat
berdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi bahkan mengancam
keselamatan jiwa manusia. (Erdinal, 2006).
Penyakit malaria dapat dicegah dan disembuhkan. Dengan demikian
tindakan pencegahan merupakan salah satu tindakan yang penting untuk
mengatasi penyakit malaria. Undang-Undang Kesehatan RI Nomor 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan menyatakan bahwa upaya pencegahan penyakit menular
adalah tanggung jawab bersama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
Pencegahan penyakit malaria yang paling efektif adalah dengan
melibatkan peran serta masyarakat melalui perubahan perilaku yang berhubungan
dengan pemberantasan penyakit malaria. Tingkat pengetahuan tentang
pencegahan, cara penularan serta upaya pengobatan penyakit malaria, sangat
berpengaruh terhadap perilaku masyarakat yang selanjutnya akan berpengaruh
terhadap terjadinya penyakit malaria (Dalimunthe, 2008).
Upaya pencegahan penyakit malaria difokuskan untuk meminimalkan
jumlah kontak manusia dengan nyamuk melalui pemakaian kelambu dan
penyemprotan rumah. Beberapa daerah menekankan penggunaan kelambu yang
telah direndam dengan insektisida. Salah satu hambatan utama penggunaan
kelambu secara massal adalah faktor ekonomi (Utomo, 2007 : dalam Mailani

1
2013).
Wilayah endemis malaria pada umumnya adalah desa-desa terpencil.
Menurut perhitungan para ahli berdasarkan teori ekonomi kesehatan, dengan
jumlah kasus malaria tersebut di atas, dapat menimbulkan kerugian ekonomi
yang sangat besar mencapai sekitar 3 triliun rupiah lebih. Kerugian tersebut
sangat berpengaruh terhadap pendapatan daerah (Depkes RI, 2009 : dalam
Mailani 2013).
Penyakit malaria sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di
Indonesia. Pada tahun 2006 terjadi KLB malaria di beberapa daerah di Indonesia.
Beberapa KLB disebabkan terjadinya perubahan lingkungan oleh bencana alam,
migrasi penduduk dan pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan
sehingga tempat perindukan potensial nyamuk malaria semakin meluas
(Harijanto, 2010 : dalam Mailani 2013).
Kasus malaria yang tinggi berdampak terhadap beban ekonomis yang
besar baik bagi keluarga yang bersangkutan dan bagi pemerintah melalui
hilangnya produktivitas kerja, hilangnya kesempatan rumah tangga untuk
membiayai pendidikan serta beban biaya kesehatan yang tinggi. Dalam jangka
panjang, akan menimbulkan efek menurunnya mutu Sumber Daya Manusia
(SDM) masyarakat Indonesia (Trihono, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian Kasnodihardjo (2008), tentang pola
kebiasaan masyarakat dalam kaitannya dengan masalah malaria di daerah
Sihepeng Kabupaten Tapanuli Selatan, menunjukkan bahwa sebagian besar
masyarakat mengetahui bahwa malaria adalah penyakit menular dan nyamuk
sebagai vektor penular. Mereka bahkan menganggap penyakit malaria berbahaya,
namun sebagian besar mereka kurang mengetahui bagaimana cara penularan
penyakit malaria. Hal ini memengaruhi tindakan masyarakat dalam pencegahan
penyakit malaria.
Oleh karena itu, berikut ini akan dijelaskan mengenai isu-isu penyakit
malaria beserta penanganannya.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa sajakah isu-isu yang berkembang mengenai penyakit malaria
sekarang ini?

2
2. Bagaimana dampak dari isu penyakit malaria ini?
3. Bagaimana penanganan penyakit malaria secara global maupun di
Indonesia?
4. Bagaimanakah cara pencegahan penyakit malaria?
5. Bagaimanakah tatalaksana penyakit malaria?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Mengetahui isu-isu terkini mengenai penyakit malaria
2. Mengetahui dampak isu penyakit malaria
3. Mengetahui penanganan penyakit malaria
4. Mengetahui pencegahan penyakit malaria
5. Mengetahui standar tatalaksana penyakit malaria

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Etiologi Malaria


Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh
parasit Plasomodium. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi parasit tersebut. Gigitan nyamuk
membuat parasit masuk, mengendap di organ hati, dan menginfeksi sel drah
merah. Selain melalui gigitan nyamuk, terdapat beberapa kondisi yang
menyebabkan malaria dapat menyebar menjangkit manusia seperti melalui donor
organ, transfusi darah, berbagi pemakaian jarum suntik, dan janin yang terinfeksi
dari ibunya. Di Indonesia, penyakit ini tergolong endemi karena terdapat beberapa
daerah yang masih banyak menderita malaria terutama di wilayah Maluku, Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi Papua, Papua Barat, serta di sebagian wilayah
Kalimantan dan Sumatra. (Mulyadi, 2021)

2.2. Penyebab Malaria


Terdapat beberapa jenis plasmodium yang menjadi penyebab penyakit
malaria, yakni: (Mulyadi, 2021)

1. Plasmodium Vivax
Malaria yang disebabkan oleh parasit Plasmodium vivax cenderung
menimbukan gejala yang lebih ringan. Parasit ini dapat bertahan di organ
hati dalam jangka waktu beberapa bulan atau tahun. Walaupun tergolong
ringan, malaria yang disebabkan oleh parasit ini dapat kambuh ketika daya
tahan tubuh menurun karena parasit dapat aktif kembali.
2. Plasmodium Ovale 
Malaria yang disebabkan oleh parasit Plasmodium ovale ini tergolong tidak
terlalu berbahaya yang mengancam jiwa, namun tetap harus waspada karena
malaria yang disebabkan oleh parasit ini dapat menyebabkan anemia atau
kekurangan darah.
3. Plasmodium Malariae

4
Malaria yang disebabkan oleh parasit Plasmodium Malariae menimbulkan
gejala setelah lama terinfeksi parasit tersebut. Oleh karena itu, penderita
malaria ini akan mengalami infeksi yang kronis mengalami gangguan fungsi
organ ginjal.
4. Plasmodium Falciparum
Malaria yang disebabkan oleh parasit Plasmodium falciparum tergolong
paling berbahaya karena dapat menimbulkan berbagai komplikasi, kejang,
hingga koma. Malaria jenis ini menjadi salah satu penyebab kematian akibat
malaria tertinggi di dunia.
Dari keempat jenis parasit penyebab malaria tersebut, hanya dua jenis parasit yang
paling banyak ditemukan kasusnya di Indonesia yaitu Plasmodium vivax dan
Plasmodium falciparum. (Mulyadi, 2021)

2.3. Siklus Parasit Malaria


Siklus Pada Manusia. Ketika nyamuk anopheles betina (yang mengandung
parasit malaria) menggigit manusia, akan keluar sporozoit dari kelenjar ludah
nyamuk masuk ke dalam darah dan jaringan hati. Dalam siklus hidupnya parasit
malaria membentuk stadium sizon jaringan dalam sel hati (stadium ekso-
eritrositer). Setelah sel hati pecah, akan keluar merozoit/kriptozoit yang masuk ke
eritrosit membentuk stadium sizon dalam eritrosit (stadium eritrositer). Disitu
mulai bentuk troposit muda sampai sizon tua/matang sehingga eritrosit pecah dan
keluar merozoit. Sebagian besar Merozoit masuk kembali ke eritrosit dan sebagian
kecil membentuk gametosit jantan. (Harijanto, 2000)

Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina. Betina yang siap untuk diisap oleh
nyamuk malaria betina dan melanjutkan siklus hidupnya di tubuh nyamuk
(stadium sporogoni). Di dalam lambung nyamuk, terjadi perkawinan antara sel
gamet jantan (mikro gamet) dan sel gamet betina (makro gamet) yang disebut
zigot. Zigot berubah menjadi ookinet, kemudian masuk ke dinding lambung
nyamuk berubah menjadi ookista. Setelah ookista matang kemudian pecah, keluar
sporozoit yang berpindah ke kelenjar liur nyamuk dan siap untuk ditularkan ke
manusia. (Harijanto, 2000)

5
Gambar 1. Siklus Hidup Plasmodium

Khusus P. vivax dan P. ovale pada siklus parasitnya di jaringan hati (sizon
jaringan) sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya
ke sel eritrosit, akan tetapi tertanam di jaringan hati –disebut hipnosit-. Bentuk
hipnosit inilah yang menyebabkan malaria relapse. Pada penderita yang
mengandung hipnosoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh
menurun misalnya akibat terlalu lelah, sibuk, stress atau perubahan iklim (musim
hujan), hipnosoit dalam tubuhnya akan terangsang untuk melanjutkan siklus
parasit dari sel hati ke eritrosit. Setelah eritrosit yang berparasit pecah akan timbul
kembali gejala penyakit. Misalnya 1 – 2 tahun sebelumnya pernah menderita P.
vivax/ovale dan sembuh setelah diobati, bila kemudian mengalami kelelahan atau
stress, gejala malaria akan muncul kembali sekalipun yang bersangkutan tidak
digigit oleh nyamuk anopheles. Bila dilakukan pemeriksaan, akan didapati
Pemeriksaan sediaan darah (SD) positif P. vivax/ovale. (Fitriany dkk, 2018)

6
Pada P. Falciparum serangan dapat meluas ke berbagai organ tubuh lain dan
menimbulkan kerusakan seperti di otak, ginjal, paru, hati dan jantung, yang
mengakibatkan terjadinya malaria berat atau komplikasi. Plasmodium Falciparum
dalam jaringan yang mengandung parasit tua – bila jaringan tersebut berada di
dalam otak- peristiwa ini disebut sekustrasi. Pada penderita malaria berat, sering
tidak ditemukan plasmodium dalam darah tepi karena telah mengalami
sekuestrasi. Meskipun angka kematian malaria serebral mencapai 20-50% hampir
semua penderita yang tertolong tidak menunjukkan gejala sisa neurologis
(sekuele) pada orang dewasa. Malaria pada anak kecil dapat terjadi sekuel.Pada
daerah hiperendemis atau imunitas tinggi apabila dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan sediaan darah (SD) sering dijumpai Pemeriksaan sediaan darah (SD)
positif tanpa gejala klinis pada lebih dari 60% penduduk. (Harijanto, 2000)

2.4. Patogenesis Malaria


Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan
lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan
permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena
skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya
anemia tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan
eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin
malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah
melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya
anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit. Limpa
mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah
pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi
fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada
malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag.
(Fitriany dkk, 2018)

Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi


merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung
parasit mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel untuk

7
mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme,
diantaranya transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting.
(Fitriany dkk, 2018)

Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi


P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu
eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk
roset. Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang
mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit
non parasit, sehingga berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya
antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan
eritrosit yang tidak terinfeksi. (Fitriany dkk, 2018)

1. Demam

Akibat ruptur eritrosit → merozoit dilepas ke sirkulasi

Pelepasan merozoit pada tempat dimana sirkulasi melambat mempermudah


infasi sel darah yang berdekatan, sehingga parasitemia falciparum mungkin lebih
besar daripada parasitemia spesies lain, dimana robekan skizon terjadi pada
sirkulasi yang aktif. Sedangkan plasmodium falciparum menginvasi semua
eritrosit tanpa memandang umur, plasmodium vivax menyerang terutama
retikulosit, dan plasmodium malariae menginvasi sel darah merah matang, sifat-
sifat ini yang cenderung membatasi parasitemia dari dua bentuk terakhir diatas
sampai kurang dari 20.000 sel darah merah /mm3. Infeksi falsifarum pada anak
non imun dapat mencapai kepadatan hingga 500.000 parasit/mm3. (Fitriany dkk,
2018)

2. Anemia

Akibat hemolisis, sekuestrasi eritrosit di limpa dan organ lain, dan depresi
sumsum tulang.

Hemolisis sering menyebabkan kenaikan dalam billirubin serum, dan pada


malaria falciparum ia dapat cukup kuat untuk mengakibatkan hemoglobinuria

8
(blackwater fever). Perubahan autoantigen yang dihasilkan dalam sel darah merah
oleh parasit mungkin turut menyebabkan hemolisis, perubahan-perubahan ini dan
peningkatan fragilitas osmotic terjadi pada semua eritrosit, apakah terinfeksi apa
tidak. Hemolisis dapat juga diinduksi oleh kuinin atau primakuin pada orang-
orang dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase herediter. (Fitriany dkk,
2018)

Pigmen yang keluar kedalam sirkulasi pada penghancuran sel darah merah
berakumulasi dalam sel retikuloendotelial limfa, dimana folikelnya menjadi
hiperplastik dan kadang-kadang nekrotik, dalam sel kupffer hati dan dalam
sumsum tulang, otak, dan organ lain. Pengendapan pigmen dan hemosiderin yang
cukup mengakibatkan warna abu-abu kebiruan pada organ. (Fitriany dkk, 2018)

3. Kejadian immunopatologi

Aktivasi poliklonal → hipergamaglobulinemia, pembentukan kompleks imun, depresi

immun, pelepasan sitokin seperti TNF

Bentuk imunitas terhadap malaria dapat dibedakan atas : (Fitriany dkk,


2018)

a) Imunitas alamiah non imunologis

Berupa kelainan-kelainan genetic polimorfisme yang dikaitkan dengan


resistensi terhadap malaria, misalnya: Hb S, Hb C, Hb E, thallasemin alafa-beta,
defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase, golingan darah duffy negative kebal
terhadap infeksi plasmodium vivax, individu dengan HLA-Bw 53 lebih rentan
terhadap malaria dan melindungi terhadap malaria berat.

b) Imunitas didapat non spesifik

Sporozoit yang masuk kedalam darah segera dihadapi oleh respon imun non
spesifik yang terutama dilakukan oleh magrofag dan monosit, yang menghasilkan
sitokin-sitokin seperti TNF, IL1, IL2, IL4, IL6, IL8, dan IL10, secara langsung
menghambat pertumbuhan parasit (sitostatik), membunuh parasit (sitotoksik).

c) Imunitas didapat spesifik.

9
Merupakan tanggapan system imun terhadap infeksi malaria mempunyai
sifat spesies spesifik, strain spesifik, dan stage spesifik.

2.5. Isu Terkini Malaria


Malaria disebabkan oleh nyamuk anopheles yang membawa parasit
plasmodium, sementara demam berdarah disebabkan oleh nyamuk Aedes Aegypti
yang membawa virus Dengue. Gejala malaria mirip dengan gejala flu biasa.
Penderita mengalami demam, menggigil, nyeri otot persendian dan sakit kepala.

Serangan gejala malaria sering digambarkan melalui tiga tahap selama 6–12


jam, yang diawali dengan menggigil, lalu berkembang menjadi demam dan sakit
kepala. Setelah itu, penderita akan banyak berkeringat dan lemas hingga akhirnya
suhu tubuh kembali normal.

Pada Hari Malaria Sedunia tahun 2021, WHO dan para mitra kami akan
merayakan keberhasilan negara-negara yang semakin mendekati – dan mencapai –
eliminasi penyakit malaria. Negara-negara ini menginspirasi negara-negara
lainnya yang juga sedang berupaya memberantas penyakit mematikan ini maupun
meningkatkan taraf kesehatan dan mata pencaharian penduduknya. (WHO, 2021)

Pada tanggal 21 April, WHO akan mempublikasikan sebuah pembelajaran


laporan baru yang melaporkan kesuksesan dan di antara negara-negara anggota
kelompok eliminasi malaria, E-2020. Terlepas dari berbagai tantangan yang
disebabkan oleh pandemi COVID-19, sejumlah negara yang termasuk dalam
kelompok tersebut melaporkan nol kasus malaria pada tahun 2020, sementara
negara-negara lainnya menunjukkan kemajuan yang pesat untuk menjadi negara
yang bebas dari malaria. (WHO, 2021)

Penyakit malaria juga dapat membawa dampak kerusakan ekonomi yang


signifikan. Penyakit malaria dapat menghabiskan sekitar 40% biaya anggaran
belanja kesehatan masyarakat dan menurunkan sebesar 1,3% Produk Domestik
Bruto (PDB) khususnya di negara-negara dengan tingkat penularan tinggi (WHO,
2010).

10
Berdasarkan data WHO (2010), terdapat sebanyak 247 juta kasus malaria di
seluruh dunia dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian pada tahun 2008.
Sebagian besar kasus dan kematian malaria ditemukan di Afrika dan beberapa
negara di Asia, Amerika Latin, Timur Tengah serta Eropa. Setiap 45 detik seorang
anak di Afrika meninggal dunia akibat penyakit malaria. Penyebaran penyakit
malaria di dunia sangat luas yakni antara garis lintang 60º di utara dan 40º di
selatan yang meliputi lebih dari 100 negara beriklim tropis dan subtropis (Erdinal,
2006). Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2010, penyakit malaria
menyerang 108 negara dan kepulauan di dunia pada tahun 2008. Penduduk dunia
yang berisiko terkena penyakit malaria hampir setengah dari keseluruhan
penduduk di dunia, terutama negara-negara berpenghasilan rendah. 

Di Indonesia, keberhasilan eliminasi malaria pada tingkat subnasional juga


terus berlanjut, bahkan selama pandemi COVID-19. Pada tahun 2020, 18
kabupaten baru telah berhasil mencapai status eliminasi setelah melalui proses
penilaian oleh Komisi Penilaian Eliminasi Malaria (KOPEM). Program malaria
nasional beradaptasi dengan situasi selama pandemi untuk memastikan agar
pelayanan malaria di fasilitas-fasilitas kesehatan dan pencegahan malaria di
masyarakat tetap berjalan. Teknologi untuk pelatihan, pertemuan, surveilans, dan
diagnosis malaria terus dimanfaatkan dan dikembangkan oleh Kementerian
Kesehatan. Berdasarkan data  World Malaria Report 2020 selama lima tahun
terakhir Indonesia telah menunjukkan kemajuan yang mengesankan; menurut
perkiraan WHO, kasus malaria di Indonesia menurun dari 1,1 juta di tahun 2015
menjadi 658.000 di tahun 2019. (WHO, 2021)

Malaria adalah penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di


beberapa wilayah Indonesia, terutama pada kawasan timur Indonesia. Jumlah
kasus malaria di Indonesia pada tahun 2021 sebesar 304.607 kasus, jumlah ini
menurun jika dibandingkan jumlah kasus pada tahun 2009, yaitu sebesar 418.439.
Sehingga, berdasarkan jumlah kasus tersebut diketahui angka kasus kesakitan
malaria, yang dinyatakan dengan indikator Annual Parasite Incidence (API)
sebesar 1,1 kasus per 1000 penduduk.

11
Ancaman Biologis

Penghapusan pada gen parasit pfhrp2 dan pfhrp3 (pfhrp2/3) membuat


parasit tidak terdeteksi oleh RDT yang didasarkan pada protein kaya histidin 2
(HRP2). WHO telah merekomendasikan bahwa negara-negara dengan laporan
penghapusan pfhrp2/3 atau negara tetangga harus melakukan survei dasar yang
representatif di antara kasus-kasus yang dicurigai malaria untuk menentukan
apakah prevalensi penghapusan pfhrp2/3 yang menyebabkan hasil RDT negatif
palsu telah mencapai ambang batas untuk perubahan RDT (> 5% pfhrp2
penghapusan menyebabkan hasil RDT negatif palsu). (WHO, 2021)

Pilihan RDT alternatif (misalnya berdasarkan deteksi dehidrogenase laktat


parasit) terbatas; khususnya, saat ini tidak ada tes kombinasi non-HRP2 yang
memenuhi syarat WHO yang dapat mendeteksi dan membedakan antara P.
falciparum dan P. vivax. (WHO, 2021)

Dari 88 negara endemik malaria yang menyediakan data untuk 2010-2020,


78 telah mendeteksi resistensi terhadap setidaknya satu kelas insektisida di
setidaknya satu vektor malaria dan satu tempat pengumpulan; 29 telah mendeteksi
resistensi terhadap piretroid, organoklorin, karbamat dan organofosfat di berbagai
lokasi; dan 19 telah mengkonfirmasi resistensi terhadap keempat kelas ini di
setidaknya satu situs dan setidaknya satu vektor lokal. (WHO, 2021)

Pada tahun 2020, konsentrasi dan prosedur pembeda baru untuk memantau
resistensi pada vektor malaria terhadap chlorfenapyr, clothianidin, transfluthrin,
flupyradifurone dan pyriproxyfen menjadi tersedia, dan konsentrasi pembeda
untuk pirimiphos-methyl dan alpha-cypermethrin direvisi. Negara-negara harus
menyesuaikan pemantauan resistensi insektisida pada vektor malaria untuk
menyelaraskan dengan prosedur baru ini. WHO belum menerima data
pemantauan resistensi vektor untuk transfluthrin, flupyradifurone dan
pyriproxyfen. Meskipun WHO telah menerima beberapa data pemantauan
resistensi untuk chlorfenapyr dan clothianidin, data ini tidak cukup untuk menilai

12
potensi adanya resistensi terhadap salah satu dari kedua insektisida ini. (WHO,
2021)

Salah satu tantangan terbesar dalam upaya pengobatan malaria di Indonesia


adalah terjadinya penurunan efikasi beberapa obat anti malaria, bahkan terdapat
resistensi terhadap klorokuin. Hal ini dapat disebabkan antara lain oleh karena
penggunaan obat anti malaria yang tidak rasional. Sejak tahun 2004 obat pilihan
utama untuk malaria falciparum adalah obat ACT. Kombinasi artemisinin dipilih
untuk meningkatkan mutu pengobatan malaria yang sudah resisten terhadap
klorokuin dimana artemisinin ini mempunyai efek terapeutik yang lebih baik.
(Kemkes, 2020)

2.6. Dampak dan Penanganan Global Isu Penyakit Malaria


Menjelang Hari Malaria Sedunia, para pemimpin negara-negara di dunia,
tenaga kesehatan di garis depan, dan mitra global kami bersama-sama menghadiri
sebuah forum virtual untuk berbagi pengalaman maupun bercermin dari upaya-
upaya yang telah dilakukan selama ini untuk mencapai target bebas
malaria. Acara ini diadakan oleh WHO dan RBM Partnership to End Malaria pada
tanggal 21 April kemarin. (WHO, 2021)

Kejar Target Bebas Malaria 2030, Kemenkes Tetapkan 5 Regional Target


Eliminasi. Kementerian Kesehatan menargetkan Indonesia bebas malaria di tahun
2030. Sebanyak 5 regional telah ditetapkan sebagai target eliminasi untuk
mencapai bebas malaria.

Terdapat 5 regional yaitu regional pertama terdiri dari provinsi di Jawa dan
Bali; regional kedua terdiri dari provinsi di Sumatera, Sulawesi dan Nusa
Tenggara Barat; regional ketiga terdiri dari provinsi di Kalimantan dan Maluku
Utara, regional keempat terdiri dari provinsi Maluku dan Nusa Tenggara Timur;
dan regional kelima terdiri dari Provinsi Papua dan Papua Barat.

Pencapaian Indonesia Bebas Malaria 2030 didahului dengan pencapaian


daerah bebas malaria tingkat provinsi dan sebelum itu seluruh kabupaten/kota di
Indonesia harus sudah mencapai bebas malaria.

13
Sampai dengan tahun 2021, sebanyak 347 dari 514 kabupaten/kota atau
68% sudah dinyatakan mencapai eliminasi. Dalam rangka mencapai target
Indonesia Bebas Malaria tahun 2030, maka dibuat regionalisasi target eliminasi.

Pada bulan April 2020, selama bulan-bulan awal pandemi penyakit virus
corona (COVID-19), analisis oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan mitra
telah memproyeksikan kematian akibat malaria dua kali lipat jika skenario
terburuk gangguan layanan terjadi. (WHO, 2021)

Dengan dukungan dari mitra global, regional dan nasional, negara-negara


telah meningkatkan respons yang mengesankan untuk mengadaptasi dan
menerapkan pedoman WHO untuk mempertahankan layanan malaria penting
selama pandemi. (WHO, 2021)

Secara keseluruhan, sebagian besar negara endemik malaria mengalami


gangguan tingkat sedang terhadap penyediaan layanan malaria. (WHO, 2021)

Dari 31 negara yang telah merencanakan kampanye kelambu berinsektisida


(ITN) pada tahun 2020, 18 (58%) menyelesaikan kampanye mereka pada akhir
tahun itu; 72% (159 juta) ITN dari kampanye yang direncanakan telah
didistribusikan pada akhir tahun 2020. (WHO, 2021)

Tiga belas dari 31 negara (42%) tersisa dengan 63 juta ITN yang awalnya
direncanakan untuk didistribusikan pada tahun 2020 tetapi meluas hingga tahun
2021. Di antara 13 negara ini, enam (46%) telah mendistribusikan kurang dari
50% ITN mereka oleh akhir 2020. Pada Oktober 2021, hanya Kenya dan Sudan
Selatan yang belum menyelesaikan distribusi luas semua ITN. (WHO, 2021)

Pencegahan kimia malaria musiman (SMC) didistribusikan sesuai rencana


pada tahun 2020, dan tambahan 11,8 juta anak dilindungi dengan SMC pada tahun
2020 dibandingkan dengan 2019, terutama karena perluasan SMC ke daerah baru
di Nigeria. (WHO, 2021)

Kampanye penyemprotan residu dalam ruangan (IRS) yang direncanakan


juga tepat sasaran di sebagian besar negara pada tahun 2020. (WHO, 2021)

14
Secara keseluruhan, survei dan data rutin menunjukkan bahwa ada
gangguan tingkat sedang dalam akses ke layanan klinis di sebagian besar negara
dengan beban malaria sedang dan tinggi pada tahun 2020. (WHO, 2021)

Selama pandemi COVID-19, hingga 122 juta orang di 21 negara endemik


malaria membutuhkan bantuan darurat karena keadaan darurat kemanusiaan
lainnya yang tidak terkait dengan pandemi. (WHO, 2021)

Keberhasilan penurunan kasus malaria juga ditentukan oleh pengendalian


faktor lingkungan. Hal ini disebabkan adanya tempat perkembangbiakan nyamuk
seperti tambak terbengkalai, persawahan, perkebunan dengan genangan air, rawa,
lagun, dan lingkungan dengan genangan air lainnya. Dibutuhkan keterlibatan
masyarakat dan sektor swasta, seperti perusahaan pertambangan, perusahaan
perkebunan, dan perusahaan-perusahaan lain yang memberikan dukungan sumber
daya sebagai tanggung jawab sosial perusahaan.

Hari Malaria Sedunia (HMS) diperingati setiap tahun pada tanggal 25 April
tahun 2022 ini, Acara Puncak Peringatan HMS akan diadakan di Lombok Tengah,
Provinsi NTB pada tanggal 31 Mei. Acara akan dilakukan secara kombinasi luring
(off-line) dan daring (on-line). Peringatan HMS ini bertujuan untuk meningkatkan
komitmen pemerintah daerah dan semua pemangku kepentingan, serta untuk
memobilisasi dukungan dan peran aktif seluruh komponen masyarakat guna
mewujudkan Indonesia Bebas Malaria Tahun 2030. Peringatan Hari Malaria
Sedunia tahun 2022 ini mengangkat Tema global HMS adalah : HARNESS
INNOVATION TO REDUCE THE MALARIA DISEASE BURDEN AND
SAVE LIVES. Sementara tema nasional adalah : Ciptakan Inovasi Capai
Eliminasi, Wujudkan Indonesia Bebas Malaria. Tema HMS ini memuat pesan
kepada seluruh komponen bangsa untuk tetap memberikan komitmen kuat guna
mewujudkan Indonesia Bebas Malaria tahun 2030.

15
2.7. Pencegahan Malaria
Pencegahan malaria tidak hanya pemberian obat profilaksis, karena tidak
ada satupun obat malaria yang dapat melindungi secara mutlak terhadap infeksi
malaria. (Kemkes, 2020)

Prinsip pencegahan malaria adalah : (Kemkes, 2020)

(A) Awareness Kewaspadaan terhadap risiko malaria

(B) Bites prevention Mencegah gigitan nyamuk

(C) Chemoprophylaxis Pemberian obat profilaksis

(D) Diagnosis dan treatment

Meskipun upaya pencegahan (A, B dan C) telah dilakukan, risiko tertular


malaria masih mungkin terjadi. Oleh karena itu jika muncul gejala malaria segera
berkonsultasi ke fasilitas kesehatan untuk memastikan apakah tertular atau tidak.
Diagnosis malaria secara dini dan pengobatan yang tepat sangat penting.(Kemkes,
2020)

Pencegahan gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan menggunakan kelambu


berinsektisida, repelen, kawat kasa nyamuk dan lain-lain.(Kemkes, 2020)

Obat yang digunakan untuk kemoprofilaksis adalah doksisiklin dengan


dosis 100mg/hari. Obat ini diminum 1 hari sebelum bepergian, selama berada di
daerah tersebut sampai 4 minggu setelah kembali. Tidak boleh diberikan pada ibu
hamil dan anak dibawah umur 8 tahun dan tidak boleh diberikan lebih dari 3 (tiga)
bulan.(Kemkes, 2020)

Pemberian obat kemoprofilaksis diutamakan pada orang dengan risiko


tinggi terkena malaria karena pekerjaan dan perjalanan ke daerah endemis tinggi
dengan tetap mempertimbangkan keamanan dan lama dari obat yang digunakan
tersebut.(Kemkes, 2020)

Malaria disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles, oleh karena itu


pencegahannya adalah dengan merubah pola perilaku manusia agar nyamuk tidak
muncul. Berikut beberapa tips untuk mencegah penyebaran penyakit malaria :
(Mulyadi, 2021)

16
1. Gunakan kelambu ketika tidur

2. Memakai pakaian serba panjang seperti celana dan lengan panjang selama
beraktivitas

3. Hindari meletakkan pakaian basah di dalam rumah karena dapat menjadi


tempat persembunyian nyamuk

4. Lakukan langkah 3M (Menguras penampungan air, Mengubur barang


bekas, dan Mendaur ulang barang bekas)

5. Gunakan lotion anti nyamuk yang mengandung DEET (diethyltoluamide)

6. Pasang obat nyamuk dan rutin menyemprot obat nyamuk terutama di pagi
dan sore hari

7. Rutin melakukan fogging massal di daerah dengan tingkat malaria yang


tinggi minimal sebulan sekali

2.8. Standar Tatalaksana Malaria


2.8.1. Standar Diagnosis (Kemkes, 2020)
1. Setiap individu yang tinggal di daerah endemis malaria yang menderita
demam atau memiliki riwayat demam dalam 48 jam terakhir atau tampak
anemi; wajib diduga malaria tanpa mengesampingkan penyebab demam
yang lain.
2. Setiap individu yang tinggal di daerah non endemis malaria yang
menderita demam atau riwayat demam dalam 7 hari terakhir dan memiliki
risiko tertular malaria; wajib diduga malaria. Risiko tertular malaria
termasuk: riwayat bepergian ke daerah endemis malaria atau adanya
kunjungan individu dari daerah endemis malaria di lingkungan tempat
tinggal penderita atau ada riwayat transfusi darah.
3. Setiap penderita yang diduga malaria harus diperiksa darah malaria dengan
mikroskop atau RDT.
4. Untuk mendapatkan pengobatan yang cepat maka hasil diagnosis malaria
harus didapatkan segera (<24 jam) terhitung sejak pasien memeriksakan
diri.

17
Penanganan dimulai dengan diagnosa malaria melalui pemeriksaan fisik dan
tes diagnostic cepat (RDT – Rapid Diagnostic Test). RDT ini dilakukan untuk
mendeteksi keberadaan dan jenis parasit yang ada di tubuh sehingga
menyebabkan malaria. Hasil dari RDT ini juga sangat penting untuk menentukan
jenis pengobatan anti malaria yang akan diberikan kepada penderita. Selain RDT,
terdapat pula pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah. Pemeriksaan ini
terdiri dari dua jenis yaitu pemeriksaan tetes tipis hapusan darah dan pemeriksaan
tetes tebal hapusan darah. (Mulyadi, 2021)
Pemeriksaan tetes tebal hapusan darah digunakan untuk mendeteksi
Plasmodium sedangkan pemeriksaan tetes tipis hapusan darah digunakan untuk
menentukan spesies penyebab serta kepadatan parasit. Kelebihan dari
pemeriksaan ini adalah memantau efikasi terapi dan alat-alat yang digunakan
untuk pemeriksaan sederhana sehingga biaya pemeriksaan murah. (Mulyadi,
2021)

2.8.2. Standar Pengobatan (Kemkes, 2020)


1. Pengobatan radikal penderita malaria harus mengikuti kebijakan nasional
pengendalian malaria di Indonesia.
2. Pengobatan dengan Artemisinin based Combination Therapy (ACT) hanya
diberikan kepada penderita dengan hasil pemeriksaan darah malaria
positif.

3. Penderita malaria tanpa komplikasi harus diobati dengan kombinasi


berbasis artemisinin (ACT) ditambah primakuin sesuai dengan jenis
plasmodiumnya. Tidak diberikan Primakuin pada bayi <6 bulan, ibu
hamil, ibu menyusui bayi <6 bulan dan penderita malaria dengan
kekurangan G6PD. ACT yang ada disiapkan oleh program adalah
Dihidroartemisinin-Piperakuin (DHP)

4. Pengobatan DHP diberikan selama 3 hari sesuai dengan berat badan , yaitu
H(hari) 0 (nol) pada dosis pertama, H1 pada dosis kedua dan H2 pada
dosis ketiga.

18
5. Penderita malaria berat harus diobati dengan Artesunate intravena atau
intramuskular dan dilanjutkan seperti pengobatan malaria tanpa
komplikasi dengan DHP oral dan primakuin.

6. Setiap tenaga kesehatan harus memastikan kepatuhan pasien meminum


obat sampai habis melalui konseling agar tidak terjadi resistensi
plasmodium terhadap obat.

7. Jika penderita malaria yang berat akan dirujuk, sebelum dirujuk penderita
harus diberi dosis awal Artesunate intramuskular/intravena.

Pengobatan malaria dilakukan sesuai dengan jenis malaria, tingkat


keparahan gejala, dan kondisi pasien. Untuk pengobatan jenis malaria yang
disebabkan oleh Plasmodium vivax yang tergolong ringan, penderita akan
diberikan obat rawat jalan berupa ACT atau obat chloroquine. Selain itu untuk
mencegah kambuhnya malaria jenis ini, ditambahkan juga obat primaquine.
Sedangkan untuk jenis malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum
dengan derajat gejala sedang, penderita akan dirawat di ruang non ICU rumah
sakit. Bagi penderita dengan derajat gejala berat, penderita akan dirawat di ICU
(Intensive Care Unit) dan diberikan obat melalui suntikan selama 24 jam pertama.
(Mulyadi, 2021)

Apabila hendak berkunjung ke daerah endemik penyakit ini seperti di


Maluku, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Papua, Papua Barat, serta di sebagian
wilayah Kalimantan dan Sumatra dianjurkan untuk mengonsumsi obat pencegah
malaria. Obat tersebut harus diminum selama 4 hingga 8 minggu. Diminum
seminggu sebelum pergi ke daerah tersebut sampai 4 minggu setelah pulang. Obat
diminum setiap hari dan pada jam yang sama. (Mulyadi, 2021)

2.8.3. Standar Pemantauan Pengobatan (Kemkes, 2020)


1. Evaluasi pengobatan dilakukan dengan pemeriksaan klinik dan
mikroskopik darah.
2. Pada penderita rawat jalan, evaluasi pengobatan dilakukan setelah 24 jam
pengobatan selesai (hari ke-3), hari ke-7, 14, 21, dan 28.

19
3. Pada penderita rawat inap, evaluasi pengobatan dengan pemeriksaan
mikroskopis secara kuantitatif dilakukan setiap hari hingga tidak
ditemukan parasit dalam sediaan darah selama 3 hari berturut-turut, (H
0,1,2) dan setelahnya di evaluasi seperti pada penderita rawat jalan.

2.8.4. Standar Tanggung Jawab Kesehatan Masyarakat (Kemkes, 2020)


1. Petugas kesehatan (baik klinik/RS atau masyarakat) harus mengetahui
tingkat endemisitas malaria terkini di wilayah kerjanya dengan
berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat.
2. Membangun jejaring layanan dan kemitraan bersama dengan fasilitas
layanan lainnya (pemerintah dan swasta) untuk meningkatkan akses dan
mutu pelayanan bagi setiap pasien malaria.
3. Petugas kesehatan memantau pasien malaria dengan memastikan bahwa
dilakukan penanganan yang sesuai pedoman tatalaksana malaria.
4. Petugas harus melaporkan semua kasus malaria yang ditemukan dan hasil
pengobatannya kepada dinas kesehatan setempat sesuai dengan ketentuan
dan kebijakan yang berlaku.

20
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Malaria merupakan penyakit dengan penyebaran yang sangat luas di dunia
dan menjadi endemis terutama di daerah tropis dan subtropis. Pada tahun 2013
masih terdapat 104 negara yang endemis malaria di dunia. Sebanyak 3,4 milyar
penduduk dunia beresiko terinfeksi malaria. Pada tahun 2012 terdapat 207 juta
kasus malaria 627.000 meninggal dunia, 80 persen kasus berada di afrika, 90
persen kematian berada di Afrika dan 77 persen angka kematian pada penderita
yang berusia di bawah 5 tahun.
Program malaria nasional beradaptasi dengan situasi selama pandemi untuk
memastikan agar pelayanan malaria di fasilitas-fasilitas kesehatan dan pencegahan
malaria di masyarakat tetap berjalan. Teknologi untuk pelatihan, pertemuan,
surveilans, dan diagnosis malaria terus dimanfaatkan dan dikembangkan oleh
Kementerian Kesehatan. Berdasarkan data  World Malaria Report 2020 selama
lima tahun terakhir Indonesia telah menunjukkan kemajuan yang
mengesankan; menurut perkiraan WHO, kasus malaria di Indonesia menurun dari
1,1 juta di tahun 2015 menjadi 658.000 di tahun 2019.
Untuk mencapai nol kasus malaria, pemimpin-pemimpin negara di dunia
menyelenggarakan forum diskusi untuk membahas pengalaman-pengalaman
dalam memberantas malaria, menjelang Hari Malaria Sedunia. Di Indonesia,
Kemenkes Tetapkan 5 Regional Target Eliminasi. Kementerian Kesehatan
menargetkan Indonesia bebas malaria di tahun 2030.
Prinsip pencegahan malaria adalah :

(A) Awareness Kewaspadaan terhadap risiko malaria

(B) Bites prevention Mencegah gigitan nyamuk

(C) Chemoprophylaxis Pemberian obat profilaksis

(D) Diagnosis dan treatment

Salah satu tantangan terbesar dalam upaya pengobatan malaria di Indonesia


adalah terjadinya penurunan efikasi beberapa obat anti malaria, bahkan terdapat

21
resistensi terhadap klorokuin. Hal ini dapat disebabkan antara lain oleh karena
penggunaan obat anti malaria yang tidak rasional. Sejak tahun 2004 obat pilihan
utama untuk malaria falciparum adalah obat ACT.

22
DAFTAR PUSTAKA

Erdinal, 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Malaria di


Kecamatan Kampar Kiri Tengah, Kabupaten Kampar, 2005/2006. Makara
Kesehatan, Edisi Desember 2006, Volume 10, Nomor 2.

Dalimunthe, 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat


dalam program pencegahan penyakit malaria di Kacamatan Siabu
Kabupaten Mandailing Natal. Tesis, Pascasarjana USU, Medan

Fitriany J, Sabiq A. 2018. Malaria. Jurnal Averrous 4(2). Diakses 8 Oktober 2022.
https://ojs.unimal.ac.id/index.php/averrous/article/download/1039/558

Harijanto PN. 2000. Gejala Klinik Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor).


Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan.
Jakarta: EGC, Hal: 151-55.

Kementrian Kesehatan RI, 2020. Buku Saku Tatalaksana Kasus Malaria.


https://drive.google.com/file/d/1lIkoYkKdl046AECgD-e6Jk3BNOIZu5Te/
view Diakses 4 Oktober 2022.

Mailani R, 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tindakan Kepala Keluarga


dalam Pencegahan Penyakit Malaria di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Tangkeh Woyla Timur. Tesis, Pascasarjana UTU, Aceh

Mulyadi, 2021. Penyebab, Gejala, dan Pengobatan Malaria. Diakses 4 Oktober


2022. https://rs-soewandhi.surabaya.go.id/penyebab-gejala-dan-pengobatan-
malaria/#:~:text=Pencegahan%20Malaria&text=Gunakan%20kelambu
%20ketika%20tidur,dapat%20menjadi%20tempat%20persembunyian
%20nyamuk

WHO, 2013. World Malaria Report 2013. Diakses 4 Oktober 2022.


https://www.who.int/publications/i/item/9789241564694

WHO, 2021. World Malaria Day 2021. Diakses 4 Oktober 2022.


https://www.who.int/indonesia/news/campaign/world-malaria-day-2021

23
WHO, 2021. World Malaria Report 2021. Diakses 4 Oktober 2021.
https://www.who.int/publications/i/item/9789240040496

24

Anda mungkin juga menyukai