Anda di halaman 1dari 11

• Penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang paling sering dijumpai pada

negara beriklim tropis, termasuk Indonesia. Prevalensinya pada negara berkembang


berkisar 20-80%.
• Penyakit kulit adalah salah satu penyakit yang erat dipengaruhi oleh lingkungan.
Unsur lingkungan dapat mengakibatkan penyakit kulit akut dan menahun.
• Kulit merupakan organ yang langsung berhubungan dengan lingkungan, sehingga
lebih rentan terhadap bahan fisik, kimia, serat infeksi leh mikroorganisme. Sanitasi
dan higine yang buruk termasuk hal yang bisa menyebabkannya.
• Umumnya penyakit kulit memang tidak mematikan, maka keberadaannya seringkali
diabaikan oleh penderita dan dianggap tidak serius. Namun, jika diabaikan tanpa
penanganan yang tepat, penyakit kulit dapat menurunkan kualitas hidup penderita.
Penyakit kulit juga berdampak secara ekonomi karena tidak dapat dipungkiri bahwa
morbiditas dan mortalitas sangat berpengaruh terhadap produktivitas sumber daya
manusia. Pengaruh pada masyarakat dengan ekonomi rendah juga sangat terasa,
akibat biaya yang dikeluarkan untuk penanganan penyakit kulit mengurangi anggaran
belanja rumah tangga untuk makanan yang esensial.
• Kulit membentuk dinding pelindung yang mengelilingi seluruh tubuh dan memiliki
fungsi sebagai pengatur suhu tubuh, sekresi kelenjar, dan hubungan sensorik dengan
lingkungan luar. Setiap struktur dari kulit memiliki potensi untuk terkena penyakit.
Penyakit kulit didefinisikan sebagai gangguan fungsi yang terbatas atau dominan pada
permukaan kulit. Jenis-jenis penyakit kulit yang biasa terjadi pada negara berkembang
dan berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi rendah adalah sebagai berikut:

• INFEKSI BAKTERI: diakibatkan oleh bakteri. Menimbulkan adanya inflamasi


dengan sedikit atau tanpa nekrosis dan adanya pengeluaran nanah dari jaringan lunak.

• INFEKSI JAMUR: penyakit yang diakibatkan oleh jamur yang menyerang lapisan
luar kulit, kuku, dan rambut.

• INFEKSI VIRUS

• INFESTASI PARASIT: disebabkan oleh adanya infestasi dan sensitisasi parasite.


INFEKSI BAKTERI

Infeksi bakteri pada kulit terbagi menjadi:

• Pioderma → penyakti yang menyerang kulit disebabkan oleh Staphylococcus,


Streptococcus, atau keduanya.

• Infeksi bakteri primer penyebab utama penyakit pioderma adalah staphylococcus


koagulase positif yaitu Staphylococcus Aureus dan Streptococcus B hemoliticus →
Streptococcus Pyogenes yang termasuk dalam gram positif

• Faktor predisposisi: hygine kurang, turunnya daya tahan tubuh (malnutrisi, anemia,
DM, penyakit kronik, neoplasma berat, dll), terdapat penyakit lain di kulit

Terdapat 2 klasifikasi:

1. Primer: infeksi bakteri yang menyerang pada kulit sehat dengan gambaran klinis
yang khas dan disebabkan satu macam bakteri.

2. Sekunder: penyakti yang menyerang kulit diamana sebelumnya terdapat kelainan


kulit dan kondisi kulit sedang tidak sehat (ex: infeksi jamur, virus, dll)/disebabkan
oleh lebih dari satu bakteri, timbul peradangan dan keluarnya cairan pus/nanah (ex:
pioderma pada pasien dermatitis) tanda-tanda sama dengan infeksi primer dan dapat
diikut gejala sistemik seperti demam.

• Non pioderma → Corynebacterium, myobacterium, and other bacteria

1. IMPETIGO
• Impetigo termasuk salah satu pioderma superfisial, yang terdiri dari 2 tipe,
yaitu impetigo bulosa dan impetigo nonbulosa/krustosa/kontagiosa.
• Impetigo bulosa merupakan infeksi bakteri lokal di lapisan epidermis kulit
dengan manifestasi utama berupa bula.
• Impetigo nonbulosa atau impetigo kontagiosa atau impetigo krustosa
merupakan infeksi bakteri lokal di lapisan epidermis kulit dengan gambaran
klinis vesikel atau pustula yang cepat pecah menjadi krusta berwarna kuning
seperti madu (honey-colored crusted plaque).
• Impetigo lebih sering terjadi pada bayi baru lahir dan bayi kurang dari 1 tahun,
tetapi juga dapat mengenai anak-anak. Impetigo bulosa terutama terjadi pada
bayi baru lahir, walaupun dapat juga terjadi pada semua umur.
• Impetigo bulosa tipe neonatus merupakan tipe yang sangat mudah menular,
dengan area tersering di wajah dan tangan.
• Kejadian impetigo nonbulosa sebesar 70% dari kasus pioderma, dapat terjadi
pada anak maupun dewasa, dengan area tersering di wajah, leher, dan
ekstremitas.
• Impetigo bulosa disebabkan tersering oleh Staphylococcus aureus, sedangkan
impetigo nonbulosa tersering disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan
Group A Streptococcus.
• Manifestasi klinis khas impetigo bulosa berupa vesikel kecil yang cepat
berubah menjadi bula yang mudah pecah; dapat juga timbul bula hipopion. Bula
seringkali timbul di area intertriginosa, yaitu aksila, inguinal, gluteal; serta dapat
juga timbul di dada dan punggung.
• Nikolsky sign (lepasnya epidermis akibat tekanan/gesekan) tidak didapatkan
pada impetigo bulosa. Bula berisi cairan kuning muda, yang akan menjadi
kuning gelap; dan lesi ini berbatas tegas tanpa adanya halo eritematosa. Bula
terletak superfisial di lapisan epidermis, dan dalam 1 hingga 2 hari akan pecah,
tetapi cepat mengering dan membentuk skuama anular dengan bagian tengah
eritematosa (kolaret). Rasa gatal dan tidak nyaman dapat dikeluhkan oleh
pasien.
• Lesi awal dari impetigo nonbulosa berupa makula eritematosa kecil berukuran
sekitar 2 mm yang kemudian berubah menjadi vesikel atau pustula dan cepat
berevolusi menjadi honey-colored crusted plaque, yang diameternya bisa
meluas hingga 2 cm. Lesi dapat dikelilingi oleh macula eritematosa.
• Gejala konstitusi dapat terjadi; limfadenopati regional terjadi pada 90% pasien
dengan infeksi yang kronis dan tidak diterapi. Lesi yang
tidak diterapi akan menjadi semakin luas dan dapat timbul lesi satelit di
sekitarnya. Rasa gatal dan tidak nyaman dapat terjadi. Pada beberapa pasien,
lesi dapat sembuh spontan; sedangkan pada individu yang lain lesi dapat meluas
hingga ke dermis dan membentuk suatu ulkus.
• Impetigo yang disebabkan oleh Streptococcus seringkali terjadi pada bagian
tubuh yang terpajan lingkungan luar, terbanyak di ekstremitas inferior atau di
wajah. Lesinya dapat terlokalisir, tetapi seringkali multipel. Walaupun
limfadenitis regional seringkali terjadi, gejala sistemik jarang tampak.
2. FURUNKEL DAN KARBUNKEL
• Furunkel (boil) merupakan keradangan akut yang dalam di folikel rambut dan
sekitarnya, membentuk nodul nyeri, biasanya didahului atau berkembang dari
folikulitis superfisialis dan sering berkembang menjadi abses.
• Karbunkel merupakan lesi infiltrat yang ekstensif dan dalam yang
berkembang menjadi lesi supuratif.
• Penyebab furunkel dan karbunkel adalah Staphylococcus aureus. Furunkel
terjadi akibat mikrolesi karena garukan atau gesekan yang menyebabkan
kuman Staphylococcus aureus masuk ke dalam kulit dan menyebabkan
keradangan akut yang dalam di folikel rambut dan sekitarnya, membentuk
nodul nyeri. Karbunkel merupakan lesi infiltrate yang ekstensif dan dalam
yang berkembang menjadi lesi supuratif.
• Faktor predisposisi furunkel dan karbunkel antara lain:
a. obesitas;
b. diskrasia darah;
c. skabies;
d. kelainan fungsi neutrofil (kelainan kemotaksis yang berkaitan dengan
eksema dan IgE yang tinggi, penyakit granulomatosa pada anakanak);
e. terapi glukokortikoid;
f. terapi sitostatika;
g. defisiensi imunoglobulin;
h. gangguan integrasi kulit karena iritasi, tekanan, gesekan,
hyperhidrosis, dermatitis, dermatofitosis, pencukuran, dan faktor lain;
i. kerusakan fungsi pertahanan kulit;
j. penyebaran atau autoinokulasi dari lokasi karier, biasanya dari hidung
atau genitalia;
k. alkoholisme;
l. malnutrisi;
m. iatrogenic;
n. imunokompromi (misal AIDS);
o. diabetes mellitus;
p. pasien hemodialisis;
q. terapi isotretinoin atau acitretin, sering sebagai karier S. aureus di
hidung; dan
r. dermatitis atopik.
• Furunkel
 Furunkel terjadi di sisi bagian tubuh yang berambut, terutama di area yang
terjadi gesekan, oklusi, dan berkeringat, seperti leher, aksila, dan pantat, tetapi
bisa terjadi di seluruh bagian tubuh, terutama bagian tubuh yang berkeringat.
 Furunkel bisa merupakan komplikasi dari lesi sebelumnya seperti dermatitis
atopik, ekskoreasi, abrasi, skabies, dan pedikulosis, tetapi lebih sering terjadi
tanpa didahului adanya kelainan sebelumnya.
 Lesi dimulai di folikel rambut dan berkembang dari nodul perifolikular
berwarna kemerahan yang keras, membesar, dan sangat nyeri yang setelah
beberapa hari menjadi fluktuasi.
 Ruptur terjadi dengan mengeluarkan pus yang sering disertai jaringan
nekrotik.
 Nyeri di sekitar lesi akan berkurang dan kemerahan dan edema menghilang
dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.
 Furunkel bisa terjadi soliter atau multiple.
 Ukuran lesi biasanya sekitar 1–3 cm.
• Karbunkel
 Karbunkel merupakan lesi keradangan yang lebih serius dengan dasar yang
dalam, mengenai beberapa folikel rambut dan jaringan sekitarnya, disertai
gejala yang khas, yaitu sangat nyeri.
 Karbunkel sering terjadi di leher belakang, punggung, dan paha. Sering
disertai demam dan malaise (tidak enak badan, kelelahan, dll) , pasien
seringkali tampak kesakitan.
 Area yang terkena menjadi kemerahan dan terjadi indurasi, multipel pustula
muncul dengan cepat, terjadi drainase di sekitar folikel rambut.
 Lesi berkembang cepat menjadi kawah iregular berwarna kuning kehijauan di
tengah yang jika menyembuh membentuk jaringan granulasi, meskipun area
yang lesinya dalam berwarna keunguan bisa menetap agak lama.
 Sikatrik (jaringan parut yang terbentuk setelah terjadinya luka atau trauma
jaringan) bisa terjadi.
 Ukuran lesi biasanya sekitar 3–10 cm.
3. EKTIMA
• Ektima adalah suatu pioderma kutaneus yang ditandai oleh erosi atau ulserasi
krusta yang padat. Ektima merupakan suatu komplikasi dari impetigo atau
infeksi piogenik lain yang tidak diterapi, sering pada lokasi yang tertutup
oleh alas kaki dan pakaian, seperti pada pantat, tungkai, dan kaki.
• Ektima merupakan suatu pioderma ulseratif, yang hampir selalu berada pada
tungkai bawah depan atau bagian dorsal kaki.
• Ektima merupakan suatu lesi khas yang sering terjadi pada gelandangan dan
tentara di medan pertempuran dalam iklim yang lembap dan panas.
• Ektima paling umum terjadi pada ekstremitas bawah, pada anak-anak, atau
penderita usia lanjut yang tidak dirawat, atau individu dengan diabetes.
• Di area perkotaan lesi ini disebabkan oleh S. aureus dan terlihat pada
pengguna obat intravena dan pasien-pasien yang terinfeksi HIV.
• Ektima sering disebut sebagai impetigo bentuk yang dalam, karena mengenai
kulit bagian dermis.
• Staphylococcus aureus dan/atau Streptococcus grup A didapatkan isolasi
pada kultur lesi ektima.
• Ektima gangrenosum merupakan suatu ulkus kutaneus yang disebabkan oleh
Pseudomonas aeruginosa dan menyerupai ektima stafilokokal atau
streptokokal. Manifestasi klinis diawali dengan vesikel atau vesikulopustul
yang membesar dan dalam beberapa hari menjadi berkrusta tebal dan lekat.
Ketika krusta diangkat terdapat ulkus dengan bentuk seperti piring superfisial
dengan dasar yang kemerahan dan tepi yang meninggi.
• Ulkus mempunyai suatu bentukan “punch out” ketika krusta kuning-keabu-
abuan kotor dan material purulen dibersihkan. Tepi ulkus berindurasi,
meninggi, dan berwarna keunguan dan dasar bergranulasi meluas ke dalam
dermis. Lesi ektimatosa yang tidak diobati dapat meluas selama beberapa
minggu sampai bulan dengan diameter 2–3 cm atau lebih.
• Lesi ektimatosa didapatkan pada kaki, lengan, dan tangan. Lesi ini cenderung
sembuh setelah beberapa minggu, yang meninggalkan jaringan ikat, namun
jarang memburuk menjadi gangrene jika resistansi terhadap terapi rendah dan
pada pasien imunokompeten.
• Pada beberapa pasien imunokompromais yang mengalami fokal infeksi
piogenik di area manapun seringkali onset ektima lebih awal dan disertai
adenopati local. Manifestasi klinis ektima yang disebabkan oleh
Pseudomonas aeruginosa memiliki bentuk yang khas yaitu awalnya berupa
pustul hemoragis, kemudian berkembang menjadi ulkus nekrosis. Ulkus
tersebut terdapat keropeng hitam dengan halo kemerahan di sekitarnya.
Predileksi tersering pada glutea, perianal, dan ekstrimitas.
4. ERITRASMA
• Eritrasma adalah infeksi kulit superfisial yang disebabkan oleh Corynebacterium
minutissimum, bakteri gram positif katalase positif tanpa spora.
• Bakteri ini umumnya menyebabkan infeksi pada intertriginosa, menyebabkan
gatal, skuama, dan eritema.
• Eritrasma sering kali bermanifestasi sebagai plak berskuama yang maserasi pada
jari kaki, patch  eritema kecoklatan, atau plak tipis pada area intertriginosa.
• Diagnosis dapat ditegakkan menggunakan lampu Wood yang menunjukkan
pendaran warna coral red.

INFEKSI JAMUR

1. TINEA KAPITIS
• Tinea kapitis adalah sebutan untuk penyakit jamur dari jenis dermatofit yang
menginfeksi batang rambut dan kulit kepala, terutama pada area yang
berkeringat dan lembab.
• Penyebab tinea kapitis adalah jamur dermatofit dari
genus Trichophyton dan Microsporum. Tinea kapitis kebanyakan mengenai
anak-anak usia prapubertas.
• Pada anak-anak prapubertas belum diproduksi asam lemak bebas pada kulit
kepala yang bermanfaat sebagai ‘fungistatik’ atau menghambat pertumbuhan
jamur dermatofit, sehingga tinea kapitis banyak ditemukan pada usia
prapubertas.
• Gambaran klinis tinea kapitis dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
• pertama adalah ‘gray patch’ dengan manifestasi klinis berupa area berwarna
keabu-abuan di daerah kulit kepala berupa sisik halus disertai kebotakan atau pitak
setempat akibat rambut rontok karena terinfeksi oleh jamur dermatofit.
• Jenis kedua disebut ‘black dot’ dengan manifestasi klinis berupa titik-titik hitam
akibat rambut yang terpotong tepat pada bagian muara rambut tumbuh oleh karena
jamur dermatofit yang menginfeksi sampai ke dalam bagian batang rambut.
• Jenis ketiga disebut sebagai ‘kerion celsi’ adalah jenis infeksi yang paling beradang
dan basah berupa tonjolan bernanah, kerak kulit yang melingkar berwarna kuning
disertai bau tidak sedap. Tinea kapitis juga menyebabkan timbulnya pembesaran
kelenjar getah bening di area leher bagian belakang dan demam yang ringan.
• Komplikasi tinea kapitis adalah kerontokan rambut yang menyebabkan
kebotakan setempat dan bisa disertai jaringan parut yang permanen bila
terlambat diobati, oleh karena jamur dermatofit sudah merusak dan
menginfeksi hingga akar rambut. Komplikasi lain adalah timbulnya infeksi
sekunder yang disebabkan oleh bakteri.
2. TINEA KORPORIS
• Tinea korporis adalah infeksi dermatofita superfisial yang ditandai oleh baik
lesi inflamasi maupun non inflamasi pada glabrous skin (kulit yang tidak
berambut) seperti muka, leher, badan, lengan, tungkai dan gluteal.
• Etiologi: jamur dermatofita (sifat mencerna keratin). Penyebab yang paling
umum adalah Trichophyton Rubrum dan Trichophyton Mentagrophytes
• Gejala tinea corporis biasanya mulai muncul 4-10 hari setelah tubuh terjadi
kontak dengan jamur, dengan tanda dan gejala umum seperti:
• Biasanya ditemukan lesi yang gatal, berbentuk annular, disertai makula
eritema dengan central healing.
• Muncul ruam di leher, batang tubuh, lengan, tangan, dan tungkai
• Kulit bersisik.
• Terasa gatal dan terjadi peradangan.
• Muncul luka melepuh dan berisi nanah di sekitar ruam.
• Pada kasus yang cukup parah, ruam melingkar yang muncul akan berlipat
ganda, tumbuh besar dan mungkin menyatu. Tidak hanya itu, luka melepuh
dan bernanah bisa muncul di sekitar ruam melingkar. Kulit dengan ruam
melingkat akan sedikit terangkat dan kulit di bawahnya terasa gatal.
3. Pityriasis Versicolor
• Panu adalah infeksi jamur pada kulit yang ditandai dengan bercak berwarna
terang maupun gelap. Panu muncul akibat infeksi jamur Malassezia yang
ditemukan pada permukaan kulit.
• Pada dasarnya, manusia memang memiliki jamur yang hidup di kulit dalam
jumlah normal. Umumnya, jamur seperti Malassezia tidak menyebabkan
masalah kesehatan. Jamur bahkan dapat hidup berdampingan dengan sel
tubuh, dan saling mendukung (simbiotik).
• Banyak mikrobiota (atau organisme mikroskopik), termasuk jamur ini yang
berperan untuk melindungi Anda dari infeksi dan patogen lain yang dapat
membahayakan atau menyebabkan penyakit.
• Namun, kadang jamur dapat berkembang biak secara berlebihan dan
memengaruhi warna atau pigmentasi alami dari kulit. Itulah sebabnya Anda
akan mendapati bagian kulit Anda berwarna lebih terang atau gelap
dibandingkan dengan kulit sekitar saat terkena panu.
• Penyakit kulit yang satu ini termasuk umum terjadi. Kondisi ini bisa menimpa
siapa saja, dari seluruh latar belakang etnis serta lebih umum pada remaja dan
dewasa muda. Orang dewasa lebih mungkin terkena panu apabila mereka
berada di area dengan iklim subtropis.
• Panu lebih umum terjadi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan.
Kondisi ini sering terjadi di daerah beriklim panas dan lembap, juga kerap
dialami oleh orang-orang yang banyak berkeringat.
• Setiap orang berpotensi mengalami penyakit panu, baik perempuan maupun
laki-laki dari segala usia. Namun, penyakit ini paling sering dialami pada saat
remaja atau dewasa muda.
• Penyakit kulit ini dapat muncul pada area tubuh baik yang terlihat maupun
tidak terlihat, itulah mengapa panu dapat mengurangi kepercayaan diri
seseorang.
• Zat asam dari jamur yang berkembangbiak secara abnormal menyebabkan
area kulit yang terinfeksi memiliki warna yang berbeda dari area kulit
sekitarnya. Bercak kulit ini dapat terpisah-terpisah atau berkumpul pada satu
area. Bercak ini paling sering muncul di daerah leher, lengan, dada, punggung,
dan wajah.
• Menurut American Academy of Dermatology (AAD) bercak – bercak ini dapat
memiliki karakteristik seperti:
 Menjadi lebih terang (atau lebih gelap) dari kulit.
 Warna bintik-bintik bisa putih, merah muda, salmon, merah, atau
cokelat
 Kering dan bersisik.
 Menyebabkan rasa gatal pada kulit yang terinfeksi.
 Tumbuh perlahan.
 Tumbuhkan bersama, membentuk bercak kulit yang lebih terang (atau
lebih gelap).
 Hilang ketika suhu turun dan dapat kembali muncul di musim semi
atau musim panas ketika udara berubah menjadi hangat dan lembab.

INFEKSI VIRUS
• Moluskum kontagiosum merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh
Molluscum Contagiosum Virus (MCV), kelompok Pox Virus dari genus Molluscipox
virus.
• Moluskum kontagiosum adalah penyakit kulit jinak memiliki ciri membran mukus
dan
disebabkan oleh poxvirus.
• Manifestasi penyakitnya asimptomatis, diskret, papul licin.
Biasanya penyakit ini berkembang dari lesi berpedunkel berdiameter sampai 5 mm.
• Masa inkubasi Moluskum kontagiosum didapatkan satu sampai beberapa minggu
hingga 6 bulan.
• Moluskum kontagiosum bersifat endemis pada komunitas padat penduduk, higiene
buruk dan daerah miskin.
• Penyakit ini terutama menyerang anak-anak, usia dewasa dengan aktivitas seksual
aktif dan status imunodefisiensi.
• Penularan dapat melalui kontak langsung dengan lesi aktif atau autoinokulasi,
penularan secara tidak langsung melalui pemakaian bersama alat-alat pribadi seperti
handuk, pisau cukur, alat pemotong rambut serta penularan melalui kontak seksual.
• Etiologi dari penyakit ini adalah virus (genus Molluscipoxvirus) yang menyebabkan
moluskum kontagiosum menjadi angoota dari family poxviridae, yang juga terdapat
anggota smallpox. Molluscum Contagiosum Virus (MCV) merupakan virus double
stranded DNA,berbentuk lonjong dengan ukuran 230 x 330 nm. Terdapat 4 subtipe
utama Molluscum Contagiosum Virus keempat subtipe tersebut menimbulkan gejala
klinis serupa berupa lesi papul milier yang terbatas pada kulit dan membrane mukosa.

INFESTASI PARASIT
• Skabies, atau dikenal sebagai kudis, merupakan penyakit kulit yang sangat gatal,
disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap parasit Sarcoptes
scabiei  var  hominis dan produknya, seperti telur, feses, saliva, atau produk sekretori
lainnya. Penyakit ini bersifat menular dan umumnya menyerang sekelompok orang,
misalnya pada perkampungan padat penduduk atau penghuni asrama.
• Parasit Sarcoptes scabiei berukuran kecil dengan panjang sekitar 0,5 mm dan sulit
diidentifikasi tanpa penggunaan kaca pembesar. Skabies betina tinggal di terowongan
di bawah kulit, di mana mereka bertelur dan berkembang biak. Baik parasit skabies
sendiri maupun produk yang dihasilkannya dapat menyebabkan reaksi alergi yang
bermanifestasi sebagai makula kemerahan atau papul eritem dan memberikan rasa
sangat gatal. Tungau skabies tidak menyebabkan infeksi, namun kebiasaan
menggaruk yang hebat karena rasa gatal yang ditimbulkan tungau skabies dapat
berujung pada infeksi sekunder.
• Infestasi skabies sering dikaitkan dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah, lokasi
dan kebersihan tempat tinggal, serta kebiasaan higiene yang buruk. Cara penularan
penyakit ini adalah melalui kontak, baik langsung maupun tidak langsung. Kontak
tidak langsung umumnya jarang terjadi, kecuali bila pasien menderita skabies
berkrusta / skabies Norwegia. Kontak langsung didapatkan melalui sentuhan kulit,
misalnya berjabat tangan, tidur bersama, maupun hubungan seksual. Sementara itu,
kontak tidak langsung (melalui benda) dapat terjadi pada kondisi bertukar handuk,
seprei, bantal, serta pakaian. Umumnya penularan terjadi disebabkan oleh Sarcoptes
scabiei  betina yang sudah dibuahi atau dapat pula dalam bentuk larva.

Anda mungkin juga menyukai