Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

FOURNIER GANGREN

Oleh:

dr. Indrayudha Pramono

NPM

131821190002

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN

BANDUNG

2020

Page | 1
DAFTAR ISI
BAB I.......................................................................................................................3

PENDAHULUAN...................................................................................................3

BAB II......................................................................................................................4

TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................4

2.1 Definisi...........................................................................................................4

2.2 Etiologi...........................................................................................................4

2.3 Patofisiologi.......................................................................................................6

2.4 Faktor Risiko................................................................................................7

2.5 Diagnosis........................................................................................................7
2.5.1 Anamnesis dan Pemerksaan Fisis............................................................7
2.5.2 Pemeriksaan penunjang...........................................................................8

2.5 Penatalaksanaan.........................................................................................12

2.6 Komplikasi..................................................................................................16

2.7 Prognosis......................................................................................................16

Page | 2
BAB I
PENDAHULUAN

Fournier gangren pertama kali ditemukan pada tahun 1883, ketika ahli
penyakit kelamin asal Perancis Jean Alfred Fournier mendapatkan dimana 5 laki-
laki muda yang sebelumnya sehat menderita gangren dengan cepat progresif pada
penis dan skrotum tanpa sebab yang jelas. Penyakit ini yang kemudian dikenal
sebagai Fournier gangren, didefinisikan sebagai fasciitis nekrotikans pada daerah
perineum perianal atau genital. Penyakit ini kebanyakan terjadi pada penderita
usia 40-70 tahun dengan faktor resiko keadaan umum kurang baik seperti gizi
buruk, penggunaaan imunosupresan, alkohol dan diabetes melitus.
Gejala yang bervariasi mulai dari nyeri pada daerah anorektal atau genital
dengan presentasi gejala minimal berupa nekrosis kulit, nekrosis yang cepat
menyebar pada kulit dan jaringan lunak, sepsis sistemik tanpa sumber infeksi
yang jelas. Fournier Gangren adalah kegawatdaruratan bedah, dan karena
perbedaan dalam presentasi klinis, pasien mungkin awalnya ditemui dalam
berbagai keadaan klinis. Karena keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan
dari kondisi ini bisa berakibat fatal, sangat penting untuk tidak mengabaikan
gejala, bahkan jika gejala tidak spesifik. Setelah Fournier gangrene didiagnosis,
pengobatan yang tepat sangat penting. Penyakit ini merupakan kedaruratan di
bidang urologi karena awal mula penyakitnya (onset) berlangsung sangat
mendadak, cepat berkembang, bisa menjadi ganggren yang luas dan menyebabkan
septikemia.

Page | 3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Fournier Gangren adalah kegawatdaruratan bedah, dan karena perbedaan


dalam presentasi klinis, pasien mungkin awalnya ditemui dalam berbagai keadaan
klinis. Karena keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan dari kondisi ini bisa
berakibat fatal, sangat penting untuk tidak mengabaikan gejala, bahkan jika gejala
tidak spesifik. Setelah Fournier gangrene didiagnosis, pengobatan yang tepat
sangat penting. Penyakit ini merupakan kedaruratan di bidang urologi karena
mula penyakitnya (onset) berlangsung sangat mendadak, cepat berkembang, bisa
menjadi ganggren yang luas dan menyebabkan septisemia.

2.2 Etiologi

Meskipun awalnya digambarkan sebagai gangren idiopatik alat kelamin,


tetapi penyebab Fournier ganggren dapat diidentifikasikan pada 75-95% dari
jumlah kasusnya. Proses nekrosis biasanya berasal dari infeksi di anorektal,
saluran urogenital, atau kulit di sekitar alat kelamin. Penyebab ganggren Fournier
pada anorektal termasuk perianal, abses perirektal, dan iskiorektalis, fisura anal,
dan perforasi usus yang terjadi karena cedera kolorektal atau komplikasi
keganasan kolorektal, penyakit radang usus, divertikulitis kolon, atau usus buntu.
Pada saluran urogenital, penyebab ganggren Fournier mencakup infeksi di
kelenjar bulbourethral, cedera uretra, cedera iatrogenik sekunder untuk manipulasi
striktur uretra, epididimitis, orkitis, atau infeksi saluran kemih bawah (misalnya,
pada pasien dengan penggunaan jangka panjang kateter uretra). Sedangkan pada
dermatologi, penyebabnya termasuk supuratif hidradenitis, ulserasi karena
tekanan skrotum, dan trauma. Ketidakmampuan untuk menjaga kebersihan
perineum seperti pada pasien lumpuh menyebabkan peningkatan risiko.
Terkadang akibat trauma, post operasi dan adanya benda asing juga dapat

Page | 4
menyebabkan penyakit. Pada wanita seperti sepsis aborsi, vulva atau abses pada
kelenjar Bartholini, histerektomi, dan episiotomi dapat dicurigai sebagai penyebab
Fournier ganggren. Pada pria, seks pada daerah anal dapat meningkatkan risiko
infeksi perineum, baik dari trauma tumpul langsung atau dengan penyebaran
mikroba dari rektal. Sedangkan pada anak-anak yang bisa menyebabkan Fournier
ganggren seperti sirkumsisi, strangulasi hernia inguinalis, omphalitis, gigitan
serangga, trauma, perirektal abses dan infeksi sistemik.
Kultur dari pasien dengan Fournier gangren adalah infeksi polimikroba
dengan rata-rata 4 isolat per kasus. Escherichia coli adalah aerob dominan, dan
Bacteroides adalah anaerob dominan. Mikroorganisme umum lainnya adalah
sebagai berikut:

Page | 5
 Gram-negative  Peptococcus
 E. coli  Fusobacterium
 Klebsiella pneumoniae  Clostridium perfringens
 Pseudomonas aeruginosa  Mycobacteria
 Proteus mirabilis Mycobacterium tuberculosis
 Enterobacteria  Yeasts
 Gram-positive Candida albican

 Staphylococcus aureus
 Beta Hemolytic
Streptococcus Group B
 Streptococcus faecalis
 Staphylococcus epidermidis
 Anaerobes

Page | 6
2.3 Patofisiologi

Infeksi lokal berdekatan dengan portal masuk adalah dasar terjadinya Fournier
gangren. Pada akhirnya, suatu endarteritis obliterative berkembang menyebabkan kulit,
subkutan dan pembuluh darah menjadi nekrosis kemudian berlanjut iskemia lokal dan
proliferasi bakteri. Tingkat kerusakan fasia setinggi 2-3 cm. Infeksi fasia perineum
(fasia colles) dapat menyebar ke penis dan skrotum melalui fasia buck dan dartos, atau
ke dinding perut anterior melalui fasia scarpa, atau sebaliknya. Fasia colles melekat
pada perineum dan posterior diafragma urogenitalia dan lateral dari ramus pubis,
sehingga membatasi perkembangan ke arah ini. Keterlibatan testis jarang, karena arteri
testis berasal langsung dari aorta dan dengan demikian memiliki suplai darah terpisah
dari infeksi lokal.
Infeksi merupakan ketidakseimbangan antara (1) imunitas host, yang sering
terganggu oleh satu atau lebih proses sistemik penyerta, dan (2) virulensi dari
mikroorganisme penyebab. Faktor etiologi memungkinkan untuk masuknya
mikroorganisme ke dalam perineum, sistem imun yang turun memberikan lingkungan
yang baik untuk memulai infeksi, dan virulensi mikroorganisme mempromosikan
penyebaran cepat penyakit ini.
Virulensi mikroorganisme hasil dari produksi toksin atau enzim yang
menciptakan lingkungan yang kondusif untuk multiplikasi mikroba yang cepat,
Meskipun Meleney pada tahun 1924 menjelaskan penyebab infeksi nekrotikans hanya
dari spesies Streptococcus saja, tapi klinis selanjutnya telah menekankan sifat
multiorganism dari kebanyakan kasus dari infeksi nekrotiknas, termasuk Fournier
gangren. Keterlibatan polimikroba diperlukan untuk menciptakan sinergi produksi
enzim yang mempromosikan penyebaran Fournier gangren. Sebagai contoh, salah satu
mikroorganisme dapat menghasilkan enzim yang diperlukan untuk menyebabkan
koagulasi dari pembuluh darah. Trombosis pembuluh darah ini dapat mengurangi
suplai darah lokal dengan demikian suplai oksigen ke jaringan menjadi berkurang.
Hipoksia jaringan yang dihasilkan memungkinkan pertumbuhan fakultatif anaerob dan
organisme mikroaerofilik. Mikroorganisme kemudian pada gilirannya dapat
menghasilkan enzim (misalnya, lesithinase, kolagenase) yang menyebabkan kerusakan
dari fasia, sehingga memicu perluasan cepat infeksi. Nekrosis fasia adalah awal dasar

Page | 7
dari proses penyakit, hal ini penting untuk sebagai penanda klinis dalam keterlibatan
jaringan. Secara khusus, jika potongan fasia dapat dipisahkan dengan mudah dari
jaringan sekitarnya dengan diseksi tumpul sangat mungkin terlibat dengan proses
iskemik-infkesi oleh karena itu setiap jaringan harus dieksisi.

2.4 Faktor Risiko

Setiap kondisi yang menekan imunitas seluler dapat mempengaruhi pasien untuk
terjadinya Fournier gangren, seperti12:

 Diabetes mellitus (sebanyak 60% dari kasus)


 Malnutrisi
 Alkoholisme
 Usia lanjut
 Vascular penyakit panggul
 Keganasan
 Lupus eritematosus sistemik
 Penyakit crohn
 Infeksi HIV
 Iatrogenik kekebalan (misalnya terapi jangka panjang kortikosteroid)

2.5 Diagnosis

2.5.1 Anamnesis dan Pemerksaan Fisis


Ciri Fournier gangren adalah rasa sakit dan nyeri tekan di alat kelamin.
Perjalanan klinis biasanya berlangsung melalui tahap-tahap berikut:
 Gejala prodromal demam dan letargi, yang muncul dalam 2-7 hari
 Rasa sakit dan nyeri tekan yang berhubungan dengan edema pada kulit di
atasnya yang disertai pruritus
 Meningkatkan nyeri genital dengan eritema dikulit atasnya
 Gambaran duski di kulit atasnya (subkutan krepitasi)
 Gangren jelas dari bagian alat kelamin disertai drainase purulen dari luka

Page | 8
Gambar 1 Edema dinding skrotum dan perubahan warna kulit

Pada awal perjalanan penyakit, rasa sakit tidak sesuai dengan temuan fisik.
Gangren dapat berkembang, tetapi nyeri dapat hilang akibat jaringan saraf menjadi
nekrotik. Efek sistemik dari proses ini bervariasi dari nyeri lokal tanpa disertai syok
septik dan kemerahan. Secara umum, semakin besar derajat nekrosis, yang lebih
mendalam efek sistemik. Pada Pemeriksaan fisis yang dapat dilakukan adalah
palpasi dari alat kelamin, perineum dan pemeriksaan colok dubur, untuk menilai
tanda-tanda penyakit dan untuk mencari potensi masuknya portal infeksi. Dapat
juga ditemukan krepitasi jaringan lunak, nyeri lokal, ulkus yang disertai eritem,
edema, sianosis, indurasi, blister, maupun gangren. Dari inspeksi kulit tersebut
dapat menentukan derajat dari bau amis ditimbulkan akibat infeksi dari bakteri
anaerob dan krepitasi yang disebabkan mikroorganisme Clostridium yang dapat
memproduksi gas. Gejala sistemik dapat terjadi seperti demam, takikardia dan
hipotensi.

2.5.2 Pemeriksaan penunjang


 Tes Darah Lengkap
Untuk menilai respon kekebalan yang ditimbulkan oleh proses infeksi dan untuk
memeriksa jumlah dari sel darah merah, dan mengevaluasi potensi sepsis-yang
menyebabkan trombositopenia. Profil koagulasi seperti, prothrombin time (PT),

Page | 9
Activated Partial Thromboplastin Time (APTT), jumlah trombosit, kadar
fibrinogen sangat membantu untuk mencari sepsis-induced koagulopati seperti
pada ITP. Kultur darah juga diperlukan untuk menetahui jenis mikroba yang
terlibat serta menilai keadaan septisemia. Kimia darah untuk mengevaluasi
gangguan elektrolit, untuk mencari bukti dehidrasi dapat diperiksa blood urea
nitrogen [BUN] / kreatinin rasio, yang cenderung terjadi sebagai akibat
perlangsungan penyakit, juga kadar gula dalam darah mengevaluasi intoleransi
glukosa, yang mungkin disebabkan untuk DM atau sepsis yang disebabkan
gangguan metabolisme. Arterial blodd gas (ABG) untuk memberikan penilaian
yang lebih akurat gangguan asam dan basa. Asidosis dengan yang dapat terjadi
dengan hiperglikemia atau hipoglikemia.

 Foto Polos Radiologi


Foto polos radiologi harus dipertimbangkan untuk mengevaluasi keberadaan
dan luasnya penyakit fournier, terutama jika dari pemeriksaan klinis tidak dapat
disimpulkan. Gas dalam jaringan lunak dapat lebih mudah terdeteksi modalitas
pencitraan dibandingkan dengan pemeriksaan fisik. Radiografi polos harus menjadi
pemeriksaan pencitraan awal. Untuk mengetahui seberapa besar jumlah gas
jaringan lunak, benda asing, atau edema pada jaringan skrotum. Gas dalam jaringan
lunak bermanifestasi sebagai daerah hiperlusen. Namun, tidak adanya gas
(hiperlusen) pada foto polos tidak dapat menyingkirkan diagnosis.

Page | 10
Gambar 2 Fournier gangren pada pria umur 32 tahun dengan riwayat nyeri
testis dan infeksi kulit. Pada foto polos radoiografi anteroposterior
menunjukkan tanda radiolusen (panah) dalam jaringan lunak yang melapisi
daerah skrotum dan perineum yang dapat dicurigai sebagai emfisema subkutan.

 CT-Scan (Computed Tomography)

Meskipun diagnosis Fournier gangren adalah paling sering dibuat secara klinis,
CT-scan dapat membantu pada pasien yang diagnosis tidak jelas atau sulit untuk
menetukan luasnya penyakit. CT-scan memiliki kekhususan yang lebih besar untuk
mengevaluasi penyakit dibandinkan foto polos radiografi, USG, atau pemeriksaan
fisik. Dengan meluasnya penggunaan CT-scan dalam kondisi darurat, Fournier
gangren semakin banyak dipelajari dengan teknik pencitraan. CT-scan memainkan
peran penting dalam diagnosis serta evaluasi penyakit, jalur anatomi penyebaran
gangren, akumulasi cairan,abses, emfisema subkutan dan perluasannya yang paling
baik dinilai dengan CT-scan. CT-scan juga tidak hanya membantu mengevaluasi
struktur perineum yang dapat terlibat oleh Fournier gangren, tetapi membantu
menilai retroperitoneum yang dapat menyebar pada penyakit ini. CT-scan dapat
mengidentifikasi udara dalam jaringan lunak sebelum krepitasi terdeteksi. Hingga
90% dari pasien dengan Fournier gangren telah dilaporkan memiliki emfisema
subkutan, sehingga setidaknya 10% tidak menunjukkan pada temuan ini.
CT-scan dapat membantu mengevaluasi baik bagian superfisial dan profunda
dari fasia. Dalam banyak kasus, pemeriksaan fisik tidak akurat membantu
memprediksi tingkat nekrosis ditemukan di operas. CT-scan juga penting dalam
membedakan Fournier gangren dari yang lain kurang agresif seperti jaringan lunak
edema atau selulitis, yang mungkin tampak mirip dengan Fournier gangren pada
pemeriksaan fisik. Selain itu, CT-scan sangat bermanfaat dalam post treatment yang
merupakan tindak lanjut dari terapi respon seperti pada pemberian antibiotik spektrum luas
dan debridemen yang penting untuk keberhasilan.

Page | 11
Gambar 5 Fournier gangren pada seorang pria 61 tahun dengan pembengkakan
skrotum, nyeri, dan kemerahan yang bersama dengan nyeri perut. CT-scan kontrast
yang diperbesar menunjukkan skrotum yang mengandung fokus gas (Panah gambar a)
Pada daerah sisi kanan dan kiri terjadi perluasan pada daerah perineum dan jaringan
subkutan dari daerah medial kanan di region glutealis melalui fasia Colles
(panahgambar b).
 USG (Ultrasonografi)
Gambaran USG pada Fournier gangren dinding skrotum menebal
mengandung fokus hiperekoik yang menunjukkan mewakili gas dalam dinding
skrotum. Bukti gas dalam skrotum dinding dapat dilihat sebelum pemeriksaan
fisik yang ditemukan adanya krepitasi. Biasanya juga terdapat hidrokel
unilateral atau bilateral. Testis dan epididimis sering normal dalam ukuran dan
ekotekstur karena vaskularisasi yang berbeda. Vaskularisasi testis adalah paling
sering bertahan karena suplai darah ke skrotum berbeda dengan yang ke testis.
Pasokan darah skrotum adalah dari arteri pudenda cabang dari arteri femoralis
sedangkan pasokan darah testis adalah dari cabang dari aorta. Jika terdapat
keterlibatan testis, ada kemungkinan sumber infeksi berasal dari intra abdominal
atau retroperitoneal. USG juga berguna dalam membedakan Fournier gangren
dari hernia inguinal skrotalis. Dalam fase lanjut, gas dapat diamati dalam lumen
usus, jauh dari dinding skrotum. USG lebih unggul dalam foto polos radiografi,
karena isi skrotum dapat diperiksa bersama dengan aliran darah Doppler.
Jaringan lunak udara juga lebih jelas di USG daripada di radiografi, tetapi CT
lebih unggul baik di USG dan radiografi menunjukkan Fournier gangren baik
melaui perluasannya dan penyakit yang mendasarinya.

Page | 12
Gambar 3 Fournier gangren pada seorang pria umur 71tahun dengan demam. USG
menunjukkan daerah hyperechoic (panah melengkung) dengan bayangan ang kabur
yang mewakili udara di dinding skrotum dan perineum. Terdapat juga akumulasi cairan
(tanda panah) di jaringan subkutan.
 Histopatologis
Biopsi insisional pada saat debridemen memungkinkan jenis patologis
Fournier gangren yaitu nekrosisi infeksi dari selulitis. Yang pertama akan
mendapat manfaat dari debridement eksisional, sedangkan yang kedua jarang
membutuhkan bedah eksisi. Sampel biopsi harus diambil mencakup kulit dan
fasia superfisialis dan profunda. Sampel ini dapat dikirim untuk frozen section
untuk menilai nekrosis fasia. Keterlibatan fasia muncul sebagai pembengkakan
juga akibat nekrosis pada analisis mikroskopis.

Gambar 4 Temuan Histologis (mikroskop optic dengan eosin-hematoxilin) necrotizing


fasciitis dari dinding skrotum. Tampak jaringan granulasi . Panah menunjuk ke absen
epidermis, menunjukkan ulserasi. Bagian kulit skrotum hiper-dan parakeratotic
memberi jalan untuk ulserasi luas.

2.5 Penatalaksanaan

Prinsip terapi pada gangren Fournier ada terapi suportif memperbaiki keadaan
umum pasien, pemberian antibiotik, dan debridemen. Pengobatan Fournier gangren
melibatkan beberapa modalitas. Pembedahan diperlukan untuk diagnosis definitif dan
eksisi jaringan nekrotik. Pada pasien dengan gejala sistemik terjadi hipoperfusi atau
kegagalan organ, resusitasi agresif untuk memulihkan perfusi organ normal harus lebih
diutamakan daripada prosedur diagnostik. Dengan demikian, pengobatan pasien dengan

Page | 13
gangren Fournier meliputi resusitasi agresif dalam mengantisipasi operasi.
Menyediakan manajemen jalan nafas jika ada indikasi, berikan oksigen tambahan, dan
membangun intravena (IV) akses dan pemantauan jantung terus menerus. Pengganti
kristaloid diindikasikan untuk pasien yang mengalami dehidrasi atau menampilkan
tanda-tanda syok. Awal, antibiotik spektrum luas yang ditunjukkan. Tetanus profilaksis
diindikasikan jika terjadi ulkus pada jaringan lunak.Selain itu, kondisi komorbiditas
yang mendasari (misalnya, diabetes, alkoholisme) harus diatasi. Kondisi seperti itu
sering terjadi pada pasien-pasien dan berpotensi sebagai faktor predisposisi Fournier
ganggren. Kegagalan untuk memadai mengelola kondisi komorbiditas dapat
mengancam keberhasilan bahkan intervensi yang paling tepat untuk menyelesaikan
Penyakit menular.

 Antibiotik
Pengobatan Fournier gangren melibatkan antibiotik spektrum luas terapi
antibiotik. Spektrum harus mencakup staphylococci, streptokokus, Enterobacteriaceae
organisme, dan anaerob. Dimana secara empiris ciprofloksasin dan klindamisin dapat
digunakan. Klindamisin sangat berguna dalam pengobatan nekrosis jaringan lunak
infeksi karena spektrum gram positif dan anaerob. Klindamisin telah terbukti untuk
menghasilkan tingkat respons unggul daripada penisilin atau eritromisin. Pilihan lain
yang mungkin termasuk ampisilin / sulbaktam, tikarsilin / klavulanat, atau piperasilin /
Tazobactam dalam bentuk kombinasi dengan aminoglikosida dan metronidazole atau
Klindamisin. Vankomisin dapat digunakan untuk menyediakan cakupan untuk
methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Dalam kasus yang berhubungan
dengan sindrom sepsis, terapi dengan imunoglobulin intravena (IVIG), yang diduga
untuk menetralisir superantigens (misalnya, streptotoxins A dan B) diyakini
mengurangi respon sitokin berlebihan, telah terbukti menjadi pembantu yang baik
untuk antibiotik dan bedah debridemen. Jika pada tes kalium hidroksida [KOH]
menunjukkan adanya jamur, tambahkan agen empirik anti jamur seperti amfoterisin B
atau caspofungin.
 Debridemen
Tujuan debridemen adalah mengangkat seluruh jaringan nekrosis (devitalized
tissue) sebelum dilakukan debridement sebaiknya dicari sumber infeksi dari uretra atau
dari kolorektal dengan melakukan uretroskoi atau proktoskopi. Kadang-kadang perlu

Page | 14
dilakukan diversi urine melalui sistotomi atau diversi feces dengan melakukan
kolostomi. Setelah nektrotomi, dilakukan perwatan terbuka dan kalau perlu
pemasangan pipa drainase. Setelah 12 dan 24 jam lagi dilakukan evaluasi untuk menilai
demarkasi jaringan nekrosis dan kalau perlu dilakukan operasi ulang. Debridement
yang kurang sempurna seringkali membutuhkan operasi ulang bahkan dilaporkan dapat
terjadi dua atau empat kali harus masuk kamar operasi. Pemberian oksigen hiperbarik
masih kontroversi. Terapi ini bermanfaat pada infeksi kuman anrobik. Perawatan luka
pasca operasi dengan hidroterapi dengan kombinasi rendam duduk hangat, dan
pemberian hydrogen peroksida. Pemberian madu yang belum diproses bergun dalam
membersihkan jaringan nekrosis secara enzimatik mneguangi bau, mampu menstrilkan
luka, menyerap air dari luk dan memperbaiki oksigenasi jaringan dan meningkatkan
epiteliisasi. Angka mortalis gangren Founier berkisar ari 7-75% dengan rerata 20.
Berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya mortalitas adalah usia lanjut , penyakit
yang sudah menjalar uar, syok atau sepsis, kultur darah menunjukan bakteriemia, dan
uremia.

 Oksigen Hiperbarik
Oksigen hiperbarik (HBO) telah digunakan sebagai tambahan dalam
pengobatan gangren Fournier. Protokol yang biasa digunakan antara lain :
ismultiple sesi sebesar 2,5% 90min dan atmfor 100 oksigen inhalasi setiap 20
menit. HBO meningkatkan kadar tekanan oksigen dalam jaringan dan memiliki
efek menguntungkan berbagai penyembuhan luka. Oksigen radikal bebas adalah
jaringan dari hipoksik yang dibebaskan, yang secara langsung beracun terhadap
bakteri anaerob. Aktifitas fibroblast meningkat dengan angiogenesis berikutnya
mengarah ke penyembuhan luka dipercepat. Ini merupakan kontraindikasi untuk
ruang vakum udara di dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan karena
ekspansi setelah kembali tekanan atmosfer normal, seperti sinusitis, otitis
media, asma, dan penyakit paru bulosa. Pada pasien diabetes, seperti
hipoglikemia dapat diperburuk oleh HBO. efektivitas empiris HBO,
menunjukkan bahwa pasien harus dipilih hanya jika ada permukaan tubuh
daerah besar keterlibatan yang siap untuk transplantasi kulit dalam menanggapi
reaksi infeksi bakteri anaerob.

 Rekonstruksi Bedah

Page | 15
Tergantung pada tingkat cacat kulit, pilihan dalam rekonstruksi
menjahit, ketebalan kulit perpecahan pencangkokan, atau vaskularisasi
miomukotaneus pedikel. Cacat kecil dapat ditutup oleh penjahitan primer,
terutama dikulit yang lentur seperti pada skrotum. Kecacatan besar biasa paling
sering timbul saat pencangkokan kulit. Kulit kaki yang sehat, pantat, dan lengan
dapat digunakan untuk pencangkokan. Cacat pada kulit batang penis harus
terhindar dari pencangkokkan untuk mencegah pembentukan bekas luka
fibrosis karena berhubungan dengan masalah ereksi. Pada cacat yang luas,
terutama di mana tendon yang terkena vaskularisasi miokutaneus harus
digunakan. Pada daerah medial paha misalnya myocutaneous gracilis flap
pedikel dapat memberikan hasil terbaik karena dapat menutup kedekatan dengan
mobilitas dan perineum yang baik. Flaps lain yang menggunakan arteri
epigastrika inferior juga dapat dipertimbangkan. Pada pria dengan penyakit
striktur uretra yang mendasarinya, uretroplasti mungkin sangat sulit atau tidak
mungkin karena kehilangan kulit penoskrotal yang cukup luas dan bahkan dari
uretra sendiri. Mukosa bukal dapat digunakan untuk merekonstruksi uretra,
tetapi dalam beberapa kasus dengan jaringan yang luas tidaklah mendapatkan
hasil memuaskan, uretrostomi perineum permanen mungkin solusi terbaik.

Gambar 5 Transplantasi kulit pada Fournier ganggrene

2.6 Komplikasi

Page | 16
Sepsis mungkin karena debridemen yang tidak lengkap, infeksi sistemik, atau
respon yang kurang baik. Banyak pasien yang gagal karea kekebalan organ yang
merupakan konsekuensi paling ditakuti sepsis yang belum terselesaikan dan biasanya
melibatkan paru, kardiovaskular, sistem ginjal, koagulopati, kolesistitis acalculous, dan
cedera serebrovaskular juga telah. Miositis dan mionekrosis dari paha atas dapat terjadi
sebagai akibat sepsis yang berasal dari kantong testis subkutan saat dilakukan
debridemen. Komplikasi akhir meliputi:
 Chordee, ereksi yang menyakitkan, dan disfungsi ereksi
 Infertilitas akibat memindahkan testis di paha kantong (suhu tinggi)
 Karsinoma sel skuamosa pada jaringan parut
 Imobilisasi dengan kontraktur yang lama
 Perubahan sekunder pada perubahan tubuh karena gangguan depresi dismorfik
 Lymphodema dari kaki sekunder untuk debridement panggul yang selanjutnya
thrombophlebitis.

2.7 Prognosis

Kecacatan pada skrotum, perineum, penis, dan kulit di perut memerlukan prosedur
rekonstruksi. Prognosis untuk pasien setelah rekonstruksi Fournier gangren biasanya
baik. Skrotum memiliki kemampuan untuk menyembuhkan dan regenerasi setelah
infeksi dan terjadi nekrosis Namun demikian, sekitar 50% dari laki-laki dengan
keterlibatan penis mengalami sakit dengan ereksi, sering berhubungan dengan jaringan
parut pada daerah genital. Jika jaringan lunak yang luas hilang, mungkin terjadi
gangguan pada drainase limfatik, sehingga terjadi, edema dan selulitis. Fournier
Gangrene Severity Index (FGSI) mendasar pada penyimpangan dari rentang referensi
parameter klinis berikut:
 Suhu
 Denyut jantung
 Pernapasan Tingkat
 Darah putih jumlah sel
 Hematokrit

Page | 17
 Serum natrium
 Serum kalium
 Serum kreatinin
 Serum bikarbonat

Resiko kematian berbanding lurus dengan usia pasien dan tingkat toksisitas
sistemik pada saat masuk, serta keterlibatan jaringan lokal. Prognosis yang lebih baik
ada pada usia yang lebih muda dari 60 tahun, penyakit klinis lokal, tidak adanya
toksisitas sistemik (misalnya, FGSI rendah), dan kultur darah steril. Pada penyakit
diabetes dan infeksi HIV tidak terkait dengan kematian yang lebih tinggi. Dalam
beberapa penelitian, Fournier gangren yang berasal dari penyakit anorektal membawa
prognosis yang lebih buruk daripada kasus yang disebabkan oleh faktor-faktor lain.
Tingkat kematian dilaporkan untuk Fournier gangren bervariasi mulai setinggi 75%.
Namun, dalam 600 kasus Fournier gangren ditemukan 100 kematian terjadi untuk
tingkat kematian 16,5%. Dalam seri yang mencakup lebih dari 20 pasien, angka
kematian berkisar 4-54%, dengan sebagian besar studi melaporkan tingkat kematian
dari 20-30%. Faktor yang terkait dengan kematian yang tinggi termasuk sumber
anorektal, usia lanjut, penyakit yang luas (melibatkan dinding perut atau paha),
syokatau sepsis pada presentasi, gagal ginjal, dan disfungsi hati. Kematian biasanya
terjadi akibat penyakit sistemik seperti sepsis (biasanya gram negatif), koagulopati,
gagal ginjal akut, diabetik ketoasidosis, atau kegagalan organ multipel. Mortalitas pada
tetanus yang terkait dengan Fournier gangren telah dilaporkan dalam literatur.

Page | 18

Anda mungkin juga menyukai