Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KEGIATAN PPDH

ROTASI PATOLOGI VETERINER


KELOMPOK 6/PPDH GELOMBANG IX

MAREK DISEASE

Oleh:
Muhammad Shafwan H. 200130100011010
Yohana Saynandya 200130100011017
Fathur Ziyad Abdillah 200130100011030
Angelia Primajayanti 200130100011031
Syahrony Brillian E. 200130100011034
Ida Nur Syaidah F. 200130100011035
Audrina 200130100011036
Ferdinand Aula Rega P.E. 200130100011045
Mohammad Fajar Arief S. 200130100011048
Indah Widyaningrum 200130101011004
Sankha Rossa 200130101011016
Danny Govindra Putra 200130101011021
Arief Maulana 200130101011023
Ardhana Ruthi Reswari 200130102011004

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
DAFTAR ISI

LAPORAN KEGIATAN PPDH................................................................................................1


DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................5
1.3 Tujuan...............................................................................................................................5
1.4 Manfaat.............................................................................................................................5
BAB II STUDI KASUS.............................................................................................................6
2.1 Riwayat Klinis..................................................................................................................6
2.2 Daftar Permasalahan.........................................................................................................6
2.3 Sistem Organ yang Terpapar............................................................................................6
2.4 Koleksi Sampel.................................................................................................................6
2.5 Teknik Nekropsi...............................................................................................................6
2.6 Perubahan Makroskopik...................................................................................................8
2.7 Perubahan Mikroskopis....................................................................................................9
BAB III PEMBAHASAN........................................................................................................11
3.1 Gambaran Makroskopik.................................................................................................11
3.2 Diagnosa Banding..........................................................................................................12
3.3 Etiologi...........................................................................................................................13
3.4 Gejala Klinis...................................................................................................................13
3.5 Patogenesa......................................................................................................................13
3.6 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Marek.............................................................13
BAB IV PENUTUP.................................................................................................................14
4.1 Kesimpulan.....................................................................................................................14
4.2 Saran...............................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 a) Neuritis pada syaraf yang menyebabkan kelumpuhan spastik (Unilateral), b)
lesi pada mata, dan c) gambaran klinis mata normal dan mengalami lesi pada iris.
6

Gambar 2.1 Keterangan: Gambar a menunjukan adanya perubahan patologis hepatomegali


(b) menunjukan splenomegali (c) penebalan proventrikulus (d) tumor pada usus
dan (e) jantung. 8
Gambar 2.2 Keterangan: a. adanya proliferasi ekstensif dari limfosit hati b. proliferasi
ekstensif ginjal c. proliferasi profentrikulus d. proliferasi ekstensif proventrikulus
e. proliferasi ekstensif usus halus f. degenerasi otot jantung dan infiltrasi limfosit
pada jantung. 10

3
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ayam adalah hewan ternak yang banyak dipelihara oleh masyrakat. Selain sebagai
hewan ternak, banyak ayam yang dijadikan sebagai hewan peliharaan saja atau ayam hias.
Seiring dengan perawatannya, ayam rentan terkena berbagai penyakit, salah satunya adalah
Penyakit Marek. Penyakit Marek adalah suatu penyakit neoplastik dan neuropathic pada
unggas, terutama ayam, disebabkan oleh virus sangat infeksius dari herpesvirus cell-
associated. Penyakit ini pertama kali dilaporkan oleh seorang ahli patologi dari Hungaria
bernama Jozsef Marek pada tahun 1907 yang menemukan ayam menderita paralisis
berhubungan dengan polineuritis. Penyakit Marek disebabkan oleh herpesvirus serotipe 1
yang bersifat onkogenik (dapat menimbulkan tumor), sangat menular dan limfoproliferatif.
Virus ini bersifat cell-associated karena sulit bertahan di luar sel induk semangnya, kecuali
pada sel epitel folikel bulu dimana dapat ditemukan virus terbebas dari sel.
Marek dapat ditularkan melalui udara (yang berasal dari folikel bulu ayam yang
terinfeksi) dan secara mekanik dapat ditularkan melalui kandang yang terkontaminasi atau
petugas kandang. Ayam yang terkena penyakit Marek menunjukkan gejala infeksi multi-
sistemik, sehingga menimbulkan perubahan patologis pada berbagai organ tubuh. Pada
beberapa kasus ayam sudah terlebih dulu mati sebelum dilakukan pemeriksaan, sehingga
diperlukan pemeriksaan pos mortem yang diinisiasikan dengan metode nekropsi. Umumnya
perupahan-perubahan organ pada pengamatan perubahan patologi anatomi post mortem dapat
terjadi pada keadaan infeksi yang berlangsung pada tahapan sub akut sampai kronis.
Nekropsi adalah pemeriksaan jasad hewan dengan sistematis untuk tujuan menemukan
sebab kematian dan konfirmasi diagnosa dan umumnya didalamnya meliputi pemeriksaan
makroskopik dan mikroskopik. Pemeriksaan tersebut memerlukan seorang dokter hewan
yang menguasai teknik nekropsi dan pengamatan gross maupun mikroskopik terhadap
perubahan patologis yang terjadi pada tubuh hewan ayam.
Pembuatan laporan langkah nekropsi dan perubahan patologi pada ayam yang terkena
penyakit Marek ini bertujuan agar dapat memberikan gambaran garis besar bagi mahasiswa
PPDH terhadap langkah-langkah yang dilakukan untuk melakukin teknik diagnosa secara
patologi anatomis, baik makroskopik maupun mikroskopik.

4
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana patogenesa serta gejala klinis penyakit Marek pada ayam?


2. Bagaimana teknik nekropsi pada ayam yang terkena penyakit Marek?
3. Bagaimana gambaran makroskopis dan mikroskopis ayam yang terkena penyakit Marek?

1.3 Tujuan

1. Dapat mengetahui patogenesa serta gejala klinis penyakit Marek pada ayam.
2. Dapat mengetahui teknik nekropsi pada ayam dengan penyakit Marek.
3. Dapat mengetahui gambaran makroskopis dan mikroskopis ayam dengan penyakit Marek.

1.4 Manfaat

Mahasiswa PPDH diharapkan dapat memahami dan mengetahui patogenesa serta


gejala klinis Penyakit Marek, teknik nekropsi ayam yang terkena penyakit Marek, serta
mengetahui gambaran makroskopis dan mikroskopis ayam yang tekena penyakit Marek.

5
BAB II STUDI KASUS

2.1 Riwayat Klinis

Pada 10 peternakan yang ada di Bangladesh, di ambil 23 ekor ayam yang terlihat
suspuk daripada marek disease sebagai bagian dari investigasi adanya outbreak daripada
Marek’s disease. Semua unggas yang ada dilaporkan telah menerima atau disuntikan vaksin
dari marek’s disease dengan menggunakan Herpes Virus of Turkey (HVT) Vaccine.

2.2 Daftar Permasalahan

Marek disease merupaka penyakit yang juga bersifat prevalent di daerah Bangladesh.
Outbreak dari penyakit ini terjadi pada daerah Mymensingh, Gazipur dan Tangail di
Bangladesh dari maret hingga November 2011.

2.3 Sistem Organ yang Terpapar

Beberapa kerusakan pada ayam yang menderita Marek disease yang sering terjadi
yaitu flexus ischiadicus dan brachialis terlihat lebih besar dari thruncusnya, hati sedikit
mengalami pembengkakan dan pada bidang sayatan terdapat bercak bercak putih.
Pemeriksaan lanjutan untuk memastikan kerusakan organ pada ayam, dilakukan nekropsi
atau pemeriksaan post mortem.
Pada anak ayam umumnya umur 1-2 minggu ditemukan gejala antara lain ayam
awalnya tampak sayu, diikuti ataksia karena adanya inkoordinasi dari otot-otot kaki, sehingga
ayam dapat jatuh ke samping dengan kedua kaki terjulur ke satu sisi, tremor pada kepala dan
leher terutama bila dipacu, keadaan akan berlanjut dengan kelumpuhan dan diakhiri dengan
kematian. Pada ayam petelur gejala yang terlihat hanyalah penurunan produksi telur antara 5-
10% dan tidak diikuti gejala gangguan syaraf. Pada ayam pembibitan ditemukan adanya daya
tetas telur yang menurun dan anak ayam yang ditetaskan akan banyak tertular penyakit.

Gambar 2.1 a) Neuritis pada syaraf yang menyebabkan kelumpuhan spastik (Unilateral), b) lesi pada
mata, dan c) gambaran klinis mata normal dan mengalami lesi pada iris.

2.3.1 Bentuk Syaraf


Syaraf yang banyak mengalami perubahan adalah Plexus ischiadicus, pexus
bronchialis, nervus vagus, nervus mesentericum cranialis dan posterior, serta nervus
intercostalis. Pada kasus Marek klasik, kelainan pada syaraf biasanya lebih menonjol
daripada limfoma, sedangkan pada kasus Marek akut, limfoma dapat tersebar di berbagai
organ (Biswas et al, 2018)

6
.
2.3.2 Bentuk Visceral
Kelainan dapat dilihat pada organ tubuh dengan adanya benjolan atau tumor limfoid
pada limpa, pancreas, ginjal, jantung, paru-paru, proventrikulus, musculus dan subkutan.
Secara umum limfoma pada Marek dapat bersifat difus atau nodular, berwarna keabu-abuan,
konsistensi padat dan permukaan bidang sayatan halus. Limfoma ini secara makroskopis
sangat sulit dibedakan dengan jenis neoplastik lain seperti Avian Leukosis (Lymphoid
Leukosis, Erythroid Leukosis dan Myeloid Leukosis) dan Reticuloendotheliosis sehingga
diperlukan konfirmasi histopatologis. Limfoma pada kulit sekaligus bersifat peradangan
sehingga menimbulkan ulkus yang terdapat di sekitar folikel bulu. Limfoma pada mata pada
Marek ditandai dengan infiltrasi limfosit, plasma sel dan heterofil pada iris, ciliary body,
konjungtiva, selaput khoroid, pekten dan retina (Biswas et al, 2018).

2.4 Koleksi Sampel

Sampel yang dikoleksi meliputi


 organ untuk pembuatan preparat histopatologi. Organ yang diambil harus lengkap
meliputi hepar, ginjal, limpa, paru, pankreas, otak dan bursa fabrisius. Dimasukkan
kedalam formalin 10% (Diskeswan,2014).
 Bulu untuk keperluan molekular diagnosa Polymerase Chain Reaction (PCR)
menggunakan gen meq sebagai target amplifikasi untuk mengidentifikasi MDV-1
karena tidak dijumpai di dua serotipe lainnya. Gen meq menjadi prioritas karena
peran pentingnya untuk mengkode protein transvaktivator dalam sel pembentukan sel
tumor (Hartawan dan Dharmyanti. 2015).
Serum untuk identifikasi keberadaan antibodi dengan melakukan uji AGPT, ELISA ataupun
netralisasi virus (Hartawan dan Dharmyanti. 2015).

2.5 Teknik Nekropsi

2.5.1 Informasi
Sebelum dilakukan nekropsi, kita harus mencari informasi yang dapat mengarahkan
ke penyakit tertentu. Informasi tersebut dapat kita diperoleh melalui anamnesa kepada
pemilik ayam. Informasi yang penting untuk diketahui dapat berupa umur, gejala-gejala
postmortem, management pemeliharaan yang dilakukan, riwayat pengobatan dan penyakit
yang terjadi daerah tersebut (jika ada). Selain itu hal lain yang diperlukan adalah juga ialah
Waktu kematian patut kita ketahui, apakah mendadak, sedang atau lambat, serta sifatnya
apakah beruntun atau tidak beruntun. Hal tersebut dilakukan agar kita dapat memperkirakan
penyebab kematian pada ayam, apakah toksin, virus, bakteri, atau parasite maupun lamanya
djarak waktu kematian hingga dbawa di meja nekropsi.

2.5.2 Persiapan
Persiapan yang dilakukan sebelum nekropsi yaitu pemilihan lokasi untuk melakukan
nekropsi yang mempertimbangkan biosecurity. Nekropsi idealnya harus dilakukan di lokasi
yang terang di luar farm. Hindari memasuki farm kecuali benar-benar diperlukan, terutama

7
ketika diduga terjadi infeksi. Selain itu dibutuhkan persiapan alat yang dibutuhkan untuk
nekropsi. Alat-alat yang dibutuhkan sebagai berikut:
1. Gunting
2. Scalpel
3. Pisau daging
4. Gunting lancip dan tumpul ukuran besar dan kecil
5. Klem/mosquito forceps/allis forceps
6. Looper
7. Gergaji
Personal Protectice Equipment (PPE) juga dibutuhkan untuk melakukan tindakan nekropsi.
Menurut standar biosecurity alat pelindung diri yaitu pakaian pelindung, penutup kepala,
masker, gloves, kacamata, apron dan sepatu boot. Kemudian hal lain yang harus diperhatikan
dan disiapkan adalah wadah untuk penyimpanan organ sebagai sampel dan lokasi
laboratorium yang akan digunakan untuk melakukan sampling. Pada kasus ini nekropsi
dilakukan oleh dokter hewan di Department of Pathology, Bangladesh Agricultural
University. Sampel yang diambil yaitu organ yang mengalami pembesaran dan disimpan
dalam neutral buffered formalin 10% untuk pemeriksaan histopatologi.

2.5.3 Nekropsi
Berikut adalah prosedur nekropsi pada ayam (Damayanti dkk., 2012):
a. Ayam yang telah selesai dibasahi dengan air terlebih dahulu, bertujuan agar bulu tidak
berterbangan sehingga dapat mencemari
b. Dilakukan irisan melintang pada kulit dari abdomen, ke thorak hingga ke mandibular
c. Diamati bagian otot-otot, warna, kualitas, dan derajat dehidrasi dari jaringan subkutan
d. Dilakukan irisan irisan pada bagian dinding peritoneum di daerah ujung sternum
(procesus xyphoideus) ke arah lateral, kemudian irisan dilanjutkan kebagian abodmen
posisi linea mediana, sampai bagian kloaka untuk membuka cavum abdominalis
e. Diamati kantung udara di daerah abdominalis, thorakalis, dan memeriksa letak
berbagai organ di dalam cavum thorax dan abdominalis, serta melihat kondisi rongga
perut dan dada jika terdapat cairan eksudat, transudat ataupun darah
f. Dilakukan pemeriksaan saluran pencernaan dengan memotong oesophagus dan
mengeluarkan seluruh saluran pencernaan ke arah posterior dengan memotong
mesenterium sampai pada daerah kloaka
g. Dikeluarkan hati, kantung empedu, limpa untuk dilakukan pemeriksaan
h. Dibuat irisan longitudinal pada proventrikulus, ventrikulus, duodenum, jejenum,
ileum, sekum, kolon, dan kloaka untuk diamati jika terdapat abnormalitas seperti lesi
dan penyakit lainnya
i. Dilakukan irisan pada bagian sisi mulut kiri dan diteruskan hingga ke pharynx
oesophagus dan ingluvies lalu diamati perubahan yang terjadi
j. Dilakukan pencatatan perubahan patologik yang ditemukan.
2.5.4 Sterilisasi
Sterilisasi pada alat dan area dilakukan sebelum dan sesudah melakukan proses nekropsi.
Setelah proses nekropsi, area yang terpapar dan juga alat-alat yang telah digunakan harus
dilakukan sterilisasi. Hal ini dilakukan untuk memusnahkan semua bentuk kehidupan

8
mikroorganisme patogen termasuk spora, yang mungkin berada pada peralatan dan area
setelah proses bedah bangkai. Sterilisasi dapat dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama
dapat menggunakan air bersih untuk menghilangkan darah dan kotoran, selanjutnya dicuci
menggunkan ditergent, kemudian dilanjut dengan sterlisasi kimia atau mekanik. Senyawa
kimia yang paling banyak digunakan sebagai desinfektan antara lain Alcohol, Halogen,
Surfactans, dan juga Ethylene oxide (Hafsan, 2014)
2.6 Perubahan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik pada ayam terdapat perubahan patoogis yang dapat dilihat,
adanya pembesaran dan lesi difusi pada bagian hepar, kemudian pada bagian limpa,
proventrikulus, jantung dan ginjal. Hati yang mengalami pembesaran tampak pada gambar
(a). Organ limpa mengalami perubahan nodul keputihan pada beberapa burung.
Proventrikulus mengalami pembesaran sehingga mukosa tampak mengalami penebalan yang
kurang teratur. Pada gambar (d) usus mengalami pertumbuhan nodular terlihat dari serosa.
Lesi difus juga ditemukan pada gambar (e) pada jantung nodul nodul pada otot jantung.

Gambar 2.2 Keterangan: Gambar a menunjukan adanya perubahan patologis hepatomegali


(b) menunjukan splenomegali (c) penebalan proventrikulus (d) tumor pada usus dan (e)
jantung.

2.7 Perubahan Mikroskopis

Pemeriksaan mikroskopis dari hati yang terkena menunjukkan proliferasi difus


limfosit pleomorfik (a). Proliferasi limfosit begitu luas sehingga lobulus sebagian besar.
Limfosit proliferasi memiliki kaitkan dengan hemoragi dan kongesti. Pada gambar (b)
deskripsi mikroskopis ginjal, terdapat temuan lesi difus fokal pada bagian limfosit pleomorfik
pada parenkim. sel limfosit yang berinfiltrasi akan menyebabkan kerusakan pada ginjal. Di
bagian proventrikulus gambar (c) tidak jauh berbeda, terdapat lesi fokal yang terdapat di
lamina propria dan bagian otot terluar proventrikulus. Pada usus terdapat akumulasi limfosit
dalam lapisan serosa dan menyebar ke proliferasi limfosit. Gambar (e) menjelaskan bahwa

9
terdapat temuan lesi pada otot jantung adanya degenerasi fokal dan sel otot disekitar
pembuluh darah. Gambar (f) menjelaskan bahwa adanya tumor pada limpa yang
berproliferasi. Meskipun pada banyak kasua marek disease sering dijumpai dengan gejala
pada gangguan sistem neuro, tetapi pemeriksaan histopatologis tetap menyatakan hasil
positif. Bagaimana pun peneguhan diagnosa seperti pemeriksaan histopatologi tetap menjadi
pertimbangan utama.

Gambar 2.2 Keterangan: a. adanya proliferasi ekstensif dari limfosit hati


b. proliferasi ekstensif ginjal
c. proliferasi profentrikulus
d. proliferasi ekstensif proventrikulus
e. proliferasi ekstensif usus halus
f. degenerasi otot jantung dan infiltrasi limfosit pada jantung.

10
BAB III PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Makroskopik

Distribusi pembesaran organ yang ditemukan dari 23 ayam layer pada kasus ini yaitu
proventrikulus (17/23), hepar (13/23), limpa (8/23), jantung (4/23) dan ovarium (3/23).

Organ Hasil Pengamatan Deskripsi Lesi

Kondisi Fisik

Bulu Normal -

Muskulus Normal -

Sistem Digesti -

Esofagus Normal -

Crop Normal -

Proventrikulus Abnormal Membesar (Gambar. 2c) dan


mukosa tampak memiliki
penebalan yang tidak teratur.

Ventrikulus Normal -

Duodenum Abnormal Usus menunjukkan


pertumbuhan nodular multipel
keputihan yang terlihat dari
permukaan serosa (Gambar. 2d)

Jejunum Abnormal Usus menunjukkan


pertumbuhan nodular multipel
keputihan yang terlihat dari
permukaan serosa (Gambar. 2d)

Ileum Abnormal Usus menunjukkan


pertumbuhan nodular multipel
keputihan yang terlihat dari
permukaan serosa (Gambar. 2d)

Sekum Abnormal Usus menunjukkan


pertumbuhan nodular multipel
keputihan yang terlihat dari

11
permukaan serosa (Gambar. 2d)

Kolon Abnormal Usus menunjukkan


pertumbuhan nodular multipel
keputihan yang terlihat dari
permukaan serosa (Gambar. 2d)

Pankreas Normal -

Limpa Abnormal Membesar (Gambar. 2b) dan


berisi nodul keputihan pada
beberapa ayam.

Hepar Abnormal Pembesaran dengan tepi yang


membulat seperti pada
(Gambar. 2a)

Sistem sirkulasi

Jantung Abnormal Menunjukkan area keputihan


yang difus di miokardium
(Gambar 2e)

Sistem Respirasi

Nasal Normal -

Trakea Normal -

Paru-paru Normal -

Sistem Urogenital

Ginjal Abnormal Pertumbuhan neoplastic

Ovarium Abnormal Pertumbuhan neoplastic

3.2 Diagnosa Banding

Diagnosa banding Penyakit Marek’s yakni Limfoid leukosis, Newcastle Desease,


cacar-difteri, ensefalomalasia, avitaminosis E, dan epidemik tremor (Kementan, 2014). Oleh
karena itu pemeriksaan secara nekropsi diperlukan untuk mengambil sample sample yang
nantinya kan diberikan pada laboratorium yang nantinya akan menunjang diagnosis secara

12
tepat. Sample sample ini diambil pada saat nekropsi dan disimpan serta di managementkan
dengan baik.
3.3 Etiologi

Penyakit Marek adalah penyakit menular pada ayam yang disebabkan oleh
Herpesvirus-2 dari family Herperviridae yang ditandai oleh proliferasi dan infiltrasi sel
limfosit pada syaraf, organ visceral, mata, kulit, dan urat daging. Penyebab penyakit Marek
adalah virus herpes-2 golongan B dari family Herpesviridae. Virus berbentuk heksagonal,
tidak beramplop dengan berukuran sekitar 85-100 nm sampai 150-170 nm. Asam inti virus
berupa DNA berantai ganda (ds DNA).
3.4 Gejala Klinis

Gejala umum berupa kepucatan, hilang nafsu makan, lemah, diare, dan kurus. Gejala
klinis yang terlihat pada ayam penderita penyakit Marek adalah hilangnya keseimbangan
tubuh diikuti kelumpuhan pada bentuk klasik (paralisis sebagian atau seluruh kaki dan sayap)
dan bilateral. Jika terjadi kelumpuhan spastik (unilateral), maka salah satu kaki direntangkan
ke depan dan satu kaki lainnya ke belakang. Selain gejala di atas, ada gejala tortikolis (leher
berputar), diare, tumor pada otot dan kulit, serta keratitis berlanjut menjadi kebutaan ditandai
dengan adanya lesi okuler (iris berwarna abu-abu gelap). Apabila syaraf vagus terserang,
maka akan terlihat gangguan pernafasan. Pada infeksi virus ini dapat terjadi perkembangan
ayam yang lambat dan pembesaran hati.
3.5 Patogenesa

Patogenesis penyakit Marek tergolong kompleks dengan rute infeksi melalui inhalasi
udara yang terkontaminasi masuk ke saluran pernapasan. Virus Marek bersifat limfotropik
dengan target utama limfosit yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Pada tahap
sitolitik awal sel B yang memproduksi antibodi adalah sel yang pertama kali diserang.
Selanjutnya infeksi sitolitik terjadi pada sel T yang diaktifasi dan terlibat dalam respon yang
dijembatani oleh cell mediated immunity (CMI). Dalam hal ini dapat dibuktikan bahwa sel T
tersebut didominasi oleh fenotip CD4 dan sedikit CD8. . Reaksi ini berdampak pada atropi
bursa Fabrisius dan timus sehingga menyebabkan imunosupresi. Sementara itu virus
menyebar ke folikel bulu yang diduga keras merupakan tempat yang paling produktif dalam
menyebarkan infeksi. Setelah infeksi sitolitik awal, infeksi beralih ke tahap laten pada sel T
yang infektif sehingga menimbulkan regresi organ limfoid. Hal ini diikuti oleh pembentukan
limfoma pada berbagai organ jeroan. Sejauh ini penyebab lesi neural pada penyakit Marek
diduga kuat dikontrol oleh gen MHC dan sel B (Payne dan Venugopal, 2000).
3.6 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Marek

Penyakit Marek dapat dicegah dengan melakukan berbagai cara, antara lain vaksinasi,
pemilihan galur ayam yang lebih resisten terhadap Marek serta sistem manajemen untuk
meningkatkan sanitasi dan biosekuritas

13
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pemeriksaan post mortem diperlukan dalam pemeriksaan penyakit marek disease ini.
Selain itu memastikan bahwa kematian pada ayam di kandang adalah akibat Marek’s disease,
pelaksanaan nekropsi juga dimanfaatkan untuk pengambilan sample sebagai penegakan
diagnose yang akurat dikarenakan banyaknya diagnose pembanding daripada marek’s disease
ini.
4.2 Saran
Perlu adanya tekhnik diagnose yang lebih cepat dan akurat lagi mengenai penyakit
marek disease ini sehingga penanganan yang dilakukan dapat lebih cepat dan kemungkinana
meningkatnya angka kematian akibat penyakit ini pada kandang dapat di tahan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti Y., I. B. O. Winaya, M. D. Rudyanto. 2012. Evaluasi Penyakit Virus pada


Kadaver Broiler Berdasarkan Pengamatan Patologi Anatomi di Rumah Pemotongan
Unggas. Indonesia Medicus Veterinus. 1(3): 417-427.

Diskeswan, 2014. Manajemen Penyakit Unggas. Kementerian Pertanian Republik Indonesia

Hasfan. 2014. Mikrobiologi Analitik. Alauddin University Press. Makasar

Hartawan, Risza dan NLPI Dharmayanti. 2015. Pendekatan Molekuler untuk Identifikasi
dan Karakterisasi Virus Marek Serotipe 1. WARTAZOA Vol. 25 No. 1 Th. 2015
Hlm. 001-014 DOI: http://dx.doi.org/10.14334/wartazoa.v25i1.1123
Kementrian Pertanian. 2014. Manual Penyakit Unggas. Subdit Pengamatan Penyakit Hewan.
Direktorat Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Kementerian Pertanian.Jakarta
Lucio-Martinez B, Korich JA. 2010. Illustrated Guide to Poultry Necropsy and Diagnosis.
Ithaca (NY): Cornel University.

Payne, LN. dan Venugopal, K. 2000. Neoplastic diseases: Marek’s disease, avian leucosis
and reticuloendotheliosis. Rev. Sci. Tech.off Int. Epiz. 19(2):544- 564.

Saif YM. 2008.Diseases of Poultry. 12th Ed. Iowa (US): Blackwell Publishing.

Swayne DE. 2013. Disease of Poultry. 13th Ed. Iowa (US). Wiley-Blackwell Publishing

15

Anda mungkin juga menyukai