ASUHAN KEPERAWATAN
PEMFIGUS VULGARIS
I. KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
1.
Pemfigus berasal dari kata Yunani pemphix yang berarti gelembung atau melepuh. Pemfigus
menggambarkan sekelompok penyakir bulosa kronis yang awalnya diseskripsian oleh Wichman
tahun 1791. Pemfigus Vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai timbulnya
bula (lepuh) dengan berbagai ukuran pada kulit yang tampak normal dan membran mukosa
(misalnya : mulut, vagina). (Arif Mutakin, 2011, hal:104).
2.
Pemfigus adalah kumpulan penyakit kulit autoimun terbuka kronik, menyerang kulit dan
membran mukosa yang secara histologik ditandai dengan bula intra spidermal akibat proses
ukontolisis (pemisahan sel-sel intra sel) dan secara imunopatologi ditemukan antibody terhadap
komponen dermosom pada permukaan keratinosis jenis Ig G, baik terikat mupun beredar dalam
sirkulasi darah ( Djuanda 2001, hal :186)
3.
Pemfigus adalah penyakit kulit yang ditandai dengan timbulnya sebaran gelembung secara
berturut-turut yang mengering dengan meninggalkan bercak-bercak berwarna gelap, dapat
diiringi dengan rasa gatal atau tidak dan umumnya mempengaruhi keadaan umum si penderita.
(Laksman, 1999, hal:261).
A. ETIOLOGI
1. Genetik
2. Penyakit autoimun
3. Obat-obatan (Penisilin dan kaptopril)
4. Sebagai penyakit penyerta seperti neoplasma.
(Smeltzer dan Bare, 2002, hal:1879).
B. PATOFISIOLOGI
Bukti yang ada menunjukan bahwa pemfigus merupakan penyakit autoiun yang
melibatkan IgG, suatu immunoglobin. Diperkirakan bahwa antibodi pemfigus ditujukan
langsung kepada antigen permukaan sel yang spesifik dalam sel-sel epidermis. Bula terbentuk
akibat reaksi antigen-antibodi. Kadar antibodi dalam serum merupakan petunjuk untuk
memprediksikan intenstas penyakit. Faktor-faktor genetik dapat memainkan peranan dalam
perkembangan penyakit. Kelainan ini biasanya terjadi pada laki-lak dan wanita usia pertengahan,
serta akhir usia dewasa.
Komplikasi yang paling sering pada pemfigus vulgaris terjadi ketika proses penyakit
tersebut menyebar luas. Sebelum ditemukan kortikosteroid dan terapi immunosupresif, pasien
sangat rentan terhadap infeksi bakteri sekunde. Bakteri kulit relatif mudah mencapai bula karena
bula mengalami perembesan cairan, pecah, dan meninggalkan daerah-daerah terkelupas yang
terbuka terhadap lingkungan.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit terjadi akibat kehilangan cairan, serta
protein ketika bula mengalami ruptur. Hipoalbuminema lazim dijumpai kalau proses penyakitnya
mencakup daerah permukaan kulit tubuh dan membran mukosa luas. Adanya kerusakan jaringan
kulit pada pemfigus vulgaris memberikan manifestasi pada berbagai masalah keperawatan. (Arif
Mutakin, 2011, hal:105).
MANIFESTASI KLINIK
1. Pemfigus Vulgaris
a.
Kulit berlepuh, 1-10 cm, bula kendur, mudah pecah, nyeri pada kulit yang terkelupas, erosi
f.
Bau specifik
2. Pemfigus eritematosus
a.
b.
Lesi awal : daerah wajah, kulit kepala, punggung, seluruh tubuh berupa bercak, eritematosa
batas tegas ( seperti kupu-kupu pada wajah) , krusta sifatnya kronis residif
c.
Dinding bula kendur, mudah pecah, erosif yang dikelilingi dasar eritematosa, krusta dan skuama
krusta basah, bau khas
3. Pemfigus bullosa
a.
b.
Dinding bula tegang berisi cairan jernih/ hemoragic diatas kulit yang tampak normal atau
eritema
c.
4. Pemfigus vegetans
a.
lesi kulit : lokasi inter triginose, wajah, kepala, hidung, extremitas, selluruh tubuh berupa bula
kendur, mudah pecah, erosi vegetans, bau amis, hiperpigmentasi
C. KOMPLIKASI
1. Secondary infection
Salah satunya mungkin disebabkan oleh sistemik atau lokal pada kulit. Mungkin terjadi karena
penggunaan immunosupresant dan adanya multiple erosion. Infeksi cutaneus memperlambat
penyembuhan luka dan meningkatkan resiko timbulnya scar.
2. Malignansi dari penggunaan imunosupresif
Biasanya ditemukan pada pasien yang mendapat terapi immunosupresif.
3. Growth retardation
Ditemukan pada anak yang menggunakan immunosupresan dan kortikosteroid.
4. Supresi sumsum tulang
Dilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresant. Insiden leukemia dan lymphoma
meningkat pada penggunaan imunosupresif jangka lama.
5.
Osteoporosis
Terjadi dengan penggunaan kortikosteroid sistemik
Umum
Tapering off disesuaikan dengan kondisi klinis dan kadar IgG dalam darah sampai dosis
pemeliharaan
3) Dapat dikombinasikan kortikosteroid dan sitostatika (Azotlapin 1-3 mg/kg BB ) untuk sparing
efek.
4) Antibiotika bila ada infeksi sekunder
5) KCL 3x500 mg/ hari
6) Anabolik ( Anabolene 1x1 tablet/ hari )
c.
Topikal
1) Eksudatif
: kompres
Umum
1) Pengawasan keadaan umum, tanda vital, input atau output cairan dan elektrolit
2) Diet lunak, TKTP, rendah garam
b. Sistemik
1) Kortikosteroid : prednison 60-100 mg/hr ( tergantung berat ringannya penyakit)
2) Kombinasi kortikosteroid dan azatioprin (1-2 mg/kg BB)
3) Antibiotik : bila terdapat infeksi sekunder
4) Anabolene 1x1 tb/ hari
c.
Topikal
Umum
Topikal
Umum
1) Pengawasan keadaan umum, tanda vital, input output cairan dan elektrolit
2) Diet lunak, TKTP, rendah garam
b. Sistemik
1) Prednison 60-150 mg/hr, tapering off sesuai dengan kondisi klinis sampai dosis pemeliharaan
2) Antibiotik bila ada infeksi sekunder
3) Alternate dapseon 100-200 mg/hari
4) KCL 2x500 mg (k/p)
5) Anabolik (anabolene 1x1 tablet sehari)
c.
Topikal
Tes tzanck positip. Pemeriksaan cairan dari bulla (melepuh) untuk mencari sel tzanck dengan
membuat apusan dari dasar bula dan dicat dengan giemsa, akan terlihat sel tzanck atau sel
akantolitik yang berasal dari spinosum berbentuk agak bulat dan berinti besar dengan dikelilingi
sitoplasma jernih (halo).
3. Pemeriksaan histopatogenik: terlihat gambar yang khas, yaitu bula yang terletak suprabasal dan
adanya akontolisis.
4. Pemeriksaan imunofluorensi.
a.
Immunofluorescen langsung
Menunjukan endapan antibodi IgG, C3, di substansi interselluler epidermis
b. Immunofluorescen tidak langsung Serum : dideteksi sirkulasi antibodi IgG interseluler, terdapat
pada 80-90% penderita.
(Harahap, 2000, hal : 136)
Riwayat penyakit dahulu : Riwayat alergi obat, riwayat penyakit keganasan (neoplasma ),
riwayat penyakit lain, Riwayat hipertensi
1) TD
2) N
3) RR
4) S
d. Kepala
e.
Dada
f.
Punggung
g. Ekstremitas
6. Pemeriksaan penunjang
a.
b. Laborat darah
: hipoalbumin
c.
Biopsi kulit
Resiko tinggi ketidakseimbangan cairan dan elektolit b.d hilangnya cairan pada jaringan,
penurunan intake cairan, pengeluaran cairan berlebih dengan peningkatan terbentuknya bula dan
ruptur bula.
2. Resiko tinggi infeksi b.d penurunan imunitas, adanya port de entree pada lesi.
3. Nyeri b.d kerusakan jaringan lunak erosi jaringan lunak.
4. Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan raksi inflamasi lokal.
5. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik, penurunan kemampuan aktivitas umum sekunder dari
adanya nyeri, kerusakan luas kulit.
6. Kecemasan b.d kondisi penyakit, kerusakan luas pada jaringan kulit.
D. INTERVENSI
Resiko tinggi ketidakseimbangan cairan dan elektolit b.d hilangnya cairan pada jaringan,
penurunan intake cairan, pengeluaran cairan berlebih dengan peningkatan terbentuknya
bula dan ruptur bula.
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi syok hipovolemik.
Kriteria evaluasi :
Tidak terdapat tanda-tanda syok : pasien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas normal,
kesadaran optimal, urine >600 ml/hari.
Membran mukosa lembab, turgor kulit normal, CRT >3detik.
Laboratorium : nilai elektrolit normal, nilai hematokrit dan protein serum meningkat, BUN/
kreatinin meurun.
Intervensi
Intervensi pemenuhan cairan :
Rasional
dalam
menentukan
intervensi
spesifikasi usia dan adanya riwayat penyakit kedaruratan. Adanya usia anak atau lanjut
lain.
ketidakseimbangan
cairan
dan
yang
akan
elektrolit.
Menentukan
jumlah
cairan
0-2 : dehidrasi ringan, 3-6 : dehidrasi diberikan sesuai derajat dehidrasi dari
individu (2,5-5% : derajat ringan; 5-10% :
sedang, >7 : dehidrasi berat
mL
setiap
15
menit
sampai
intervensi
kedaruratan
syok
hipovolemik).
Untuk
mendeteksi
adanya
kondisi
Dokumentasi perubahan klinik dan laporkan Perubahan klinik seperti penurunan output
urine secara akut perlu diberitahu tim medis
dengan tim medis
untuk mendapatkan intervensi selanjutnya
dan menurunkan risiko terjadinya asidosis
metabolik.
Anjurkan pasien untuk minum dan makan Pemberian cairan dan makanan tinggi
natrium dilakukan sesuai dengan tingkat
makanan yang banyak mengandung natrium
toleransi. Meskipun kekurangan natrium
seperti susu, telur, daging , dsb.
menyebabkan gejala serius yang perlu
pemberian
dianjurkan
intravenus
juga
untuk
segera,
pasien
mencoba
intake
Monitor
khusus
ketidakseimbangan garam.
Individu
lansia
dapat
dengan
cepat
digitalis
harus
waspada
ini
juga
dintruksikan
untuk
Resiko tinggi infeksi b.d penurunan imunitas, adanya port de entree pada lesi.
Tujuan : Dalam waktu 7 x 24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas
jaringan lunak.
Kriteria evaluasi :
Lesi akan menutup pada hari ke 7 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada
area lesi.
Leukosit dalam btas normal, TTV dalam batas normal.
Intervensi
Rasional
Kaji kondisi lesi, banyak dan besarnya bula, Mengidentifikasi
kemajuan
atau
serta apakah adanya order khusus dari tim penyimpangan dari tujuan yang diharapkan.
dokter dalam melakukan perawatan luka.
Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih Kondisi bersih dan kering akan menghindari
dan kering.
kontaminasi
komensal,
serta
akan
untuk
membersihkan
debris
dan
kuman
sekitar
mengoptimalkan
luka
kelebihan
dengan
dari
iodine
mempunyai
sehingga
memperlambat
Tutup luka dengan kassa steril dan jangan dengan alkohol atau normal saline.
Penutupan
secara
menyeluruh
menggunakan dengan plester adhesif
dapat
yang
bersentuhan
dengan
lesi
pemfigus.
Anibiotik injeksi diberikan untuk mencegah
aktivasi kuman yang bisa masuk. Peran
perawat mengkaji adanya reaksi dan riwayat
alergi antibiotik, serta memberikan antibiotik
sesuai pesanan dokter.
Intervensi
Kaji pendekatan PQRST
Rasional
Menjadi parameter dasar untuk mengetahui
sejauh mana intervensi yang diperlukan dan
sebagai evaluasi keberhasilan dari intervensi
dan
nonfarmakologi
lainnya
telah
mengalami
peradangan
subkutan.
peradangan
dan
meningkatkan
kesembuhan.
erosi
dan
permukaan
terbuka.
mengganggu
asupan
makanan.
sering
harus
dilakukan
membersihkan
mulut
dari
debris
untuk
dan
Istirahatkan klien
Bila perlu premedikasi sebelum melakukan Kompres yang basah dan sejuk atau terapi
rendaman merupakan tindakan protektif yang
perawatan luka.
dapat mengurangi rasa nyeri. Pasien dengan
lesi yang luas dan nyeri harus mendapatkan
premedikasi terlebih dahulu dengan preparat
analgesik sebelum perawatan kulitnya mulai
dilakukan.
Meningkatkan
asupan
O2
sehingga
dan
enkefalin
yang
memblok
serebri
sehingga
menurunkan
presepsi nyeri.
Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa
sentuhan
dukungan
psikologis
dapat
berdasarkan
pemeriksaan
yang
dipilih
sensitivitas
akan digunakan.
Pasien dengan daerah bula yang luas
memiliki bau yang khas yang akan berkurang
setelah infeksi sekunder terkendali. Sesudah
kulit pasien dimandikan, kulit tersebut
dikeringkan dengan hati-hati dan ditaburi
bedak yang tidak iritatif agar pasien dapat
bergerak lebih bebas ditempat tidurnya.
Jumlah bedak yang cukup banyak mungkin
diperlukan untuk menjaga agar kulit pasien
Lakukan perawatan luka dengan teknik Perawatan luka dengan teknik steril dapat
mengurangi kontaminasi kuman langsung ke
steril.
area luka.
membuka
luka
dengan
Kaji keadaan luka dengan teknik membuka Manajemen
balutan dengan mengurangi stimulus nyeri. mengguyur larutan NaCl ke kasa dapat
Bila melekat kuat, kasa diguyur dengan mengurangi stimulus nyeri.
NaCl.
Lakukan pembilasan luka dari arah dalam Teknik membuang jaringan dan kuman di
area luka dan diharapkan keluar dari area
keluar dengan cairan NaCl.
Tutup luka dengan kasa antimikroba steril
dan dikompres dengan NaCl.
luka.
NaCl merupakan larutan fisiologis yang lebih
mudah diabsorpsi oleh jaringan dibandingkan
dengan larutan antiseptic, serta dengan
dicampur
Lakukan nekrotomi.
antibiotic
dapat
mempercepat
penyembuhan luka.
Jaringan nekrotik pada luka furunkel akan
memperlambat proses epitelisasi jaringan
luka
sehingga
memperlambat
perbaikan
jaringan.
Diet TKTP diperlukan untuk meningkatkan
Evaluasi
kerusakan
factor-faktor
yang
dapat
menghambat
pertumbuhan luka
Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik, penurunan kemampuan aktivitas umum efek
sekunder dari adanya nyeri, kerusakan luas kulit
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam kemampuan perawatan diri klien meningkat.
Kriteria evaluasi:
Pelaksanaan intervensi perawatan diri dilakukan setelah fase akut.
Tidak terjadi komplikasi sekunder, seperti kejang dan peningkatan agitasi.
Intervensi
Rasional
Kaji perubahan pada sistem saraf pusat.
Identifikasi terhadap kondisi penurunan tingkat
kesadaran.
Tinggikan sedikit kepala pasien dengan hati- Untuk mengurangi tekanan intrakranial.
hati. Cegah gerakan yang tiba-tiba dan tidak
perlu dari kepala dan leher, hindari fleksi leher.
Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan Untuk mencegah keregangan otot yang dapat
pasien. Beri petunjuk untuk BAB (jangan menimbulkan resiko peningkatan stimulus
enema).
Anjurkan
pasien
disesuaikan dan diatur tepat waktu dengan otak yang sudah iritasi dan dapat menimbulkan
periode
relaksasi;
hindari
rangsangan kejang.
memengaruhinya
Pasien kooperatif terhadap tindakan, wajah rileks.
Intervensi
Rasional
Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan
dampingi pasien dan lakukan tindakan bila rasa agitasi, marah, dan gelisah.
menunjukkan perilaku merusak.
Hindari konfrontasi.
kerjasama,
dan
mungkin
memeperlambat penyembuhan.
Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak
kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan perlu.
suasana penuh istirahat.
Bina hubungan saling percaya.
Hal
yang
keperawatan
kritis
dalam
pasien
penatalaksanaan
pemfigus
adalah
mendengarkan,
berinteraksi,
dan
menenteramkan
perasaan
perasaan
pelayanan
keperawatan
yang
mengungkapkan ansietasnya.
kekhawatiran yang tidak diekspresi.
Berikan privasi untuk pasien dan orang Memberi waktu untuk mengekpresikan
terdekat.
membaca)
akan
menurunkan
perasaan terisolasi.
Pengaturan agar anggota keuarga dan setiap
teman
dekatnya
untuk
lebih
banyak
suportif.
Meningkatkan
relaksasi
dan
menurunkan
DAFTAR PUSTAKA
Mutakin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta : Salemba Medika
Mansjoer, Arif, Dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Medikal Aesculapis
Sylvia, A. Price. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC : Jakarta.
Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokretes.
PEMPHIGUS VULGARIS
PENDAHULUAN
Pemphigus berasal dari bahasa yunani yaitu kata pemphix yang artinya gelembung atau bula,
pemhigus vulgaris adalah penyakit autoimune berupa bula yang bersifat kronik, dapat mengenai
membran mukosa maupun kulit dan ditemukannya antibodi IgG yang bersirkulasi dan terikat
pada permukaan sel karatimosit, menyebabkan tingbulnya suatu reaksi pemisahan sel-sel
epidermis diakibatkan karena tidak adanya kohesi antara sel-sel epidermis, proses ini disebut
akantolisis dan akhirnya terbentuknya bula di suprabasal.
A. PENGERTIAN
C. FISIOLOGI
Histopatologis
Biopsi kulit dilakukan dengan cara punch biopsi pada bula yang baru timbul atau pada kulit yang
berdekatan dengan bula
Perubahan awal ditandai dengan pembengkakan intersellular dan hilangnya hubungan antara selsel epidermis yang disebut akantolisis, hal ini menyebabkan terbentuknya celah dan akhirnya
membentuk bula di suprabasal.
Sel basal walapun terpisah satu dengan yang lainya yang disebabakan oleh hilangnya jembatan
antara sel, tetap melekat pada epidermis (baswmwnt membran seperti sumsum batu nisan (row of
tombstones)
Didalam rongga bula mengandung sel akantolisis yang dapat dilihat dengan pemeriksaan sitologi
yaitu tzanck smear (pewarna giemsa), yang diambil dari dasar bula atau erosi pada mulut, sel
yang akantolisis mempunyai inti yang kecil dan hiperkromatik, sitoplasmanya sering dikeulingi
halo.
Pada perbatasan epidermis adakalanya menunjukan spongiosis dengan eosinofil yang amsuk
kedalam epidermis disebut eosinophilic spongiotic.
Imminopatologi
- Immunofluorescen langsung
Menunjukan endapan antibodi IgG, C3, di substansi interselluler epidermis
- Immunofluorescen tidak langsung
Serum ; dideteksi sirkulasi antibodi IgGinterseluler, terdapat pada 80-90% penderita
D. FATOFISIOLOGI
Proses acantholysis bisa melibatkan folikel-folikel rambut. Garis batas dermal papillary biasanya
terjaga, dan seringkali, papillae menonjol ke dalam rongga pelepuhan. Rongga pelepuhan bisa
mengandung beberapa sel inflammatory, utamanya eosinofil, dan dalam dermis terdapat infiltrat
sel mononuklear perivaskular sedang dengan eosinofil yang jelas. Pada sedikit kasus, temuan
histologis pertama terdiri dari spongiosis eosinofilik, dimana eosinofil-eosinofil menginvasi
epidermis spongiotik dengan sedikit atau tapa bukti acantholysis.
Penting untuk mengambil biopsy dari lesi awal untuk memastikan diagnosis yang tepat karena
pelepuhan pemfigus meletus dengan mudah. Pada pasien yang hanya memiliki lesi oral, sebuah
biopsy harus diambil dari batas aktif sebuah area gundul (tanpa rambut) karena pelepuhan utuh
mudah ditemukan. Pemeriksaan sitologi (hapusan Tzank) bermanfaat untuk penunjukan sel-sel
epidermal acantholytic secara cepat dalam rongga pelepuhan. Akan tetapi, uji ini semata-mata
merupakan sebuah alat diagnostik pendahuluan, dan tidak boleh menggantikan pemeriksaan
histologis karena keratinosit acantholytic terkadang ditemukan pada berbagai vesilobullous
acantholytic atau penyakit pustular sebagai akibat dari acantholysis sekunder.
Pada pemfigus vegetan, acantholysis suprabasilar terlihat, disamping papillomatosis dan
acanthosis. Secara khas, ada infiltrat sel inflamatory yang intensif mengandung berbagai
eosinofil, dan mikroabscess intraepidermal sering terlihat
E. KOMPLIKASI
Secondary infection
Salah satunya mungkin disebabkan oleh sistemik atau local pada kulit. Mungkin terjadi karena
penggunaan immune-supresant dan adanya multiple erosion. Infeksi cutaneus memperlambat
penyembuhan luka dan meningkat-kan resiko timbulnya scar.
Malignansi dari penggunaan imunosupresif
Biasanya ditemukan pada pasien yang mendapat terapi immunosupresif.
Growth retardation
Ditemukan pada anak yang menggunakan immunosupresan dan kortikosteroid.
Supresi sumsum tulang
Dilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresant. Insiden leukemia dan lymphoma
meningkat pada penggunaan imunosupresif jangka lama.
Osteoporosis
Terjadi dengan penggunaan kortikosteroid sistemik.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Erosi kulit yang luas, kehilangan cairan serta protein ketika bulla mengalami rupture akan
menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kehilangan cairan dan natrium
klorida ini merupakan penyebab terbanyak gejala sistemik yang berkaitan dengan penyakit dan
harus diatasi dengan pemberian infuse larutan salin. Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalau
proses mencapai kulit tubuh dan membrane mukosa yang luas.
F. MANIFESTASI KLINIK
- Keadaan umunya klien jelek
- Membran mukosa
Lesi pada pemphigus vulgaris pertamakali berkembang pada membaran mukosa terutama pada
mulut, yang terdapat pada 50-70% pasien. Bula yang utuh jarang ditemukan pada mulut
disebabkan bula mudah pecah dan dapat timbul erosi.
Pada umumnya erosi terdapat pada buccal, ginggiva, palatum, denan bentuk yang tidak teratur,
sakit dan lambat untuk menyembuh. Erosi dapat meluas ke laring yang menyebabkan sakit
tenggorokan dan pada pasien kesulitan untuk menelan/ makan ataupun minum. Permukaan
mukosa lain yang dapat terlibat yaitu konjung tiva, esovagus, labia, vagina, cervik, venis,
urethra, dan anus.
- Kulit
Kelainan kulit dapat bersifat lokal ataupun generalisata, terasa panas, sakit tanpa disertai pruritus
dan tempat predileksinya adalah badan, umbilicus, kulit kepala, wajh, ketiak, daerah yang
terkena tekanan dan lipatan paha
Timbul pertama kalai berupa bula yang lembek (berdinding kendur) berisi cairan jernih pada
kulit normal atau denan dasar erithematous. Bula mudah pecah dan yang utuh jarang dijumpai
disebabkan atap bula terdiri dari sebagian kecil bagian atas epidermis. Kemusian timbul erosi
yang sakit, mudah berdarah dan cenderung meluas, kemudian erosi ditutupi krusta yang
menyebabkan lambat untuk menyembuh. Lesi yang menyembuh meninggalkan daerah
hiperpigmentasi tampa terjadi parut.
Pada bula yang aktif dapat ditemukan nikolsky sing yang menggambarkan tidak adanya kohesi
antara sel-sel epidermis yaitu dengan cara :
o Menekan dan menggeser kulit diantara dua bula dengan ujung jari, mengakibatkan kulit yang
terlihat normal akan terkelupas
o Menekan diatas bula dengan ujung jari, akibatnya cairan akan melebar dari tempat penekanan
disebut bulla spread phanomenon
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Klinis anamnesis dan pemeriksaan kulit : ditemukan bula
Laborat darah : hipoalbumin
Biopsi kulit : mengetahui kemungkinan maligna
Test imunofluorssen : didapat penurunan imunoglobulin
H. DIAGNOSA BANDING
Pemhigus vulgaris dapat di diagnosa banding dengan :
- Pemfigoid bulosa
Letak bula : subepidermal
Immunofluorecen : IgG berbentuk seperti pita di membran basalis
- Dermatits herpetiformis
Letak vesikel : subepidermal
Immunofluorescen : IgA berbentuk granular di papilla dermis.
I. DIET
Makanan Mengandung Tanin
- Tanin dapat ditemukan dalam berbagai makanan dan minuman. Buah dan sayuran mengandung
tanin bahwa orang dengan pemfigus harus menghindari adalah pisang, raspberry, blackberry,
apel, pir, ceri, mangga, cranberry, kesemek, kulit anggur, alpukat dan terong.
Pemicu tanin lainnya adalah kenari hitam, kacang kola, biji kakao, lada hitam, bawang putih,
jahe, jinten, rosemary, ketumbar, ginseng, yucca dan garut.
Kopi, beberapa teh, minuman ringan, bir dan anggur adalah salah satu minuman yang
mengandung tanin dan dapat memicu pemfigus.
Makanan Mengandung isothiocyanates
- Isothiocyanate, yang mustard minyak ditemukan dalam berbagai jenis sayuran, dapat
menyebabkan wabah pemfigus pada orang dengan gangguan tersebut. Sayuran di kelas ini
adalah brokoli, kembang kol, kubis, lobak, mustard, kubis brussel, selada musim dingin, lobak
dan lobak.
Beberapa saus mustard berpengalaman mengandung minyak sintetis untuk bumbu, yang bisa
mengiritasi selaput lendir pada orang dengan pemfigus.
Makanan Mengandung tiol
- Bawang, bawang putih dan daun bawang yang tiol yang mengandung makanan yang dapat
memicu wabah atau flare-up dari pemfigus. Makanan ini merupakan bagian dari kelompok
Allium, yang juga termasuk daun bawang dan bawang merah. Makanan mengandung tiol dapat
menyebabkan lecet dan harus dihilangkan dari diet jika mereka dicurigai sebagai pemicu
pemfigus.
Makanan Mengandung Fenol
- Fenol lain adalah pemicu pemfigus dan dapat ditemukan sebagai asam sinamat dalam jus buah
dan perasa dalam es krim, roti, permen, bumbu dan minuman. Pinene merupakan jenis umum
fenol yang ditemukan dalam kentang, tomat, pisang, mangga dan lada hitam.
Fenol juga dapat ditemukan dalam makanan yang merikok atau memiliki rasa asap, dan dalam
susu dan produk susu lain dari sepi yang memakan biji kapas
J. PENATALAKSANAAN
a. Medis
Imunosupresan
Sebuah obat imunosupresan mungkin disarankan. Obat-obatan ini bekerja dengan menekan
sistem kekebalan tubuh. Mereka dapat digunakan di samping steroid tablet. Keduanya cenderung
untuk bekerja lebih baik daripada sendiri. Juga, dosis steroid yang dibutuhkan mungkin kurang
jika Anda mengambil immunosuppressant. Ini berarti bahwa setiap efek samping dari steroid
mungkin kurang parah. Kadang-kadang immunos-uppressant digunakan sendiri bukan steroid.
Tujuannya adalah untuk menemukan dosis terendah pengobatan (atau kombinasi perawatan)
yang mengendalikan lecet. Contoh obat-obatan imunosupresan yang dapat digunakan untuk PV
adalah: siklofosfamid, azathioprine, ciclosporin, methotrexate atau mikofenolat mofetil.
Imunosupresan biasanya memakan waktu lebih lama untuk bekerja dibandingkan steroid (sekitar
4-6 minggu).
Steroid
Pengobatan yang biasa adalah untuk mengambil tablet steroid seperti prednisolon. Steroid
mengurangi peradangan dan menekan sistem kekebalan tubuh. Sebuah dosis tinggi biasanya
diperlukan pada awalnya. (Kadang-kadang ini diberikan melalui suntikan untuk memulai
dengan.) Pengobatan steroid dapat bekerja cukup cepat: gejala mungkin mulai membaik dalam
beberapa hari; lepuhan yang baru dapat berhenti dalam 2-3 minggu; dan lecet lama dapat sembuh
dalam 6-8 minggu. Dosis steroid dikurangi sekali lepuh-lepuh baru berhenti membentuk. Dosis
harian yang lebih rendah biasanya kemudian diperlukan untuk menghentikan lecet kembali.
Tujuannya adalah untuk menemukan dosis terendah yang diperlukan untuk mengontrol gejala.
Dosis yang dibutuhkan bervariasi dari orang ke orang. Beberapa orang mampu menghentikan
tablet steroid dari waktu ke waktu ketika aktivitas blister rendah (dalam remisi). Tablet dapat
dimulai kembali jika gejala kambuh lagi.
Efek samping dari steroid?
Bagi beberapa orang, dosis steroid yang diperlukan untuk mengontrol penyakit ini cukup tinggi
dan dapat menyebabkan efek samping. Efek samping dari steroid kadang-kadang bisa serius,
terutama jika Anda mengambil steroid dosis tinggi untuk waktu yang lama. Lihat brosur terpisah
yang disebut Tablet steroid yang menjelaskan kemungkinan efek samping lebih terinci. Beberapa
poin penting jika Anda mengambil steroid jangka panjang, adalah:
- Pengobatan jangka panjang steroid tidak boleh berhenti tiba-tiba.
- Anda lebih rentan terhadap infeksi tertentu.
- Salah satu efek samping-yang mungkin adalah osteoporosis (penipisan tulang), sehingga Anda
mungkin disarankan untuk mengonsumsi vitamin D atau obat lain untuk membantu mencegah
osteoporosis.
Berbagai obat-obatan lain dan pengobatan telah diguna-kan dalam beberapa tahun terakhir
dengan beberapa keberhasilan. Mereka termasuk: antibiotik tetrasiklin, dapson, suntikan emas,
plasmaferesis, photopheresis extracorporeal, imunoglobulin intravena, dan rituximab (antibodi
monoklonal). Perawatan ini cenderung digunakan ketika pengobatan yang lebih biasa seperti
dijelaskan di atas tidak bekerja begitu baik. Kadang-kadang satu juga mungkin dicoba dalam
kombinasi dengan tablet steroid. Penelitian terus untuk menemukan pengobatan yang lebih baik
atau kombinasi terbaik dari perawatan untuk mengobati PV.
b. Keperawatan
Sebuah krim steroid kadang-kadang digunakan pada kulit lecet di samping perawatan lainnya.
Hal ini dapat menjaga dosis tablet steroid lebih rendah daripada yang akan diperlukan. Obat
kumur atau semprotan steroid dapat digunakan untuk membantu mengobati dan mulut lecet
erosi.
Obat kumur yang mengandung antiseptik atau bius lokal juga dapat membantu.
Perawatan perawatan luka seperti dressing membantu daerah baku untuk menyembuhkan.
Kompres atau membasahi menggunakan saline (air garam steril) atau antiseptik tertentu,
mungkin disarankan jika ada daerah besar kulit mentah. Hal ini untuk mengurangi kemungkinan
infeksi dan untuk menghentikan kulit mentah dari menjadi terlalu kering.
Jika PV Anda akan melalui flare, Anda mungkin disarankan untuk melindungi kulit dari
kekasaran dan mulut sebanyak mungkin. Misalnya, menghindari kontak olahraga, makan
makanan hambar yang lembut, dan gunakan krim atau salep untuk melindungi kulit dari
gesekan.
K. PROGNOSIS
Pemphigus vulgaris tersebut diseluruh dunia, dapat mengenai semua ras, frekuensi hampir sama
pada laki-laki dan perempuan. Pemphigus vulgaris merupakan bentuk yang sering dijumpai kirakira 70% dari semua kasus pemphigus, biasanya pada usia 50-60 tahun dan jarang pada ankanak, insiden pemphigus vularis bervalesi antara 0,5-3,2 kasus per 100.000 dan pada keturunan
yunani khususnya ashkenazi jewish insidennya meningkat.
Anti bodi IgG mengikat pemphigus vulgaris antigen yaitu desmoglain 3 pada permukaan sel
karatinosit, mengakibatkan terbentuk dan dilepaskannya plasminogen activator sehingga berubah
plasminogen menjadi plasimin. Plasmin yang terbentuk menyebabkan keruskan desmosom
sehingga terjadi penarikan tonofilamen dari sitoplasma karatinosit, akibatnya terjadi pemisahan
sel-sel karatinosit (tidak adanya kohesi antara sel-sel) proses ini disebut akantilosis. Kemudian
terbentuk celah di suprabasal dan akhirnya terbentuk bula yang sebenarnya.
REFERANSI
Burton Jl, rook, Bullous Eruption in : Texbook of Dermatologi, vol 3, 6th edition, Blackwell
Science, 1998: 1849-65
Anhalt GJ, pemphigus vulgaris and the phempigus disease spectrum in cutaneus medicine and
surgery, vol 2A,W.B. sauders company, 1996:651-55
Lever W.F, pempgigus vulgaris, histopatology of the skin, 6th edition, philedelphia, JB lipincott
company, 1983 :104-9
Anonymous.
Pemphigus
Vulgaris,
Skin
Cosmos,
2006.
Dikutip
dari
http://www.skincosmos.com/id/pemphigus-vulgaris/ pada tanggal 30 Januari 2010.
Mawarli harahap, Prof. dr. Infeksi Jamur Kulit, Ilmu Penyakit Kulit. 2000. Editor: Prof.dr.
mawarli harahap. Jakarta: Hipokrates.
Budimulja, Unandar. Penyakit Vesikobulosa, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Keempat,
2006. Editor: Adhi Juanda, dkk. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Anonymous. Pemphigus Vulgaris. Dikutip dari http://dermatlas.med.jhmi.edu/derm/display.cfm?
ImageID=-776552061 pada tanggal 30 Januari 2010.
Anonymous.
Pemphigus
Vulgaris.
Dikutip
dari
http://missinglink.ucsf.edu/lm/DermatologyGlossary/pemphigus_vulgaris.html pada tanggal 31
Januari 2010.
Siregar, Prof. Dr. Atlas Bewarna, Saripati Penyakit Kulit, Edisi Ke-2, 2003. Editor: dr. Huriawati
Hartanto. Jakarta: EGC.
http://adibesajja.blogspot.com/2013/03/pemphigus-vulgaris.html
PEMPHIGUS VULGARIS
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
1. Pemfigus vulgaris adalah dermatitis vesikulobulosa reuren yang merupakan kelainan herediter
paling sering pada aksila, lipat paha, dan leher disertai lesi berkelompok yang mengadakan
regresi sesudah beberapa minggu atau beberapa bulan (Dorland, 1998).
2. Pemfigus vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai dengan timbulnya bulla
(lepuh) dengn berbagai ukuran (misalnya 1-10 cm) pada kulit yang tampak normal dan
membrane ukosa (misalnya mulut dan vagina) (Brunner, 2002).
3.
Pemfigus adalah kumpulan penyakit kulit autoimun terbuka kronik, menyerang kulit dan
membran mukosa yang secara histologik ditandai dengan bula intra spidermal akibat proses
ukontolisis (pemisahan sel-sel intra sel) dan secara imunopatologi ditemukan antibody terhadap
komponen dermosom pada permukaan keratinosis jenis Ig I, baik terikat mupun beredar dalam
sirkulasi darah ( Djuanda:2001, hal :186)
4.
Pemfigus adalah penyakit kulit yang ditandai dengan timbulnya sebaran gelembung secara
berturut-turut yang mengering dengan meninggalkan bercak-bercak berwarna gelap, dapat
diiringi dengan rasa gatal atau tidak dan umumnya mempengaruhi keadaan umum si penderita.
(Laksman: 1999, hal:261).
5.
Pemfigus vulgaris adalah salah satu penyakit autoimun yang menyerang kulit dan membrane
mukosa yag menyebabkan timbulnya bula atau lepuh biasanya terjadi di mulut, idung,
tenggorokan, dan genital (www.pemfigus.org.com)
Pada penyakit pemfigus vulgaris timbul bulla di lapisan terluar dari epidermis kulit dan
membrane mukosa. Pemfigus vulgaris adalah autoimmune disorder yaitu system imun
memproduksi antibody yang menyerang spesifik pada protein kulit dan membrane mukosa.
Antibodi ini menghasilkan reaksu yang menimbulkan pemisahan pada lapisan sel epidermis
(akantolisis) satu sama lain karena kerusakan atau abnormalitas substansi intrasel. Tepatnya
perkembangan antibody menyerang jaringan tubuh (autoantibody) belum diketahui.
B.
ETIOLOGI
Penyebab dari pemfigus vulgaris dan factor potensial yang dapat didefinisikan antara
lain:
1. Faktor genetic
2. Umur
Insiden terjadinya pemfigus vulgaris ini meningkat pada usia 50-60 tahun. Pada neonatal yang
mengidap
pemfigus
vulgaris
karena
terinfeksi
dari
antibody
sang
ibu.
3. Disease association
Pemfigus terjadi pada pasien dengan penyakit autoimun yang lain, biasanya myasthenia gravis
dan thymoma
C.
erosi yang bentuk ireguler terasa nyeri, mudah berdarah dan sembuhnya lambat. Bulla pada kulit
akan membesar, pecah dan meninggalkan daerah-daerah erosi yang lebar serta nyeri yang
disertai dengan pembentukan kusta dan perembesan cairan. Bau yang menusuk dan khas akan
memancar dari bulla dan serum yang merembes keluar. Kalau dilakukan penekanan yang
minimal akan terjadi pembentukan lepuh atau pengelupasan kulit yang normal (tanda Nicolsky)
kulit yang erosi sembuh dengan lambat sehingga akhirnya daerah tubuh yang terkena sangat
luas , superinfeksi bakteri sering yang terjadi. Komplikasi yang sering pada pemfigus vulgaris
terjadi ketika proses penyakit tersebut menyebar luas. Sebelum ditemukannya kortikosteroid dan
terapi imunosupresif, pasien sangat rentan terhadap infeksi sekunder. Bakteri kulit mudah
mencapai bula karena bula mengalami perembesan cairan, pacah dan meninggalkan daerah
terkelupas yang terbuka terhadap lingkungan. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
karena kehilangan cairan serta protein ketika bula mengalami rupture. Hipoalbuminemia lazim
dijumpai kalu proses mencapai kulit tubuh dan membrane mukosa yang luas (Brunner, 2002).
PATOFISIOLOGI
Semua proses pemfigus sifat yang khas yaitu:
1. Poses akontolisis
2. adanya antibody Ig G terhadap antigen diterminan yang ada pada permukaan keratinosis yang
sedang berdeferensiasi
Sebagian besar pasien, pada mulanya ditemukan dengan testoral yang tampak sebagai erosi
erosi yang bentuknya ireguler yang terasa nyeri, mudah berdarah dan sembuh lambat. Bula pada
kulit akan membesar, pecah dan meninggalkan daerah daerah erosi yang lebar serta nyeri disertai
dengan pembentukan krusta dan pembesaran cairan. Bau yang menususk dan khas akan mem
ancar dari bula dan yang merembes keluar. Kalau dilakukan penekanan yang meminimalkan
terjadinya pembentukan lepuh/ pengelupasan kulit yang normal (tanda nikolsky). Kulit yang
erosi sembuh dengan lambah sehingga akhirnya daerah tubuh yang terkena sangat luas. Sekunder
infeksi disertai dengan terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sering terjadi
akibat kehilangan cairan dan protein ketika bula mengalami ruptur. Hipoalbuminemia sering
dijumpai kalau proses penyakit mencakup daerah permukaan kulit tubuh dan membran mukosa
yang luas. ( smeltzer dan Bars:2002, hal 1880)
E.
KOMPLIKASI
1. Secondary infection
Salah satunya mungkin disebabkan oleh sistemik atau local pada kulit. Mungkin terjadi
karena penggunaan immunosupresant dan adanya multiple erosion. Infeksi cutaneus
memperlambat
penyembuhan
luka
dan
meningkatkan
resiko
timbulnya
scar.
ditemukan
pada
pasien
yang
mendapat
terapi
immunosupresif.
3. Growth retardation
Ditemukan pada anak yang menggunakan immunosupresan dan kortikosteroid.
4. Supresi sumsum tulang
Dilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresant. Insiden leukemia dan
lymphoma meningkat pada penggunaan imunosupresif jangka lama.
5. Osteoporosis
Terjadi dengan penggunaan kortikosteroid sistemik.
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Erosi kulit yang luas, kehilangan cairan serta protein ketika bulla mengalami rupture akan
menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kehilangan cairan dan natrium
klorida ini merupakan penyebab terbanyak gejala sistemik yang berkaitan dengan penyakit dan
harus diatasi dengan pemberian infuse larutan salin. Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalau
proses mencapai kulit tubuh dan membrane mukosa yang luas.
F.
EVALUASI DIAGNOSTIK
Biopsi lesi, dengan cara memecahkan bulla dan membuat apusan untuk diperiksa di bawah
mikroskop atau pemeriksaan immunofluoresent.
PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi adalah untuk mengendalikan penyakit secepat mungkin, mencegah infeksi
sekunder dan meningkatkan pembentukan tulang epitel kulit (pembaharuan jaringan epitel).
Kortikosteroid diberikan dengan dosis tinggi untuk mengendalikan penyakit dan menjaga kulit
dari bulla. Kadar dosis yang tinggi dipertahankan sampai kesembuhan terlihat jelas. Pada
sebagian kasus, terapi kortikosteroid harus dipertahankankan seumur hidup penderitanya.
Kortikosteroid diberikan bersama makanan atau segera sesudah makan dan dapat disertai
dengan pemberian antacid sebagai profilaksis untuk mencegah komplikasi lambung. Yang
penting pada penatalaksanaan terapeutik adalah evaluasi berat badan, tekanan darah, kadar
glukosa darah dan keseimbangan darah setiap hari . Preparat imunosupresif (azatioprin,
ziklofosfamid, emas) dapat diresepkan dokter untuk mengendalikan penyakit dan mengurangi
takaran ktikosteroid. Plasmaferesis (pertukaran plasma). Secara temporer akan menurunkan
kadar antibody serum dan pernah dihasilkan keberhasilan yang bervariasi sekalipun tindaka ini
dilakukan untuk kasus yang mengancam jiwa pasien.
Dermatologi merupakan keahlian yang orientasinya visual, disamping mendapatkan
pasien, pemeriksa juga dapat melakukan pemeriksaan terhadap lesi primer dan sekunder, dan
konfigurasi dan kontribusi lesi. prosedur diagnostic tertentu dapat pula digunakan untuk
mengenali kelainan kulit, prosedur yang biasanya digunakan yaitu :
1) Biopsy
a). Punch Biopsy
Prosedur sederhana untuk mendapatkan jaringan guna pemeriksaan histopatologis. dipilah lesi
yang dewasa tumbuh sempurna, pilih lesi paling awal, dan atap usahakan utuh.
b). Shave Biopsy
Mengambil bagian kulit yang menonjol atau meninggi bermanfaat untuk biopsy berbagai tumor
epidermis.
PROSES KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab)
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan
penanggung jawab, dll.
2. Riwayat pasien sekarang
Pada umumnya penderita pemfigus vulgaris biasanya dirawat di rumah sakit pada suatu saat
sewaktu terjadi pada suatu saat sewaktu terjadi eksaserbasi, perawat segera mendapatkan bahwa
pemfigus vulgaris bisa menjadi penyebab ketidakmampuan bermakna. Gangguan kenyamanan
yang konstan dan stress yang dialami pasien serta bau lesi yang amis.
3. Riwayat penyakit terdahulu
Haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan system integument maupun penyakit sistemik
lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga, terutama yang mempunyai penyakit menular,
herediter.
4. Pemeriksaan fisik
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit, termasuk membrane mukosa, kulit kepala dan
kuku. Kulit merupakan cermin dari kesehatan seseorang secara menyeluruh dan perubahan yang
terjadi pada kulit umumnya berhubungan dengan penyakit pada system organ lain. Inspeksi dan
palpasi merupakan prosedur utama yang digunakan dalam memeriksa kulit. Lesi kulit merupakan
karakteristik yang paling menonjol pada kelainan dermatologic. Pada pasien pemfigus vulgaris
muncul bulla yaitu suatu lesi yang berbatas jelas, mengandung cairan, biasanya lebih dari 5 mm
dalam diameter, dengan struktur anatomis bulat. Inspeksi keadaan dan penyebaran bulla atau
lepuhan pada kulit. Sebagian besar pasien dengan pemfigus vulgaris ditemukan lesi oral yang
tampak tererosi yang bentuknya ireguler dan terasa sangat nyeri, mudah berdarah, dan
sembuhnya lambat. Daerah-daerah tempat kesembuhan sudah terjadi dapat memperlihatkan
tanda-tanda hiperpigmentasi. Vaskularitas, elastisitas, kelembapan kulit, dan hidrasi harus benarbenar diperhatikan. Perhatian khusus diberikan untuk mengkaji tanda-tanda infeksi.
5. Pengkajian psikologis
Dimana pasien dengan tingkat kesadaran menurun, maka untuk data psikologisnya tidak dapat di
dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya agak normal akan terlihat adanya
gangguan emosi, perubahan tingkah laku emosi yang labil, iritabel, apatis, kebingungan keluarga
pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya. Data social yang
diperlukan adalah bagaimana pasien berhubungan dengan orang terdekat dan lainnya,
kemampuan berkomunikasi dan perannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap
dirinya setelah mengalami penyakit pemfigus vulgaris.
5. Data/pangkajian spiritual
Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta
ketuhanan yang diyakininya.
6. Pemeriksaan diagnostic
o Nikolskys sign
o Skin lesion biopsy (Tzank test)
o Biopsy dengan immunofluorescene
7. Penatalaksanaan umum
o Kortikosteroid
o Preparat imunosupres (azatioprin, siklofosfamid, emas)
Diagnosa Keperawatan
1. gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan dan
protein
2. gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan lesi pada kulit, pecahnya bula
3. resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hilangnya barier proteksi kulit dan membran
mukosa
4. gangguan atau kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rupture bula dan daerah kulit
yang terbuka
5. intoleransi aktfitas berhubungan dengan kelemahan fisik, kekakuan sendi
6. ganguan body image berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik
Fokus Intervensi
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
protein
Tujuan
Pemenuhan volume cairan yang optimal dan elektrolit seimbang
cairan dan
Intervensi
a. Pantau TTV, haluaran cairan urine dan waspada terhadap tanda-tanda hipovolemia
R: hipovolemia merupakan resiko utama yang harus segera ditangani
b. Pantau haluaran urine setiap 1 jam sekali dan menimbang BB setiap hari
R: dapat memberikan informasi tentang status cairan
c. Pertahankan pemberian cainan infus dan atur tetesan sesuai dengan program
R: pemberian cairan yang adekuat guna mempertahankan keseimbangan cairan
d. Naikkan kepala dan tinggikan ekstremitas
R: peninggian akan meningkatkan aliran darah vena
e. Hitung balance cairan
R: dapat memberikan informasi tentang input-output cairan.
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan lesi pada kulit, pecahnya bula
Tujuan
Nyeri berkurang atau hilang
Intervensi
a. Periksa daerah yang terkena dan terlibat
R: pemahaman tentang luasnya dan karakteristik kulit untuk memudahkan menyusun intervensi
b. Kendalikan faktor-faktor iritan ( kelembaban, suhu, sabun ringan, batasi pakaian, cuci linen)
R: rasa nyeri diperburuk ileh panas, bahan kimia dan fisik
c. Kaji skala nyeri
R: mengetahui perkembangan penyakit
d. Berikan tindakan kenyamanan dasar, seperti pijatan daerah atau area yang tidak sakit dan
perubahan posisi sesering mungkin
R: meningkatkan relaksasi, menurunkan ketegangan otot dan kelelahan umum
e. Ajarkan manajemen stres seperti relaksasi nafas dalam dan distraksi
R: meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa kontrol yang menurunkan ketergantungan
pada obat
f. Kolaburasi pemberian analgetik
R: untuk mengurangi nyeri
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hilangnya barier proteksi kulit dan membran mukosa
Tujuan
DAFTAR PUSTAKA
Adhi, Djuanda Dr. Pengobatan dengan Kortikosteroid Sistemik dalam Dermatologi.
Doenges, E., Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta.
Sylvia, A. Price. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC : Jakarta.
http://www.akperppni.ac.id/sistem-integumen-kulit/askep-pemphigus-vulgaris
http://soemabali.wordpress.com/2009/03/23/asuhan-keperawatan-klien-dengan-pemfigusvulgaris/
www.pemfigus.org.com
www.medicalholistik.com
http://www.portalkalbe.com.
http://tiovirgo.blogspot.com/2011/11/pemphigus-vulgaris.html