MAKALAH
Disusun Oleh:
Kelompok 4
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat iman dan islam kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini yang berjudul “Enchepalitis” dengan baik.
Adapun maksud dan tujuan kami menyusun makalah ini untuk memenuhi
tugas Keperawatan Anak 2. Kami berterimakasih kepada semua pihak yang telah
mendukung dalam menyusun makalah ini.
Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan yang terdapat dalam
karya tulis ini. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran kepada
berbagai pihak untuk kami jadikan sebagai bahan evaluasi guna meningkatkan
kinerja untuk kedepannya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................i
Daftar Isi................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.3 Tujuan..................................................................................................2
3.1 Kesimpulan..........................................................................................24
3.2 Saran....................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
3
4
2.3 Patofisiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis,
misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri
penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M.
Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut
encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000). Penyebab lain dari ensefalitis
adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever, campak dan
chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering
ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau
reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu. Berbagai macam
mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa,
cacing, jamur, spirochaeta, dan virus.
Bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok,
E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering
disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000). Penyebab lain dari
ensefalitis adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever,
campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang terpenting dan
tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang
otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.
5
a. Retardasi mental
b. Iritabel
c. Gangguan motorik
d. Epilepsi
e. Emosi tidak stabil
f. Sulit tidur
g. Halusinasi
h. Enuresis
i. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Diagnostik menurut (Victor, 2001) yaitu :
a. Biakan :
a) Dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar
untuk mendapatkan hasil yang positif.
b) Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan
didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika.
c) Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif.
d) Dari swap hidung dan tenggorokan, akan didapat hasil kultur positif.
b. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi
dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi
antibodi tubuh, IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
7
2. Pemeriksaan fisik.
Pada klien ensephalistis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pad
apemeriksaan neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan
secara umum meliputi :
a) Keadaan umum.
Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami
perubahan atau penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat
kesadaran dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme dan difusi
serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural akibat prosses
peradangan otak.
b) Gangguan system pernafasan.
Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial
menyebabakan kompresi pada batang otak yang menyebabkan
pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai pada
batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan (F. Sri
Susilaningsih, 1994).
c) Gangguan system kardiovaskuler.
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi
iskemik pada daerah tersebut, hal ini akan merangsaang
vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah meningkat.
Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya
transmitter rangsang parasimpatis ke jantung.
d) Gangguan system gastrointestinal.
Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan
tekanan intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior dan
nervus vagus sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Dapat
pula terjd diare akibat terjadi peradangan sehingga terjadi
hipermetabolisme (F. Sri Susilanigsih, 1994).
12
Intervensi Rasional
1. Monitor klien dengan ketat terutama 1. Untuk mencegah nyeri
setelah lumbal pungsi. Anjurkan klien kepala yang menyertai
berbaring minimal 4- 6 jam setelah perubahan tekanan
lumbal pungsi. intrakranial
2. Monitor tanda-tanda peningkatan 2. Untuk mendeteksi
intrakranial selama perjalanan penyakit tanda-tanda syok, yang
(nadi lambat, tekanan darah meningkat, harus dilaporkan ke
kesadaran menurun, napas irreguler, dokter untuk intervensi
refleks pupil menurun, kelemahan) awal
3. Monitor tanda-tanda vital dan neurologis 3. Perubahan-perubahan
tiap 5-30 menit. Catat dan laporkan ini menandakan ada
segera perubahan-perubahan tekanan perubahan tekanan
intrakranial ke dokter. intrakranial dan penting
14
Intervensi Rasional
1. Kaji fungsi paru, adanya 1. Memantau dan mengatasi
bunyi napas tambahan, komplikasi potensial.
perubahan irama dan Pengkajian fungsi
kedalaman, penggunaan pernapasan dengan interval
otot-otot aksesori, warna yang teratur adalah penting
dan kekentalan sputum. karena pernapasan yang
2. Atur posisi fowler dan tidak efektif dan adanya
semifowler kegagalan, akibat adanya
3. Ajarkan cara batuk efektif kelemahan atau paralisis
4. Lakukan fisioterapi dada: pada otot-otot interkostal
vibrasi dada dan diafragma berkembang
5. Penuhi hidrasi cairan via dengan cepat
oral seperti minum air putih 2. Peninggian kepala tempat
dan pertahankan asupan tidur memudahkan
cairan 2500 ml/hari pernapasan, meningkatkan
6. Lakukan pengisapan lendir ekspansi dada,
dijalan napas meningkatkan batuk lebih
efektif
3. Klien berada pada resiko
tinggi bila tidak dapat
batuk dengan efektif untuk
membersihkan jalan napas
dan mengalami kesulitan
dalam menelan sehingga
menyebabkan aspirasi
saliva dan mencetus gagal
napas akut
4. Terapi fisik dada
membantu meningkatkan
batuk lebih efektif
16
Intervensi Rasional
1. Observasi tekstur dan turgo 1. Mengetahui status nutrisi
kulit. klien
2. Lakukan oral hygene 2. Kebersihan mulut
3. Observasi asupan dan merangsang nafsu makan.
pengeluaran. 3. Mengetahui keseimbangan
4. Observasi posisi dan nutrisi klien
keberhasilan sonde 4. Untuk menghindari resiko
5. Tentukan kemampuan klien infeksi/ iritasi
17
Intervensi Rasional
1. Monitor kejang pada 1. Gambaran iritabilitas
tangan, kaki, mulut, dan sistem saraf pusat
otot-otot muka lainnya. memerlukan evaluasi yang
2. Persiapkan lingkungan yang sesuai dengan intervensi
aman seperti batasan yang tepat untuk
ranjang, papan pengaman, mencegah terjadi nya
dan alat suction selalu komplikasi
berada dekat klien 2. Melindungi klien bila
3. Pertahankan bedrest total kejang terjadi
selama fase akut 3. Mengurangi resiko
4. Kolaborasi pemberian jatuh/cedera jika terjadi
terapi: diazepam, vertigo dan ataksia
fenobarbital 4. Untuk mencegah atau
mengurangi kejang.
Catatan: fenobarbital dapat
menyebabkan depresi
pernapasan dan sedasi.
Intervensi Rasional
1. Usahakan membuat 1. Menurunkan reaksi
lingkungan yang aman dan terhadap rangsangan
tenang. eksternal atau kesensitifan
2. Kompres dingin (es) pada terhadap cahaya dan
kepala menganjurkan klien untuk
3. Lakukan penatalaksanaan beristirahat
nyeri dengan metode 2. Dapat menyebabkan
distraksi dan relaksasi napas vasokontriksi pembuluh
dalam darah otak
4. Lakukan latihan gerak aktif 3. Membantu menurunkan
atau pasif sesuai kondisi (memutuskan) stimulasi
dengan lembut dan hati-hati sensasi nyeri
5. Kolaborasi pemberian 4. Dapat membantu relaksasi
analgesik otot-otot yang tegang dan
dapat menurunkan
nyeri/rasa tidak nyaman
5. Mungkin diperlukan
untuk menurunkan rasa
sakit.
Intervensi Rasional
1. Tinjau kemampuan fisik 1. Mengidentifikasi
dan kerusakan yang terjadi kerusakan fungsi dan
2. Kaji tingkat imobilisasi, menentukan pilihan
gunakan skala intervensi
ketergantungan 2. Tingkat ketergantungan
3. Berikan perubahan posisi minimal care (hanya
yang teratur pada klien memerlukan bantuan
4. Pertahankan kesejajaran minimal)
tubuh yang adekuat, berikan 3. Perubahan posisi teratur
latihan ROM pasif jika dapat mendistribusikan
klien sudah bebas panas dan berat badan secara
kejang menyeluruh dan
5. Berikan perawatan kulit memfasilitasi peredaran
secara adekuat, lakukan darah serta mencegah
masase, ganti pakaian klien dekubitus
dengan bahan linen dan 4. Mencegah terjadinya
pertahankan tempat tidur kontraktur atau footdrop,
dalam keadaan kering serta dapat mempercepat
6. Berikan perawatan mata, pengembalian fungsi tubuh
bersihkan mata, dan tutup nantinya.
dengan kapas yang basah 5. Memfasilitasi sirkulasi dan
sesekali mencegah gangguan
7. Kaji adanya nyeri, integritas kulit
kemerahan, bengkak pada 6. Melindungi mata dari
area kulit kerusakan akibat
terbukanya mata terus
menerus
7. Indikasi adanya kerusakan
22
kulit
Intervensi Rasional
1. Kaji status mental dan 1. Gangguan tingkat
tingkat ansietas dari kesadaran dapat
pasien/keluarga. Catat mempengaruhi ekspresi
adanya tanda-tanda verbal rasa takut tetapi tidak
atau non verbal menyangkal
2. Berikan penjelasan keberadaannya. Derajat
hubungan antara proses ansietas akan dipengaruhi
penyakit dan gejalanya. bagaimana informasi
3. Jawab setiap pertanyaan tersebut diterima oleh
dengan penuh perhatian individu.
dan berikan informasi 2. Meningkatkan pemahaman,
tentang prognosa penyakit mengurangi resa takut
4. Jelaskan dan persiapkan karena ketidaktahuan dan
untuk tindakan prosedur dapat membantu
sebelum duilakukan. menurunkan ansietas.
5. Berikan kesempatan 3. Penting untuk menciptakan
pasien/keluarga untuik kepercayaan karena
mengumgkapkan isi diagnosa enfeksi otak
pikiran dan perasaan mungkin menakutkan,
takutnya. ketulusan dan informasi
6. Libatkan pasien/keluarga yang akurat dapat
23
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
Aesculapius
Dewanto, George dkk. 2007. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta: EGC
Muttaqin Arif. 2008. Bulu Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/view/12697, Jurnal
Encephalitis (online), diakses pada tanggal 3 November 2019
25