Anda di halaman 1dari 11

ENCEPALITIS

OLEH:
BAGUS AFRIZAM RIZKY
2010306161

PENDIDIKAN FISIOTERAPI PROFESI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS AISYIYAH YOGYAKARTA
HALAMAN PENGESAHAN

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas izin

dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu tanpa kurang suatu apa

pun. Tak lupa pula penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Rasulullah

Muhammad SAW.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan

banyak belah pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah

ini dapat terelesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini banyak kekurangan dan jauh dari

kata sempurna di karnakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh

karena itu, saya mengharapkana masukan dan kritikan yang dapat membangun dari berbagai

belah pihak. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi banyak orang.

ii
DAFTAR ISI

Contents
ENCEPALITIS.....................................................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................................................ii
...............................................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................iii
BAB I TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................1
A. Definisi Kasus...........................................................................................................................1
B. Etiologi Kasus..........................................................................................................................1
C. Patologi Kasus..........................................................................................................................2
D. Tanda dan Gejala Kasus.........................................................................................................2
BAB II PROSES FISIOTERAPI........................................................................................................4
A. Assesment Fisioterapi..............................................................................................................4
B. Diagnosis Fisioterapi...............................................................................................................4
C. Rencana Intervensi..................................................................................................................4
D. Intervensi..................................................................................................................................5
E. Evaluasi....................................................................................................................................6
F. Dokumentasi............................................................................................................................6
BAB III PENUTUP.............................................................................................................................7
A. Implikasi Klinis........................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................8

iii
BAB I TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kasus

Encephalitis adalah peradangan (inflamasi) pada otak. Walaupun proses

inflamasi ini paling sering disebabkan oleh masuknya (infeksi) virus, namun dapat

juga disebabkan oleh bakteri, jamur atau parasit yang menyerang otak. Paparan bahan

kimia atau reaksi autoimun juga dapat menyebabkan encephalitis. Radang otak atau

ensefalitis adalah peradangan yang terjadi pada jaringan otak yang dapat menyebabkan

gejala gangguan saraf. Gejala gangguan saraf yang ditimbulkan dapat berupa penurunan

kesadaran, kejang, atau gangguan dalam bergerak.

Ensefalitis autoimun menyebabkan defisit memori dan kognisi subakut,

seringkali diikuti dengan penurunan tingkat kesadaran atau koma, mungkin ada

petunjuk penyebab spesifik pada riwayat pemeriksaan fisik, tetapi seringkali tanda-

tanda spesifik ini tidak ada (Lancaster, 2016).

B. Etiologi Kasus

Virus yang paling sering menyebabkan encephalitis adalah virus herpes

simpleks. Virus herpes simpleks ada 2 tipe, yaitu tipe 1 yang menyerang daerah

sekitar mulut dan tipe 2 yang menyerang daerah genitalia. Pada pasien yang terinfeksi

virus maka akan memiliki resiko lebih tinggi untuk terserang encephalitis. Gejala dari

viral encephalitis yang disebabkan oleh virus herpes simpleks timbul 2-3 minggu

setelah infeksi virus herpes simpleks di daerah mulut atau genitalia, dimana akan

timbul seperti bintil-bintil merah berisi cairan yang mudah pecah dan menjadi luka

keropeng. Sebagian besar pasien yang terinfeksi dengan gejala yang ringan – sedang,

dapat sembuh total. Sedangkan pasien mengalami infeksi berat juga dapat sembuh,

namun ada kerusakan pada sistem sarafnya yang bersifat menetap.

1
Encephalitis dapat terjadi pada semua orang, faktor-faktor yang

mempengaruhinya antara lain:

1. Usia. Golongan usia tertentu lebih rentan terkena yang disebabkan oleh patogen

tertentu. Sebagai contoh, viral encephalitis yang disebabkan oleh virus herpes

simpleks lebih sering pada kelompok usia 20-40 tahun.

2. Kemampuan sistem imun tubuh. Pasien yang menderita HIV/AIDS atau

mengalami gangguan sistem imun lainnya, lebih mudah terserang encephalitis

C. Patologi Kasus

Istilah untuk menyebut encephalitis yang disebabkan oleh infeksi virus disebut

viral encephalitis, sedangkan encephalitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri adalah

bakterial encephalitis. Proses infeksi dapat terjadi secara primer maupun sekunder.

Pada infeksi primer, pathogen tersebut langsung menyerang otak. Pada infeksi

sekunder, pathogen tersebut menyerang daerah lain selain otak dan tidak dapat

dihancurkan oleh sistem imun tubuh, akibatnya dapat menyebar ke otak dan

menimbulkan peradangan di otak. Timbulnya gejala encephalitis pada infeksi

sekunder, biasanya terjadi sekitar 2-3 minggu setelah infeksi awal terjadi.

D. Tanda dan Gejala Kasus

Pada anak-anak dan orang dewasa, gejala encephalitis ringan bisa saja tidak

menimbulkan gejala sama sekali atau hampir mirip dengan gejala flu, seperti :

demam, nyeri kepala, lemas, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorokan, kaku pada leher

dan punggung, nafsu makan menurun, mual dan muntah, tidak dapat berdiri tegak,

gangguan koordinasi gerak, serta sangat sensitif terhadap cahaya. Akan tetapi pada

kasus yang lebih berat, encephalitis dapat mengancam nyawa. Keluhan yang timbul

seperti: kejang, kelumpuhan, hilang ingatan, delirium dan halusinasi, gangguan

2
penglihatan, gangguan berbicara dan pendengaran, gangguan orientasi tempat dan

waktu, gangguan kesadaran. Gejala utama termasuk kehilangan ingatan, psikosis,

afasia, mentalitas yang berubah, tardive, disfungsi otonom-tion, dan hipoventilasi

sentral (Lee, 2021).

3
BAB II PROSES FISIOTERAPI

A. Assesment Fisioterapi

Anamnesis dan pemeriksaan yang cermat dapat menunjukkan petunjuk awal

penyebab autoimun tertentu, seperti neuromyotonia, hyperekplexia, psikosis, distonia,

atau adanya tumor tertentu. Tes tambahan dengan MRI dan EEG dapat membantu

untuk menyingkirkan penyebab lain, mengelola kejang, dan, jarang, untuk

mengidentifikasi temuan karakteristik. Pengujian autoantibodi yang tepat dapat

memastikan diagnosis spesifik, meskipun hal ini sering dilakukan bersamaan dengan

menyingkirkan penyebab infeksi dan penyebab lainnya.

B. Diagnosis Fisioterapi

Impairment:

Nyeri otot, nyeri kepala, mual dan gangguan pada gerak dan koordinasi, gangguan

pada kognitif

Fungsional Limitation:

Kaku pada leher dan punggung, kesulitan untuk mempertahankan postur duduk, dan

ketidakmampuan untuk berdiri dan berjalan tanpa dukungan.

Participation Restriction:

Terganggunya aktivitas sehari-hari

C. Rencana Intervensi

Tujuan Jangka Pendek:

Menurunkan nyeri, mengurangi gangguan pada koordinasi dan gerak, mengurangi

kekakuan pada leher dan punggung, membantu untuk mempertahankan postur duduk,

dan membantu ketidakmampuan untuk berdiri dan berjalan tanpa dukungan.

Tujuan Jangka Panjang:

4
Meningkatkan gerak fungsi tubuh pasien dan meningkatkan kualitas hidup pasien

D. Intervensi

Intervensi Enchepalitis pada anak 5 tahun dengan keluhan kesulitan untuk

mempertahankan postur duduk, dan ketidakmampuan untuk berdiri dan berjalan

tanpa dukungan. Dia memiliki gangguan motorik, penglihatan, bicara dan kognitif

bersama dengan gangguan kejang.

Pasien menerima fisioterapi reguler berdasarkan prinsip pengobatan

perkembangan saraf (NDT) dan integrasi sensorik (SI). Fase awal 3 bulan termasuk

peregangan berkelanjutan dari betis bilateral dan otot hamstring dalam posisi

fungsional, menggunakan permukaan yang tidak stabil (papan keseimbangan dan

bola swiss) untuk menantang keseimbangan duduknya, menggunakan sistem ayunan

untuk memberikan input vestibular, menggunakan stimulus visual untuk memulai a

respon, memfasilitasi transisi seperti terlentang untuk duduk dan duduk untuk berdiri

dengan penempatan tangan terapis yang tepat, memberikan stimulus proprioseptif

dengan memantul di atas trampolin dengan dukungan, latihan menahan beban,

kompresi sendi dan penggunaan tabung kenyal. Saat anak mendapatkan kembali

kemampuan untuk duduk dan berdiri tanpa dukungan, alat bantu berjalan (rollator)

digunakan sebagai alat bantu berjalan. Para orang tua dididik tentang program senam

di rumah. Selama kunjungan tindak lanjut yang diselingi selama 2 tahun, pasien

dinilai ulang dan rencana latihan diubah sesuai. Anak itu mulai mengambil beberapa

langkah tanpa dukungan. Pada fase kedua dari fisioterapi reguler selama 6 bulan

oleh seorang fisioterapis, tujuannya adalah untuk mencapai jalan kaki tanpa

dukungan di bawah pengawasan dalam pandangan tunanetra. Sesi termasuk berdiri

di atas papan keseimbangan dan cakram stabilitas dengan dukungan sebanyak yang

diperlukan. Berjalan di permukaan yang sesuai, tanjakan, medan yang tidak rata dan

5
melintasi halang rintang dipraktikkan. Menegosiasikan tangga yang memegang

pagar dengan bantuan moderat juga disertakan. Masukan proprioseptif, vestibular

dan visual terus diberikan (Goyal, 2020).

E. Evaluasi

Setelah menjalani fisioterapi, anak dapat duduk dan berdiri tanpa dukungan.

Dia bisa berjalan tanpa dukungan di permukaan yang tidak rata di bawah

pengawasan siaga. Dia mulai menanggapi cahaya. Dia tampaknya menghindari

menabrak benda atau orang dengan kemampuan visual yang tampaknya meningkat

(Goyal, 2020).

F. Dokumentasi

Faktor risiko untuk autoimun dan ensefalitis menular


Sumber: (Lancaster, 2016).

6
BAB III PENUTUP

A. Implikasi Klinis

Sebagian besar penderita radang otak parah mengalami komplikasi akibat

peradangan yang terjadi. Risiko komplikasi yang mungkin terjadi tergantung pada

beberapa faktor, yaitu usia penderita, penyebab infeksi, tingkat keparahan, dan

kecepatan penanganan. Kerusakan otak yang disebabkan oleh radang otak dapat

berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan selamanya. Lokasi kerusakan pada

otak juga dapat menentukan jenis komplikasi yang terjadi. Pencegahan utama radang

otak adalah melalui vaksinasi terhadap virus penyebab. Salah satu vaksin terhadap

virus penyebab ensefalitis adalah vaksin MMR. Vaksin ini memberikan perlindungan

terhadap campak, gondongan, dan rubella, penyakit virus yang bisa menyebabkan

radang otak.

Diagnosis dan pengelolaan ensefalitis autoimun yang tepat membutuhkan

pendekatan yang terorganisir. Evaluasi harus dimulai dengan riwayat rinci dan

pemeriksaan fisik untuk mendeteksi petunjuk penyebab spesifik. Berbagai macam

infeksi harus dipertimbangkan, dan pengujian yang sesuai harus dilakukan dilakukan

untuk mengecualikan patogen yang relevan (Lancaster, 2016).

7
DAFTAR PUSTAKA

Soon-Tae Lee. 2021 Symptomatic treatments of N-methyl-D-aspartate receptor encephalitis


Department of Neurology, Seoul National University Hospital, Seoul, Korea. 2021

Eric Lancaster The Diagnosis and Treatment of Autoimmune Encephalitis. Department of


Neurology, University of Pennsylvania, Philadelphia, PA, USA. 2016;12(1):1-13

C.Goyal, A. Sahu. 2020. An atypical case of febrile infection-related epilepsy syndrome


following acute encephalitis: impact of physiotherapy in regaining locomotor abilities in a
patient with neuroregression. Pan Affrican Medical Journal Vol 36

Anda mungkin juga menyukai