Anda di halaman 1dari 32

ASKEP CA LAMBUNG

1.

LATAR BELAKANG
Tumor Gaster terdiri dari tumor jinak dan tumor ganas. Tumor jinak lebih jarang daripada tumor
ganas. Tumor jinak didapatkan pada autopsi berkisarantara 0,2 - 0,4 % dan jarang ditemukan di
bawah umur 55 tahun. Tumor ganasdidapatkan 10 kali lebih banyak daripada tumor jinak. Tumor
ganas yangterbanyak adalah adenokarsinoma dan tumor ini menempati urutan ketiga
tumorsaluran cerna di Amerika Serikat setelah tumor kolon dan Pankreas (Sudoyo,2007).Selama
beberapa dasawarsa terakhir angka kematian turun tajam sampai 30%,ini disebabkan kejadian
penyakit ini menurun di Amerika Serikat dan EropaBarat, tetapi tetap menjadi masalah di
Jepang. Eropa Timur, dan Amerika Latin.Di negara lain selain Jepang, kelangsungan hidup lebih
dari 5 tahun setelahpembedahan tumor gaster kurang dari 10%, sedangkan di Jepang
dapatmencapai 90% karena adanya peningkatan cara diagnostic (endoskopi danendoskopi
ultrasound) (Sudoyo, 2007).

2.

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gaster terletak di bagian atas abdomen, terbentang daripermukaan bawah arcus costalis sinistra
sampai regio epigastrica an umbilicalis. Sebagian besar gaster terletak di bawah costae bagian
bawah. Secara kasar gaster berbentuk huruf J dan mempunyai dua lubang, ostium cardiacum dan

ostium pyloricum; dua curvatura, curvatura major dan curvatura minor; dan dua dinding, paries
anterior dan paries posterior.
Secara umum lambung di bagi menjadi 3 bagian:
1. kardia/kelenjar jantung ditemukan di regia mulut jantung. Ini hanya mensekresi mukus
2. fundus/gastric terletak hampir di seluruh corpus, yang mana kelenjar ini memiliki tiga tipe
utama sel, yaitu :
Sel zigmogenik/chief cell, mesekresi pepsinogen. Pepsinogen ini diubah menjadi pepsin dalam
suasana asam. Kelenjar ini mensekresi lipase dan renin lambung yang kurang penting.
Sel parietal, mensekresi asam hidroklorida dan factor intrinsic. Faktor intrinsic diperlukan untuk
absorbsi

vitamin

B12

dalam

usus

halus.

Sel leher mukosa ditemukan pada bagian leher semua kelenjar lambung. Sel ini mensekresi
barier mukus setebal 1 mm dan melindungi lapisan lambung terhadap kerusakan oleh HCL atau
autodigesti.
3. pilorus terletak pada regia antrum pilorus. Kelenajr ini mensekresi gastrin dan mukus, suatu
hormon peptida yang berpengaruh besar dalam proses sekresi lambung.
Lapisan Lapisan Lambung
Lambung terdiri atas empat lapisan :
1. Lapisan peritoneal luar atau lapisan serosa yang merupakan bagian dari peritoneum viseralis.
Dua lapisan peritoneum visceral menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum,
memanjang kearah hati membentuk omentum minus. Lipatan peritoneum yang kelaur dari organ
satu menuju organ lain disebut ligamentum. Pada kurvatura mayor peritoneum terus kebawah
membentuk omentum mayus.
2. Lapisan berotot yang terdiri atas tiga lapis:
serabut

longitudinal,

yang

tidak

dalam

dan

bersambung

dengan

otot

esofagus,

serabut sirkuler yang paling tebal dan terletak di pilorus serta membentuk otot sfingter; dan
berada di bawah lapisan pertama, dan
serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambung dan berjalan dari orifisium kardiak,
kemudian membelok ke bawah melalui kurvatura minor (lengkung kecil).

3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan saluran limfe.
Lapisan mukosa yang terletak di sebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak kerutan atau rugue,
yang hilang bila organ itu mengembang karena berisi makanan.
4. Membran mukosa dilapisi epitelium silindris dan berisi banyak saluran limfe. Semua sel-sel
itu mengeluarkan sekret mukus. Permukaan mukosa ini dilintasi saluran-saluran kecil dari
kelenjar-kelenjar lambung. Semua ini berjalan dari kelenjar lambung tubuler yang bercabangcabang dan lubang-lubang salurannya dilapisi oleh epithelium silinder. Epithelium ini
bersambung dengan permukaan mukosa dari lambung. Epithelium dari bagian kelejar yang
mengeluarkan sekret berubah-ubah dan berbeda-beda di beberapa daerah lambung.
Persarafan dan Aliran Darah Pada Lambung:
Persarafan pada lambung umumnya bersifat otonom. Suplay saraf parasimpatis untuk lambung di
hantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus mencabangkan ramus
gastric, pilorik, hepatic dan seliaka.
Persarafan simpatis melalui saraf splangnikus mayor dan ganglia seliakum. Serabut-serabut
afferent simpatis menghambat pergerakan dan sekresi lambung. Pleksus auerbach dan
submukosa ( meissner ) membentuk persarafan intrinsic dinding lambung dan mengkoordinasi
aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung.
Suplai darah dilambung berasal dari arteri seliaka. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis
adalah arteri duodenalis dan pankreas tikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang
bulbus posterior duodenum. Tukak dinding posterior duodenum dapat mengerosi arteri itu
menyebabkan perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum serta berasal dari pankreas,
limpa dan bagian lain saluran cerna berjalan ke hati melalui vena porta.
Fisiologi Lambung
Secara umum gaster memiliki fungsi motorik dan fungsi pencernaan & sekresi, berikut fungsi
Lambung:

1. Fungsi motorik
Fungsi reservoir
Menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi sedikit dicernakan dan bergerak ke
saluran pencernaan. Menyesuaikan peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan
relaksasi reseptif otot polos yang diperantarai oleh saraf vagus dan dirangsang oelh gastrin.
Fungsi mencampur
Memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan mencampurnya dengan getah
lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi lambung.
Fungsi pengosongan lambung
Diatur oleh pembukaan sfingter pylorus yang dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman,
aktivitas osmotis, keadaan fisisk, emosi, obat-obatan dan kerja. Pengosongan lambung di atur
oleh saraf dan hormonal
2. Fungsi pencernaan dan sekresi
Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL
Sintesis dan pelepasan gastrin. Dipengaruhi oleh protein yang di makan, peregangan antrum,
rangsangan vagus
Sekresi factor intrinsik. Memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus halus bagian distal.
Sekresi mucus. Membentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi sebagai pelumas
sehingga makanan lebih mudah untuk diangkut.
Proses Pencernaan Makanan Di Lambung
1. MEKANIK
Beberapa menit setelah makanan memasuki perut, gerakan peristaltik yang lembut dan berriak
yang disebut gelombang pencampuran (mixing wave) terjadi di perut setiap 15-25 detik.
Gelombang ini merendam makanan dan mencampurnya dengan hasil sekresi kelenjar lambung
dan menguranginya menjadi cairan yang encer yang disebut chyme. Beberapa mixing wave

terjadi di fundus, yang merupakan tempat penyimpanan utama. Makanan berada di fundus
selama satu jam atau lebih tanpa tercampur dengan getah lambung. Selama ini berlangsung,
pencernaan dengan air liur tetap berlanjut.
Selama pencernaan berlangsung di perut, lebih banyak mixing wave yang hebat dimulai dari
tubuh dan makin intensif saat mencapai pilorus. Pyloric spinchter hampir selalu ada tetapi tidak
seluruhnya tertutup. Saat makanan mencapai pilorus, setiap mixing wave menekan sejumlah
kecil kandungan lambung ke duodenum melalui pyloric spinchter. Hampir semua makanan
ditekan kembali ke perut. Gelombang berikutnya mendorong terus dan menekan sedikit lagi
menuju duodenum. Pergerakan ke depan atau belakang (maju/mundur) dari kandungan lambung
bertanggung

jawab

pada

hampir

semua

pencampuran

yang

terjadi

di

perut.

2. KIMIAWI
Prinsip dari aktivitas di perut adalah memulai pencernaan protein. Bagi orang dewasa,
pencernaan terutama dilakukan melalui enzim pepsin. Pepsin memecah ikatan peptide antara
asam amino yang membentuk protein. Rantai protein yang terdiri dari asam amino dipecah
menjadi fragmen yang lebih kecil yang disebut peptide. Pepsin paling efektif di lingkungan yang
sangat asam di perut (pH=2) dan menjadi inaktif di lingkungan yang basa. Pepsin disekresikan
menjadi bentuk inaktif yang disebut pepsinogen, sehingga tidak dapat mencerna protein di sel-sel
zymogenic yang memproduksinya. Pepsinogen tidak akan diubah menjadi pepsin aktif sampai ia
melakukan kontak dengan asam hidroklorik yang disekresikan oleh sel parietal. Kedua, sel-sel
lambung dilindungi oleh mukus basa, khususnya setelah pepsin diaktivasi. Mukus menutupi
mukosa untuk membentuk hambatan antara mukus dengan getah lambung.
Enzim lain dari lambung adalah lipase lambung. Lipase lambung memecah trigliserida rantai
pendek menjadi molekul lemak yang ditemukan dalam susu. Enzim ini beroperasi dengan baik
pada pH 5-6 dan memiliki peranan terbatas pada lambung orang dewasa. Orang dewasa sangat
bergantung pada enzim yang disekresikan oleh pankreas (lipase pankreas) ke dalam usus halus
untuk mencerna lemak. Lambung juga mensekresikan renin yang penting dalam mencerna susu.
Renin dan Ca bereaksi pada susu untuk memproduksi curd. Penggumpalan mencegah terlalu

seringnya lewatnya susu dari lambung menuju ke duodenum (bagian pertama dari usus halus).
Rennin tidak terdapat pada sekresi lambung pada orang dewasa.
Enzim

dan

Hormon

yang

Berperan

dalam

Pencernaan

di

Lambung

1. Hormon Gastrin
Kerja Makna fisiologis
merangsang
merangsang

sekresi
sekresi

asam
factor

merangsang

sekresi

merangsang

peningkatan

dan

pepsin

intrinsic

enzim
aliran

merangsang

pengeluaran

insulin

merangsang

pergerakan

lambung

2.

3.

empedu
&

mempermudah

mempermudah

pancreas
5.

1.

hati

dalam

mempermudah
4.

pencernaan

metabolisme

6.mempermudah

usus

pencernaan

mempermudah

mempermudah
usus

absorpsi

pencernaan

glukosa

pencampuran

mempermudah relaksasi reseptif lambung 7.lambung dapat dengan mudah meningkatkan


volume, tanpa meningkatkan tekanan
meningkatkan tonus istirahat SEB 8. mencegah refluks lambung waktu pencampuran dan
pangadukan
menghambat pengosongan lambung 9. memungkinkan pencampuran seluruh isi lambung
sebelum diteruskan ke usus
2.Enzim pepsin: mengubah protein menjadi pepton
3.Enzim rennin: mengendapkan kasein dalam susu
4.Enzim lipase: memecah lemak menjadi asam lemak
5.HCl: mmbunuh kuman dan mengasamkan makanan
3.

DEFINISI
a. Karsinoma gaster merupakan tumor ganas lambung yang paling banyak tergolong
adenokarsinoma. (Soeparman & Sarwono Waspadji, 1990)
b. Karsinoma gaster merupakan bentuk neoplasma gastrointestinal yang paling sering terjadi dan
menyebabkan sekitar 2,4 % kematian akibat kanker. (Price & Wilson, 1995)

c. Karsinoma gaster adalah gangguan sel gaster yang dalam waktu lama terjadi mutasi sel gaster.
(Sjamsuhidajat & Wim De Jong, 1997)
d. Karsinoma gaster merupakan mutasi sel gaster yang kebanyakan menyerang antrum gaster dan
merupakan kanker adenokarsinoma. (Baughmen & JoAnn, 2000)

4.

ETIOLOGI
Menurut Brunner and Suddarth (2002 : 1078) penyebab tumor gaster dimulai dari gastritis kronis
menjadi atropi dan metaplasia intestinal sampai displasia premaligna, telah diketahui sebagai
prekursor tumor gaster. Sejumlah mekanisme yang mungkin menghubungkan antara H. pylori
dengan tumor gaster. Infeksi yang berlangsung lama menyebabkan atrofi kelenjar dan
menurunnya produksi asam secara bertahap. Menurut Underwood (2000 : 440) yang menjadi
penyebab tumor gaster adalah diet tinggi makanan asap, kurang buah-buahan dan sayuran dapat
meningkatkan risiko terhadap tumor lambung. Faktor lain yang berhubungan dengan insiden
kanker lambung mencakup inflamasi lambung, anemia pernisiosa, aklorhidria, ulkus lambung,
bakteri H. pylori, keturunan dan golongan darah A.

5.

GEJALA KLINIS
Gejala klinis yang ditemui antara lain (Davey, 2005):a.

Anemia, perdarahan samar saluran pencernaan dan mengakibakandefisiensi Fe mungkin


merupakan keluhan utama karsinomagaster yang paling umum.

Penurunan berat badan, sering dijumpai dan menggambarkan penyakit metastasis lanjut.

Muntah, merupakan indikasi akan terjadinya (impending) obstruksi aliran keluar lambung.

Disfagia atau sulit menelan

Nausea atau rasa ingin muntah

Kelemahan

Hematemesis atau muntah darah

Regurgitasi
Regurgitasi adalah keluarnya kembali sebagian susu/ cairan yang telah ditelan melalui mulut
dan tanpa paksaan, beberapa saat setelah minum susu/air.

Mudah kenyang

Asites perut membesar

Kram abdomen

Darah yang nyata atau samar dalam tinja

Pasien mengeluh rasa tidak enak pada perut terutama sehabismakan

6.

FAKTOR RESIKO
a)

Diet. Kanker gaster telah dihubungkan dengan daging merah, cabai, merica, ikan, makanan
yang diasamkan, diasinkan, diasapkan, diet tinggi karbohidrat, rendahnya konsumsi lemak,
protein dan vitamin A, C, dan E. Makanan yang diasamkan, diasinkan, diasapkan merupakan
faktor resiko probable kanker gaster menurut panel ahli WHO/FAO,3,4,6,7 efek karsinogenik
dari makanan yang diasamkan, diasinkan, diasapkan dikarenakan tingginya kandungan garam
dan nitrat. Pada penelitian dengan menggunakan hewan, terlihat adanya efek karsinogenik dari
N-nitroso compounds (N=-nitro-N-nitrosoguanidine), Nitrat dirubah mejadi carcinogenic nitrite
compounds pada gaster.4Sedangkan diet selenium, zinc, cooper, besi, dan mangan dihubungkan
dengan rendahnya resiko kanker gaster.3,6,7Gastric bacteria (lebih sering terdapat pada gaster
yang achlorhydric pada pasien dengan atrophic gastritis) merubah nitrate menjadi nitrite, yaitu
sebuah karsinogen.3,7 Menurunnya konsumsi dari makanan tinggi nitrat terlihat sebagai
penyebab menurunnya kanker gaster pada utara US dan Eropa barat.4,7

b)

Infeksi. pada tahun 1982, Marshall dan Warren mengisolasi H.pylori untuk pertama kali dari
biopsi epitel gaster. Peranan H.pylori dalam menginisiasi cedera mukosa dan terjadinya gastritis
atropik kronis telah diketahui dengan baik. Pada pasien yang menjalani reseksi karena kanker
gaster tipe intestinal, teridentifikasi H.pylori pada jaringan nonkanker pada hampir 90% pasien,
bila dibandingkan dengan 32% kanker gaster tipe difuse.3,6 Beberapa penelitian juga
melaporkan hubungan yang signifikan antara infeksi H.pylori dan kanker gaster, terutama kanker
gaster distal. Pembentukan kanker gaster berhubungan dengan meningkatnya level antibody
immunoglobulin G dan paling tinggi ketika interval antara infeksi H.pylori dan diagnosis kanker
gaster lebih dari 10 tahun. Peneliti lainnya juga menemukan tingginya infeksi H.pylori pada
pasien dengan kanker gaster tipe intestinal namun tidak pada kanker gaster tipe difuse. Meskipun
H.pylori di perhitungkan oleh World Health Organization (WHO) sebagai carcinogen kelas 1,3,5

c)

Herediter dan Ras. African, Asian, dan Hispanic Americans mempunyai resiko yang tinggi
untuk menderita kanker gaster bila dibandingkan dengan orang kulit putih. Pola histologi difuse
terlihat predominan pada keluarga dengan beberapa anggota keluarga yang terkena
kanker.6 munculnya kanker gaster yang tersebar pada kerabat terdekat memperlihatkan bahwa
terdapat kemungkinan genetik untuk terjadinya kanker gaster, dengan insiden berkisar 1%-15%
dari semua kanker gaster. Contohnya adalah pada keluarga Bonaparte, napoleon, ayahnya dan
kakeknya meninggal dikarenakan kanker gaster. Kanker gaster juga muncul pada anggota
keluarga yang terdiagnosa denganhereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) dan LiFraumeni syndrome.3 Berbagai varian dari abnormalitas genetik telah dideskripsikan, dimana
kebanyakan kanker gaster bersifat aneuploid. Abnormalitas genetik yang paling sering terlibat
pada kanker gaster adalah pada gen p53 dan COX-2. Lebih dari dua pertiga kanker gaster
mempunyaideletion atau suppression dari tumor supresor gen p53. Dan dengan proporsi yang
sama pada overexpression genCOX-2. Pada kolon, tumor dengan upregulation gen COX-2
mempunyai apoptosis yang tersupresi, lebih angiogenesis dan potensial metastase yang tinggi.
Kanker gaster yang overexpress terhadap gen COX-2 terlihat lebih agresif.7Familial gastric
cancer telah diidentifikasikan dan berhubungan dengan mutasi gen E-cadherin, seperti yang
terlihat pada keluarga Bonapartes. Adanya mutasi gen e-cadherin menyebabkan resiko untuk
menderita kanker gaster sebesar6090%.5

d)

Anemia pernisiosa. Anemia pernisiosa membawa resiko relatif yang meningkat sebesar 3
sampai 18 kali untuk menderita kanker gaster pada populasi secara umum pada penelitian
retrospektif. Meskipun terdapat beberapa kontroversi pada penemuan ini, namun follow-up
dengan menggunakan endoscopy telah secara umum disarankan pada pasien yang memiliki
penyakit anemia pernisiosa.3,6

e)

Reseksi gaster sebelumnya. Gastric stump adenocarcinomas, yang muncul dengan periode
latensi 15-20 tahun, seringkali muncul pada pasien setelah pembedahan untuk penyakit ulkus
peptikum, terutama mereka yang memiliki hypochlorhydria dan reflux dari alkaline bile. Kanker
ini berhubungan dengan dysplasia mukosa gaster, meningkatnya level gastrin, dan memiliki
prognosis yang buruk.6 pada tahun 1922 Balfour mengamati hubungan antara pembentukan
kanker gaster pada benign disease yang sebelumnya dilakukan gastrectomy partial. Kanker
gaster stump muncul pada kurang dari 5 tahun setelah gastrectomy partial untuk membedakan
kanker gaster stump de novo dari tumor yang rekuren secara lokal yang tak diketahui pada saat
pembedahan pertama kali. Dua metaanalisis juga membenarkan adanya peningkatan resiko
kanker gaster stump pada pasien yang telah menjalani partial gastrectomy. Peningkatan resiko ini
terlihat hanya setelah setidaknya periode latensi 15 tahun, dan sedikit lebih tinggi insidennya
pada wanita. Tipe dari rekonstruksi pembedahan tidak terlihat sebagai resiko relatif untuk
pembentukan kanker gaster stump. Baas et al membandingkan 26 kanker stump dengan 24
kanker konvensional dimana virus Epstein-Barr positif pada 9 kankerstump dan positif pada 2
kanker yang belum pernah menjalani pembedahan sebelumnya, hal ini memperlihatkan
perbedaan etiologi pada kanker stump dan gaster yang intak sebelumnya.3

f)

Dysplasia mukosa gaster grade I sampai III, dimana grade III menunjukkan diferensiasi sel
yang luas dan meningkatnya mitosis. Penemuan dari dysplasia high-grade oleh patologis yang
berpengalaman pada dua biopsy yang berbeda telah dipertimbangkan sebagai marker untuk
terjadinya kanker gaster. Intestinal metaplasia, yaitu penggantian epitel glandular gaster dengan
mukosa intestinal telah dihubungkan dengan kanker gaster tipe intestinal. Resiko munculnya
kanker terlihat sebanding dengan luasnya metaplasia mukosa.3,6 kanker gaster seringkali muncul
pada area intestinal metaplasia. Lebih jauh lagi, resiko kanker gaster sebanding dengan luasnya
intestinal metaplasia dari mukosa gaster.7

g)

Polip gaster. Setidaknya setengah dari polip adenomatous menunjukkan perubahan


carcinomatous pada beberapa penelitian. Pasien dengan familial adenomatous polyposis (FAP)
memiliki insiden yang tinggi dari kanker gaster sekitar 50%, dan sepuluh kali lebih sering untuk
membenttuk adenocarcinoma.7 Pasien dengan polip adenomatous atau FAP hasrus menjalani
endoscopi surveillance.6 Terdapat lima tipe dari polip epithelial gaster: inflammatory,
hamartomatous, heterotopic, hyperplastic, dan adenoma. Tiga jenis pertama mempunyai
kemungkinan kecil untuk terjadinya malignansi. Adenomas dapat membentuk karsinoma, dan
harus diangkat ketika terdiagnosa. Secara kebetulan,hyperplastic polyps (> 75% dari semua polip
gaster) tidak terlihat potensial malignansi,6 namun dapat manjadi karsinoma dengan insiden
<2%.7

h)

Gastritis kronik. Chronic atrophic gastritis merupakan precursor paling sering untuk kanker
gaster, terutama pada tipe intestinal. Pada penelitian di Jepang, 95% pasien dengan kanker gaster
dini mempunyai atrophic gastritis, dan pada penelitian lainnya resiko untuk membentuk kanker
gaster sebesar 20% ketika gastritis berat melibatkan antrum, dan 5% ketika gastritis
melibatkan body gaster. Prevalensi atrophic gastritis tinggi pada usia lanjut, tetapi pada daerah
dengan insiden yang tinggi dari kanker gaster, kondisi ini juga ditemui pada usia muda. Correa
mendeskripsikan tiga pola chronic atrophic gastritis, yaitu autoimmune (melibatkan gaster
bagian proksimal), hypersecretory (melibatkan distal gaster),dan environmental (melibatkan area
multiple
pada junction dari oxyntic dan antral mukosa).6,7 PadaMntriers
disease (hipertropik gastritis) juga telah diobservasi adanya peningkatan insiden dari kanker
gaster.6

i)

Faktor resiko lainnya. Kanker gaster juga sering terjadi orang dengan golongan darah A, dan
juga dengan sosioekonomi rendah.6 Pemakaian tembakau terlihat meningkatkan resiko kanker
gaster,7 Pada tahun 1997, Tredaniel et al menelaah berbagai penelitian cohort dan case-control,
dan menemukan adanya hubungan antara kanker gaster dengan merokok, 11% dari semua kanker
gaster berhubungan dengan merokok. Gammon et al juga memperlihatkan adanya resiko
adenokarsinoma gaster pada perokok.4 dan penggunaan alkohol tidak mempunyai efek resiko

terhadap kanker gaster,7 pada penelitian case-control oleh Gammon et al tidak menunjukkan
adanya hubungan antara konsumsi alkohol dengan kanker gaster.4
7.

KLASIFIKASI

Menurut klasifikasi Bormann dapat dibagi atas :


1. Bormann I.
Bentuknya berupa polipoid karsinoma yang sering juga disebut sebagai fungating dan mukosa di
sekitar tumor atropik dan iregular.
2. Bormann II
Merupakan Non Infiltrating Carsinomatous Ulcer dengan tepi ulkus serta mukosa sekitarnya
menonjol dan disertai nodular. Dasar ulkus terlihat nekrotik dengan warna kecoklatan, keabuan
dan merah kehitaman. Mukosa sekitar ulkus tampak sangat hiperemik.
3. Bormann III.
Berupa infiltrating Carsinomatous type, tidak terlihat bats tegas pada dinding dan infiltrasi difus
pada seluruh mukosa.
4. Bormann IV.
Berupa bentuk diffuse Infiltrating type, tidak terlihat batas tegas pada dinding dan infiltrasi difus
pada seluruh mukosa
8.

PATOFISIOLOGI

Kanker dapat terjadi pada semua bagian lambung tetapi lebih sering ditemukan pada sepertiga
distal. Kebanyakan kanker-kanker lambung adalah adeno karsinoma dan terjadi dalam bentukbentuk polypoid, ulseratif atau infiltratif. Bentuk ulseratif merupakan bentuk yang paling sering
terjadi dan mungkin menampakkan gejala-gejala semacam ulkus peptikum, yang karenanya
sering kali memperlambat diagnosis dan mendorong pasien untuk mengobati sendiri.
Tumbuhnya kanker pada pintu masuk atau pintu keluar lambung dapat menimbulkan tanda-tanda
obstruksi esofagus dan pilorus (nyeri ulu hati dan cepat kenyang). Pada umumnya bagaimanapun
tanda-tanda awal dari kanker lambung tersebut tidaklah nampak. Kanker lambung dapat

menyebar secara langsung melalui dinding lambung jaringan-jaringan yang berdekatan, ke


pembuluh limfe, ke kelenjar limfe regional di lambung, ke organ-organ perut lain dan cenderung
menyebar ke arah intraperitoneal. Prognosis tergantung pada dalamnya invasi dan tingkatan
metastasis (Barbara C. Long, 1996 : 217).
9.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Tumor marker
Level serum Carcinoembryonic antigen (CEA) dan CA 19-9 seringkali meningkat pada pasien
dengan kanker gaster stadium lanjut. Tetapi hanya sekitar sepertiga dari pasien yang memiliki
nilai abnormal dari CEA dan/atau CA19-9.4Manggabungkan CEA dengan marker lainnya,
seperti sialylated Lewis antigens CA19-9 atau CA50, dapat meningkatkan sensitifitas
CEA. 3 Sensitifitas dari CEA rendah dan ketika nilainya meningkat, levelnya tidak berhubungan
dengan stadium yang ada, dikarenakan rendahnya sensitifitas dan spesifitas, marker ini tidak
mempunyai peranan sebagaiscreening test pada pasien resiko tinggi.3,4 Tumor-associated
glycoprotein antigen, TAG-72 (CA 72-4 assay), dapat berguna sebagai tumor marker post
reseksi, pada sebuah penelitian CA 72-4 memperlihatkan spesifitas 40% 50% dan sensitifitas
100%. Gen E-cadherin, yang didapatkan pada bentuk familial dari kanker gaster, mungkin sangat
berguna sebagai marker genetik pada penyakit yang rekuren, dengan sensitifitas 59% dan
spesifitas 75%. Vascular endothelial growth factor (VEGF) juga telah diajukan sebagai marker
post operatif. Nilai serum VEGF yang lebih besar dari 533 pg/mL ditemukan sebagai faktor
independen untuk cancer-specific survival. Tidak terdapat tes laboratorium tunggal yang dapat
mendeteksi adanya kanker gaster rekuren. Tehnik terbaru sedang diteliti untuk mendeteksi
individu dengan resiko tinggi kanker gaster berdasarkan komposisi genetik. Tehnologi ini
termasuk cDNA microarray, serial analysis of gene expression (SAGE), differential display,
dan subtractive hydridization.
Upper Gastrointestinal Barium Examination (UGI)
The upper gastrointestinal barium examination (UGI) merupakan modalitas primer untuk
mendeteksi kanker gaster. Meskipun endoscopy memiliki kelebihan dibandingkan UGI, namun
UGI tetap menjadi pemeriksaan diagnostik yang sering digunakan karena kurang invasif, tidak

membutuhkan sedasi, dan biaya yang rendah. Sebagai tambahan neoplasma gaster kadangkala
merupakan temuan yang tak disengaja ketika dilakukan pemeriksaan UGI untuk gejala yang
tidak spesifik atau untuk evaluasi dari esophagus atau usus halus. 4
Pemeriksaan double-contrast merupakan tehnik radiologis tunggal yang paling baik untuk
mendiagnosa kanker gaster dini (gambar 15). Pada penelitian 80 pasien dengan kanker gaster,
pemeriksaan double-contrast dapat mendeteksi 99% pasien dengan kanker gaster. Pemeriksaan
tunggal single-contrast hanya mempunyai nilai sensitifitas sebesar 75% dalam mendiagnosa
kanker gaster. Tipe morfologi yang dideskripsikan oleh the Japan Research Society of Gastric
Cancer, kanker gaster dini dapat terdeteksi pada UGI sebagai polip kecil (type I), lesi superficial
dengan elevasi minimal (type IIa), atau flat (type IIb), depresi ringan (type IIc), atau shallow
ulcers (type III) (gambar 16).
Kanker gaster tingkat lanjut dapat berbentuk massa polypoid, ulserasi, atau proses infiltratif
(linitis plastica pattern) (gambar 17). Ulserasi merupakan penemuan yang sering terdapat pada
pemeriksaan UGI. Bagaimanapun juga hanya 3% sampai 5% dari kanker gaster yang berupa
kondisi malignant. Terdapat beberapa keterbatasan dari UGI, yaitu interpretasi dari UGI
bergantung pada kemampuan operator, keakuratan diagnostik untuk deteksi dini dari kanker
lebih besar pada Negara yang mempunyai program screening berskala besar seperti Jepang, bila
dibandingkan dengan Amerika Serikat. Sensitifitas juga tampaknya menurun jika digunakan
pada pasien postgastrectomy dikarenakan gangguan anatomis akibat rekonstruksi pembedahan.
Computed Tomography
Computed tomography scanning (CT-scan) menyediakan informasi yang penting dalam rencana
pelaksanaan pasien dengan kanker gaster. CT-scan dapat memberikan informasi mengenai tumor
primer, mendeteksi lymphadenopathy, dan memprediksi invasi dari organ di sekitarnya, dengan
beberapa keterbatasan. CT-scan merupakan pemeriksaan tunggal non invasif yang dapat
mendeteksi adanya metastase. Evaluasi keterlibatan tumor intramural dan ekstensi pada dinding
gaster sangat penting untuk perencanaan terapi. Tehnik CT standar sangat lemah dalam
mengevaluasi gaster. Ketebalan dinding gaster sulit untuk dinilai tanpa adanya distensi dari
gaster dan bagian dari dinding gaster yang coplanar dengan sudut axial scan (terutama regio
cardiac gaster) dapat terlihat menipis. Penampakan pseudomass dari gastroesophageal (GE)

junction pada CT-scan standar berkisar 23% dari 100 pasien dengan GE junctions yang normal.
Pada penelitian yang membandingkan antara EUS dan CT-scan didapatkan keakuratan penetrasi
tumor berkisar 92% untuk EUS bila dibandingkan 42% untuk CT-scan. Berbagai tehnik telah
berkembang dalam 15 tahun terakhir dan perbedaan tersebut menjadi menipis. Pada penelitian
yang terbaru, keakuratan CT-scan sebesar 76% bila dibandingkan dengan EUS sebesar 86%.
Distensi gaster dapat dicapai dengan memasukkan air (300 sampai 800 mL) sangat penting untuk
penilaian yang akurat dari ketebalan dinding gaster.4
CT scan dari thorax, abdomen, dan pelvis berguna untuk menentukan penyebaran lateral dari
tumor dan adanya metastase secara sistemik. Bagaimanapun juga, lebih dari 50% pasien
menunjukkan penyebaran tumor yang lebih luas dari yang diperlihatkan oleh CT pada
saat laparotomy. Dengan menggunakan metode terbaru triphasic spiral CT scanning, dapat
memprediksi lebih tepat tumor dengan ukuran yang kecil dan memprediksikan stadium T. Takao
et al melaporkan keakuratan dari spiral CT sebesar 82% untuk menentukan stadium T pada
kanker gaster tingkat lanjut dan 15% pada kanker gaster dini. Beberapa pusat kesehatan di eropa
telah menggunakan metode ini, dan tanpa metode ini, keakuratan dari stadium T secara umum
sangat rendah.3
Keakuratan CT-scan untuk menilai keterlibatan kanker gaster mempunyai nilai yang terbatas.
Keterbatasan ini dikarenakan ukuran kelenjar limfe tetap menjadi kriteria diagnostik primer
untuk menentukan keterlibatan tumor. Nilai batas normal kelenjar limfe adalah 8 sampai 10 mm,
tetapi meastase dapat ditemukan pada kelenjar limfe yang berukuran lebih kecil dari 8 mm. pada
penelitian pada 58 pasien kanker gaster dan 1082 sampel kelenjar limfe, kanker ditemukan pada
82.6% kelenjar limfe yang berukuran lebih dari 14 mm, 23.0% berukuran 10 sampai 14 mm,
21.7% berukuran 5 sampai 9 mm, dan 5.1% berukuran kurang dari 5 mm. Pada penelitian oleh
Dux et al juga didapatkan bahwa mayoritas kelenjar limfe metastase berukuran antara 2 dan 10
mm. Halvorsen et al melaporkan sensitivitas sebesar 67% dan spesifitas sebesar 61% pada
penelitian kelenjar limfe metastase pada 75 pasien dengan kanker gaster. Metastase secara
hematogenous paling sering terjadi pada hepar, paru-paru, dan kelenjar adrenal, dapat juga pada
tulang, ginjal dan otak. CT-scan tetap menjadi modalitas untuk mendeteksi penyakit metastase.

Positron Emission Tomography


Penggunaan Positron Emission Tomography (PET) pada pasien kanker gaster adalah dalam
menentukan stadium, mendetteksi rekurensi, menentukan prognosis, dan menentukan respon
terapi. Kelebihan PET dibandingkan CT adalah mengenai resolusi kontras yang lebih besar.
Contohnya PET dapat mendeteksi metastase kelenjar limfe sebelum adanya pembesaran kelenjar
limfe pada CT-scan. Keterbatasan dari PET adalah rendahnya sensitivitas untuk lesi yang
berukuran kecil dan hasil false-positive dari proses infeksi dan inflamasi. Sebagai tambahan,
PET relatif lebih mahal bila dibandingkan pemeriksaan lainnya. PET telah dilaporkan memiliki
sensitivitas yang rendah dalam mendeteksi tumorsignet-ring cell dan mucinous. Meskipun PET
tidak mempunyai peranan dalam mendeteksi kanker gaster primer. Mayoritas (60% sampai 96%)
neoplasma gaster primer. PET mempunyai nilai potensial dalam menentukan stadium dari kanker
gaster. Yoshioka et al melaporkan sensitivitas sebesar 71% dan spesifitas sebesar 74% pada 42
pasien dengan kanker gaster stadium lanjut, dan sensitivitas untuk mendeteksi metastase kelenjar
limfe bervariasi dari 23 sampai 73%. Nilai utama PET dalam mendeteksi metastase kelenjar
limfe terutama karena spesifitasnya yang tinggi, sebesar 78% sampai 96%.
Keakuratan dari PET dan CT untuk mendeteksi kelenjar limfe lokal dan distant tidak berbeda
jauh. Meskipun CT lebih sensitif daripada PET untuk mendeteksi metastase kelenjar limfe pada
N1 dan N2, PET lebih bersifat spesifik. PET lebih sensitif dalam mendeteksi metastase pada
organ seperti hepar dan paru-paru, tetapi tidak untuk metastase tulang, peritoneal dan pleural. De
Potter et al mengevaluasi 33 pasien untuk rekurensi setelah terapi pembedahan kuratif, PET
mempunyai sensitivitas sebesar 70% dan spesifitas sebesar 69%. PET scan yang bernilai negatif
berhubungan dengan survival yang lebih panjang secara signifikan bila dibandingkan dengan
PET scan positif. PET juga memiliki nilai dalam memprediksi respon dari kemoterapi preoperatif
pada kanker gaster. Ott et al melakukan penelitian prospektif pada 44 pasien dengan kanker
gaster stadium lanjut, didapatkan respon dari PET setelah 14 hari terapi memprediksikan respon
histopatologi 3 bulan setelah terapi dan berhubungan dengan tingkat survival.
Fluorodeoxyglucose (FDG) positron emission tomography (PET) seluruh tubuh, penggunaannya
telah meningkat dalam evaluasi gastrointestinal malignancies. The positron-emitting 18F-labeled
analogue dari 2-deoxyglucose, 2-[18F]-fluoro-2-deoxyglucose dimasukkan kedalam sel dengan
menggunakan perantara hexose tipe I atau II. Ketika didalam sel, analog tersebut di fosforilasi

menjadi FDG-6-phosphate, dimana kebanyakan jaringan tumor tidak memetabolisasi lebih


jauh. 3 Uptake yang besar dari FDG berhubungan dengan dalamnya invasi, ukuran tumor, dan
metastase kelenjar limfe. Tingkat survival pasien dengan uptake FDG yang tinggi secara
signifikan lebih rendah dari pasien dengan uptake FDG yang rendah. Bagaimanapun juga derajat
uptake tumor primer berhubungan dengan histologi tumor dan tumor dengan prognosis yang
buruk dapat mempunyai uptake FDG yang rendah. Secara umum, signet-ring cell danmucinous
carcinomas mempunyai

uptake

FDG

yang

rendah. 4 Beberapa

penelitian

telah

mendokumentasikan lokasi tumor kolorektal dan hepatic yang rekuren, dengan sensitivitas
bervariasi dari 92-100% dan akurasi sebesar 90-96%. Penelitian pada kanker esophageal
memperlihatkan bahwa PET dapat mendeteksi 20% dari metastase yang tidak dapat terlihat oleh
CT. Penelitian pada kanker gaster dengan menggunakan FDG-PET, terlihat memiliki sensitifitas
60%, spesifitas 100%, dan keakuratan sebesar 94% dalam mengidentifikasi kanker gaster.
Laparoscopy
Pengenalan dari fiberoptic, video-assisted laparoscopy pada awal 1980 memberikan makna
untuk penilaian secara langsung dari abdominal cavity tanpa morbiditas dari laparotomy. Studi
komparatif yang membandingkan CT dan laparoscopy telah secara konsisten menunjukkan
bahwa laparoscopy memberikan informasi tambahan yang tidak dapat terlihat pada pemeriksaan
CT-scan. Pada sebuah penelitian mengenai kanker gaster, laparoscopy memiliki keakuratan
sebesar 94% ketika dibandingkan terhadap penemuan pada saat laparotomy. Kebanyakan yang
tidak terdeteksi dengan menggunakan CT-scan adalah metastase pada peritoneal. Tingkat
keakuratan metode ini untuk mendiagnosa stadium M1 berkisar 13% sampai 37%.3 Laparoscopy
memegang peranan penting sebagai panduan terapi pasien yang tepat untuk dapat dilakukan
reseksi. pada tahun 1995 Shandall dan Johnson melaporkan bahwa penggunaan rutin laparoskopi
menghasilkan deteksi dari metastase pada hepar atau peritoneum dan menghindari dilakukannya
laparotomi pada 29% pasien. Penelitian lainnya juga mengkonfirmasi hal ini, dimana 12%
sampai 52% pasien dirasakan tepat untuk dilakukan reseksi gaster terhindar dari laparotomi
dikarenakan ditemukannya metastase pada saat laparoskopi. Burke et al menyebutkan bahwa
laparoskopi memiliki sensitivitas sebesar 100% sensitivity dan 84% spesifitas. Dengan adanya
tehnik terbaru laparoscopic ultrasound, stadium N dapat ditentukan dengan laparoskopi, namun
sayangnya dibutuhkan operator yang ahli. Finch et al mengindikasikan laparoscopic

ultrasound mempunyai keakuratan sebesar 84%dalam menentukan stadum kanker esophageal.


Dikarenakan

pentingnya

dari

laparoskopi

dalam

menentukan

stadium, the

National

Comprehensive Cancer Network (NCCN) merekomendasikan pasien dengan kanker gaster


dengan locoregional disease (M0) menjalani laparoskopi untuk manajemen lebih jauh.
Laparoskopi tidak hanya terbatas pada pasien yang resectable. Penentuan stadium yang akurat
pada

pasien

yang unresectable dapat

membantu

menentukan

keuntungan

dari

terapi chemoradiation, dikarenakan radiasi mungkin tidak tepat pada pasien yang memiliki
metastase. Laparoskopi tidak diperlukan pada lesi T1 atau T2 dimana insiden metastsenya
rendah. Lebih jauh lagi, laparoskopi tidak diindikasikan sebagai evaluasi preoperatif pada pasien
dengan gastric remnant cancers, dikarenakan cenderung tidak terjadi metastase peritoneal.
Endoscopy
Endoscopy saluran cerna bagian atas telah digunakan secara rutin untuk mendiagnosa dan
menentukan stadium dari kanker gaster. Beberapa laporan telah menunjukkan keakuratan
diagnostik lebih dari 95%. Evaluasi termasuk ukuran, lokasi, dan morfologi dari tumor, termasuk
penyebaran proksimal dan distal, sebagaimana juga abnormalitas mukosa. Penurunan
distensibilitas dari gaster, aktifitas peristaltik yang abnormal, dan fungsi pylorus yang abnormal
dapat mengindikasikan adanya infiltrasi submukosal yang luas atau penyebaran extramural dari
tumor. Kemungkinan mendapatkan hasil yang positif pada biopsi lebih besar dari 95% ketika
sampel jaringan diambil sebanyak enam sampai sepuluh buah. Mengidentifikasi iregularitas dari
mukosa biasanya berhubungan dengan gastritis-like carcinomas dini yang bisa diperjelas dengan
menggunakan cairan vital dyes, seperti 0.1% indigocalmin. Tehnik ini telah digunakan secara
luas di jepang dengan tingkat keberhasilan yang baik.
10.

PENATALAKSANAAN

Pembedahan dilakukan dengan maksud kuratif dan paliatif. Untuk tujuan kuratif dilakukan
operasi radikal yaitu gastrektomi (subtotal atau total) dengan mengangkat kelejar limf regional
dan organ lain yang terkena. Sedangkan untuk tujuan paliatif hanya dilakukan pengangkatan
tumor yang perforasi atau berdarah atau mungkin hanya sekedar membuat jalan pintas lambung.

Kemoterapi diberikan untuk kasus yang tidak dapat direseksi atau dioperasi tidak radikal.
Kombinai sitostatik memberikan perbaikan 30-40% untuk 2-4 bulan (5 FU, adriamisin dan
mitromisin).
11.

PROGNOSIS

5-year survival untuk adenocarcinoma gaster telah meningkat dari 15 sampai 22% di Amerika
Serikat pada 25 tahun terakhir. Survival bergantung pada stadium pathologis (stadium TNM) dan
derajat dari diferensiasi tumor. 7 Indikator prognostik yang paling penting pada kanker gaster
secara histologis, yaitu keterlibatan kelenjar limfe dan dalamnya invasi tumor. Grading tumor,
yaitu well, moderately, atau poorly differentiated juga merupakan faktor prognostik yang
penting. 7 Sangat penting untuk menekankan bahwa terdapat hubungan antara kedalaman invasi
tumor (stadium T) dengan keterlibatan kelenjar limfe (stadium N). Stadium T tingkat lanjut
memprediksikan meningkatnya stadium N. pada penelitian di Jepang menganalisis bahwa hanya
7% dari pasien yang menderita obesitas. Obesitas terlihat berhubungan dengan tingginya infeksi,
meningkatnya kehilangan darah, dan lamanya rawat inap di rumah sakit, tetapi tidak ada
perbedaan

dalam

tingkat long-term

survival.

Faktor

lainnya

yang

berhubungan

dengan survival termasuk usia, dimana pasien yang berusia dibawah 65 tahun memiliki
mortalitas 3.5% dan 5-year survival berkisar 62% dan pasien yang berusia lebih dari 80 tahun
memiliki mortalitas sebesar 15.2% dan tingkat 5-year survival sebesar 22%. Data penelitian
Zinner MJ5 didapatkan bahwa tingkat mortalitas pasien yang berusia kurang dari 65 tahun
sebesar 5%; usia 6575 tahun sebesar 2%; dan usia lebih dari 75 tahun sebesar 8%.5
12.

EPIDEMIOLOGI

Insiden Kanker lambung di Indonesia berdasarkan penelitian denganmelakukan pemeriksaan


endoskopi saluran cerna bagian atas (SCBA ) dandiperkuat dengan pemeriksaan histopatologi,
sejak Januari 2000 Desember 2004 di Rumah Sakit Pendidikan Akademis Jaury Jusuf Putra
dan RumahSakit Pendidikan Wahidin Sudirohusodo Makassar dicatat 30 orang terkenakanker
lambung. Kejadian karsinoma lambung pada laki- laki lebih banyak dibandingkan perempuan.
Angka kejadian teringgi pada umur 50-59 tahun.Keluhan yang terbanyak adalah nyeri
epigastrium, pemeriksaan histopatologiumumnya jenis adenokarsinoma, gambaran endoskopi
sesuai klasifikasiBorrmann III dengan lokasi terbanyak pada daerah antrum ( Rasyid, 2005)

13.

KOMPLIKASI

a. Hepatomegali
Hepatomegali terjadi sebagai akibat dari metastase sel gaster ke hepar sehingga menyebabkan
terjadinya hepatomegali.
b. Limfonodi Virchow
Limfonodi Virchow atau kelenjar limfe supraklavikuler kiri yang membesar menunjukkan
penyakit yang lanjut dan sudah menyebar/metastase ke kelenjar limfe.
c. Ikterus Obstruktiva
Ikterus obstruktiva terjadi sebagai akibat dari metastase sel gaster ke porta hepatik.
14.

ASKEP

ASUHAN KEPERAWATAN CARSINOMA GASTER


A.

PENGKAJIAN
Pengkajian data dasar meliputi :
1.

Riwayat atau adanya faktor resiko : aklorhidria atau anemia pernisiosa, riwayat ulkus gastrik

2.

Pemeriksaan fisik berdasarkan pada survei dapat menunjukkan :


Keluhan awal dari perasaan tak enak karena rasa penuh dan ketidaknyamanan setelah makan.
Pasien sering menginterpretasikan gejala ini sebagai kacau lambung dan menggunakan obat di
rumah dan antasida, yang memberi penghilangan sementara.

3.

Pemeriksaan diagnostik

Seri GI atas menunjukkan massa padat

Scan CT abdomen menunjukkan massa padat

Pemeriksaan endoskopi memberi visualisasi langsung terhadap lesi dan memungkinkan


pengambilan spesimen untuk biopsi dan pemeriksaan sitologi

JDL menunjukkan anemia (hb, hmt, dan jumlah sel darah di bawah normal)

4.

Kaji perasaaan dan masalah pasien dan orang terdekat tentang penyakit.

5. Kaji pemahaman pasien dan orang terdekat tentang penyakit, pemeriksaan diagnostik, dan
tindakan.

TAN
1.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

2.

Nyeri berhubungan dengan distensi gastrik dari tumor lambung.

3.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia dan malnutrisi sekunder terhadap kanker
lambung.
C. RENCANA KEPERAWATAN
Rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat
mengenai rencana tindakan yang dilakukan terhadap klien sesui dengan kebutuhannya
berdasarkan diagnosa keperawatan.
Diagnosa Keperawatan I : perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
Tujuan : klien dapat mempertahankan masukan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
dibuktikan dengan terpeliharanya berat badan normal
Intervensi :

1.

Dorong pemberian makan sedikit dan sering dengan makanan yang tidak mengiritasi untuk
menurunkan iritasi lambung

2. Berikan diet saring tinggi kalori, protein, vitamin, dan mineral. Anjurkan penggunaan suplemen
makanan enteral (sustacal, ensure) bila masukan diet kurang dari 50%
Rasional : makanan pedas adalah iritan lambung. Sel-sel kanker dengan cepat membelah
mengakibatkan laju katabolisme (pengrusakan jaringan) lebih besar daripada laju anabolisme
(pembangunan jaringan). Diet karbohidrat tinggi menimbulkan efek penggunaan protein pada
adanya keseimbangan nitrogen (protein) negatif.
3.

Berikan vitamin B12 parenteral secara pasti bila gastrektomi total dilakukan.

4.

Pantau kecepatan dan frekuensi terapi intravena

5.

Catat masukan, haluaran dan berat badan setiap hari.

6. Kaji tanda-tanda dehidrasi (haus, membran mukosa kering, turgor kulit buruk, dan takikardia)
7. Tinjau ulang pemeriksaan laboratorium harian untuk memperhatikan adanya abnormalitas
metabolik (Na, K, glukosa, nitrogen, dan urea darah)
8.

Kolaborasi dengan medik untuk pemberian antiemetik sesuai dengan ketentuan.


Rasional : mual menambah anoreksia

9.

Berikan sedikitnya 2500 ml cairan setiap hari


Rasional : untuk melindungi dari dehidrasi.
Diagnosa Keperawatan 2 : Nyeri berhubungan dengan distensi gastrik dari tumor lambung
Tujuan : mendemonstrasikan nyeri hilang dari ketidaknyamanan.
Kriteria evaluasi :

Melaporkan nyeri berkurang

Tak ada merintih

Ekspresi wajah relaks.


Intervensi :

1.

Anjurkan periode istirahat


Rasional : jaringan memerlukan oksigen lebih sedikit selama periode istirahat karena lebih
sedikit energi diperlukan. Juga sekresi gastrik lebih sedikit selama istirahat.

2.

Anjurkan masukan anam kali porsi kecil sehari sebagai ganti makan porsi besar tiga kali
Rasional : kelebihan masukan makanan menyebabkan distensi gsatrik, yang menimbulkan nyeri
lambung.

3.

Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian analgetik


Diagnosa Keperawatan 3 : intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia dan malnutrisi
sekunder terhadap kanker lambung
Tujuan : mendemonstrasikan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
Kriteria evaluasi :

Keluhan kelelahan dan kelemahan berkurang bila melakukan aktivitas.


Intervensi :

1.

Pantau : warna dan konsistensi feses; tanda vital setiap 4 jam; respon terhadap aktivitas fisik
(frekuensi pernapasan).
Rasional : untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan dari hasil yang diharapkan.

2.

Berikan bantuan pada aktivitas sesuai kebutuhan. Rencanakan periode istirahat selama siang
hari.
Rasional : istirahat mengurangi penggunaan energi.

3.

Berikan pengobatan yang diprogramkan terhadap anemia (suplemen besi atau transfusi darah).

Rasional : besi diperlukan untuk eritropoeisis normal. Darah lengkap dapat diberikan bila
hemoragi masif terjadi. SDM kemasan dapat diberikan untuk mengganti kehilangan sel darah bil
avolume cairan adekuat.
4.

Lakukan pemeriksaan dengan hematest pada semua feses bila gelap. Konsul dokter bila feses
menunjukkan guaiak positif.
Rasional : feses hitam, seperti ter menunjukkan perdarahan GI, menunjukkan tes guaiak positif.

15.

ASPEK LEGAL ETIS

Autonomy (penentu pilihan)


Perawat yang mengikuti prinsip autonomi menghargai hak klien untuk mengambil keputusan
sendiri. Dengan menghargai hak autonomi berarti perawat menyadari keunikan induvidu secara
holistik.
Non Maleficence (do no harm)
Non Maleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak menyebabkan bahaya bagi kliennya.
Prinsip ini adalah prinsip dasar sebagaian besar kode etik keperawatan. Bahaya dapat berarti
dengan sengaja membahayakan, resiko membahayakan, dan bahaya yang tidak disengaja.
Beneficence (do good)
Beneficence berarti melakukan yang baik. Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan dengan
baik, yaitu, mengimplemtasikan tindakan yang mengutungkan klien dan keluarga.
Justice (perlakuan adil)
Perawat

sering

mengambil

keputusan

dengan

menggunakan

rasa

keadilan.

Fidelity (setia)
Fidelity berarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang dimikili oleh seseorang.
Veracity (kebenaran)

Veracity mengacu pada mengatakan kebenaran. Sebagian besar anak-anak diajarkan untuk selalu
berkata jujur, tetapi bagi orang dewasa, pilihannya sering kali kurang jelas.
16.

PENDKES
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)

Tema

: Penyakit carsinoma lambung


Sub Tema

: Perawatan carsinoma lambung

Sasaran

: Ny. E

Tempat

: Bangsal Di rumah sakit

Hari/Tanggal

: Rabu, 14 Oktober 2011

Waktu
A.

: 20 Menit

Tujuan Instruksional Umum


Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, diharapkan Ny. E dapat menjelaskan carsinoma
lambung.

B.

Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, diharapkan Klien Dapat:

Menjelaskan pengertian penyakit carsinoma lambung dengan benar

Menjelaskan patofisiologi carsinoma lambung

Menyebutkan faktor penyebab yang dapat menimbulkan penyakit carsinoma lambung

Menyebutkan tanda/gejala dari penyakit carsinoma lambung

Menjelaskan penatalaksanaan carsinoma lambung

C.

Materi

1.

Pengertian carsinoma lambung

2.

Patofisiologi penyakit carsinoma lambung

3.

Faktor penyebab dari carsinoma lambung

4.

Tanda/gejala penyakit carsinoma lambung

5.

Penatalaksanaan penyakit carsinoma lambung

D.

Metode

1.

Ceramah

2.

Tanya jawab

E.

Kegiatan Penyuluhan
No
Kegiatan
1. Pembukaan

Penyuluh
Salam pembuka

Peserta
Menjawab salam

Menyampaikan tujuan

Menyimak,

penyuluhan
2.

Kerja/ isi

Mendengarkan, menjawab

Waktu

5 Menit

pertanyaan
Mendengarkan dengan

Penjelasan pengertian,
penyebab, gejala,

penuh perhatian

penatalaksanaan dan

Menanyakan hal-hal

patofisiologi penyakit

yang belum jelas

carsinoma

Memperhatikan jawaban

lambung Memberi

dari penceramah

kesempatan peserta untuk

10 menit

Menjawab pertanyaan

bertanya
Menjawab pertanyaan
Evaluasi
3.

Penutup

Menyimpulkan

Mendengarkan

Salam penutup

Menjawab salam

F.

Media

1.

Leaflet : Tentang penyakit carsinoma lambung

5 Menit

2.

Poster tentang penyakit carsinoma lambung

G.

Sumber/Referensi

a.

Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3. EGC : Jakarta.

b.

Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.

c.

FKUI. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. FKUI : Jakarta.

d.

Griffith. 1994. Buku Pintar Kesehatan. Arcan : Jakarta.

H.

Evaluasi
Formatif

Klien dapat menjelaskan pengertian carsinoma lambung

Klien mampu menjelaskan faktor penyebab dari penyakit carsinoma lambung

Klien dapat menjelaskan tanda/gejala penyakit carsinoma lambung

Klien mampu menjelaskan penatalaksanaan carsinoma lambung


Sumatif

Klien dapat memahami penyakit carsinoma lambung


Yogyakarta, Rabu 13 Oktober 2011
`Pembimbing

(Ignatia Yunita S, Kep.Ns)

17.

JURNAL
Title:Cancer markets in Asia
Author(s):Ames Gross

Penyuluh

(Windayona Hadi Prasetya)

Source:Medical Product Outsourcing. 9.7 (Sept. 2011): p32. From Gale Art and Engineering Lite
Package.
Document Type:Article
Full Text:
During the last decade, rates of cancer have increased dramatically in Asia. Asia accounts for
nearly half of all new cancercases in the world. Some cancers that are common in Western
countries--such as lung, breast, and colorectal cancers--also are common in Asia. Others, such
as stomach and liver cancer, are not as widespread in the rest of the world, but frequently
diagnosed in Asia.
More than 6 million new cancer cases are diagnosed in Asia every year, according to the World
Health Organization (WHO). WHO also estimates that cancerous tumors now account for 2
million deaths each year in China. In Japan, Ministry of Health, Labor and Welfare (MHLW)
statistics show that one out of every three deaths can be attributed to the disease. In South Korea
and Taiwan, it has been the leading cause of death for at least two decades. Meanwhile, in
developing

countries

such

as

Malaysia,

Indonesia,

the

Philippines,

Thailand

and

India, cancerincidence rates also are increasing annually.


Due to the large population of smokers, lung cancer is the most common type of cancer in Asia.
For instance, China has the world's largest population of smokers and lung cancer incidence rates
have increased almost 500 percent in the last 25 years. Similar trends are found throughout Asia.
Some cancers occur infrequently in Western countries but are more common in Asia. For
example, while stomach cancer is relatively rare in the rest of the world, it occurs at double the
incidence in Asia. According to WHO, more than half of all new cases of stomach cancers
worldwide are diagnosed in China and Korea. In Korea, the elevated rate of stomach cancer has
been attributed to the high consumption of salt and pickled food.
Nasopharyngeal cancer (NPC) is a nose cancer and another example of a cancer that is rare in
Western countries but is much more common in Asia. NPC particularly is common in Southeast
China and Southeast Asia. Recent research suggests genetic as well as dietary and environmental
factors may account for the elevated rates of NPC in Asia.
Breast, colorectal, ovarian, and head and neck cancers also have high incidence rates in Asian
countries. Researchers in Singapore found that the rate of new ovarian cancer cases in the

country has more than doubled in the last 30 years. Breast cancer incidence rates in Japan,
Taiwan, and urban Chinese cities such as Shanghai and Hong Kong also have been increasing
yearly.
Overview of Treatment Approaches
As cancer incidences have risen dramatically during the past two decades in Asia, governments
there have begun to invest heavily in initiatives to address this issue. Such initiatives are intended
to improve public awareness of risk, increase treatment availability and increase the number of
treatment options.
Many clinics, hospitals and research centers especially devoted tocancer therapy have opened
throughout Asia. These include the Shanghai Breast Health Resource Center, Korea's
National CancerCenter (NCC), and the National Cancer Centre Singapore (NCCS). The majority
combine both research and treatment programs. Some, such as NCCS and NCC, are the result of
governmental policy and funding. Increasingly, Asian organizations are partnering with Western
counterparts to further cancer research and treatment. For instance, the Shanghai Breast Health
Resource Center was established jointly by the Shanghai Center for Drug Control and the Fred
Hutchinson CancerResearch Center, a leading research center located in Seattle, Wash.
The cancer treatment strategies in Asia are similar to those used in the rest of the world, and
include surgery, chemotherapy, radiation therapy, or a combination of methods. Gradually,
oncologists also are experimenting with hormone and biological therapies as well. Chemotherapy
also is a common cancer treatment option in Asia. In China, at least one cancer center in each
province has the capability to deliver chemotherapy treatment. In the last decade, many clinical
trials testing chemotherapy drugs have been conducted in Japan, Korea and China. Combined
treatment methods such as chemotherapy with surgery or radiation therapy increasingly are used,
even in the developing poorer countries in Asia.
Radiation therapy is another treatment option in Asia that has become increasingly available.
China, for example, has progressed rapidly in the acquisition of advanced methods of
radiotherapy. A study on the growth of radiotherapy in China found that in a decade, the number
of radiation oncology centers in China has more than doubled to about 1,000 centers across the
country. The number of radiation therapy centers in Korea has climbed steadily in the last decade
too. Meanwhile, developing countries such as Thailand, which currently only have a few centers
with radiation therapy capabilities, are looking to expand their facilities in the near future.

Cancer centers in Asia increasingly are well-equipped and rival their Western counterparts in
technical sophistication. Treatments such as Gamma Knife, three-dimensional conformal
radiotherapy and intensity-modulated radiation therapy are routinely performed. For instance, in
2010, Korea's National Cancer Center began to offer proton therapy. While proton therapy is not
a new technology, its availability has expanded gradually. In 2011, Taiwan unveiled the country's
first positron emission tomography (PET) sys tem designed especially to detect breastcancer.
Clinical trials at Taiwan's National University Hospital found the device to be more accurate than
mammograms. Meanwhile, the emergence of domestic tomography manufacturing companies
such as China's Shinva and Yuyue Medical Equipment and Supply Co. Ltd., signal Asia's
growing ability to make their own sophisticated medical technology.
Western Strategies in Asia
Due to the large increase in cancer in Asia, demand for quality cancertreatments also has risen
dramatically. Many Western firms are looking to expand their products into the Asian markets
and have seen tremendous growth in their Asian sales. The lower dollar also has helped fuel
medical device exports.
Large medical technology companies--GE Healthcare, for example--have taken dramatic steps to
enter the Chinese market. In 2011, GE began a partnership with Concord Medical Services
Holdings Ltd, a Beijing-based company with a network of radiation therapy and diagnostic
imaging centers throughout China. Last year, the company opened a research and development
facility for X-ray technology in Chengdu, the capital of Sichuan province. GE also plans to move
its X-ray unit headquarters from the United States to Beijing, to better serve the Chinese market.
However, the company still plans to keep its 120 employees in Wisconsin, where the division
currently is based. GE Healthcare wants to expand its X-ray business into rural and smaller
Chinese cities where the highest future growth is projected. For that purpose, GE has been
increasing its number of Chinese sales and service offices. The company also actively has been
releasing new, lower-cost products tailored to the Chinese market, such as a scaled-down
computed tomography (CT) scanner called Brivo CT in 2010, and an X-ray device called
Linglong in 2009.
Another example of a Western company succeeding in China is Elekta, which has been
expanding into the Korean radiation therapy market. At the end of 2010, Elekta reported that 16
of the company's Gamma Knife systems were installed across South Korea. To satisfy growing

demand for cancer treatment, Elekta opened its seventh Asia-Pacific office at the end of 2010
near Seoul, Korea. The company also is partnering with two of the top medical centers in the
country. One of the first radiotherapy treatments performed as a result of this partnership was for
a patient diagnosed with nasopharyngeal (nose) carcinoma.
A third example is Varian Medical Systems, which in 2011 received approval from the Chinese
State Food and Drug Administration to market its TrueBeam product--an image-guided radiation
therapy system. The first system in China was installed in July at Shantou University Medical
College's cancer treatment center. The system also was granted approval in Japan this year.
Paying for Cancer Treatment
Although access to cancer treatments is increasing across Asia, significant differences in the
structure of health insurance and reimbursement exist between countries.
Japanese government health insurance is the most generous in Asia and offers the highest rates of
reimbursement. The government offers coverage for approved treatments, including treatments
for cancer, to all citizens. Treatments are eligible for coverage as long as they have been
approved by Japan's MHLW.
Korea and Taiwan offer government health insurance at lower reimbursement rates than Japan.
Korean citizens pay for services on a fee-for-services basis and have the option of buying private
insurance to help cover out-of-pocket costs. For patients with chronic conditions such as cancer,
this option has grown in popularity. A recent study of the Korean health system found that about
half of all cancer patients in Korea have private insurance. In Taiwan, the National Health
Insurance Program provides coverage for inpatient care, as well as diagnostic imaging and
healthcare exams.
Singapore and Thailand, unlike the countries above, offer substantially less government
reimbursement. Many Singaporeans have private health insurance provided by their employers.
Some smaller amounts of reimbursement in Thailand help cover the costs for chemotherapy,
radiation therapy, and surgical procedures for cancer. However, Thai reimbursement is extremely
low compared to wealthier countries in Asia.
Doing Business in Asia
Individuals and companies accustomed to doing business in the United States and Europe may be
surprised to find that business deals in Asia are backed not by legal principles, but by the strength
of relationships. Business agreements in Asia usually are initiated and conducted through

personal networks and introductions between individuals, and more commonly sealed through a
handshake than through litigation.
Ames Gross is president and founder of Pacific Bridge Medical, a Bethesda, Md.-based
consulting firm that helps companies doing business in the Asia market. A recognized national
and international leader in the Asian medical markets, he founded Pacific Bridge Medical in
1988, which has helped hundreds of medical companies with business development and
regulatory issues in Asia.
Gross, Ames
Source Citation
Gross, Ames. "Cancer markets in Asia." Medical Product Outsourcing 9.7 (2011): 32+. Gale Art
and Engineering Lite Package. Web. 28 Nov. 2011.
Document URL
http://go.galegroup.com/ps/i.do?id=GALE
%7CA268869206&v=2.1&u=kpt05106&it=r&p=GPS&sw=w
Gale Document Number: GALE|A268869206

DAFTAR PUSTAKA:

NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology: Gastric Cancer. Ajani, AJ et al. s.l. :
National Comprehensive Cancer Network, 2009. V.2.

Gastric cancer. Lochhead, P and El-Omar, M. s.l. : British Medical Bulletin, 2008, Vols. 85:
87100 .

Devita, VT, Hellman, S, Rosenberg, SA. Cancer: Principles and Practice of Oncology 6th. 6th
edition. s.l. : Lippincott Williams & Wilkins Publishers, 2001.

Current Problems in Surgery: Gastric Cancer. Clark, R et al. 8, s.l. : Curr Probl Surg, 2006,
Vol. 43, pp. 566-670.

Zinner MJ, Ashley SW. Maingots Abdominal Operations. 11th edition. USA : The McGrawHill Companies, 2007.

Casciato DA, Lowitz BW. Manual of Clinical Oncology. s.l. : Lippincott Williams & Wilkins,
2000.

Schwartz, SI. 2005. Schwartzs Principles of Surgery 8th Ed. United States of America: The
McGraw-Hills Company.

Trends in reported incidences of gastric cancer by tumour location, from 1975 to 1989 in
Japan. Liu, Y, Kaneko, S and T, Sobue. s.l. : Journal of Epidemiology, 2004, Vol. 33, pp. 808815.

Trend in incidence of gastric adenocarcinoma by tumour location from 1969-2004. Abdi-Rad,


A, Ghaderi-sohi, R and Nadimi-barfroosh, H. s.l. : Diagnostic Pathology, 2006, Vol. 1:5.

Gastric Cancer: New Therapeutic Options. Macdonald, JS. 2006, NEJM , p. 355;1 .

National Cancer Institue. 2008 .Gastric Cancer Treatment.

Anda mungkin juga menyukai