Anda di halaman 1dari 28

ENCEPHALITIS

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak 2

yang diampu oleh :

Hj. Imas Tjutju, S.Pd., M.M

Disusun Oleh:

Kelompok 4

1. Aan Jubaedah 217047


2. Agung Wibowo 217048
3. Aisyah Prasetyo 217051
4. Alma Apriliantana 217052
5. Devi Alfah 217058
6. Ega Rachma Wati 217060
7. Eka Retno Wulandari 217061
8. Gilang Ramandhani 217063
9. Lilis Rahmanin Dayanti 217069
10. Novia Nurmawati 217074
11. Salma Aina Fitriani 217083

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PPNI JAWA BARAT

BANDUNG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat iman dan islam kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini yang berjudul “Enchepalitis” dengan baik.

Adapun maksud dan tujuan kami menyusun makalah ini untuk memenuhi
tugas Keperawatan Anak 2. Kami berterimakasih kepada semua pihak yang telah
mendukung dalam menyusun makalah ini.
Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan yang terdapat dalam
karya tulis ini. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran kepada
berbagai pihak untuk kami jadikan sebagai bahan evaluasi guna meningkatkan
kinerja untuk kedepannya.

Bandung, November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................i

Daftar Isi................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................2

1.3 Tujuan..................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................3

2.1 Definisi Encephalitis............................................................................3

2.2 Etiologi Encephalitis............................................................................3

2.3 Patofisiologi Encephalitis....................................................................4

2.4 Manifestasi Klinis Encephalitis...........................................................5

2.5 Komplikasi Encephalitis......................................................................6

2.6 Pemeriksaan Penunjang Encephalitis..................................................6

2.7 Penatalaksanaan Medis Encephalitis...................................................7

2.8 Konsep Asuhan Keperawatan Encephalitis.........................................8

BAB III PENUTUP...............................................................................................24

3.1 Kesimpulan..........................................................................................24

3.2 Saran....................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Encephalitis merupakan penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat
(SSP) yang ditularkan melalui nyamuk yang terinfeksi virus encephalitis.
Virus encephalitis termasuk dalam famili flavivirus. Penyakit ini pertama kali
dikenal pada tahun 1871 di Jepang dan diketahui menginfeksi sekitar 6.000
orang pada tahun 1924. Virus encephalitis pertama kali diisolasi tahun 1934
dari jaringan otak penderita ensefalitis yang meninggal. Pertama kali terjadi
kejadian luar biasa (KLB) pada tahun 1935 dan hampir setiap tahun terjadi
KLB, dari tahun 1946 hingga tahun 1950. Virus JE menyebar terutama di
daerah pedesaan (rural) di Asia. Virus tersebut disebarkan oleh nyamuk
culicine nyamuk yang paling sering ditemukan sebagai vektor ialah Culex
tritaeniorhynchus yang dapat menularkan virus encephalitis baik ke manusia
maupun ke hewan peliharaan lainnya. Penyebaran penyakit ini tergantung
musim, terutama pada musim hujan saat populasi nyamuk Culex meningkat,
kecuali di Malaysia, Singapura, dan Indonesia (sporadik terutama di daerah
pertanian). Penyakit ini endemik di daerah Asia, mulai dari Jepang, Filipina,
Taiwan, Korea, China, Indo China, Thailand, Malaysia, Indonesia, dan India.
Diperkirakan terdapat 35.000 kasus encephalitis di Asia setiap tahun. Penyakit
ini paling sering menginfeksi anak berusia 1 tahun hingga 15 tahun
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit
penyakit kedalam tubuh seseorang. Penyakit infeksi masih menempati urutan
teratas penyebab kesakitan dan kematian di negara berkembang, termasuk
Indonesia. Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh
bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansjur, 2000).

1
2

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah definisi encephalitis ?
2. Bagaimana etiologi encephalitis ?
3. Bagaimana patofisiologi encephalitis ?
4. Bagaimana manifestasi klinis encephalitis ?
5. Bagaimana komplikasi encephalitis ?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang encephalitis ?
7. Bagaimana penatalaksanaan encephalitis ?
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan encephalitis ?
1.3 Tujuan
1. Mendeskripsikan definisi encephalitis
2. Menjelaskan etilogi encephalitis
3. Menjelaskan patofisiologi encephalitis
4. Menjelaskan manifestasi klinis encephalitis
5. Menjelaskan komplikasi encephalitis
6. Menjelaskan pemeriksaan penunjang encephalitis
7. Menjelaskan penatalaksanaan encephalitis
8. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan encephalitis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh


bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000).
Encephalitis adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari
encephalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling
sering infeksi-infeksi ini disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga
disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak.
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus
atau mikro organisme lain yang non purulent.
Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi
virus. Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti
meningitis, atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh
virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa
seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic meningoencephalitis
juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang sistem kekebalan
tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap
tengkorak dan menyebabkan kematian.
2.2 Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis,
misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri
penyebab  ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M.
Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut
encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000). Penyebab lain dari ensefalitis
adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever, campak dan
chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering
ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau
reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.

3
4

2.3 Patofisiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis,
misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri
penyebab  ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M.
Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut
encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000). Penyebab lain dari ensefalitis
adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever, campak dan
chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering
ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau
reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu. Berbagai macam
mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa,
cacing, jamur, spirochaeta, dan virus.
Bakteri penyebab  ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok,
E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering
disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000). Penyebab lain dari
ensefalitis adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever,
campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang terpenting dan
tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang
otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.
5

2.4 Manifestasi Klinis

Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih


kurang sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis.
Secara umum,gejala berupa trias ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang
dan kesadaran menurun, sakit kepala, kadang disertai kaku kuduk apabila
infeksi mengenai meningen,dapat terjadi gangguan pendengaran dan
penglihatan. (Mansjoer,2000). Adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai
berikut :
1. Suhu yang mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia
2. Kesadaran dengan cepat menurun
3. Muntah
4. Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja
(kejang-kejang di muka)
6

5. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau


bersama-sama, misal  paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya
(hassan,1997).
Inti dari sindrom ensefalitis adalah adanya demam akut, demam kombinasi
tanda dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia
hemiparesis dengan asimetri refleks tendon dan tanda babinski, gerakan
infolunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.
2.5 Komplikasi

Komplikasi pada ensefalitis berupa :

a. Retardasi mental
b. Iritabel
c. Gangguan motorik
d. Epilepsi
e. Emosi tidak stabil
f. Sulit tidur
g. Halusinasi
h. Enuresis
i. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Diagnostik menurut (Victor, 2001) yaitu :
a. Biakan :
a) Dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar
untuk mendapatkan hasil yang positif.
b) Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan
didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika.
c) Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif.
d) Dari swap hidung dan tenggorokan, akan didapat hasil kultur positif.
b. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi
dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi
antibodi tubuh, IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
7

c. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.


d. Punksi lumbal  Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-
kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau
glukosa.
e. EEG/ Electroencephalography  EEG sering menunjukkan aktifitas listrik
yang merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang,
koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut
otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama
dan kecepatan. (Smeltzer, 2002).
f. CT scan  Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal,
tetapi bisa pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus
seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus
inferomedial temporal dan lobus frontal
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada ensefalitis menurut (Victor, 2001)
antara lain :
a. Isolasi : bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai
tindakan pencegahan.
b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan
oleh dokter :
a) Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
b) Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
c. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir
secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV
encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30
mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah
kekambuhan.
d. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara
polifragmasi.
e. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema
otak
8

f. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah


cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.
g. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam
pipa giving set untuk menghilangkan edema otak.
h. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk
menghilangkan edema otak.
i. Mengontrol kejang : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk
memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau
luminal.
j. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
k. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang
sama.
l. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan
valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
m. Mempertahankan ventilasi : Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai
kebutuhan (2-3l/menit).
n. Penatalaksanaan shock septik.
o. Mengontrol perubahan suhu lingkungan.
p. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan
tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan
leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala.
Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan
phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi
dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti
asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian
obat per oral.
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor
9

register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini


digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis
kelamin, umur dan alamat dan kotor dapat mempercepat atau
memperberat keadaan penyakit infeksi.
b. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
keluhan utama pada penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku
kuduk, gangguan kesadaran, demam dan kejang.
c. Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan riwayat klien saat ini yang meliputi keluhan, sifat dan
hebatnya keluhan, mulai timbul atau kekambuhan dari penyakit
yang pernah dialami sebelumnya. Biasanya pada masa prodromal
berlangsung antara 1-4 hari ditandai dengan demam,s akit kepala,
pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstrimitas dan
pucat. Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya
tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala terebut
berupa gelisah, irritable, screaning attack, perubahan perilaku,
gangguan kesadaran dan kejang kadang-kadang disertai tanda
neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia
dan paralisi saraf otak.
d. Riwayat kehamilan dan kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post
natal.
Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang
pernah diderita oleh ibu terutama penyakit infeksi. Riwayat natal
perlu diketahui apakah bayi lahi rdalam usia kehamilan aterm atau
tidak karena mempengaruhi system kekebalan terhadap penyakit
pada anak. Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya
penyakit contohnya aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post
natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah lahir.
10

Contoh : BBLR, apgar score, yang mempengaruhi pertumbuhan


dan perkembangan selanjutnya.

e. Riwayat penyakit yang lalu.


Kontak atau hubungan dengan kasus-kasus meningitis akan
meningkatkan kemungkinan terjdinya peradangan atau infeksi pada
jaringan otak (J.G. Chusid, 1993). Imunisasi perlu dikaji untuk
mengetahui bagaimana kekebalan tubuh anak. Alergi pada anak
perlu diketahui untuk dihindarkan karena dapat memperburuk
keadaan.
f. Riwayat kesehatan keluarga.
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya
dengan penyakit yang dideritanya. Pada keadaan ini status
kesehatan keluarga perlu diketahui, apakah ada anggota keluarga
yang menderita penyakit menular yang ada hubungannya dengan
penyakit yang dialami oleh klien (Soemarno marram, 1983).
g. Riwayat social.
Lingkungan dan keluarga anak sangat mendukung terhdap
pertumbuhan dan perkembangan anak. Perjalanan klinik dari
penyakit sehingga mengganggu status mental, perilaku dan
kepribadian. Perawat dituntut mengkaji status klien ataukeluarga
agar dapat memprioritaskan maslaah keperawatnnya.(Ignatavicius
dan Bayne, 1991).
h. Kebutuhan dasar (aktfitas sehari-hari).
Pada penderita ensepalitis sering terjadi gangguan pada kebiasaan
sehari-hari antara lain : gangguan pemenuahan kebutuhan nutrisi
karena mual muntah, hipermetabolik akibat proses infeksi dan
peningkatan tekanan intrakranial. Pola istirahat pada penderita
sering kejang, hal ini sangat mempengaruhi penderita. Pola
kebersihan diri harus dilakukan di atas tempat tidur karena
penderita lemah atau tidak sadar dan cenderung tergantung pada
11

orang lain perilaku bermain perlu diketahui jika ada perubahan


untuk mengetahui akibat hospitalisasi pada anak.

2. Pemeriksaan fisik.
Pada klien ensephalistis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pad
apemeriksaan neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan
secara umum meliputi :
a) Keadaan umum.
Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami
perubahan atau penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat
kesadaran dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme dan difusi
serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural akibat prosses
peradangan otak.
b) Gangguan system pernafasan.
Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial
menyebabakan kompresi pada batang otak yang menyebabkan
pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai pada
batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan (F. Sri
Susilaningsih, 1994).
c) Gangguan system kardiovaskuler.
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi
iskemik pada daerah tersebut, hal ini akan merangsaang
vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah meningkat.
Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya
transmitter rangsang parasimpatis ke jantung.
d) Gangguan system gastrointestinal.
Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan
tekanan intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior dan
nervus vagus sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Dapat
pula terjd diare akibat terjadi peradangan sehingga terjadi
hipermetabolisme (F. Sri Susilanigsih, 1994).
12

3. Pertumbuhan dan perkembangan.


Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronuis
atau mengalami hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya
gangguan pertumbuhan dan perkembangan sangat besar. Hal ini
disebabkan pada keadaan sakit fungsi tubuh menurun termasuk fungsi
social anak. Tahun-tahun pertama pada anak merupakan “tahun emas”
untuk kehidupannya. Gangguan atau keterlambatan yang terjadi saat ini
harus diatasi untuk mencapai tugas –tugas pertumbuhan selanjutnya.
Pengkajian pertumbuhna dan perkembangan anak ini menjadi penting
sebagai langkah awal penanganan dan antisipasi. Pengkajian dapat
dilakukan dengan menggunakan format DDST.
4. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebri yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan intracranial
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan
kesadaran.
3. Risiko tinggi defisit cairan dan hipovolemik
4. Risiko tinggi gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan
hipermetabolik
5. Resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan kejang, perubahan
status mental, dan penurunan tingkat kesadaran
6. Resiko kejang berulang
7. Nyeri yang berhubungan dengan adanya iritasi lapisan otak
8. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular, penurunan kekuatan otot, penurunan kesadaran,
kerusakan persepsi/kognitif
13

9. Gangguan persepsi sensorik yang berhubungan dengan kerusakan


penerima rangsang sensorik, tranmisi sensorik, dan integrasi
sensori.
10. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis
penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif,
perubahan aktual dalam struktur dan fungsi, ketidakberdayaan dan
merasa tidak ada harapan.
11. Cemas yang berhubungan ancaman, kondisi sakit, dan perubahan
kesehatan.
5. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebri yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan intracranial.

Tujuan : perfusi jaringan otak meningkat

Kriteria Hasil : tingkat kesadaran meningkat lebih sadar


disorientasi negatif, konsentrasi baik, perfusi jaringan dan oksigenasi
baik, tanda-tanda vital dalam batas normal dan syok dapat dihindari.

Intervensi Rasional
1. Monitor klien dengan ketat terutama 1. Untuk mencegah nyeri
setelah lumbal pungsi. Anjurkan klien kepala yang menyertai
berbaring minimal 4- 6 jam setelah perubahan tekanan
lumbal pungsi. intrakranial
2. Monitor tanda-tanda peningkatan 2. Untuk mendeteksi
intrakranial selama perjalanan penyakit tanda-tanda syok, yang
(nadi lambat, tekanan darah meningkat, harus dilaporkan ke
kesadaran menurun, napas irreguler, dokter untuk intervensi
refleks pupil menurun, kelemahan) awal
3. Monitor tanda-tanda vital dan neurologis 3. Perubahan-perubahan
tiap 5-30 menit. Catat dan laporkan ini menandakan ada
segera perubahan-perubahan tekanan perubahan tekanan
intrakranial ke dokter. intrakranial dan penting
14

4. Hindari posisi tungkai ditekuk atau untuk intervensi awal


gerakan-gerakan klien, anjurkan untuk 4. Untuk mencegah
tirah baring. peningkatan tekanan
5. Tinggikan sedikit kepala klien dengan intrakranial
hati-hati, cegah gerakan yang tiba-tiba 5. Untuk mengurangi
dan tidak perlu dari kepala dan leher, tekanan intrakranial
hindari fleksi leher 6. Untuk mencegah
6. Bantu seluruh aktivitas dan gerakan- keregangan otot yang
gerakan klien. dapat menimbulkan
7. Beri penjelasan keadaan lingkungan peningkatan tekanan
pada klien intrakranial
8. Evaluasi selama masa penyembuhan 7. Untuk mengurangi
terhadap gangguan motorik, sensorik, disoreintasi dan untuk
dan intelektual klarifikasi persepsi
9. Kolaborasi pemberian steroid osmotik. sensorik yang terganggu
8. Untuk merujuk ke
rehabilitasi
9. Untuk menurunkan
tekanan intrakranial.

b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan


dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun akibat
penurunan kesadaran.
Tujuan : jalan napas kembali efektif

Kriteria Hasil : sesak napas negatif, frekuensi napas 16-20x/menit


tidak menggunakan otot bantu napas, dapat mendemontrasikan
cara batuk efektif.
15

Intervensi Rasional
1. Kaji fungsi paru, adanya 1. Memantau dan mengatasi
bunyi napas tambahan, komplikasi potensial.
perubahan irama dan Pengkajian fungsi
kedalaman, penggunaan pernapasan dengan interval
otot-otot aksesori, warna yang teratur adalah penting
dan kekentalan sputum. karena pernapasan yang
2. Atur posisi fowler dan tidak efektif dan adanya
semifowler kegagalan, akibat adanya
3. Ajarkan cara batuk efektif kelemahan atau paralisis
4. Lakukan fisioterapi dada: pada otot-otot interkostal
vibrasi dada dan diafragma berkembang
5. Penuhi hidrasi cairan via dengan cepat
oral seperti minum air putih 2. Peninggian kepala tempat
dan pertahankan asupan tidur memudahkan
cairan 2500 ml/hari pernapasan, meningkatkan
6. Lakukan pengisapan lendir ekspansi dada,
dijalan napas meningkatkan batuk lebih
efektif
3. Klien berada pada resiko
tinggi bila tidak dapat
batuk dengan efektif untuk
membersihkan jalan napas
dan mengalami kesulitan
dalam menelan sehingga
menyebabkan aspirasi
saliva dan mencetus gagal
napas akut
4. Terapi fisik dada
membantu meningkatkan
batuk lebih efektif
16

5. Pemenuhan cairan dapat


mengencerkan mukus
yang kental, dan dapat
membantu pemenuhan
cairan yang banyak keluar
dari tubuh
6. Pengisapan mungkin
diperlukan untuk
mempertahankan
kepatenan jalan napas
menjadi bersih

c. Resiko tinggi gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang


berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan
hipermetabolik.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi dalam waktu 5x24
jam.
Kriteria hasil : turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan,
terdapat kemampuan menelan, sonde dilepas, berat badan
meningkat 1 kg, Hb dan albumin dalam batas normal.

Intervensi Rasional
1. Observasi tekstur dan turgo 1. Mengetahui status nutrisi
kulit. klien
2. Lakukan oral hygene 2. Kebersihan mulut
3. Observasi asupan dan merangsang nafsu makan.
pengeluaran. 3. Mengetahui keseimbangan
4. Observasi posisi dan nutrisi klien
keberhasilan sonde 4. Untuk menghindari resiko
5. Tentukan kemampuan klien infeksi/ iritasi
17

dalam mengunyah, 5. Untuk menetapkan jenis


menelan, dan refleks batuk. makanan yang akan
6. Kaji kememuan klien dalam diberikan pada klien.
menelan, batuk, dan adanya 6. Dengan mengkaji faktor-
sekret. faktor dapat menentukan
7. Auskultrasi bising usus, kemampuan menelan klien
amati penurunan atau dan mencegah resiko
hiperaktivitas bising usus. aspirasi.
8. Timbang berat badan sesuai 7. Fungsi gastrointestinal
indikasi. bergantung pada
9. Beri makan dengan cara kerusakan otak. Bising
meninggikan kepala. usus menentukan respon
10.Letakkan posis kepala pemberian makan atau
lebih tinggi pada waktu, terjadinya komplikasi
selama dan sesudah makan misalnya pada ileus.
11.Stimulasi bibir untuk 8. Untuk menevaluasi
menutup dan membuka efektivitas dari asupan
mulut secara manual makanan.
dengan menekan ringan di 9. Menurunkan resiko
atas bibir/ di bawah dagu regurgitasi atau aspirasi
jika dibutuhkan. 10.Untuk klien lebih mudah
12.Letakkan makanan pada untuk menelan karena
area mulut tang tidak gaya gravitasi.
terganggu. 11.Membantu dalam melatih
13.Beri makan dengan kembali sensorik dan
perlahan pada lingkungan meningkatkan kontrol
yang tenang. muskular.
14.Mulailah untuk memberi 12. Memberi stimulus
makan per oral setengah sensorik (termasuk rasa
cair dan makanan lunak kecap) yang dapat
ketika klien dapat menelan mencetuskan usaha untuk
18

air. menelan dan


15.Anjurkan klien meningkatkan masukan.
menggunakan sedotan 13.Klien dapat berkonsentrasi
untuk minum. pada mekanisme makan
16.Anjurkan klien untuk tanpa adanya distraksi dari
berpatisipasi dalam luar.
program latihan/ kegiatan 14.Makan lunak/ cair mudah
17.Kolaborasi dengan tim untuk dikendalikan di
dokter untuk memberikan dalam mulut dan
cairan melalui IV atau menurunkan terjadinya
makanan melalui slang. aspirasi.
15.Menguatkan otot fasial
dan otot menelan dan
menurunkan resiko
terjadinya terdesak.
16.Dapat meningkatkan
pelesan endofin dalam
otak yang meningkatkan
nafsu makan.
17.Mungkin diperlukan untuk
memberikan cairan
pengganti dan juga makan
jika klien tidak mampu
untuk memasukan segala
sesuatu melalui mulut.

d. Resiko terjadi cidera yang berhubungan dengan kejang,


perubahan status mental, dan penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam perawatan, klien bebas dari
cedera yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran.
19

Kriteri hasil : klien tidak mengalami cedera apabila ada kejang


berulang.

Intervensi Rasional
1. Monitor kejang pada 1. Gambaran iritabilitas
tangan, kaki, mulut, dan sistem saraf pusat
otot-otot muka lainnya. memerlukan evaluasi yang
2. Persiapkan lingkungan yang sesuai dengan intervensi
aman seperti batasan yang tepat untuk
ranjang, papan pengaman, mencegah terjadi nya
dan alat suction selalu komplikasi
berada dekat klien 2. Melindungi klien bila
3. Pertahankan bedrest total kejang terjadi
selama fase akut 3. Mengurangi resiko
4. Kolaborasi pemberian jatuh/cedera jika terjadi
terapi: diazepam, vertigo dan ataksia
fenobarbital 4. Untuk mencegah atau
mengurangi kejang.
Catatan: fenobarbital dapat
menyebabkan depresi
pernapasan dan sedasi.

e. Nyeri kepala berhubungan dengan iritasi lapisan otak


Tujuan : keluahan nyeri berkurang/rasa sakit terkendali
Kriteria hasil : klien dapat tidur dengan tenaang, wajah rileks, dan
klien memverbalisasikan penurunan rasa sakit
20

Intervensi Rasional
1. Usahakan membuat 1. Menurunkan reaksi
lingkungan yang aman dan terhadap rangsangan
tenang. eksternal atau kesensitifan
2. Kompres dingin (es) pada terhadap cahaya dan
kepala menganjurkan klien untuk
3. Lakukan penatalaksanaan beristirahat
nyeri dengan metode 2. Dapat menyebabkan
distraksi dan relaksasi napas vasokontriksi pembuluh
dalam darah otak
4. Lakukan latihan gerak aktif 3. Membantu menurunkan
atau pasif sesuai kondisi (memutuskan) stimulasi
dengan lembut dan hati-hati sensasi nyeri
5. Kolaborasi pemberian 4. Dapat membantu relaksasi
analgesik otot-otot yang tegang dan
dapat menurunkan
nyeri/rasa tidak nyaman
5. Mungkin diperlukan
untuk menurunkan rasa
sakit.

f. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan


neuromuskular, penurunan kekuatan otot, penurunan
kesadaran, kerusakan persepsi/kognitif.

Tujuan : tidak terjadi kontraktur, footdrop, gangguan integritas


kulit, fungsi pencernaan dan kandung kemih optimal, serta
peningkatan kemampuan fisik
21

Kriteria Hasil: skala ketergantungan klien meningkat menjadi


bantuan minimal

Intervensi Rasional
1. Tinjau kemampuan fisik 1. Mengidentifikasi
dan kerusakan yang terjadi kerusakan fungsi dan
2. Kaji tingkat imobilisasi, menentukan pilihan
gunakan skala intervensi
ketergantungan 2. Tingkat ketergantungan
3. Berikan perubahan posisi minimal care (hanya
yang teratur pada klien memerlukan bantuan
4. Pertahankan kesejajaran minimal)
tubuh yang adekuat, berikan 3. Perubahan posisi teratur
latihan ROM pasif jika dapat mendistribusikan
klien sudah bebas panas dan berat badan secara
kejang menyeluruh dan
5. Berikan perawatan kulit memfasilitasi peredaran
secara adekuat, lakukan darah serta mencegah
masase, ganti pakaian klien dekubitus
dengan bahan linen dan 4. Mencegah terjadinya
pertahankan tempat tidur kontraktur atau footdrop,
dalam keadaan kering serta dapat mempercepat
6. Berikan perawatan mata, pengembalian fungsi tubuh
bersihkan mata, dan tutup nantinya.
dengan kapas yang basah 5. Memfasilitasi sirkulasi dan
sesekali mencegah gangguan
7. Kaji adanya nyeri, integritas kulit
kemerahan, bengkak pada 6. Melindungi mata dari
area kulit kerusakan akibat
terbukanya mata terus
menerus
7. Indikasi adanya kerusakan
22

kulit

g. Cemas yang berhubungan ancaman, kondisi sakit, dan


perubahan kesehatan.
Tujuan : mengakui dan mendiskusikan rasa takut. Mengungkapkan
keakuratan pengetahuan tentang situasi. Tampak rileks dan
melaporkan ansietas berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.

Intervensi Rasional
1. Kaji status mental dan 1. Gangguan tingkat
tingkat ansietas dari kesadaran dapat
pasien/keluarga. Catat mempengaruhi ekspresi
adanya tanda-tanda verbal rasa takut tetapi tidak
atau non verbal menyangkal
2. Berikan penjelasan keberadaannya. Derajat
hubungan antara proses ansietas akan dipengaruhi
penyakit dan gejalanya. bagaimana informasi
3. Jawab setiap pertanyaan tersebut diterima oleh
dengan penuh perhatian individu.
dan berikan informasi 2. Meningkatkan pemahaman,
tentang prognosa penyakit mengurangi resa takut
4. Jelaskan dan persiapkan karena ketidaktahuan dan
untuk tindakan prosedur dapat membantu
sebelum duilakukan. menurunkan ansietas.
5. Berikan kesempatan 3. Penting untuk menciptakan
pasien/keluarga untuik kepercayaan karena
mengumgkapkan isi diagnosa enfeksi otak
pikiran dan perasaan mungkin menakutkan,
takutnya. ketulusan dan informasi
6. Libatkan pasien/keluarga yang akurat dapat
23

dalam perawatan. memberikan keyakinan


7. Berikan petunjuk pada pasien dan juga
mengenai sumber-sumbner keluarga.
penyokong yang ada, 4. Dapat meringankan
seperti keluarga, konselor ansietas terutama ketika
professional dan pemeriksaan tersebut
sebagainya melibatkan otak.
5. Mengungkap ,rasa takut
secara terbuka di mana rasa
takut dapat ditunjukkan.
6. Meningkatkan perasaan
control terhadap diri dan
meningkatkan kemandirian.
7. Memberikan jaminan
bahwa bantuan yang
diperlukan adalah penting
untuk
peningkatan/menyokong
mekanisme koping pasien.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Encephalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang


dapat disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasit. Encephalitis
karena bakteri dapat masuk melalui fraktur tengkorak. Sedangkan pada virus
disebabkan karena gigitan serangga, nyamuk (arbo virus) yang kemudian
masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran darah. Pemberian imunisasi
juga berpotensi mengakibatkan encephalitis seperti pada imunisasi polio.
Encephalitis karena amuba diantaranya amuba Naegleria fowleri, acantamuba
culbertsoni yang masuk melalui kulit yang terluka.

3.2 Saran

Dari pembahasan di atas penyusun berharap agar seluruh pembaca dapat


memahami dan dapat menerapkan dalam menjalankan profesinya sebagai
seorang perawat profesional. Dan penyusun juga berharap agar pembaca
dapat mencari referensi yang lebih lengkap untuk menambah wawasannya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansur.2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Media

Aesculapius

Dewanto, George dkk. 2007. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf.

Jakarta: EGC

Doengoes, Marilynn.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Muttaqin Arif. 2008. Bulu Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika

Tarwoto dan wartonah. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem

Persarafan . Jakarta: Sagung Seto

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/view/12697, Jurnal
Encephalitis (online), diakses pada tanggal 3 November 2019

25

Anda mungkin juga menyukai