ENSEFALITIS
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
Dosen Pengampuh:
FAKULTAS KEDOKTERAN
MANADO
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat-Nya
sehingga laporan pendahuluan berjudul “Ensefalitis” dapat tersusun hingga selesai. Kami
juga mengucapkan terima kasih atas bantuan para pihak yang berkontribusi dalam pencarian
data laporan pendahuluan ini.
Penyusunan laporan pendahuluan ini bertujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Keperawatan Anak I. Selain itu, pembuatan laporan pendahuluan ini juga bertujuan agar
menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis serta pembaca.
Kami menyadari akan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki,
maka kami yakin laporan pendahuluan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, semua
kritik dan saran akan kami terima dengan senang hati.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
KONSEP MEDIS.....................................................................................................................1
A. Definisi Ensefalitis.........................................................................................................1
B. Klasifikasi Ensefalitis....................................................................................................1
C. Etiologi...........................................................................................................................2
D. Manifestasi Klinis..........................................................................................................3
E. Patogenesis.....................................................................................................................4
F. Patofisiologi....................................................................................................................4
G. Epidemiologi..................................................................................................................5
H. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................................5
I. Penatalaksanaan............................................................................................................5
BAB II.......................................................................................................................................7
KONSEP KEPERAWATAAN...............................................................................................7
A. Pengkajian.....................................................................................................................7
B. Diagnosa Keperawatan.................................................................................................8
C. Intervensi Keperawatan...............................................................................................8
D. Implementasi.................................................................................................................9
E. Evaluasi..........................................................................................................................9
BAB III....................................................................................................................................10
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ENSEFALITIS........................10
A. Pengkajian...................................................................................................................10
B. Analisis Data................................................................................................................12
C. Diagnosa Keperawatan...............................................................................................14
D. Intervensi Keperawatan.............................................................................................15
ii
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi Ensefalitis
Menurut Singarimbun et al., (2018) ensefalitis merupakan suatu proses inflamasi
atau peradangan yang terjadi pada parenkim otak dengan angka kesakitan 32-75% dan
angka kematian di seluruh dunia sekitar 8-18,45%. Gambaran klinis ensefalitis dapat
berupa demam, sakit kepala, dan penurunan kesadaran, yang disebabkan oleh
berbagai mikroorganisme, khususnya virus (69%), bakteri, parasit, dan komplikasi
penyakit menular lainnya. Sejak dari tahun 2007 diketahui ensefalitis dapat
disebabkan oleh proses non infeksi yaitu autoimun.
B. Klasifikasi Ensefalitis
Menurut Dr. Liji Thomas, (2019) klasifikasi ensefalitis berdasarkan jenis
antibodi, penyakit ini dapat dibagi menjadi beberapa jenis, misalnya salah satu
jenisnya adalah kelainan paraneoplastik yang disebabkan oleh antibodi yang ditujukan
terhadap antigen intraseluler yang ditemukan terkait dengan tumor yang
mendasarinya.
Tipe kedua terdiri dari gangguan neurologis yang disebabkan oleh reaksi
antigen- antibodi permukaan sel. Ini terjadi ketika autoantibodi diproduksi melawan
molekul di permukaan neuron, seperti saluran ion atau reseptor.
Meskipun hal ini juga sering dikaitkan dengan kanker yang mendasarinya, hal
ini secara umum memberikan hasil yang relatif baik dan kematian saraf jarang terjadi.
Manifestasi klinis disebabkan oleh efek reversibel pada transmisi saraf sinaptik dan
penghilangan antibodi ini menyebabkan remisi gejala.
Sebagian besar kondisi pada kelompok kedua memiliki ciri umum peradangan
limbik. Ini termasuk:
1. Kejang
1
2. Gangguan memori jangka pendek
3. Penyimpangan perilaku
4. Manifestasi kejiwaan
1. mGluR1
2. GlyR1
3. Reseptor dopamin D2
4. Anti-NMDAR
Jenis-jenis Ensefalitis
Berdasarkan penyebabnya, radang otak terbagi menjadi dua jenis, yaitu radang
otak primer dan radang otak sekunder.
C. Etiologi
Ensefalitis disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, jamur dan
rickettsiae,Penyebab paling umum adalah virus. Infeksi dapat terjadi akibat serangan
langsung virus pada otak atau akibat respon inflamasi akut akibat infeksi sistemik
atau vaksinasi sebelumnya.Ensefalitis juga dapat diakibatkan oleh invasi langsung
cairan serebrospinal selama pungsi lumbal.
2
Berbagai Virus yang berbeda dapat menyebabkan ensefalitis, meskipun gejala
klinisnya sama.Tergantung pada virus dan epidemiologinya, terdapat jenis ensefalitis
virus yang diketahui.Menurut Soedarmo dkk , virus ensefalitis berkembang biak dari
sel hidup yaitu nukleus dan sitoplasma seperti babi, kuda, gigitan nyamuk dan spesies
lainnya.
Ensefalitis umumnya disebabkan oleh infeksi beberapa jenis virus berikut ini:
Penyebab radang otak umumnya disebabkan oleh infeksi virus. Namun, kondisi
ini juga dapat disebabkan oleh infeksi parasit, bakteri, jamur pada otak, dan bisa juga
berupa dampak dari respon sistem kekebalan tubuh yang lemah.
D. Manifestasi Klinis
Ensefalitis sering kali muncul dengan gejala awal yang dramatis berupa delirium
dan hilangnya kesadaran secara progresif. Kejang dan gerakan yang tidak biasa
mungkin terjadi.
Setelah masa inkubasi sekitar 5 sampai 10 hari, suhu akan meningkat secara
tiba- tiba, seringkali disertai demam tinggi, sakit kepala pada orang dewasa, dan
menjerit pada anak-anak.
Ada tanda-tanda rangsangan saraf pusat (koma, stupor, koma), leher kaku,
refleks tendon meningkat, tremor, kelemahan otot, kadang kelumpuhan. Meski
penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis kurang lebih sama dan sering kali
muncul sebagai trias ensefalitis yaitu demam, kejang, dan penurunan kesadaran.
3
E. Patogenesis
Patogenesis ensefalitis berbeda tergantung etiologinya. Salah satu yang paling
sering ditemukan yaitu pada virus herpes simpleks (HSV). Infeksi virus herpes pada
manusia tipe 1 ditandai dengan infeksi primer pada host yang rentan melalui pintu
masuk selaput lendir. Pada anak, sebagian besar infeksi primer tidak menunjukkan
adanya gejala, akan tetapi pada orang dewasa, infeksi primer dapat berupa gingivitis,
keratitis atau herpes genital yang seringkali sangat nyeri dengan manifestasi sistemik.
Di pintu masuk, virus melakukan replikasi. Kemudian virus bergerak sepanjang
serabut saraf dari akson ke ganglion sensorik.. Virus menjadi laten di neuron sensorik,
terutama di ganglion trigeminal, ganglion simpatis serviks superior dan ganglion
vagal serviks serta di ganglion sakral. Ensefalitis herpes simpleks pada neonatus
biasanya disebabkan karena infeksi virus herpes simpleks tipe 2 pada saat melalui
jalan lahir ibu yang menderita herpes genital aktif. Kebanyakan menyebabkan
meningitis (Sina et al., n.d.).
F. Patofisiologi
Pada sebagian besar kasus ensefalitis, terjadi perubahan pada bagian parenkim
otak. Lesi biasanya terlokalisasi, tepatnya terletak pada lobus temporal medial dan
inferior, lobus frontal medial, dan jarang di batang otak. Lesi dapat meluas di
sepanjang girus cingulata , terkadang hingga pada lobus temporal lateral atau sampai
bagian otak tengah. Lesi lobus temporal biasanya bilateral dan asimetris.
Pada gambar patologis, dapat ditemukan lesi inflamasi, edema serebral yang
diikuti oleh lesi nekrotik pada materi putih dan abu-abu serta infark iskemik,
perdarahan asimetris dan gelembung perivaskular serta infiltrat parenkim yang
mengandung limfosit T (T4+, T8+), makrofag, dan granulosit di area pembuluh darah
intrakranial. Selain itu, dapat ditemukan meningitis. Dalam inti neuron, ditemukan
“inklusi intranuklear eosinofilik” (Crowdy tipe A), di antaranya merupakan
karakteristik dari ensefalitis herpes simpleks. Inklusi ini mengandung partikel virus
herpes yang dapat dilihat di bawah mikroskop elektron. Selama fase akut penyakit,
“inklusi intranuklear eosinofilik” terletak di sekitar neuron dan sel glial.
4
G. Epidemiologi
Menurut (Venkatesan A, 2015) insidensi ensefalitis dilaporkan berkisar 3,5-
7,4 per 100.000. Ensefalitis menyerang orang-orang dari segala usia, namun
dilaporkan lebih sering pada populasi anak. Meskipun kedua jenis kelamin
terpengaruh, sebagian besar penelitian menunjukkan sedikit dominasi pada laki-laki.
Di negara tropis, insidensi ensefalitis dilaporkan sebesar 6,34 per 100.000 orang.
Sekitar 7 per 100.000 orang dirawat di rumah sakit karena ensefalitis di Amerika
Serikat sepanjang tahun 2005-2015. Pada tahun 2015, ensefalitis diperkirakan
mempengaruhi 4,3 juta orang dan mengakibatkan 150.000 kematian di seluruh dunia
(Dubey D, 2018)
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang pada ensefalitis meliputi:
- Pemeriksaan feses
- EEG
- Foto thorax
- CT-Scan Arteriografi
I. Penatalaksanaan
5
Obat-obatan
Diisi dengan cairan dan nutrisi, untuk mencegah dehidrasi dan menjaga
kebutuhan nutrisi tubuh. Jika perlu, pasien juga akan mendapat bantuan alat bantu
napas.
Pengobatan ensefalitis bisa berlangsung beberapa hari, minggu atau bahkan
berbulan-bulan tergantung kondisi pasien.
Terapi khusus
6
BAB II
KONSEP KEPERAWATAAN
A. Pengkajian
Menurut Aswita Aprililian Sihaloho, (2020) tahap pertama yang dilakukan
saat proses keperawatan yaitu pengkajian dimana perawat akan mengidentifikasi
nama,tempat/tanggal lahir,umur,jenis kelamin,bahasa yang dimengerti,nama
ibu,pekerjaan ibu, pendidikan ibu, dan alamat ibu
7
Tahap yang terakhir yaitu pemeriksaan fisik, perawat mengkaji keadaan umum
(tingkat kesadaran, TTV, respon nyeri, BB, TB, LLA, LK), kulit (melihat ada
tidaknya iritasi dan ruam serta adanya bekas luka), kepala (memeriksa keadaan
rambut dan kepala), mata (kebersihan, pergerakan bola mata), telinga (inspeksi
keadaan telinga), hidung (bentuk), mulut, leher (mukosa bibir, mulut gusi dan gigi),
dada (paru, pernapasan, alat bantu pernapasan), payudara, jantung (auskultasi suara
jantung), abdomen (periksa keadaan abdomen (mulai dari inspeksi palpasi, perkusi
dan auskultasi), genelita (bentuk dan kebersihan), anus dan rectum, dan
musculoskeletal.
Pada bagian pengkajian untuk anak dengan iritasi selaput meningen akibat
inflamasi, infeksi, seperti ensefalitis atau meningitis akan dilakukan pemeriksaan
meningeal sign atau Tanda rangsang meningeal (TRM).
Prinsip pemeriksaan TRM bertujuan untuk memberikan tekanan pada
meningen dan berve root spinalis yang mengalami iritasi dan menjadi hipersensitif.
Tekanan tersebut akan menimbulkan reaksi ompensasi, bisa berupa suatu postur,
konstraksi otot yang bersifat protektif, atau gerakan tertent yang meminimalisasi
regangan pada meningen dan radiks. Namun, reaksi kompensasi ini tidak selalu
muncul dan terkadang membingungkan penilaian pada beberapa kondisi seperti
pasien usia ekstrim (bayi atau geriatric), koma, dan pada asus paralisis neuromuscular.
(Kolegium Neurologi Indonesia Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2018)
Untuk pemeriksaan meningeal sign meliputi:
1. Kaku Kuduk
Sebelum melakukan pemeriksaan kaku kuduk, perawat harus memastikan pasien
tidak mengalami cidera vertebra servikal atau lesi kompresi medulla spinalis
segmen vertikal. Jangan lakukan pemeriksaan jika ditemukan kondisi ini.
Cara pemeriksaan:
· dilakukan dengan posisi pasien berbaring terlentang tanpa bantal
· perawat meletakkan tangan kirinya pada bagian belakang kepala pasien
· Tangan kanan perawat menahan dada pasien
· Fleksikan leher pasien kearah dada
· perawat merasakan ada atau tidaknya tahanan.
8
Penilaian:
Ø Tanda kaku kuduk positif bila terdapat tahanan pada leher atau pasien
mengeluh nyeri saat fleksi leher.
2. Brudzinski
Tanda Brudzinski diperkenalkan oleh Josef Brudzinski (1874-1917), seorang
dokter anak kelahiran Polandia pada awal tahun sembilan puluhan. Brudzinski
membuat empat maneuver untuk mendeteksi iritasi selaput meningen akibat
inflamasi, infeksi, pada anak yaitu:
1) The obscure cheek sign: dilakukan dengan memberikan tekanan pada kedua
pipi inferior arkus zigomatikus. Positif jika terdapat fleksi pada siku dan
sentakan pada kedua lengan bawah.
2) Symphyseal sign: positif jika pada penekanan simfisis pubis terjadi fleksi
pada kedua tungkai.
3) Brudzinski’s reflex: dilakukan dengan memfleksikan secara pasif sendi
panggul dan lutut satu tungkai pasien.
4) Brudzinski’s neck sign: dilaukan dengan memfleksikan leher pasien,
kemudian perhatikan adanya fleksi pada sendi panggul dan lutut kedua
tungkai
Pada pasien dengan iritasi selaput meningen akibat inflamasi, infeksi, fleksi
pasif leher meregangkan akar saraf melalui meningen yang meradang,
menyebabkan nyeri dan gerakan fleksi ekstremitas bawah. Fleksi kepala ke
depan memberikan traksi pada akar saraf tulang belakang intradural, yang
mencapai relaksasi maksimal ketika pinggul dan lutut ditempatkan dalam derajat
fleksi menengah.
3. Tanda Kernig
Vladimir Mikhailovich Kernig (1840-1917), seorang dokter Rusia,
menggambarkan tanda meningeal pertama, yang dikenal sebagai tanda Kernig.
dia adalah lahir di Lapaia, Latvia dan menerima pendidikan kedokterannya di
Universitas Rusia. Dia mengamati bahwa banyak pasien dengan meningitis
memiliki keterbatasan dalam ekstensi pasif di lutut karena kejang otot
hamstring, dan ini adalah dinamakan sebagai tanda Kernig dan diterbitkan pada
tahun 1882 dan 1884.
9
Cara pemeriksaan:
1) dilakukan dengan pasien berada pada posisi berbaring terlentang.
2) pada salah satu tungkai pasien, pemeriksa melakukan fleksi sendi panggul
hingga posisi paha menjadi vertical
3) secara perlahan sendi lutut diekstensikan
4) semua gerakan fleksi dan ekstensi dilakukan secara pasif oleh pemeriksan
5) Pemeriksa dilakukan pada kedua tungkai.
Penilaian:
Ø dikatakan positif bila pasien tidak dapat melakukan ekstensi hingga
membentuk sudut > 135º pada sendi panggul yang sudah fleksi
Chaufard berhipotesis bahwa hipertonia otot tungkai bawah serta
dominasi fisiologis otot ekstensor leher dan punggung atas otot fleksor
tungkai bawah adalah dasar untuk asal-usul tanda Kernig. Kemudian, telah
diusulkan bahwa, itu adalah reaksi protektif untuk mencegah nyeri atau
kejang otot hamstring yang disebabkan oleh peregangan akar saraf yang
meradang dan hipersensitif. asimetri dari Tanda Kernig dapat terlihat pada
pasien dengan iritasi meningeal, yang memiliki hemiparesis bersamaan.
Baik tanda kernig maupun Brudzinski memiliki sensitivitas yang rendah
dalam mendiagnosis meningitis. Kaku kuduk memiliki sensitivitas yang
lebih baik dalam mendiagnosis meningitis. Dalam menegakkan diagnosis
meningitis perlu diperhatikan informasi dari hasil pemeriksaan lainnya,
seperti melakukan tindakan pungsi lumbal ataupun pemeriksaan lainnya.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah pernyataan terkait masalah kesehatan klien
melalui respon aktual atau potensial yang dilakukan oleh perawat yang memiliki ijin
dan berkompeten untuk mengatasinya. Respon aktual dan potensial klien didapatkan
selama pengkajian melalui data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang berkaitan,
catatan medis klien masa lalu, dan konsultasi dengan profesi lain.
Tujuan dari diagnosis keperawatan adalah untuk membantu perawat dalam
menganalisis dan mensitesis data yang sebelumnya telah dikelompokkan dalam pola
kesehatan, juga untuk mengidentifikasi masalah, faktor penyebab masalah,
10
kemampuan klien untuk dapat mencegah atau memecahkan masalah (Fahrurrozi &
Kurniawan, n.d.).
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan Ensefalitis adalah:
1. Hipovolemia (D.0023) b/d Kehilangan cairan aktif
2. Risiko ketidakseimbangan elektrolit (D.0037) b/d Ketidakseimbangan cairan
3. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) b/d Kekurangan volume cairan
4. Defisit Nutrisi (D.0019) b/d Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient
5. Gangguan Pola Tidur (D.0055) b/d Kurang kontrol tidur
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan atau perencanaan merupakan keputusan awal yang
memberi arah bagi tujuan yang ingin dicapai, hal yang akan dilakukan, termasuk
bagaimana, kapan dan siapa yang akan melakukan tindakan keperawatan.
D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan
rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi keperawatan berguna untuk
membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan dimana
membandingkan status kesehatan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan. Evaluasi keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif,
objektif, assessment, planing).
11
BAB III
A. Pengkajian
1. Biodata
Merupakan identitas klien meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian
dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu
dengan yang lain.
2. Keluhan utama
Keluhan utama pada penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku kuduk,
gangguan kesadaran, demam dan kejang.
3. Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan riwayat klien saat ini yang meliputi keluhan, sifat dan hebatnya
keluhan, mulai timbul atau kekambuhan dari penyakit yang pernah dialami
sebelumnya. Biasanya pada masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari ditandai
dengan demam,s akit kepala. pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri
ekstrimitas dan pucat. Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya
tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuron.
Gejala terebut berupa gelisah, irritable, screaning attack, perubahan perilaku,
gangguan kesadaran dan kejang kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal
berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia dan paralisi saraf otak.
4. Riwayat kehamilan dan kelahiran
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal.Dalam
riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh ibu
terutama penyakit infeksi. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahi rdalam
usia kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi system kekebalan
terhadap penyakit pada anak.Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya
penyakit contohnya aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal diperlukan
untuk mengetahui keadaan anak setelah lahir.
Contoh: BBLR, apgar score, yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan selanjutnya.
12
5. Riwayat penyakit yang lalu.
13
Kontak atau hubungan dengan kasus-kasus meningitis akan meningkatkan
kemungkinan terjdinya peradangan atau infeksi pada jaringan otak (J.G. Chusid,
1993). Imunisasi perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana kekebalan tubuh
anak. Alergi pada anak perlu diketahui untuk dihindarkan karena dapat
memperburuk keadaan.
7. Riwayat sosial.
9. Pemeriksaan fisik.
a) Keadaan umum.
14
gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural
akibat prosses peradangan otak.
Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronuis atau mengalami
hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya gangguan pertumbuhan dan
perkembangan sangat besar. Hal ini disebabkan pada keadaan sakit fungsi tubuh
menurun termasuk fungsi social anak. Tahun-tahun pertama pada anak merupakan
"tahun emas" untuk kehidupannya. Gangguan atau keterlambatan yang terjadi saat
ini harus diatasi untuk mencapai tugas-tugas pertumbuhan selanjutnya.
15
B. Analisis Data
17
C. Diagnosa Keperawatan
1. Hipovolemia (D.0023) b/d Kehilangan cairan aktif
2. Risiko ketidakseimbangan elektrolit (D.0037) b/d Ketidakseimbangan cairan
3. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) b/d Kekurangan volume cairan
4. Defisit Nutrisi (D.0019) b/d Ketidakmampuan menelan makanan
5. Gangguan Pola Tidur (D.0055) b/d Kurang kontrol tidur
18
D. Intervensi Keperawatan
20
pasien mengeluh dengan kriteria hasil: Identifikasi faktor
kesemutan, pasien - Denyut nadi perifer risiko gangguan
mengeluh nyeri, meningkat sirkulasi (mis.
warna kulit pucat, - Warna kulit pucat diabetes, perokok,
pengisian kapiler > menurun orang tua, hipertensi,
3 detik pasien - Nyeri ekstremitas dan kadar kolesterol
mengeluh mual menurun tinggi)
muntah - Kelemahan otot Monitor panas, nyeri,
menurun atau bengkak pada
- Pengisian kapiler ekstremitas
membaik Terapautik
- Akral membaik Hindari pengukuran
- Turgor kulit tekanan darah pada
membaik ekstremitas dengan
- Tekanan darah keterbatasan perfusi
membaik Hindari penekanan
dan pemasangan
toniquet pada area
yang cedera
Lakukan pencegahan
infeksi
Lakukan perawatan
kaki dan kuku
Lakukan hidrasi
Edukasi
Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi (mis. rendah
lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
4. (D.0019) (L.03030) Status Manajemen Nutrisi
Defisit Nutrisi b/d Nutrisi (I.03119)
Ketidakmampuan Tujuan Observasi
menelan makanan Identifikasi status
21
Setelah dilakukan nutrisi
intervensi keperawatan Identifikasi alergi dan
selama 3 × 24 jam intoleransi makanan
diharapkan Status Identifikasi kebutuhan
Nutrisi membaik, kalori dan jenis nutrien
dengan kriteria hasil: Monitor asupan
- Verbalisasi makanan
keinginan untuk Monitor berat badan
meningkat nutrisi Monitor hasil
meningkat pemeriksaan
- Berat badan laboratorium
membaik Terapautik
- IMT membaik Berikan makanan
- Frekuensi makan tinggi serat untuk
membaik mencegah konstipasi
- Nafsu makan Berikan suplemen
membaik makanan, jika
perlu
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menetukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu
5. (D.0055) (L05045) Pola Tidur Dukungan Tidur
Gangguan Pola Tujuan (I.05174)
Tidur b/d Kurang Setelah dilakukan Observasi
kontrol tidur intervensi keperawatan Identifikasi pola
selama 3 × 24 jam aktifitas dan tidur
diharapkan Pola Tidur Identifikasi faktor
membaik pengganggu tidur (fisik
dengan kriteria hasil: dan/atau psikologis)
Terapautik
Batasi waktu tidur
22
- Kemampuan siang, jika perlu
beraktivitas Lakukan prosedur
meningkat untuk meningkatkan
- Keluhan sulit tidur kenyamanan (mis.
menurun pijat, pengaturan
- Keluhan sering posisi)
terjaga Edukasi
menurun Jelaskan pentingnya
- Keluhan tidak tidur cukup selama
puas tidur sakit
menurun Anjurkan menghindari
- Keluhan pola tidur makanan/minuman
berubah menurun yang mengganggu
- Keluhan istirahat tidur
tidak cukup Ajarkan faktor-faktor
menurun yang berkontribusi
terhadap gangguan
pola tidur (mis.
psikologis, gaya hidup)
23
DAFTAR PUSTAKA
24