Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ENSEFALITIS

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 4

Angelica Ressie Tamburian 220111040077

Angelika Mantiri 220111040078

Bintang Merentek 220111040079

Juhendry Kaporoh 220111040087

Syalomita Dalipang 220111040093

Veronika Maya Assa 220111040094

Yeremia Yohanes Agustino Payow 220111040096

KELAS B (A4)/ SEMESTER III

Dosen Pengampuh:

Ns. Susi Roida Simanjutak, M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat-Nya
sehingga laporan pendahuluan berjudul “Ensefalitis” dapat tersusun hingga selesai. Kami
juga mengucapkan terima kasih atas bantuan para pihak yang berkontribusi dalam pencarian
data laporan pendahuluan ini.

Penyusunan laporan pendahuluan ini bertujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Keperawatan Anak I. Selain itu, pembuatan laporan pendahuluan ini juga bertujuan agar
menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis serta pembaca.

Kami menyadari akan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki,
maka kami yakin laporan pendahuluan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, semua
kritik dan saran akan kami terima dengan senang hati.

Manado, 28 Oktober 2023


Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
KONSEP MEDIS.....................................................................................................................1
A. Definisi Ensefalitis.........................................................................................................1
B. Klasifikasi Ensefalitis....................................................................................................1
C. Etiologi...........................................................................................................................2
D. Manifestasi Klinis..........................................................................................................3
E. Patogenesis.....................................................................................................................4
F. Patofisiologi....................................................................................................................4
G. Epidemiologi..................................................................................................................5
H. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................................5
I. Penatalaksanaan............................................................................................................5
BAB II.......................................................................................................................................7
KONSEP KEPERAWATAAN...............................................................................................7
A. Pengkajian.....................................................................................................................7
B. Diagnosa Keperawatan.................................................................................................8
C. Intervensi Keperawatan...............................................................................................8
D. Implementasi.................................................................................................................9
E. Evaluasi..........................................................................................................................9
BAB III....................................................................................................................................10
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ENSEFALITIS........................10
A. Pengkajian...................................................................................................................10
B. Analisis Data................................................................................................................12
C. Diagnosa Keperawatan...............................................................................................14
D. Intervensi Keperawatan.............................................................................................15

ii
BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi Ensefalitis
Menurut Singarimbun et al., (2018) ensefalitis merupakan suatu proses inflamasi
atau peradangan yang terjadi pada parenkim otak dengan angka kesakitan 32-75% dan
angka kematian di seluruh dunia sekitar 8-18,45%. Gambaran klinis ensefalitis dapat
berupa demam, sakit kepala, dan penurunan kesadaran, yang disebabkan oleh
berbagai mikroorganisme, khususnya virus (69%), bakteri, parasit, dan komplikasi
penyakit menular lainnya. Sejak dari tahun 2007 diketahui ensefalitis dapat
disebabkan oleh proses non infeksi yaitu autoimun.

B. Klasifikasi Ensefalitis
Menurut Dr. Liji Thomas, (2019) klasifikasi ensefalitis berdasarkan jenis
antibodi, penyakit ini dapat dibagi menjadi beberapa jenis, misalnya salah satu
jenisnya adalah kelainan paraneoplastik yang disebabkan oleh antibodi yang ditujukan
terhadap antigen intraseluler yang ditemukan terkait dengan tumor yang
mendasarinya.

Tipe kedua terdiri dari gangguan neurologis yang disebabkan oleh reaksi
antigen- antibodi permukaan sel. Ini terjadi ketika autoantibodi diproduksi melawan
molekul di permukaan neuron, seperti saluran ion atau reseptor.

Meskipun hal ini juga sering dikaitkan dengan kanker yang mendasarinya, hal
ini secara umum memberikan hasil yang relatif baik dan kematian saraf jarang terjadi.
Manifestasi klinis disebabkan oleh efek reversibel pada transmisi saraf sinaptik dan
penghilangan antibodi ini menyebabkan remisi gejala.

Kelompok ketiga mencakup ensefalitis karena antibodi terhadap protein sinaptik


di dalam neuron, sedangkan kelompok keempat berisi ensefalitis autoimun tanpa
antigen yang teridentifikasi.

Klasifikasi berdasarkan fitur klinis yang dominan

Sebagian besar kondisi pada kelompok kedua memiliki ciri umum peradangan
limbik. Ini termasuk:

1. Kejang
1
2. Gangguan memori jangka pendek
3. Penyimpangan perilaku
4. Manifestasi kejiwaan

Mereka yang tidak memiliki gejala tersebut meliputi:

1. mGluR1
2. GlyR1
3. Reseptor dopamin D2
4. Anti-NMDAR

Jenis-jenis Ensefalitis

Berdasarkan penyebabnya, radang otak terbagi menjadi dua jenis, yaitu radang
otak primer dan radang otak sekunder.

1. Radang Otak Primer


Radang otak primer disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau jamur
yang langsung menyerang otak. Infeksi bisa terjadi pada satu atau beberapa
area di otak. Infeksi primer ini juga dapat terjadi ketika terdapat virus yang
sebelumnya sudah dormant kembali aktif. Kondisi tersebut biasanya dialami
oleh seseorang dengan riwayat infeksi sebelumnya.
2. Radang Otak Sekunder
Radang otak sekunder terjadi ketika respon sistem imun tubuh salah
mengenali sel yang sehat. Alih-alih melawan infeksi pada area tubuh lain,
sistem imun justru menyerang sel otak yang sehat. Kondisi ini dikenal juga
dengan istilah post-infection encephalitis.

C. Etiologi
Ensefalitis disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, jamur dan
rickettsiae,Penyebab paling umum adalah virus. Infeksi dapat terjadi akibat serangan
langsung virus pada otak atau akibat respon inflamasi akut akibat infeksi sistemik
atau vaksinasi sebelumnya.Ensefalitis juga dapat diakibatkan oleh invasi langsung
cairan serebrospinal selama pungsi lumbal.

2
Berbagai Virus yang berbeda dapat menyebabkan ensefalitis, meskipun gejala
klinisnya sama.Tergantung pada virus dan epidemiologinya, terdapat jenis ensefalitis
virus yang diketahui.Menurut Soedarmo dkk , virus ensefalitis berkembang biak dari
sel hidup yaitu nukleus dan sitoplasma seperti babi, kuda, gigitan nyamuk dan spesies
lainnya.

Ensefalitis umumnya disebabkan oleh infeksi beberapa jenis virus berikut ini:

- Virus penyebab campak, gondong, atau rubella.


- Virus rabies yang menular melalui gigitan binatang yang terinfeksi rabies.
- Virus yang ditularkan dari gigitan kutu, seperti virus Powassan.
- Virus yang menular melalui gigitan nyamuk, seperti Japanese encephalitis.
- Golongan enterovirus, seperti virus polio atau coxsackie yang dapat
memunculkan gejala menyerupai flu.
- Virus herpes simpleks tipe 1 dan 2.
- Virus golongan herpes lainnya, seperti varicella zoster (penyebab cacar air
dan cacar api) dan Epstein-Barr.

Penyebab radang otak umumnya disebabkan oleh infeksi virus. Namun, kondisi
ini juga dapat disebabkan oleh infeksi parasit, bakteri, jamur pada otak, dan bisa juga
berupa dampak dari respon sistem kekebalan tubuh yang lemah.

D. Manifestasi Klinis
Ensefalitis sering kali muncul dengan gejala awal yang dramatis berupa delirium
dan hilangnya kesadaran secara progresif. Kejang dan gerakan yang tidak biasa
mungkin terjadi.

Setelah masa inkubasi sekitar 5 sampai 10 hari, suhu akan meningkat secara
tiba- tiba, seringkali disertai demam tinggi, sakit kepala pada orang dewasa, dan
menjerit pada anak-anak.

Ada tanda-tanda rangsangan saraf pusat (koma, stupor, koma), leher kaku,
refleks tendon meningkat, tremor, kelemahan otot, kadang kelumpuhan. Meski
penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis kurang lebih sama dan sering kali
muncul sebagai trias ensefalitis yaitu demam, kejang, dan penurunan kesadaran.

3
E. Patogenesis
Patogenesis ensefalitis berbeda tergantung etiologinya. Salah satu yang paling
sering ditemukan yaitu pada virus herpes simpleks (HSV). Infeksi virus herpes pada
manusia tipe 1 ditandai dengan infeksi primer pada host yang rentan melalui pintu
masuk selaput lendir. Pada anak, sebagian besar infeksi primer tidak menunjukkan
adanya gejala, akan tetapi pada orang dewasa, infeksi primer dapat berupa gingivitis,
keratitis atau herpes genital yang seringkali sangat nyeri dengan manifestasi sistemik.
Di pintu masuk, virus melakukan replikasi. Kemudian virus bergerak sepanjang
serabut saraf dari akson ke ganglion sensorik.. Virus menjadi laten di neuron sensorik,
terutama di ganglion trigeminal, ganglion simpatis serviks superior dan ganglion
vagal serviks serta di ganglion sakral. Ensefalitis herpes simpleks pada neonatus
biasanya disebabkan karena infeksi virus herpes simpleks tipe 2 pada saat melalui
jalan lahir ibu yang menderita herpes genital aktif. Kebanyakan menyebabkan
meningitis (Sina et al., n.d.).

F. Patofisiologi
Pada sebagian besar kasus ensefalitis, terjadi perubahan pada bagian parenkim
otak. Lesi biasanya terlokalisasi, tepatnya terletak pada lobus temporal medial dan
inferior, lobus frontal medial, dan jarang di batang otak. Lesi dapat meluas di
sepanjang girus cingulata , terkadang hingga pada lobus temporal lateral atau sampai
bagian otak tengah. Lesi lobus temporal biasanya bilateral dan asimetris.

Pada gambar patologis, dapat ditemukan lesi inflamasi, edema serebral yang
diikuti oleh lesi nekrotik pada materi putih dan abu-abu serta infark iskemik,
perdarahan asimetris dan gelembung perivaskular serta infiltrat parenkim yang
mengandung limfosit T (T4+, T8+), makrofag, dan granulosit di area pembuluh darah
intrakranial. Selain itu, dapat ditemukan meningitis. Dalam inti neuron, ditemukan
“inklusi intranuklear eosinofilik” (Crowdy tipe A), di antaranya merupakan
karakteristik dari ensefalitis herpes simpleks. Inklusi ini mengandung partikel virus
herpes yang dapat dilihat di bawah mikroskop elektron. Selama fase akut penyakit,
“inklusi intranuklear eosinofilik” terletak di sekitar neuron dan sel glial.

4
G. Epidemiologi
Menurut (Venkatesan A, 2015) insidensi ensefalitis dilaporkan berkisar 3,5-
7,4 per 100.000. Ensefalitis menyerang orang-orang dari segala usia, namun
dilaporkan lebih sering pada populasi anak. Meskipun kedua jenis kelamin
terpengaruh, sebagian besar penelitian menunjukkan sedikit dominasi pada laki-laki.
Di negara tropis, insidensi ensefalitis dilaporkan sebesar 6,34 per 100.000 orang.
Sekitar 7 per 100.000 orang dirawat di rumah sakit karena ensefalitis di Amerika
Serikat sepanjang tahun 2005-2015. Pada tahun 2015, ensefalitis diperkirakan
mempengaruhi 4,3 juta orang dan mengakibatkan 150.000 kematian di seluruh dunia
(Dubey D, 2018)

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang pada ensefalitis meliputi:

- Pemeriksaan cairan serobrospinal

- Pemeriksaan darah lengkap

- Pemeriksaan feses

- Pemeriksaan serologik darah (VDRL, TPHA)

- Pemeriksaan titer antibody

- EEG

- Foto thorax

- Foto roentgen kepala

- CT-Scan Arteriografi

I. Penatalaksanaan

Menurut dr. Meva Nareza, (2022) ensefalitis memerlukan perawatan di rumah


sakit. Semakin dini pengobatan dilakukan maka semakin tinggi tingkat keberhasilan
proses pengobatannya. Tujuan pengobatan ensefalitis adalah untuk mengatasi
penyebabnya, mengurangi gejala, dan mencegah komplikasi. Pengobatan yang akan
diberikan dokter saraf dapat berupa:

5
Obat-obatan

Kebanyakan ensefalitis disebabkan oleh infeksi virus, sehingga pengobatan


utamanya adalah obat antivirus, seperti asiklovir dan gansiklovir. Namun kedua obat
ini hanya bisa mengobati virus tertentu, seperti herpes simpleks dan cacar air-zoster.
Sedangkan bila infeksi disebabkan oleh bakteri atau jamur, dokter akan
meresepkan obat antibiotik atau antijamur.
Dokter juga akan meresepkan obat lain yang bermanfaat untuk meringankan
gejala yang muncul. Obat-obatan tersebut adalah:

1. Kortikosteroid, untuk mengurangi peradangan dan tekanan di dalam kepala

2. Antikonvulsan, untuk menghentikan atau mencegah kejang


3. Paracetamol, untuk meredakan nyeri dan demam
4. Obat penenang (sedatif), untuk memberikan efek tenang pada pasien yang
mengalami gangguan emosional dan mudah marah

Diisi dengan cairan dan nutrisi, untuk mencegah dehidrasi dan menjaga
kebutuhan nutrisi tubuh. Jika perlu, pasien juga akan mendapat bantuan alat bantu
napas.
Pengobatan ensefalitis bisa berlangsung beberapa hari, minggu atau bahkan
berbulan-bulan tergantung kondisi pasien.

Terapi khusus

Jika ensefalitis mempengaruhi kemmpuan otak untuk mengingat dan memahami


sesuatu atau menyulitkan pasien untuk berbicara atau mengontrol tubuh, dianjurkan
untuk menjaani program rehabilitasi. Beberapa jenis terapi yang dapat dilakukan
adalah:

1. Terapi fisik atau fisioterapi, untuk meningkatkan kekuatan otot, keseimbangan


tubuh, dan mengendalikan saraf motorik
2. Terapi wicara, untuk mengembalikan fungsi otot yang mengendalikan
kemampuan bicara
3. Terapi okupasi, untuk membantu pasien dalam menjalani aktivitas sehari-hari
4. Psikoterapi, untuk membantu pasien mengendalikan emosi yang tidak stabil dan
mengatasi perubahan kepribadian yang dialaminya.

6
BAB II

KONSEP KEPERAWATAAN

A. Pengkajian
Menurut Aswita Aprililian Sihaloho, (2020) tahap pertama yang dilakukan
saat proses keperawatan yaitu pengkajian dimana perawat akan mengidentifikasi
nama,tempat/tanggal lahir,umur,jenis kelamin,bahasa yang dimengerti,nama
ibu,pekerjaan ibu, pendidikan ibu, dan alamat ibu

Pada keluhan utama pasien, perawat melakukan anamnesa tentang keluhan


yang dirasakan oleh klien. Riwayat penyakit sekarang perawat melakukan anamnesa
tentang munculnya keluhan (tanggal,waktu dan predisposisi munculnya keluhan),
karakteristik (karakter, lokasi, timing,hak-hal yang
meningkatkan/menghilangkan/mengurangi keluhan dan gejala lain yang
berhubungan), masalah (serangan mendadak berulang,perkembangan,dan efek dari
pengobatan). Riwayat kesehatan masa lalu yaitu prenatal( keluhan saat hamil, tempat
ANC, kebutuhan nutrisi saat hamil, usia kehamilan, Kesehatan saat hamil dan obat
apa yang diminum saat hamil), prenatal (tindakan persalinan, tempat bersalin, dan
obat-obatan), postnatal (kondisi kesehatan, APGAR score, BB lahir, PB lahir),
penyakit yang pernah diderita, hospitalisas/ tindakan operasi, injuri/kecelakaan,
alergi, imunisasi dan tes laboratorium.

Pada riwayat keluarga, perawat melakukan anamnesa tentang penyakit yang


perna/sedang diderita keluarga dan genogram. Riwayat sosial yaitu siapa yang
mengasuh, hubungan dengan anggota keluarga, hubungan dengan teman sebaya dan
pembawaan secara umum. Tahap selanjutnya yaitu pola Kesehatan klien, perawat
mengkaji pemeliharaan dan persepsi terhadap Kesehatan, nutrisi, cairan, aktivitas,
tidur dan israhat, eliminasi, pola hubungan, kognitif dan persepsi (respon secara
umum dari anak, respon anak untuk bicara/suara dan objek sentuhan, kemampuan
untuk mengidentifikasi misalnya lapar, haus dan nyeri), konsep diri, seksual dan
menstruasi, nilai (perkembangan moral dan perilaku anak, keyakinan akan Kesehatan
dan keyakinan agama), Riwayat psikososial ( anak tinggal, lingkungan berada, apakah
rumah dekat sekolah, apakah ada tempat yang berbahaya, apakah anak punya ruang
bermain, hubungan antar anggota keluarga, siapa yang mengasuh anak).

7
Tahap yang terakhir yaitu pemeriksaan fisik, perawat mengkaji keadaan umum
(tingkat kesadaran, TTV, respon nyeri, BB, TB, LLA, LK), kulit (melihat ada
tidaknya iritasi dan ruam serta adanya bekas luka), kepala (memeriksa keadaan
rambut dan kepala), mata (kebersihan, pergerakan bola mata), telinga (inspeksi
keadaan telinga), hidung (bentuk), mulut, leher (mukosa bibir, mulut gusi dan gigi),
dada (paru, pernapasan, alat bantu pernapasan), payudara, jantung (auskultasi suara
jantung), abdomen (periksa keadaan abdomen (mulai dari inspeksi palpasi, perkusi
dan auskultasi), genelita (bentuk dan kebersihan), anus dan rectum, dan
musculoskeletal.

Pada bagian pengkajian untuk anak dengan iritasi selaput meningen akibat
inflamasi, infeksi, seperti ensefalitis atau meningitis akan dilakukan pemeriksaan
meningeal sign atau Tanda rangsang meningeal (TRM).
Prinsip pemeriksaan TRM bertujuan untuk memberikan tekanan pada
meningen dan berve root spinalis yang mengalami iritasi dan menjadi hipersensitif.
Tekanan tersebut akan menimbulkan reaksi ompensasi, bisa berupa suatu postur,
konstraksi otot yang bersifat protektif, atau gerakan tertent yang meminimalisasi
regangan pada meningen dan radiks. Namun, reaksi kompensasi ini tidak selalu
muncul dan terkadang membingungkan penilaian pada beberapa kondisi seperti
pasien usia ekstrim (bayi atau geriatric), koma, dan pada asus paralisis neuromuscular.
(Kolegium Neurologi Indonesia Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2018)
Untuk pemeriksaan meningeal sign meliputi:
1. Kaku Kuduk
Sebelum melakukan pemeriksaan kaku kuduk, perawat harus memastikan pasien
tidak mengalami cidera vertebra servikal atau lesi kompresi medulla spinalis
segmen vertikal. Jangan lakukan pemeriksaan jika ditemukan kondisi ini.
Cara pemeriksaan:
· dilakukan dengan posisi pasien berbaring terlentang tanpa bantal
· perawat meletakkan tangan kirinya pada bagian belakang kepala pasien
· Tangan kanan perawat menahan dada pasien
· Fleksikan leher pasien kearah dada
· perawat merasakan ada atau tidaknya tahanan.

8
Penilaian:
Ø Tanda kaku kuduk positif bila terdapat tahanan pada leher atau pasien
mengeluh nyeri saat fleksi leher.
2. Brudzinski
Tanda Brudzinski diperkenalkan oleh Josef Brudzinski (1874-1917), seorang
dokter anak kelahiran Polandia pada awal tahun sembilan puluhan. Brudzinski
membuat empat maneuver untuk mendeteksi iritasi selaput meningen akibat
inflamasi, infeksi, pada anak yaitu:
1) The obscure cheek sign: dilakukan dengan memberikan tekanan pada kedua
pipi inferior arkus zigomatikus. Positif jika terdapat fleksi pada siku dan
sentakan pada kedua lengan bawah.
2) Symphyseal sign: positif jika pada penekanan simfisis pubis terjadi fleksi
pada kedua tungkai.
3) Brudzinski’s reflex: dilakukan dengan memfleksikan secara pasif sendi
panggul dan lutut satu tungkai pasien.
4) Brudzinski’s neck sign: dilaukan dengan memfleksikan leher pasien,
kemudian perhatikan adanya fleksi pada sendi panggul dan lutut kedua
tungkai
Pada pasien dengan iritasi selaput meningen akibat inflamasi, infeksi, fleksi
pasif leher meregangkan akar saraf melalui meningen yang meradang,
menyebabkan nyeri dan gerakan fleksi ekstremitas bawah. Fleksi kepala ke
depan memberikan traksi pada akar saraf tulang belakang intradural, yang
mencapai relaksasi maksimal ketika pinggul dan lutut ditempatkan dalam derajat
fleksi menengah.
3. Tanda Kernig
Vladimir Mikhailovich Kernig (1840-1917), seorang dokter Rusia,
menggambarkan tanda meningeal pertama, yang dikenal sebagai tanda Kernig.
dia adalah lahir di Lapaia, Latvia dan menerima pendidikan kedokterannya di
Universitas Rusia. Dia mengamati bahwa banyak pasien dengan meningitis
memiliki keterbatasan dalam ekstensi pasif di lutut karena kejang otot
hamstring, dan ini adalah dinamakan sebagai tanda Kernig dan diterbitkan pada
tahun 1882 dan 1884.

9
Cara pemeriksaan:
1) dilakukan dengan pasien berada pada posisi berbaring terlentang.
2) pada salah satu tungkai pasien, pemeriksa melakukan fleksi sendi panggul
hingga posisi paha menjadi vertical
3) secara perlahan sendi lutut diekstensikan
4) semua gerakan fleksi dan ekstensi dilakukan secara pasif oleh pemeriksan
5) Pemeriksa dilakukan pada kedua tungkai.
Penilaian:
Ø dikatakan positif bila pasien tidak dapat melakukan ekstensi hingga
membentuk sudut > 135º pada sendi panggul yang sudah fleksi
Chaufard berhipotesis bahwa hipertonia otot tungkai bawah serta
dominasi fisiologis otot ekstensor leher dan punggung atas otot fleksor
tungkai bawah adalah dasar untuk asal-usul tanda Kernig. Kemudian, telah
diusulkan bahwa, itu adalah reaksi protektif untuk mencegah nyeri atau
kejang otot hamstring yang disebabkan oleh peregangan akar saraf yang
meradang dan hipersensitif. asimetri dari Tanda Kernig dapat terlihat pada
pasien dengan iritasi meningeal, yang memiliki hemiparesis bersamaan.
Baik tanda kernig maupun Brudzinski memiliki sensitivitas yang rendah
dalam mendiagnosis meningitis. Kaku kuduk memiliki sensitivitas yang
lebih baik dalam mendiagnosis meningitis. Dalam menegakkan diagnosis
meningitis perlu diperhatikan informasi dari hasil pemeriksaan lainnya,
seperti melakukan tindakan pungsi lumbal ataupun pemeriksaan lainnya.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah pernyataan terkait masalah kesehatan klien
melalui respon aktual atau potensial yang dilakukan oleh perawat yang memiliki ijin
dan berkompeten untuk mengatasinya. Respon aktual dan potensial klien didapatkan
selama pengkajian melalui data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang berkaitan,
catatan medis klien masa lalu, dan konsultasi dengan profesi lain.
Tujuan dari diagnosis keperawatan adalah untuk membantu perawat dalam
menganalisis dan mensitesis data yang sebelumnya telah dikelompokkan dalam pola
kesehatan, juga untuk mengidentifikasi masalah, faktor penyebab masalah,
10
kemampuan klien untuk dapat mencegah atau memecahkan masalah (Fahrurrozi &
Kurniawan, n.d.).
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan Ensefalitis adalah:
1. Hipovolemia (D.0023) b/d Kehilangan cairan aktif
2. Risiko ketidakseimbangan elektrolit (D.0037) b/d Ketidakseimbangan cairan
3. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) b/d Kekurangan volume cairan
4. Defisit Nutrisi (D.0019) b/d Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient
5. Gangguan Pola Tidur (D.0055) b/d Kurang kontrol tidur

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan atau perencanaan merupakan keputusan awal yang
memberi arah bagi tujuan yang ingin dicapai, hal yang akan dilakukan, termasuk
bagaimana, kapan dan siapa yang akan melakukan tindakan keperawatan.

Intervensi keperawatan adalah segala pengobatan yang dikerjakan oleh


perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan 25 penilaian klinis untuk mencapai
luaran atau outcome yang diharapkan.

D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan
rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi keperawatan berguna untuk
membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan dimana
membandingkan status kesehatan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan. Evaluasi keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif,
objektif, assessment, planing).

11
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ENSEFALITIS

A. Pengkajian
1. Biodata
Merupakan identitas klien meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian
dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu
dengan yang lain.
2. Keluhan utama
Keluhan utama pada penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku kuduk,
gangguan kesadaran, demam dan kejang.
3. Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan riwayat klien saat ini yang meliputi keluhan, sifat dan hebatnya
keluhan, mulai timbul atau kekambuhan dari penyakit yang pernah dialami
sebelumnya. Biasanya pada masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari ditandai
dengan demam,s akit kepala. pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri
ekstrimitas dan pucat. Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya
tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuron.
Gejala terebut berupa gelisah, irritable, screaning attack, perubahan perilaku,
gangguan kesadaran dan kejang kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal
berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia dan paralisi saraf otak.
4. Riwayat kehamilan dan kelahiran
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal.Dalam
riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh ibu
terutama penyakit infeksi. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahi rdalam
usia kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi system kekebalan
terhadap penyakit pada anak.Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya
penyakit contohnya aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal diperlukan
untuk mengetahui keadaan anak setelah lahir.
Contoh: BBLR, apgar score, yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan selanjutnya.
12
5. Riwayat penyakit yang lalu.

13
Kontak atau hubungan dengan kasus-kasus meningitis akan meningkatkan
kemungkinan terjdinya peradangan atau infeksi pada jaringan otak (J.G. Chusid,
1993). Imunisasi perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana kekebalan tubuh
anak. Alergi pada anak perlu diketahui untuk dihindarkan karena dapat
memperburuk keadaan.

6. Riwayat kesehatan keluarga.

Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan penyakit


yang dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu diketahui, apakah
ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular yang ada hubungannya
dengan penyakit yang dialami oleh klien (Soemarno marram, 1983).

7. Riwayat sosial.

Lingkungan dan keluarga anak sangat mendukung terhdap pertumbuhan dan


perkembangan anak. Perjalanan klinik dari penyakit sehingga mengganggu status
mental, perilaku dan kepribadian. Perawat dituntut mengkaji status klien
ataukeluarga agar dapat memprioritaskan maslaah keperawatanya.(Ignatavicius dan
Bayne, 1991).

8. Kebutuhan dasar (aktfitas sehari-hari).

Pada penderita ensepalitis sering terjadi gangguan pada kebiasaan schari-hari


antara lain: gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi karena mual muntah,
hipermetabolik akibat proses infeksi dan peningkatan tekanan intrakranial. Pola
istirahat pada penderita sering kejang, hal ini sangat mempengaruhi penderita. Pola
kebersihan diri harus dilakukan di atas tempat tidur karena penderita lemah atau
tidak sadar dan cenderung tergantung pada orang lain perilaku bermain perlu
diketahui jika ada perubahan untuk mengetahui akibat hospitalisasi pada anak.

9. Pemeriksaan fisik.

Pada klien ensephalistis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pada pemeriksaan


neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan secara umum meliputi:

a) Keadaan umum.

Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami perubahan atau


penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan oleh

14
gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural
akibat prosses peradangan otak.

b) Gangguan system pernafasan.

Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial menyebabakan


kompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan tidak teratur. Apabila
tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan (F.
Sri Susilaningsih, 1994).

c) Gangguan system kardiovaskuler.

Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada


daerah tersebut, hal ini akan merangsaang vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan
darah meningkat.

d) Gangguan system gastrointestinal.

Transmitter rangsang parasimpatis ke jantung. Penderita akan merasa mual dan


muntah karena peningkatan tekanan intrakranial yang menstimulasi hipotalamus
anterior dan nervus vagus sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Dapat pula
terjd diare akibat terjadi peradangan sehingga terjadi hipermetabolisme (F. Sri
Susilanigsih, 1994).

10. Pertumbuhan dan perkembangan.

Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronuis atau mengalami
hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya gangguan pertumbuhan dan
perkembangan sangat besar. Hal ini disebabkan pada keadaan sakit fungsi tubuh
menurun termasuk fungsi social anak. Tahun-tahun pertama pada anak merupakan
"tahun emas" untuk kehidupannya. Gangguan atau keterlambatan yang terjadi saat
ini harus diatasi untuk mencapai tugas-tugas pertumbuhan selanjutnya.

15
B. Analisis Data

Data Etiologi Masalah Keperawatan


DS: Kehilangan cairan aktif Hipovolemia
- Pasien mengeluh
mual, muntah
- Pasien mengeluh
haus
- Pasien merasa
lemah
DO:
- Frekuensi nadi
meningkat
- Tekanan darah
meningkat
- Membran
mukosa kering
DS: Ketidakseimbangan cairan Risiko ketidakseimbangan
- Pasien mengeluh elektrolit
mual muntah
- Pasien mengeluh
lemah
DO:
- Pasien terlihat
lemah
DS: Kekurangan volume cairan Perfusi perifer tidak efektif
- Pasien mengeluh
kesemutan
- Pasien mengeluh
nyeri
- Pasien mengeluh
mual muntah
- Pasien mengeluh
lemah
DO:
16
- Warna kulit pucat
- Pengisian kapiler
> 3 detik
DS: Ketidakmampuan Defisit Nutrisi
- Pasien mengeluh menelan makanan
mual muntah
- Pasien mengeluh
lemah
- Pasien mengeluh
tidak nafsu
makan
DO:
- Pasien terlihat
lemah
DS: Kurang kontrol tidur Gangguan Pola Tidur
- Pasien mengeluh
suli tidur karena
kejang
- Pasien mengeluh
sering terjaga
- Pasien mengeluh
tidak puas tidur
DO:
- Pasien terlihat
lemas akibat
kurang tidur

17
C. Diagnosa Keperawatan
1. Hipovolemia (D.0023) b/d Kehilangan cairan aktif
2. Risiko ketidakseimbangan elektrolit (D.0037) b/d Ketidakseimbangan cairan
3. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) b/d Kekurangan volume cairan
4. Defisit Nutrisi (D.0019) b/d Ketidakmampuan menelan makanan
5. Gangguan Pola Tidur (D.0055) b/d Kurang kontrol tidur

18
D. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
1. (D.0023) (L.03028) Status (I.03116) Manajemen
Hipovolemia cairan Hipovolemia
berhubungan
dengan kehilangan Tujuan Observasi
cairan aktif Setelah dilakukan  Periksa tanda dan
dibuktikan dengan intervensi keperawatan gejala hypovolemia
Pasien mengeluh selama 3 × 24 jam  Monitor intake dan
mual, muntah diharapkan kondisi output cairan
Pasien mengeluh volume cairan Terapautik
haus, Pasien merasa intravaskuler,  Hitung kebutuhan
lemah, Frekuensi interstisiel, dan/atau cairan
nadi meningkat, intreaseluler membaik  Berikan posisi
Tekanan darah dengan kriteria hasil: Modified
meningkat dan Trendelenbur
Membran mukosa -Membran mukosa g
kering lembab(5)  berikan asupan cairan
-perasaan lemah oral
menurun(5) Edukasi
-Perasaan haus  anjurkan
menurun (5) memperbanyak asupan
-Berat badan meningkat cairan oral
(5)  anjurkan menghindari
-Frekuensi nadi perubahan posisi
membaik(5) mendadak
-Tekanan darah Kolaborasi
membaik (5)  Kolaborasi pemberian
-Intake cairan cairan IV isotonis (mis.
membaik(5) NaCl, RL)
 Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis
(mis. Glukosa 2,5%,
19
NaCl 0,4%)
 Kolaborasi pemberian
cairan koloid
 Kolaborasi pemberian
produk darah
2. (D.0037) (L.03020) I.03098 Manajemen
Risiko Ketidakseimbangan cairan
ketidakseimbangan Cairan Observasi
elektrolit Tujuan  Monitor status hidrasi
berhubungan dengan Setelah dilakukan (mis. Frekuensi nadi,
ketidakseimbangan intervensi keperawatan kekuatan nadi,
cairan dibuktikan selama 2 × 24 jam pengisian kapiler,
dengan pasien diharapkan volume turgor kulit, tekanan
mengeluh mual cairan di ruang darah)
muntah, pasien intraseluler dan Terapautik
mengeluh lemah, ekstraseluler tubuh  Catat intake-output dan
pasien terlihat meningkat dengan hitung balans cairan 24
lemah. kriteria hasil: jam
 Berikan asupan cairan
1.Intake cairan sesuai kebutuhan
membaik (5) Kolaborasi
2.asupan makan  Kolaborasi pemberian
meningkat (5) diuretic, jika perlu
3.dehidrasi menurun(5)

(D.0009) (L.02011) Perfusi Perawatan Sirkulasi


3. Perfusi perifer Perifer (I.02079)
tidak efektif Tujuan Observasi
berhubungan Setelah dilakukan  Periksa sirkulasi
dengan intervensi keperawatan perifer (mis. nadi
Kekurangan selama 2 × 24 jam perifer, edema,
volume cairan diharapkan Perfusi pengisian
dibuktikan dengan Perifer meningkat, kapiler,
warna, suhu)

20
pasien mengeluh dengan kriteria hasil:  Identifikasi faktor
kesemutan, pasien - Denyut nadi perifer risiko gangguan
mengeluh nyeri, meningkat sirkulasi (mis.
warna kulit pucat, - Warna kulit pucat diabetes, perokok,
pengisian kapiler > menurun orang tua, hipertensi,
3 detik pasien - Nyeri ekstremitas dan kadar kolesterol
mengeluh mual menurun tinggi)
muntah - Kelemahan otot  Monitor panas, nyeri,
menurun atau bengkak pada
- Pengisian kapiler ekstremitas
membaik Terapautik
- Akral membaik  Hindari pengukuran
- Turgor kulit tekanan darah pada
membaik ekstremitas dengan
- Tekanan darah keterbatasan perfusi
membaik  Hindari penekanan
dan pemasangan
toniquet pada area
yang cedera
 Lakukan pencegahan
infeksi
 Lakukan perawatan
kaki dan kuku
 Lakukan hidrasi
Edukasi
 Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi (mis. rendah
lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
4. (D.0019) (L.03030) Status Manajemen Nutrisi
Defisit Nutrisi b/d Nutrisi (I.03119)
Ketidakmampuan Tujuan Observasi
menelan makanan  Identifikasi status

21
Setelah dilakukan nutrisi
intervensi keperawatan  Identifikasi alergi dan
selama 3 × 24 jam intoleransi makanan
diharapkan Status  Identifikasi kebutuhan
Nutrisi membaik, kalori dan jenis nutrien
dengan kriteria hasil:  Monitor asupan
- Verbalisasi makanan
keinginan untuk  Monitor berat badan
meningkat nutrisi  Monitor hasil
meningkat pemeriksaan
- Berat badan laboratorium
membaik Terapautik
- IMT membaik  Berikan makanan
- Frekuensi makan tinggi serat untuk
membaik mencegah konstipasi
- Nafsu makan  Berikan suplemen
membaik makanan, jika
perlu
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menetukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu
5. (D.0055) (L05045) Pola Tidur Dukungan Tidur
Gangguan Pola Tujuan (I.05174)
Tidur b/d Kurang Setelah dilakukan Observasi
kontrol tidur intervensi keperawatan  Identifikasi pola
selama 3 × 24 jam aktifitas dan tidur
diharapkan Pola Tidur  Identifikasi faktor
membaik pengganggu tidur (fisik
dengan kriteria hasil: dan/atau psikologis)
Terapautik
 Batasi waktu tidur

22
- Kemampuan siang, jika perlu
beraktivitas  Lakukan prosedur
meningkat untuk meningkatkan
- Keluhan sulit tidur kenyamanan (mis.
menurun pijat, pengaturan
- Keluhan sering posisi)
terjaga Edukasi
menurun  Jelaskan pentingnya
- Keluhan tidak tidur cukup selama
puas tidur sakit
menurun  Anjurkan menghindari
- Keluhan pola tidur makanan/minuman
berubah menurun yang mengganggu
- Keluhan istirahat tidur
tidak cukup  Ajarkan faktor-faktor
menurun yang berkontribusi
terhadap gangguan
pola tidur (mis.
psikologis, gaya hidup)

23
DAFTAR PUSTAKA

Aswita Aprililian Sihaloho. (2020). Pengkajian dalam proses pembedahan sebagai


dasar pemberian pengasuhan. Pracetak OSF.
Dr. Liji Thomas, M. (2019). Autoimmune Encephalitis Classification. News Medical & Life
Sciences.
dr. Meva Nareza. (2022). Radang Otak. Https://Www.Alodokter.Com/Radang-Otak.
Dubey D, P. S. K. C. M. A. L.-C. A. L. V. (2018). Autoimmune encephalitis epidemiology
and a comparison to infectious encephalitis. Ann Neurol.
Fahrurrozi, M., & Kurniawan, A. (n.d.). DIAGNOSIS DALAM PROSES
KEPERAWATAN: LITERATURE REVIEW.
Sina, I., Kedokteran, J., Kedokteran, K.-F., Islam, U., Utara, S., Makmur, T., Siregar, F. A.,
& Artikel, H. (n.d.). ENSEFALITIS VIRUS HERPES SIMPLEX HERPES SIMPLEX
VIRUS
ENCEPHALITIS. http://bit.ly/OJSIbnuSina
Singarimbun, D. A., Indriasari, I., & Maskoen, T. T. (2018). Perbandingan Kedalaman Sedasi
antara Deksmedetomidin dan Kombinasi Fentanil-Propofol Menggunakan Bispectral
Index Score pada Pasien yang Dilakukan Kuretase. Jurnal Anestesi Perioperatif, 6(2),
80– 88. https://doi.org/10.15851/jap.v6n2.1424
Venkatesan A. (2015). Epidemiology and outcomes of acute encephalitis. Curr Opin Neurol.

24

Anda mungkin juga menyukai