Anda di halaman 1dari 8

GAMBARAN HAEMATOLOGI AYAM BURAS YANG

TERINFEKSI LEUOCYTOZOON

Oleh :

MUHAMMAD RIZKY HIDAYAT


2102101010192

PROGRAM PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................... i


1.1 Abstrak ........................................................................ 2

1.2 Latar Belakang ........................................................... 2

1.3 Jenis Sampel ................................................................ 3

1.4 Metoda Analisis Sampel ............................................. 3

1.5 Diagnosis dan Penanganan/ Treatment ..................... 5

1.6 Edukasi Profesional .................................................... 5

1.7 Diskusi ......................................................................... 5

1.8 Kesimpulan ................................................................. 6

1.9 Daftar Pustaka ........................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 8


GAMBARAN HAEMATOLOGI AYAM BURAS YANG
TERINFEKSI LEUOCYTOZOON

1.1 Abstrak
Leucocytozoon adalah parasit genus protozoa yang termasuk dalam
filum Apicomplexa yang menginfeksi species unggas. Leucocytozoonosis
merupakan salah satu penyakit yang masih sering muncul pada ayam. Angka
kematian pada ayam pedaging bisa mencapai 40%. Seekor ayam buras jantan
berusia ±2 tahun menampakkan gejala klinis yaitu lemas, mengalami
inkoordinasi, anemia, anoreksia dan mengalami alopesia pada bagian kepala.
Pada ayam tersebut dilakukan pemeriksaan laboratorium menggunakan sampel
darah yang diperiksa kimia darah dan juga ulas darah tipis. Pada preparat ulas
darah tipis ditemukan adanya protozoa darah berupa Leucocytozoon.

1.2 Latar Belakang


Malaria unggas termasuk salah satu penyakit yang masih sering muncul
dalam peternakan ungags di Indonesia (Permin et al., 1998). Malaria unggas
merupakan penyakit pada unggas yang disebabkan oleh protozoa darah yaitu
Leucocytozoon sp. dan Plasmodium sp. (Levine, 1995).
Menurut Tabbu (2002), sekitar seratus spesies Leucocytozoon telah
diidentifikasi, beberapa spesies Leucocytozoon dapat menginfeksi lebih dari satu
spesies unggas. Meskipun demikian, berbagai spesies Leucocytozoon bersifat
hospes spesifik. Leucocytozoon simondi dan Leucocytozoon anseris menginfeksi
itik dan angsa, Leucocytozoon smithi menginfeksi kalkun, dan Leucocytozoon
sabrezi, Leucocytozoon cauleryi, dan Leucocytozoon andrewsi menginfeksi ayam.
Kejadian Leucocytozoonosis pada ayam, terutama disebabkan oleh
Leucocytozoon cauleryi dengan vektor insekta Culicoides arakawa, Culicoides
circumscriptus, dan Culicoides odibilis. Peneliti melaporkan bahwa di Indonesia,
Leucocytozoon cauleryi yang menginfeksi ayam disebabkan oleh Culicoides
arakawa.
Penyakit ini sering terjadi pada peternakan di negara yang beriklim
tropis terutama peternakan yang dekat dengan sumber air seperti kolam dan
danau. Hal tersebut dikarenakan sumber air merupakan habitat hidup vektor.
Jumlah vektor yang membawa bentuk sporozoit di suatu daerah sangat
mempengaruhi prevalensi penyakit di daerah tersebut. Infeksi Leucocytozoon sp.
juga dipengaruhi oleh pola pemeliharaan dan kondisi lingkungan. Ayam yang
dipelihara secara diumbar dengan lingkungan yang relatif buruk cenderung lebih
sering terpapar atau digigit oleh vektor penyebar protozoa darah (Ririen, 2004).
Kerugian penyakit yang ditimbulkan pada ayam diantaranya peningkatan
jumlah ayam afkiran dan penurunan kualitas karkas ayam, pada ayam muda
menyebabkan kematian yang tiba-tiba. Infeksi Leucocytozoon sp. pada ayam akan
menyebabkan gejala kelesuan, anemia, kepucatan, demam, kelumpuhan dan
penurunan produksi telur (Ozmen dan Haligor, 2005).
Diagnosa Leucocytozoon sp. merupakan hal yang penting karena
menjadi faktor utama dalam pengendalian vektor sebagai penyebab malaria
unggas (Leucocytozoon sp.) (Aliza, 2014). Diagnosa dapat dilakukan berdasarkan
gejala klinis seperti lesi spesifik dan kelainan pasca mati, dan sejarah kejadian
dalam kelompok unggas (Fadilah dan Polana, 2011). Kelainan pasca mati
(patologi anatomi) dapat dilakukan dengan nekropsi. Nekropsi dilakukan secara
sistematis sesuai dengan prosedur nekropsi pada unggas, pada saat melakukan
nekropsi dilakukan pemeriksaan keadaan umum bangkai, status gizi, kulit, leleran
dari lubang tubuh, adanya bentukan abnormal, keadaan mata, pial, daerah kloaka
(kotor, berdarah, luka), kemudian secara teliti diperiksa adanya parasit eksternal
pada bulu dan kulit. Selain itu, juga diamati warna pial dan cuping telinga, serta
diperhatikan pula terhadap kemungkinan adanya diare, leleran dari paruh, mata,
dan kemungkinan adanya kebengkakan dan perubahan warna facial. Seperti pada
ayam berikut (Gambar 1).
Gambar 1. Ayam buras
Diagnosa ini juga dapat diperkuat dengan pengujian secara langsung dan
tidak langsung. Metode diagnosis secara langsung untuk menunjukkan parasit
malaria yaitu berdasarkan metode PCR dan mikroskopik, sedangkan metode
secara tidak langsung yang digunakan untuk menunjukkan infeksi malaria unggas
(Leucocytozoon sp.) yaitu dengan teknik serologi untuk melihat adanya agen atau
antibodi terhadap Leucocytozoon sp.

1.3 Jenis Sampel


Jenis sampel yang digunakan adalah darah ayam buras yang didapatkan
dari Pasar Lambaro. Sampel darah diambil sebanyak ± 2 ml, kemudian dibawa ke
Laboratorium Klinik FKH Universitas Syiah Kuala untuk dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut menggunakan Haematology Analizer dan dibuat preparat ulas darah
tipis.

1.4 Metode Analisis Sampel


Sampel darah diambil dari ayam buras jantan dari Pasar Lambaro. Bahan
yang dibutuhkan yaitu metanol, larutan Giemsa 10%, antikuagulan EDTA. Untuk
menentukan positif atau negatif terinfeksi Leucocytozoon, dibuat preparat apus
darah tipis yang diwarnai dengan Giemsa 10%. Setelah diketahui positif atau
negatif terinfeksi, darah diambil untuk mengetahui gambaran darah merahnya.

1.5 Diagnosa dan Penanganan/ Treatment


Penegakan diagnosa kasus Malaria like disease (Leucocytozoonosis)
dapat dilakukan melalui pemeriksaan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.
Diagnosis ini dapat diperkuat dengan pengujian secara langsung dan tidak
langsung. Metode diagnosis secara langsung untuk menunjukkan parasit malaria
yaitu berdasarkan metode PCR dan mikroskopik, sedangkan metode secara tidak
langsung yang digunakan untuk menunjukkan infeksi malaria yaitu dengan teknik
serologi untuk melihat adanya agen atau antibodi terhadap Leucocytozoon sp.
(Arifiandani et al., 2019).
Berdasarkan hasil pemeriksaan sampel preparat ulas darah tipis
ditemukannya gametosit Leucocytozoon sp. temuan tersebut dapat dipastikan hasil
positif dari infeksi Leucocytozoonosis. Hasil infeksi protozoa Leucocytozoon sp.
dapat dilihat pada gambar berikut (Gambar 2).

Gambar 2. Prozoa Leucocytozoon sp. pada preparata ulas darah tipis dengan perbesaran 400x

1.6 Edukasi Profesional


Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari
terjangkitnya Leucocytozoonosis ialah sebaiknya peternak memperhatikan adanya
genangan atau sumber air di sekitar peternakan. Sumber air merupakan tempat
bagi vektor untuk menetaskan telurnya. Keberadaan vektor di sekitar kandang
akan memperbesar kemungkinan kejadian infeksi sehingga perlu dilakukan upaya
pengendalian terhadap vektor. Pengendalian vektor dilakukan dengan cara
menjaga kebersihan dan sanitasi kandang, penggunaan perangkap cahaya (light
trap) ataupun penggunaan zat-zat kimia seperti larvasida, atraktan (kimia
perangkap serangga) dan repelen (kimia pengusir serangga) (Direktorat Kesehatan
Hewan, 2014).

1.7 Diskusi
Berdasarkan hasil pemeriksaan ulas darah tipis ditemukannya bentuk
gametosit dari protozoa darah yakni Leucocytozoon sp. Umumnya Leucocytozoon
sp. menghasilkan gametosit dalam dua tipe yang berbeda yaitu parasit yang
tampak mengelilingi lingkaran sel darah dengan nukleus yang terdorong ke sisi
sehingga tampak terjepit dan mengecil, serta parasit yang dengan penampakan
berbentuk lingkaran, oval, ataupun elips dengan sitoplasma mengalami
perpanjangan yang merupakan perkembangan dari parasit (Fallis dan Desser,
1977).
Menurut Fallis dan Desser (1977), gambaran darah Leucocytozoon sp.
yang positif umumnya akan memperlihatkan parasit yang tampak mengelilingi
lingkaran sel darah putih maupun sel darah merah dengan nukleus yang terdorong
ke sisi sehingga tampak terjepit dan mengecil, serta parasit dengan penampakan
berbentuk lingkaran, oval, ataupun elips dengan sitoplasma mengalami
perpanjangan, sedangkan penelitian yang dilakukan semua sampel menunjukkan
sel darah yang normal dan tidak menunjukkan adanya kelainan atau keberadaan
parasit dalam seperti yang dikemukakan oleh Fallis dan Desser. Gambaran darah
normal unggas ditandai dengan sel darah yang memiliki inti jelas dan menyerap
warna, serta sitoplasma yang berwarna biru pucat seperti gambar berikut
(Gambar 3).

Gambar 3. Sel eritrosit ayam buras dan Leucocytozoon sp (panah biru)

1.8 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium
dapat disimpulkan bahwa ayam buras yang dilakukan pengambilan sampel darah
terinfeksi protozoa darah yaitu Leucocytozoon sp. Hasil tersebut didapatkan
berdasarkan hasil pemeriksaan ulas darah tipis, dimana pada preparat tersebut
ditemukannya bentuk gametosit dari Leucocytozoon sp.

1.9 Daftar Pustaka


Aliza, D. 2014. Laporan kasus leucocytozoonosis pada ayam broiler di
Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala.
Jurnal Ilmiah Peternakan. 2(1):1-4.
Arifiandani, M., Suprihati, E., Yuniarti, W.M., Retno, N.D., Lastuti, Hastutiek, P.,
dan Warsito, S.H. 2019. Deteksi protozoa darah yang menginfeksi ayam ras
pedaging di peternakan desa Tanjung Gunung, Kabupaten Jombang. Journal of
Parasite Science. 3(1):5-8.
Damayanti, Y., Winaya, I.B.O., dan Rudyanto, M.D. 2012. Evaluasi penyakit
virus pada kadaver broiler berdasarkan pengamatan patologi anatomi di rumah
pemotongan unggas. Jurnal Indonesia Medicus Veterinus. 1(3): 417-427.
Fadilah, dan Polana, A. 2011. Mengatasi 71 Penyakit pada Ayam. PT. Agrolnedia
Pustaka, Jakarta.
Herel, R.R.M., Apsari, I.A.P., dan Dwinata, I.M. 2017. Prevalensi dan intensitas
infeksi Leucocytozoon sp. pada ayam buras di Bukit Jimbaran, Kecamatan Kuta
Selatan. Indonesia Medicus Veterinus. 6(2): 153-159.
[KEMENTAN] Kementrian Pertanian. 2014. Manual Penyakit Unggas. Subdit
Pengamat Penyakit Hewan. Jakarta.
Kiernan, J.A. 1990. Histological and Histochemichal Method: Theory and
Practise. Ed 2. Pergamon Press, New York. Levine, N.D. 1995. Protozoology
Veterinar. Cetakan Pertama. Alih bahasa oleh Soekardono, S., Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Ozmen, O. dan M. Haligor. 2005. A study on presence of leucocytozoonosis in
wild bird of burdur district. Turk J Vet, Anim Sci. 29:1273-1278.
Permin, A., dan Hansen, J.W. 1998. FAO Animal Health Manual:
Epidemiology, Diagnosis and Control of Poultry Parasites. Food and
Agriculture Organization of The United Nations, Rome.
Ririen, N.W. 2004. Potensi Lalat Culicoides terhadap Prevalensi
Leucocytozoonosis pada ayam. Journal Biosains Pascasarjana. 6(1):5-9.
Rusli, dan Hanafiah, M. 2010. Identifikasi dan distribusi Culicoides spp.
(Diptera:Ceratopogonidae) pada ayam pedaging di Banda Aceh. Jurnal
Kedokteran Hewan. 4(1):28-31.
Sahara, A., dan Priyowidodo, D. 2002. Distribusi Culicoides spp.
(Diptera:Ceratopogonidae) pada peternakan ayam petelur di kabupaten Sleman
Yogyakarta. Jurnal Sain Veteriner. 20(1): 43-46.
Suprihati, E., dan Yuniarti, W.M. 2017. Variasi morfologi dan deteksi
Leucocytozoon caulleryi dengan metode PCR pada ayam ras di wilayah endemis
Indonesia. Jurnal Sain Veteriner. 35(2): 174-183.
Tabbu, C.R. 2002. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Vol. 2. Kanisius,
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai