ABSTRAK
Besarnya biaya pengobatan hipertensi dipengaruhi beberapa hal seperti pemilihan obat,
tindakan medis yang diberikan, keahliaan tim medis dalam diagnosis serta kepatuhan
terhadap clinical pathway yang telah ditetapkan rumah sakit. Adanya penerapan clinical
pathway yang baik dapat meningkatkan efisiensi kerja serta mengurangi biaya rumah sakit.
Perbedaan clinical pathway pada setiap rumah sakit akan menimbulkan perbedaan
pembiayaan pengobatan yang besarnya ditentukan berdasarkan klasifikasi jenis penyakit, tipe
kelas perawatan di rumah sakit. Penelitian merupakan jenis penelitian observasional dengan
rancangan penelitian potong lintang (cross sectional) yang bersifat deskriptif. Pengumpulan
data dilakukan secara retrospektif dengan menggunakan data rekam medis pasien hipertensi
krisis di Instalasi Rawat Inap RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak
periode Januari – Desember 2016. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian
ini sebanyak 29 pasien, pemilihan sampel ditentukan berdasarkan consecutive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan besar total biaya pengobatan dan rata-rata unit cost hipertensi
krisis rawat inap dari setiap alur tatalaksana yaitu untuk biaya medik non-langsung yang
terdiri dari biaya administrasi sebesar Rp. 290.000,- ( = Rp. 10.000,-), biaya rawat inap
(sewa kamar) Rp. 4.863.500,- ( = Rp. 167.707,-); dan biaya medik langsung yang terdiri
dari obat dan BMHP Rp. 18.338.643-, ( = Rp. 632.367,-) tindakan medis Rp. 22.249.467 (
= Rp. 767.223,-), jasa dan pelayanan Rp. 9.582.000,- ( = Rp. 330.413,79), laboratorium Rp.
7.562.800 ( = Rp. 260.786,21),, elektromedik Rp. 1.486.000 ( = Rp. 55.037,04), dan
radiodiagnostik Rp. 1.441.000,- ( = Rp. 131.000,-).
secara umum tahapan dalam penyusunan pelayanan yang lebih aktual dan akurat
clinical pathway adalah mirip, antar rumah karena memberikan gambaran bagaimana
Perbedaan clinical pathway pada setiap yang bersifat deskriptif. Pengumpulan data
penyakit, tipe kelas perawatan di rumah RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie
peneliti tertarik untuk melakukan studi adalah sebanyak 29 subyek yang terdiri
pathway dengan metode bottom up, pasien hipertensi urgensi yang memenuhi
dan emergensi menjadikan biaya tiap unit kelayakan etik dari Komisi Etik Penelitian
urgensi, pasien dengan komorbid, dan 34,48%. Usia pasien hipertensi krisis
pasien hipertensi krisis usua ≥ 18 tahun. terbanyak ialah kelompok usia 46-65 tahun
Kriteria eksklusi yaitu pasien dengan data sebesar 72,41%, diikuti kelompok usia ≥
rekam medis yang tidak terbaca dan klaim 65 tahun 17,42%, dan kelompok usia 17 –
biaya yang rusak. Data dianalisis dengan 45 tahun 10,34%. Diagnosis hipertensi
dan penyajian hasil berupa tabel dan emergensi yaitu 65,52 % dan hipertensi
N = 29
No Karakteristik
Jumlah Persentase (%)
1. Jenis Kelamin
a. Laki-laki 10 34,48
b. Perempuan 19 65,52
2. Umur
a. 17 – 45 3 10,34
b. 46 - 65 21 72,41
c. ≥ 65 5 17,24
3. Diagnosis Utama
a. HT Emergensi 19 65,52
b. HT Urgensi 10 34,48
4. Komorbid
a. Tanpa Komorbid 1 3,45
b. Adanya Komorbid 28 96,55
Tampak pada Tabel 2 besaran total rata- (biaya medik non langsung dan biaya
yang dikeluarkan sebesar Rp, 2.342.182,3 diketahui menghabiskan biaya paling besar
yaitu sebesar 32,58 % (Rp. 767.223,00), dan elektromedik merupakan besaran
diikuti dengan biaya obat-obatan dan biaya yang terkecil yaitu sebesar 0,42 %
BMHP sebesar 26,86 % (Rp. 632.367,00). (Rp. 10.000,-) dan 2,34 % (Rp. 55.037,04).
N = 29
No Jenis Pelayanan (Rp) Rata-Rata Biaya
Hipertensi Krisis %
(Rp)
Biaya Medik
diperoleh hasil bahwa besaran biaya dalam untuk hipertensi emergensi serta 35,94 %
pengobatan hipertensi urgensi lebih tinggi (Rp. 859.206,10) dan 24,87 % (Rp.
pengeluaran yang besar pada kedua jenis besaran biaya yang lebih tinggi untuk jenis
obat-obatan dan Bahan Medis Habis Pakai dibanding hipertensi urgensi yaitu sebesar
(BMHP) yaitu sebesar 31,51 % (Rp. 28,60 % (Rp. 652.317,32) dan 24,87 %
yang dibantu oleh angiotensin converting dideteksi oleh hipofisis anterior sehingga
enzyme (ACE) diubah menjadi angiotensin menimbulkan umpan balik negatif dengan
penurunan ekskresi air dan garam oleh penghambatan estrogen akan berlipat
ginjal. Kondisi ini dapat meningkatkan ganda. Jangka waktu tertentu tubuh dapat
tekanan arteri sehingga meningkatkan sekresi estrogen agar tetap normal namun
menyimpulkan bahwa perempuan yang tekanan darah. Pasien dengan BMI di atas
menggunakan kontrasepsi oral selama 12 30 kg/m2 berada pada kondisi obese dan
hipertensi sebesar 5,38 kali dibandingkan secara cepat dan tepat. Peningkatan BMI
menjadi salah satu faktor pemicu tekanan darah pada pasien usia lanjut.
(13)
terjadinya peningkatan tekanan darah. Lumen pada pembuluh darah besar
Selain itu makin besar massa tubuh, makin mengalami penyempitan dan dinding
banyak darah yang dibutuhkan untuk pembuluh darah menjadi kaku. Hal ini
jaringan tubuh. Ini berarti volume darah kolagen pada lapisan otot pembuluh darah.
yang beredar melalui pembuluh darah Kondisi ini secara berangsur-angsur akan
seperti peningkatan resistensi perifer dan 65,52 % adalah hipertensi emergensi dan
pembuluh darah yang dapat menyebabkan instalasi gawat darurat yakni sekitar 27,5
tekanan darah dilakukan oleh refleks baro Sistolik (TDS) di atas 180 mmHg atau
reseptor. Saat pasien mengalami usia Tekanan Darah Diastolik (TDD) di atas
lanjut maka terjadi penurunan sensitivitas 120 mmHg disertai kerusakan organ
target.(2) Kerusakan organ yang terjadi hipertensi, yaitu hipertensi emergensi dan
dapat berupa perubahan status mental urgensi berdasarkan ada atau tidaknya
(ensefalopati), stroke, gagal jantung, kerusakan organ yang terjadi. Pasien yang
kebanyakan seperti dispepsia, vertigo sesegera mungkin dalam satu jam dengan
saluran kemih, asma, ulkus abdomen, intravena. Pemberian obat-obatan oral aksi
abses renal, diabetes mellitus tipe 1, afasia, cepat dapat diberikan pada pasien
Pasien yang didiagnosis hipertensi hingga keluar dari RSUD Sultan Syarif
Gawat Darurat (IGD). Pasien secara umum diberikan dan biaya pemeriksaan
akan dikenakan biaya administrasi, jasa penunjang seperti EKG, laboratorium, dan
untuk dirawat inap. Pasien dengan penelitian ini untuk mendapatkan unit cost
kondisi pasien mulai membaik dialihkan langsung seperti biaya administrasi dan
ke ruang perawatan rawat inap kembali. biaya sewa kamar rawat inap; dan biaya
Pasien pada tahap ini secara umum akan medik langsung yang terdiri dari biaya
dikenakan biaya rawat inap perhari, jasa obat, biaya bahan medis habis pakai, jasa
dan pelayanan serta tindakan medis yang dan pelayanan, radiodiagnostik, tindakan
medis non operatif, elektromedik, serta obatan dan Bahan Medis Habis Pakai
(biaya medik non langsung dan biaya diikuti dengan biaya obat-obatan dan
medik langsung) hasil ini menunjukkan BMHP. Sementara itu, besaran biaya
pengobatan hipertensi krisis berada pada besaran biaya yang terkecil. Hasil yang
rentang besar tarif dengan sistem sama juga ditunjukkan oleh penelitian lain
pembayaran INA-CBG 2016 untuk Rumah dimana unit cost terbesar dihabiskan pada
hipertensi status ringan hingga berat serta jasa dan pelayanan.(48) Faktor-faktor
kesimpulan yang sama yaitu besaran total keparahan, komorbid. Faktor jenis kelamin
medik non langsung yaitu biaya bahwa semakin parah kondisi seorang
administrasi dan biaya rawat inap; biaya pasien, maka semakin lama rawat inap
medik langsung terdiri atas biaya obat- yang harus dijalani. Banyaknya komorbid
berpengaruh pula pada tingkat keparahan dengan penelitian lain yang menunjukkan
penyakit yang akhir berdampak pada biaya rawat inap (sewa kamar) sebesar Rp.
(7)
semakin banyaknya tindakan medis yang 200.175,60 ± 87.147,5. Meskipun rata-
dibutuhkan dan biaya total yang harus rata lama rawat inap untuk kedua penyakit
memiliki besaran biaya yang lebih tinggi pasien hipertensi emergensi beberapa
untuk jenis pelayanan obat-obatan dan pasien menjalani perawatan intensif yang
BMHP dibanding hipertensi urgensi Hal berdampak pula pada biaya penginapan
ini dikarenakan pasien hipertensi untuk kategori non kelas, dimana biaya
organ lebih tinggi dibandingkan dengan dan juga biaya perawatan selama
secara cepat dan tepar selain itu jenis obat- medis untuk pasien hipertensi urgensi
obatan yang diperlukan dalam penanganan lebih besar dibandingkan dengan pasien
dengan rute intravena yang relatif merupakan biaya yang dikeluarkan pasien
memiliki harga yang lebih mahal selama menjalani perawatan rawat inap di
pada pasien hipertensi urgensi. (2) Adapun biaya jasa dan pelayanan pada
Jenis pelayanan rawat inap pada penelitian ini meliputi jasa konsultasi
pasien hipertensi emergensi memiliki dokter umu dan spesialis, jasa visitasi
besaran biaya yang lebih besar dokter umum dan spesialis serta jasa
urgensi. Hasil ini tidak berbeda jauh Unit cost terbesar yang dikeluarkan pada
jenis pelayanan jasa dan pelayanan adalah seperti aritmia jantung, pembesaran
dan 1.850.000,-. Adapun besaran biaya koroner, USG Abdomen juga dilakukan
visite dokter terkait dengan jumlah visitasi pada beberapa pasien untuk mengetahui
yang dilakukan dan lamanya rawat inap ada atau tidaknya kerusakan pada ginjal
yang dijalani pasien. Semakin banyak dan radiodiagnostik sebagian besar yang
visitasi yang dilakukan dan semakin lama dilakukan adalah foto thorax untuk
rawat inap yang dijalani pasien, maka mengetahui ada tidaknya udem pada paru
besar biaya visitasi dokter juga akan yang terjadi dan CT Scan Kepala untuk
dan fungsi ginjal seperti pemeriksaan elektromedik sebesar Rp. 841.000,- dan
darah rutin, gula darah, elektrolit darah, pada pasien hipertensi urgensi yaitu pada
periode Januari – Desember 2016 yaitu kepada seluruh pihak yang terlibat dalam
untuk biaya medik non-langsung yang penelitian ini diantaranya kepada Comdev
terdiri dari biaya administrasi sebesar Rp. dan Outreaching Universitas Tanjung Pura
10.000,-, biaya rawat inap (sewa kamar) atas bantuan beasiswa, RSUD Sultan
Rp. 167.707,-; dan biaya medik langsung Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak
yang terdiri dari obat dan BMHP Rp. yang telah memberikan kesempatan untuk
hipertensi krisis rawat inap dari setiap alur 2. Devicaesaria A. Leading article:
Hipertensi krisis. Medicinus. Des
tatalaksana yaitu untuk biaya medik non- 2011: 27(3);9-17.
11. Cerceo E, dan Rachoin JS. Hospital 18. Yeni Y, Djannah SN, dan
management of hypertension: Solikhah. Faktor-faktor yang
urgencies and emergencies. berhubungan dengan kejadian
Hospital Medicine Practice. 2014
hipertensi pada wanita usia subur
Nov: 2(11);1-23.
di Puskesmas Umbulharjo I
12. Bambungan YM, Oetari RA, Yogyakarta tahun 2009. Kes Mas.
Satibi. Analisis biaya pengobatan 2010 Jun: 4(2); 76-143.
hipertensi pada pasien rawat inap
19. Nuraini B. Risk factors of Nomor 52 Tahun 2016 Tentang
hypertension. J Majority. 2015 Standar Tarif Pelayanan Kesehatan
Feb: 4(5); 10-19. Dalam Penyelenggaraan Program
Jaminan Kesehatan. Jakarta:
20. Lita. Faktor risiko hipertensi di
Menteri Kesehatan Republik
wilayah kerja Puskesmas Harapan
Indonesia; 2016.
Raya Pekanbaru. Scientia. 2017
Agus: 7(2); 159-167.
22. Imam AP, Martono H, Bachtiar A.
Hipertensi Penatalaksanaan secara
21. Menteri Kesehatan Republik
Menyeluruh. Semarang: Badan
Indonesia. Peraturan Menteri
Penerbit UNDIP;1992.
Kesehatan Republik Indonesia