Oleh:
Andi Ratnasari
4520112020
Pembimbing :
dr. Andi Machud Rompegading, M.Kes
HALAMAN PENGESAHAN
Pembimbing
DAFTAR PUSTAKA
Halaman
Halaman Judul i
Lembar Pengesahan ii
Daftar Isi iii
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. MR
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Pekerjaan : Sopir PT Semen Bosowa
Alamat : Maros
Suku : Bugis
Tanda Vital
Tekanan darah : 125/80 mmHg
Nadi : 85 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5 °C
SpO2 : 98%
Deskripsi Umum
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4M6V5
Pemeriksaan Dermatologi
Plakat berbatas tegas dengan tepi lesi tidak aktif. Lesinya hipe
rpigmentasi bersquama dan erosi. Papul (-), vesikel (-), nodul
(-), krusta (-), urtikaria (-).
4
3. Pemeriksaan Penunjang : -
4. Diagnosis : Dermatitis Kontak Akibat Kerja (DKA)
5. Diagnosis Banding: -
6. Prognosis: Dubia ad bonam
7. Pengobatan :
Sistemik :
AH : Cetirizine /24jam/Oral
Topikal :
Momex salep
Gentamicin sulfat Salep
BAB II
DASAR TEORI
A. Definisi
B. Epidemiologi
Berdasarkan studi retrospektif yang dilakukan oleh Safe Work Austr
alia antara 1 Januari 1993 sampai 31 Desember 2010 terdapat 2177 (75,1
%) pasien dengan diagnosis penyakit kulit akibat kerja; 958 (44%) diantar
anya ialah DKI dan 712 (32,7%) ialah DKA. Di Indonesia, menurut Perhim
punan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia sekitar 90% penyakit
kulit akibat kerja merupakan dermatitis kontak, baik DKI maupun DKA1.
Dermatitis kontak akibat kerja yang paling sering ditemukan ialah je
nis DKI. Bentuk DKI mencapai 60-80% sedangkan DKA sekitar 20-40%2.
Secara umum, usia tidak mempengaruhi timbulnya sensitisasi nam
un dermatitis kontak alergik jarang dijumpai pada anak-anak. Bila dilihat d
ari jenis kelamin, prevalensi pada wanita adalah dua kali lipat dibandingka
n pada lakilaki1.
Dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) mencapai 20% dari seluruh p
enyakit akibat kerja dan 80% terjadi di tangan. Meskipun kejadian DKAK s
ecara global mengalami penurunan, namun masih banyak kasus yang terj
adi secara lokal yang tidak dilaporkan atau tidak mencari pengobatan sehi
6
C. Etiologi
Dermatitis kontak akibat kerja dapat terjadi pada pekerja salon, pek
erja bahan logam, pekerja industri makanan, petugas kebersihan, dan pet
ugas kesehatan akibat sering terpapar bahan-bahan iritan dan alergen di t
empat kerja tanpa penggunaan alat pelindung diri (APD) yang memadai d
an tingkat kebersihan diri yang buruk1.
D. Patogenesis
Patogenesis DKAK seperti patogenesis dermatitis kontak lainnya. D
ermatitis kontak akibat kerja dapat digolongkan menjadi dua, yaitu dermati
tis kontak alergik (DKA) dan dermatitis kontak iritan (DKI). Berikut patogen
esis dari DKA dan DKI3.
a) Dermatitis Kontak Alergi (DKA)
Dermatitis Kontak Alergik (DKA) Mekanisme terjadinya kelainan kuli
t pada DKA adalah mengkuti respon imun yang diperantarai oleh sel T ata
u reaksi imunologik tipe IV, suatu hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini t
erjadi melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi. Hanya indi
vidu yang telah mengalami sensitisasi yang dapat menderita DKA3.
Fase Sensitisasi
Bahan kontak, atau sensitizer disebut juga hapten. Hapten melakuk
an penetrasi ke dalam kulit (stratum corneum) setelah berikatan dengan pr
otein (menjadi antigen) dan ditangkap oleh sel Langerhans (APC) dengan
melakukan pinocytosis. Sel Langerhans kemudian bermigrasi ke kelenjar li
mfonodi dan antigen didalamnya akan mengalami proses degradasi dari p
rotein menjadi peptide yang berikatan dengan molekul MHC II dan kemudi
an diekspresikan ke permukaan sel penyaji tersebut. Di dalam limfonodi a
ntigen yang ada di permukaan APC tersebut akan berikatan dengan sel T
Helper melalui T Cell Receptor (TCR). Dari sinilah awal proses imunologis
terjadi, Interleukin-12 (IL-12) yang dilepaskan oleh APC akan meningkatka
7
n diferensiasi sel Th0 menjadi sel Th1, sel Th1 ini akan melepaskan IL-2 y
ang memacu proses sensitisasi jalur eferen reaksi alergik tipe IV. Dalam p
roses ini telah terbentuk sel Th yang tersensitisasi dan telah mengenal ant
igen tertentu. Sel Th yang aktif ini akan beredar ke dalam sirkulasi, dalam l
imfonodi juga terjadi diferensiasi sel Th menjadi sel Th memori. Sel Th yan
g telah sensitif tersebut akan masuk dalam sirkulasi darah dan tersebar ke
seluruh tubuh. Hal ini dapat menerangkan mengapa terjadi keadaan sensit
ivitas yang sama di seluruh tubuh3.
Fase Elisitasi
Disebut juga fase eferen merupakan fase invasi sel-sel radang ke d
alam kulit, proses ini terjadi sebagai akibat dari pajanan ulang dari antigen
yang sama dan adanya berbagai mediator yang dilepaskan oleh sel T aka
n menghasilkan sejumlah sitokin yang penting untuk terjadinya reaksi rada
ng seperti IL-2 dan IFN-γ. Keratinosit juga memproduksi Intercellular Adhe
sion Molecule-1 (ICAM-1) yang dapat mempermudah penetrasi sel radang
ke dalam kulit. Fase ini lebih cepat dari fase sensitisasi, umumnya terjadi
dalam waktu 48 jam setelah terjadi pajanan ulang. Makrofag dan sel Lang
erhans juga akan melepaskan berbagai mediator lain seperti protease, pro
staglandin, interferon, lisosom, pirogen endogen, dan endotoksin. Sebagai
hasil akhir dari proses ini bermanifestasi berupa peradangan kulit yang ec
zematous3.
b) Dermatitis Kontak Iritan (DKI)
Dermatitis kontak iritan dikarenakan kerusakan langsung pada kulit
tanpa adanya sensitisasi. Bahan-bahan iritan akan menimbulkan kerusaka
n pada keratinosit, tetapi beberapa dapat dapat menyebar melewati memb
ran dan merusak lisosom, mitokondria, ataupun komponen nukleus. Kerus
akan membran mengakibatkan teraktivasinya fosfolipase dan mengeluark
an arachidonic acid dan tersintesisnya eicosanoids. Hal ini
menyebabkan teraktivasinya second-messenger diikuti dengan tersintesis
nya cell surface molecules dan sitokin. Eicosanoids dapat mengaktivasi se
l T dan berpotensi chemoatractants untuk limfosit dan neutrofil. Kedua sel
8
ini menginfiltrasi kulit dan menyebakan respon klinis berupa respon inflam
asi3.
E. Manifestasi Klinis
Lokalisasi tersering DKAK adalah tangan (sekitar 80-90%). Adapun
lokasi lainnya adalah lengan jika tidak tertutupi dan pada wajah serta leher,
apabila terpapar dengan debu atau fumes. Alergik terhadap karet dapat
menyebabkan dermatitis. Beberapa pekerja mengalami proses adaptasi te
rhadap alergen dan iritan. DKAK dapat terjadi kapan saja, tetapi mengala
mi puncak setelah lama bekerja4.
Penderita DKA umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantun
g kepada keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai
dengan bercak eritematosa yang berbatas agak jelas, kemudian diikuti ed
ema, dan papulovesikel. Vesikel dapat pecah menimbulkan erosi dan eks
udasi (basah). Pada yang kronik terlihat kulit kering, berskuama, papul, lik
enifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dib
edakan dengan DKI kronik4.
Gejala DKI akut timbul beberapa saat setelah adanya paparan irita
n. Kulit akan menunjukan gejala eritema, edema, bula, dan nekrosis, serta
adanya keluhan stinging, rasa terbakar, ataupun sensasi rasa sakit. Lesi b
erbatas tajam. DKI kronik timbul akibat dari paparan yang berulang-ulang,
baik oleh air, sabun, ataupun deterjen. Sedikit eritema dengan skuama hal
us merupakan gejala awal. Gejala akan berkembang menjadi skuama, fisu
ra, pecah-pecah, ataupun pendarahan fisura dikarenakan robeknya dermi
s4.
F. Diagnosis
Diagnosis DKAK dapat dilakukan dengan beberapa tahap, yakni an
amnesis, pemeriksaan fisik, uji tempel, dan investigasi ke tempat kerja pe
9
nderita5.
Anamnesis dilakukan mencakup riwayat kontak dengan alergen ata
u iritan setiap harinya di tempat kerja dan di rumah. Seberapa seringnya b
erkontak dengan alergen atau iritan pada pekerjaan penderita juga mena
mbah informasi dalam mendiagnosis penderita. Seberapa lama keluhan s
ekarang dan lokasi mana yang terlebih dahulu muncul. Kaki dan badan jar
ang terkena DKAK pada awal keluhan. Kebersihan dalam bekerja dan di r
umah, penggunaan obat-obatan (baik topikal maupun sistemik), pengguna
an sarung tangan, riwayat atopik dapat memudahkan dalam mendiagnosis
DKAK5.
Beberapa pertanyaan yang dapat ditanyakan dalam mendiagnosis DKAK
yaitu5:
Kapan timbulnya gejala awal DKAK?
Dimana lokasi/tempat terjadinya DKAK?
Bagaimana penyebaran dan waktu penyebaran DKAK?
Ada tidaknya kontak terhadap alergen dan iritan tertentu yang berada
di sekitar penderita? (seperti yang sudah dijelaskan pada subbab etiol
ogi)
Apakah gejala membaik jika pekerjaan dihentikan dan memburuk jika
pekerjaan tetap dilanjutkan?
Adakah cara atau upaya untuk meringankan gejala DKAK seperti baju,
produk khusus lainnya?
Apakah teman bekerja penderita juga mengalami gejala yang sama?
Pemeriksaan fisik sangat penting dalam mendiagnosis DKAK. Pem
eriksaan ini terkonsentrasi pada lokalisasi, demarkasi, dan ekspresi morfol
ogikal, seperti kemerahan, vesikel, bula, nekrosis, papul, skuama, dan fisu
ra. Selain lesi pada tangan, pemeriksa perlu melakukan pemeriksaan pad
a wajah dan leher karena DKAK dapat terjadi baik di tangan maupun di wa
jah. Pemeriksa juga dapat melakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan d
ermatitis atopik, psoriasis, kulit kering, dan eczema lainnya5.
Uji tempel sangat diperlukan dalam mendiagnosis DKAK, khususny
10
a dermatitis pada tangan. Uji ini fokus pada jenis alergen di tempat kerja p
enderita, lingkungan rumah penderita, produk kesehatan kulit dan kosmeti
k penderita. Umumnya digunakan alergen yang sudah distandarisasi dan j
ika memungkinkan pemeriksa menguji beberapa sampel material dari tem
pat kerja penderita. Hasil uji tempel harus diinterpretasi dengan baik untuk
menghindari positif palsu atau negatif palsu. Untuk itu, pengulangan, serial
dilution dan uji kontrol perlu dilakukan. Investigasi ke tempat bekerja pend
erita dapat dilakukan untuk mendiagnosis DKAK5.
Investigasi pemeriksa bertujuan untuk mengetahui informasi yang d
idapatkan langung dari kunjungan langsung. Informasi yang didapatkan be
rupa alamat tempat bekerja penderita, banyaknya pekerja lainnya, kondisi
pekerjaan penderita, dan informasi mengenai bahan alergen dan iritan yan
g ada di tempat kerja. Informasi ini dapat menjelaskan keterkaitan uji temp
el penderita terhadap keadaaan penderita di tempat kerja, alergen lain yan
g tidak diketahui, konfirmasi diagnosis DKI, perkembangan gejala DKAK p
enderita, dll5.
G. PENATALAKSANAAN
Pengobatan DKAK akut bertujuan untuk membatasi tidak bisa beke
rja dalam waktu yang lama, sedangkan, pengobatan DKAK kronik bertujua
n untuk mengembalikan produktivitas penderita dalam pekerjaannya3,5.
DKAK akut dapat dikompres dingin dengan larutan Burow (Alumuni
um acetate dalam air), salin, ataupun air yang dapat mengurangi vesikulas
i akibat DKAK akut dan mengurangi inflamasi. DKAK baik akut maupun kr
onik perlu diobati dengan pengobatan standar untuk dermatitis3,5.
Hidrasi
Penggunaan emollients yang mengandung lemak, dapat digunakan
untuk pencegahan pada penderita kronik, walaupun gejala dapat dikontrol.
Emollients juga dapat diberikan pada DKAK subakut untuk membuat lapis
an protektif terhadap kulit yang iritasi dengan meningkatkan hidrasi5.
Identifikasi dan Penghindaran
11
H. Prognosis
Prognosis untuk penderita umumnya buruk walaupun penderita me
ngganti pekerjaannya. Jika penderita melanjutkan pekerjaan dengan resik
o tinggi, DKAK akan semakin memburuk. Oleh karena itu, disarankan untu
k mencari pekerjaan lainnya yang tidak beresiko5.
I. Pencegahan
Eliminasi Paparan Alergen dan Iritan dapat terpapar banyak bahan
alergen maupun iritan. Jika diketahui jenis alergen dengan uji tempel atau
12
iritan yang menyebabkan DKAK pada penderita, maka alergen atau iritan t
ersebut harus dihindarkan dari penderita5.
Proteksi Personal
Sarung tangan dapat mencegah DKAK. Ada beberapa syarat khus
us dalam pembuatan sarung tangan yang dapat melindungi pekerja dari D
KAK. Selain sarung tangan, krim protektif membuat sebuah lapisan antara
kulit dan alergen/iritan. Akan tetapi, hasil survey mengatakan bahwa 98%
percaya krim protektif tidak lebih efektif dibandingkan dengan emollients d
alam pencegahan dermatitis tangan. Emollients dapat digunakan sebelum
atau sesudah penderita melakukan pekerjaan. Emollients digunakan untuk
mencegah DKI, yang bekerja dalam pembentukan lapisan protektif pada k
ulit5.
Identifikasi Pekerja yang Beresiko Tinggi
Pekerja lainnya perlu diperiksa apakah mereka mempunyai bakat D
KAK atau tidak. Oleh karena itu, dibutuhkan kuisioner, misalnya apakah a
da riwayat atopik5.
Lainnya Selain pencegahan dengan hal-hal di atas, kebersihan indi
vidual juga berperan penting pada pencegahan DKAK. Kebersihan individ
ual mencakup kebersihan tangan, pakaian, kulit,dll. Kebersihan lingkunga
n kerja juga perlu diperhatikan5.
Pihak perusahaan juga perlu mengetahui gejala-gejala DKAK, sehi
ngga dibutuhkan edukasi yang cukup kepada semua pekerja. Hal ini bertuj
uan untuk menghindari DKAK berkembang menjadi kronik5.
13
BAB III
ANALISA KASUS
A. Dasar Diagnosis
asa gatal. Keluhan ini diraskan setiap hari dan mengganggu pekerjaan
pasien, pasien mengatakan ia adalah sopir yang bekerja mengangkut
semen bosowa, setelah di anmnesis lebih jauh pasien mengatakan ia t
elah bekerja hampir 10 tahun di PT Semen Bosowa, Pasien tidak me
miliki pekerjaan lain selain menjadi sopir yang mengangkut semen, pas
ien bekerja dari jam 08.00 - 17.00 dari hari senin hingga jumat, dan sek
itar 1 tahun lalu mobil angkut sempat di ganti dan stir mobil yang di ken
darai terdapat aksesoris atau pelapis berbahan karet. Riwayat penyakit
terdahulu terdapat keluhan yang sama sejak 1 tahun yang lalu, riwayat
alergi disangkal, riwayat penyakit keluarga dengan keluhan yang sama
disangkal, riwayat pengobatan sering datang ke poliklinik semen boso
wa, membaik setelah minum obat dan diberi salep namun jika obat hab
is keluhan muncul kembali.
Pemeriksaan Fisik keadaan umum baik kompos mentis GCS 15,
Tekanan darah 125/80 mmhg, nadi 80 kali/menit, pernafasan 20 kali/m
enit, suhu 36,5oC. Pemeriksaan dermatologi ditemukan plakat berbatas
tegas dengan tepi lesi tidak aktif. Lesinya hiperpigmentasi bersquama
dan erosi. Papul (-), vesikel (-), nodul (-), krusta (-), urtikaria (-).
Berdasarkan hal tersebut pasien kemudian didiagnosis dengan
Dermatitis Kontak Akibat kerja.
DAFTAR PUSTAKA