Anda di halaman 1dari 34

1

BAB I
LATAR BELAKANG

Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya yang membungkus seluruh
bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia,
cahaya matahari mengandung yang sinar ultraviolet dan melindungi terhadap
mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh terhadap lingkungan. Kulit merupakan
indikator bagi seseorang untuk memperoleh kesan umum dengan melihat perubahan-
perubahan yang terjadi pada kulit, misalnya menjadi pucat, kekuning-kuningan, kemerah-
merahan atau suhu kulit meningkat, memperlihatkan adanya kelainan yang terjadi pada tubuh
atau gangguan kulit karena penyakit tertentu.
Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus,
atau oleh kedua-duanya. Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit ini
adalah hygiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh, atau jika telah ada penyakit lain
di kulit.

Ektima adalah pioderma ulseratif kulit yang umumnya disebabkan oleh
Streptococcus -hemolyticus. Penyebab lainnya bisa Staphylococcus aureus atau kombinasi
dari keduanya.

Menyerang epidermis dan dermis membentuk ulkus dangkal yang ditutupi
oleh krusta berlapis, biasanya terdapat pada tungkai bawah.
Streptococcus merupakan organisme yang biasanya menyebabkan infeksi pada
ektima. Gambaran ektima mirip dengan impetigo, namun kerusakan dan daya invasifnya
pada kulit lebih dalam daripada impetigo. Infeksi diawali pada lesi yang disebabkan karena
trauma pada kulit, misalnya, ekskoriasi, varicella atau gigitan serangga. Lesi pada ektima
awalnya mirip dengan impetigo, berupa vesikel atau pustul. Kemudian langsung ditutupi
dengan krusta yang lebih keras dan tebal daripada krusta pada impetigo, dan ketika dikerok
nampak lesi punched out berupa ulkus yang dalam dan biasanya berisi pus.

2

Insiden ektima di seluruh dunia tepatnya tidak diketahui. Frekuensi terjadinya
ektima berdasarkan umur biasanya terdapat pada anak-anak dan orang tua, tidak ada
perbedaan ras dan jenis kelamin (pria dan wanita sama). Pada anak-anak kebanyakan terjadi
pada umur 6 bulan sampai 18 tahun.

Dari hasil penelitian epidemiologi didapatkan bahwa
tingkat kebersihan dari pasien dan kondisi kehidupan sehari-harinya merupakan penyebab
yang paling terpenting untuk perbedaan angka serangan, beratnya lesi, dan dampak sistemik
yang didapatkan pada pasien ektima.
Di Indonesia penyakit kulit menempati urutan ke-3 setelah infeksi saluran napas
dan diare. Dari data jumlah kunjungan pasien ke poliklinik Divisi Dermatologi Ilmu
Kesehatan Kulit dan kelamin (IKKK) Fakultas kedokteran Universitas Indonesia / RS Dr
Cipto Mangunkusomo (FKUI/RSCM) selama tahun 2001 menunjukan pasien pioderma anak
sebesar 362 kasus (18,53%) dari 2190 kunjungan baru. Penyakit ini menempati urutan ke-2
setelah dermatitis atopik. Sedangkan tahun 2002 terbanyak 328 kasus (16,72%) dari 1962
kunjungan baru. Pioderma primerterbanyak secara berturut-turut adalah furunkulosis
(19,32%), impetigo krustosa (15,0%), impetigo vesikobulosa (14,02%), dan ektima (11,59%).
Infeksi sekunder terbanyak dijumpai pada skabies dan dermatitis atopik.
Tingginya angka kejadian pioderma di kalangan anak-anak usia sekolah ternyata
berkaitan kebiasaan perilaku hidup sehat yang kurang baik di lingkungan sekolah maupun di
lingkungan rumah tangga. Kebiasaan anak yang jarang mencuci tangan dengan air yang
mengalir dengan sabun sebelum makan atau setelah bermain menjadi salah satu faktor
pencetus penyebab terjadinya pioderma di kulit.




3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA dan TINJAUAN KASUS

2.1 Pioderma
Pioderma adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus,
Streptococcus, atau kedua-duanya. Penyebabnya yang utama adalah Staphylococcus aureus
dan Streptococcus B hemolyticus, sedangkan Staphylococcus epidermidis merupakan
penghuni normal di kulit dan jarang menyebabkan infeksi.
Beberapa keadaan dapat menjadi faktor tercetusnya penyakit ini, seperti:
1. Hygiene yang kurang.
2. Penurunan daya tahan tubuh, seperti pada keadaan: kekurangan gizi, anemia, penyakit
kronik, neoplasma ganas, diabetes mellitus.
3. Penyakit kulit yang sedang diderita: karena terjadi kerusakan di epidermis, maka
fungsi kulit sebagai pelindung akan terganggu sehingga memudahkan terjadinya
terinfeksi.

Klasifikasi
1. Pioderma primer
Infeksi terjadi pada kulit yang normal. Gambaran klinisnya tertentu, penyebabnya
biasanya satu macam mikroorganisme.
2. Pioderma sekunder
Gambaran klinisnya tidak khas dan mengikuti penyakit yang telah ada. Jika penyakit
kulit disertai pioderma sekunder disebut impetigenisata, ialah contohnya: dermatitis
impetigenisata, scabies impetigenisata. Tanda impetigenisata, adalah jika terdapat pus,
4

pustula, bula purulen, krusta berwarna kuning kehijauan, pembesaran kelenjar getah
bening regional, leukositosis, dapat pula disertai demam.

Pengobatan Umum
I. Sistemik
Berbagai obat dapat digunakan sebagai pengobatan pioderma. Berikut ini disebutkan
contoh-contohnya.
1. Penisiln G prokain dan semisintetiknya
a. Penisilin G prokain
Dosisnya 1,2 juta per hari, i.m obat ini tidak dipakai lagi karena tidak praktis,
diberikan i.m dengan dosis tinggi, makin sering terjadi syok anafilaktik.
b. Ampisilin
Dosisnya 4x500 mg, diberikan sejam sebelum makan.
c. Amoksilin
Dosisnya sama dengan ampisilin, kelebihannya lebih praktis karena dapat
diberikan setelah makan. Juga cepat diabsorbsi dibandingkan dengan ampisilin
sehingga konsentrasi dalam plasma tinggi.
d. Golongan obat penisilin resisteen-penisilinase
Yang termasuk golongan ini: oksasilin, diklosasilin, flukoksasilin. Dosis
kloksasilin 3x250mg per hari sebelum makan. Golongan obat ini mempunyai
kelebihan karena juga berkhasiat bagi staphylococcus aureus yang telah
membentuk penisilinase.



5

2. Linkomisin dan klindamisin
Dosis linkomisin 3 x 500 mg sehari. Klidamisin diabsorbsi lebih baik Karena itu
dosisnya lebih kecil, yakni 4 x 150 mg sehari per os. Pada infeksi berat dosisnya 4
x 300 450 mg sehari.
3. Eritromisin
Dosisnya 4 x 500 mg sehari per os., namun efektivitasnya kurang dibandingkan
linkomisin/klindamisin dan obat golongan penisilin resisten-penisilinase.
4. Sefalosporin
Pada pioderma berat atau tidak member respon dengan obat-obat tersebut diatas,
dapat dipakai sefalosporin. Ada empat generasi yang berkhasiat untuk kuman
positif gram adalah generasi I, juga generasi IV. Contohnya sefadroksil dari
generasi I dengan dosis untuk orang dewasa 2 x 500 mg atau 2 x 1000 mg sehari.

II. Topikal
Bermacam-macam topikal dapat digunakan untuk pengobatan pioderma. Obat topikal
antimicrobial sebaiknya tidak dipakai secara sistemik agar kelak tidak terjadi resistensi dan
hypersensitivitas, contohnya basitrasin, neomisin, mupirosin. Neomisisn juga berkhasiat
untuk gram negatif. Sebagai obat topikal kompres terbuka contohnya larutan permanganas
kalikus 1/5000, larutan rivanol 1 0/00 dan yodium povidon 7,5% yang dilarutkan 10 kali.
Rivanol mempunyai kekurangan karena dapat mengotori sprei.

Pemeriksaan Pembantu
Pada pemeriksaan laboratorik terdapat leukositosis. Pada kasus-kasus yang kronis dan
sukar sembuh dilakukan kultur dan tes resistensi. Ada kemungkinan penyebabnya bukan
6

stapilokokus atau strepkokus melainkan kuman gram negatif. Hasil tes resistensi hanya
bersifat menyokong, in vivo tidak selalu sesuai dengan in vitro.

Bentuk Pioderma
Ada berbagai macam bentuk pioderma yang memiliki ciri khas tersendiri baik dari
efloresensinya maupun dari tempat predileksinya.

A. IMPETIGO
Definisi
Impetigo adalah pioderma superfisialis (terbatas pada epidermis)

Klasifikasi
Terdapat 2 bentuk impetigo pioderma superfisialis yaitu impetigo krustosa dan
impetigo bulosa
1. Impetigo Krustosa
Sinonim
Impetigo kontangiosa, impetigo vulgaris, impetigo tillbury Fox.
Etiologi
Biasanya streptococcus B hemolyticus.

Gejala Klinis
Tidak disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak. Tempat predileksi di muka,
yakni di sekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap sumber infeksi dari daerah
tersebut. Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga jika
penderita datang berobat yang terlihat adalah krusta tebal berwarna kuning seperti
7

madu. Jika dilepaskan tamapk erosi di bawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer
dan sembuh di bagian tengah.
Komplikasi: glomerulonefritis(2-5%), yang disebabkan oleh seri tipe tertentu.

Diagnosis Banding
Ektima.

Pengobatan
Jika krusta sedikit, dilepaskan dan diberi salep antibiotic. Kalau banyak diberi pula
antibiotik sistemik.

Gambar 1: impetigo krustosa (honey colored)


2. Impetigo Bulosa
Sinonim
Impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet

Etiologi
Biasanya Staphylococcus aureus.

8

Gejala Klinis
Keadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat predileksi di ketiak, dada, punggung,
sering bersama-sama miliaria. Terdapat pada anak dan orang dewasa. Kelaianan kulit
berupa eritema, bula, dan bula hipopion. Kadang-kadang waktu penderita datang
berobat, vesikel atau bula telah memecah sehingga yang tampak hanya koleret dan
dasarnya masih eritematosa.

Diagnosis Banding
Vesikel/bula teah pecah dan hanya terdapat koleret dan eritema, maka mirip
dermatofitosis.

Pengobatan
Jika terdapat hanya beberapa vesikel/ bula, dipecahkan lalu diberi salep antibiotic atau
cairan antiseptic. Kalau banyak diberi pula antibiotik sistemik.

Gambar 2: impetigo bulosa yang telah pecah dengan permukaan yang terkikis dan tepi
yang berskuama


9

3. Impetigo Neonatorum
Penyakit ini merupakan penyakit varian impetigo bulosa yang terdapat pada neonates.
Kelainan kulit serupa impetigo bulosa hanya lokasinya menyeluruh, dapat disertai
demam.

Diagnosis Banding
Sifilis congenital. Pada penyakit ini bula juga terdapat di telapak tangan dan kaki,
terdapat pula snuffle nose, saddle nose, dan pseudo paralisis parot.

Pengobatan
Antibiotik harus diberikan secara sistemik. Topikal dapat diberikan bedak salisil 2%.

B. FOLIKULITIS
Definisi
Radang folikel rambut

Gambar 3: tempat terjadinya folikulitis

Gambar 4: folikulitis



10

Etiologi
Biasanya Staphylococcus aureus.

Klasifikasi
1. Folikulitis Superfisialis: terbatas di dalam epidermis
Sinonim
Impetigo Bockhart
Gejala Klinis
Tempat predileksi di tungkai bawah. Kelainan berupa papul atau pustule yang
eritromatosa dan di tengahnya terdapat rambut , biasanya multiple.
2. Folikulitis Profunda: sampai subkutan
Gambaran klinisnya seperti di atas, hanya teraba infiltrate di subkutan. Contohnya
sikosis barbae yang berlokasi di atas bibir atas, dan dagu, bilateral.
Diagnosis Banding
Tinea barbae, lokasinya di mandibula/submandibula, unilateral. Pada tinea barbae
sediaan dengan KOH positif.
Pengobatan
Antibiotik sistemik/topikal. Cari faktor predisposisi.

C. FURUNKEL/KARBUNKEL
Definisi
Furunkel adalah radang folikel rambut dan sekitarnya. Jika lebih daripada sebuah
disebut furunkulosis. Karbunkel adalah kumpulan furunkel.
11


Gambar 5: tempat terjadinya furunkel

Gambar 6: furunkel

Gambar 7: kumpulan furunkel (karbunkel)

Gejala Klinis
Keluhannya nyeri. Kelainan berupa nodus eritromatosa berbntuk kerucut, di
tengahnya terdapat pustule. Kemudian melunak menjadi abses yang berisi pus dan jaringan
nekrotik, lalu memecah membentuk fistel. Tempat predileksi di tempat yang banyak friksi,
misalnya aksila, dan bokong.


12

Pengobatan
Jika sedikit cukup dengan antibiotik topikal, jika banyak digabung dengan antibiotic
sistemik. Kalau berulang-ulang mendapat furunkulosis atau karbunkel, cari fakor
predisposisi, misalnya diabetes mellitus.

D. EKTIMA
Definisi
Ektima dalah ulkus superfisialis dengan krusta di atasnya disebabkan infeksi
streptococcus .

Gambar 8: ektima (ecthyma)

Gambar 9: ektima

Etiologi
Streptococcus B Hemolyticus

Gejala Klinis
Tampak sebagai krusta tebal berwarna kuning, biasanya berlokasi di tungkai bawah,
yaitu tempat yang relative banyak mendapat trauma. Jika krusta diangkat ternyata lekat dan
tampak ulkus yang dangkal.

13

Diagnosis Banding
Impetigo krustosa. Persamaanya, keduanya berkrusta berwarna kuning. Perbedannya,
impetigo krustosa terdapat pada anak, berlokasi di muka, dan dasarnya erosi. Sebaliknya
ektima terdapat baik pada anak maupun dewasa, tempat predileksi di tungkai bawah, dan
dasarnya ulkus.

Pengobatan
Jika terdapat sedikit, krusta diangkat lalu diolesi dengan salep antibiotic. Kalau
banyak, juga diobati dengan antibiotic sistemik.

E. PIONIKIA
Definisi
Radang di sekitar kuku oleh piokokus.

Gambar 10: peradangan sekitar kuku

14


Gambar 11: gambaran inflamasi pada daerah sekitar kuku

Etiologi
Staphylococcus aureus dan/atau Streptococcus B Hemolyticus

Gejala klinis
Penyakit ini didahuui trauma. Mulainya infeksi pada lipat kuku, terlihat tanda-tanda
radang, kemudian menjalar ke matriks dan lempeng kuku, dapatterbentuk abses subungual.

Pengobatan
Kompres dengan larutan antiseptic dan berikan antibiotic sistemik. Jika terjadi abses
subungual kuku diekstraksi.





15

F. ERISIPELAS
Definisi
Erisipelas adalah penyakit infeksi akut, biasanya disebabkan oleh Streptococcus,
gejala utamanya ialah eritema berwarna merah cerah dan berbatas tegas serta disertai gejala
konstitusional

Gambar 12: erisipela

Etiologi
Biasanya Streptococcus -hemolyticus.

Gejala Klinis
Terdapat gejala konstitusi seperti demam, dan malaise. Lapisan kulit yang diserang
adalah epidermis dan dermis. Penyakit ini didahului trauma, karena itu temapt predileksinya
di tungkai bawah. Kelaianan kulit yang utama adalah eritema yang berwarna merah cerah,
berbatas tegas, dan pinggirnya meninggi karena radang-radang akut, dapat pula disertai
edema, vesikel dan bula. Terdapat juga leukositosis.
Jika tidak diobati akan menjalar ke sekitarnya terutama ke proksimal. Jika sering
terjadi residif di tempat yang sama dapat terjadi elefantiasis.
16

Diagnosis Banding
Sellulitis, pada penyakit ini terdapat infiltrat di subkutan.

Pengobatan
Istirahat, tungkai bawah dan kaki yang diserang ditinggikan (elevasi), tingginya
sedikit lebih tinggi daripada letak kor. Pengobatan sistemik adalah antibiotik, topikal
diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik. Jika terdapat edema diberikan diuretika.

G. SELULITIS
Etiologi, gejala konstitusi, temapt predileksi, kelainan pemeriksaan laboratorik, dan
terapinya sama dengan erisipelas.
Kelainan kulit berupa infiltrate yang difus di subkutan dengan tanda-tanda radang
akut.

Gambar 13: selulitis pada tungkai bawah; terdapat eritema, edema, dan nyeri

17

H. FLEGMON
Flegmon adalah selulitis yang mengalami supurasi. Terapinya sama dengan selulitis
namun ditambah insisi.

I. ULKUS PIOGENIK
Berbentuk ulkus yang gambaran klinisnya tidak khas disertai dengan pus di atasnya.
Dibedakan dengan ulkus lainnya yang disebabkan kuman negatif-gram, oleh karena itu perlu
dilakukan kultur.

J. ABSES MULTIPEL KELENJAR KERINGAT
Definisi
Abses multipel kelenjar keringat adalah infeksi yang biasanya disebabkan oleh
Staphylococcus aureus pada kelenjar keringat, berupa abses multipel tidak nyeri berbentuk
kubah.

Etiologi
Biasanya Staphylococcus aureus.

Gejala Klinis
Didapati pada anak. Faktor predisposisi ialah daya tahan yang menurun (misalnya
malnutrisi, morbili), juga banyak keringat, karena itu sering bersama-sama dengan miliaria.
Gambaran klinisnya berupa nodus eritematosa, multipel, tak nyeri, berbentuk kubah, dan
lama memecah. Lokasinya di tempat yang banyak keringat.


18

Diagnosis Banding
Furunkulosis, pada penyakit ini terasa nyeri, bentuknya seperti kerucut dengan pustule
di tengah dan relative lebih cepat memecah.

Pengobatan
Antibiotik sistemik dan topikal.

K. HIDRAADENITIS
Definisi
Hidraadenitis ialah infeksi kelenjar apokrin, biasanya oleh Staphylococcus aureus.


Gambar 14: hidradenitis supuratifa kronis yang berada pada ketiak (dapat pula muncul pada
lipatan payudara, suprapubis, dan bokong)

Etiologi
Staphylococcus aureus.

19

Gejala Klinis
Infeksi terjadi pada kelenjar apokrin, karena itu terdapat pada usia sesudah akil balig
sampai dewasa muda. Sering didahului oleh trauma atau mikrotrauma, misalnya banyak
keringat, pemakaian deodorant, atau rambut ketiak digunting.
Penyakit ini disertai gejala konstitusi yaitu demam, malaise. Ruam berupa nodus
dengan kelima tanda radang akut. Kemudian dapat melunak menjadi abses, dan memecah
membentuk fistul yang disebut hidraadenitis supurativa. Pada yang menahun dapat terbentuk
abses, fistula, dan sinus yang multipel. Terbanyak berlokasi di ketiak, juga di perineum, dan
tempat lain dengan jumlah kelenjar apokrin yang banyak. Terdapat juga leukositosis.

Diagnosis Banding
Skrofuloderma. Persamaannya terdapat nodus, abses dan fistel. Perbedaannya, pada
hidraadenitis supurativa pada permulaan disertai tanda-tanda radang akut dan disertai gejala
konstitusi. Sebaliknya pada skrofuloderma tidak terdapat radang-radang akut dan tidak ada
leukositosis.

Pengobatan
Antibiotik sistemik. Jika telah terbentuk abses, diinsisi. Kalau belum melunak diberi
kompres terbuka. Pada kasus yang kronik residif, kelenjar apokrin dieksisi.

L. STAPHYLOCOCCAL SCALDED SKI N SYNDROME
Definisi
Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS) ialah infeksi kulit oleh Staphylococcus
aureus tipe tertentu dengan ciri khas epidermolisis.
20


Gambar: Staphylococcal scald skin syndrome

Epidemiologi
Penyakit ini terutama terdapat pada anak di bawah 5 tahun, pria lebih banyak daripada
wanita.

Etiologi
Etiologinya antara lain Staphylococcus aureus grup II faga 52, 55 dan/atau faga 71.

Patogenesis
Sumber infeksi adalah infeksi mata, telinga, hidung dan tenggorokan. Eksotoksin
yang dikeluarkan bersifat epidermolitik yang beredar di seluruh tubuh, sampai pada
epidermis dan menyebabkan kerusakan, karena epidermis merupakan jaringan yang rentan
terhadap toksin ini. Pada kulit tidak selalu ditemukan kuman penyebab.
Fungsi ginjal yang baik diperlukan untuk mengekskresikan eksotoksin. Pada anak-
anak dan bayi diduga fungsi ekskresi ginjal belum sempurna, karena itu umumnya penyakit
ini terdapat pada golongan usia tersebut. Jika penyakit ini menyerang orang dewasa diduga
21

karena terdapat kegagalan fungsi ginjal, atau terdapat gangguan imunologik, termasuk yang
mendapat obat imunosupresif.

Gejala Klinis
Pada umumnya terdapat demam yang tinggi disertai infeksi saluran napas bagian atas.
Kelainan kulit yang pertama timbul adalah eritema yang timbul mendadak pada wajah, leher,
ketiak dan lipat paha, kemudian menyeluruh dalam waktu 24 jam.
Dalam waktu 24-48 jam akan timbul bula-bula besar berdinding kendur dan
memberikan tanda Nikolskiy positif. Dalam 2-3 hari terjadi pengeriputan spontan disertai
pengelupasan lembaran-lembaran kulit sehingga tampak daerah-daerah erosif.
Akibat epidermolisis tersebut, gambarannya mirip kombustio. Daerah-daerah tersebut
akan mongering dalam beberapa hari dan terjadi deskuamasi. Penyembuhan penyakit akan
terjadi setelah 10-14 hari tanpa disertai sikatrik.

Komplikasi
Selulitis, pneumonia dan septikemia.

Histopatologi
Gambaran yang khas adalah lepuh intraepidermal, celah terdapat di stratum
granulosum. Meskipun ruang lepuh sering mengandung sel-sel akantolitik, epidermis sisanya
tampaknya utuh tanpa disetai nekrosis sel.

Diagnosis Banding
Nekrolisis epidermal toksik (NET) merupakan diagnosis bandingnya. Pada SSSS
umumnya menyerang anak di bawah 5 tahun, mulainya kelainan kulit di wajah, leher, aksila
22

dan lipat paha, mukosa umumnya tidak terkena, organ dalam tidak diserang dan memiliki
tingkat mortalitas yang rendah. Perbedaan lainnya adalah pada pemeriksaan histopatologik
secara frozen section letak celah SSSS terdapat pada stratum granulosum sedangkan celah
pada NET pada sub epidermal. Perbedaan lainnya, pada NET terdapat sel-sel nekrosis di
sekitar celah dan banyak terdapat sel radang.

Pengobatan
Pengobatannya adalah antibiotik, misalnya kloksasilin, klindamisin dan sefalosporin
generasi I. Topikal dapat diberikan sufratulle atau krim antibiotik. Selain itu juga perlu
diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit.

Prognosis
Kematian dapat terjadi terutama pada bayi berusia di bawah 1 tahun, berkisar antara
1-10%. Penyebab kematian utama adalah tidak adanya keseimbangan cairan atau elektrolit
dan sepsis.

2.2 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Sekolah
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah bentuk perwujudan paradigm sehat
dalam budaya perorangan, keluarga, dan masyarakat yang berorientasi sehat, bertujuan untuk
meningkatkan, memelihara, dan melindungi kesehatannya baik fisik, mental, spiritual,
maupun sosial.
PHBS di sekolah adalah upaya untuk memperdayakan siswa, guru, dan masyarakat
lingkungan sekolah agar tahu, mau, dan mampu mempraktikkan PHBS dan berperan aktif
dalam mewujudkan sekolah sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat juga merupakan
sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan
23

sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran sehingga secara mandiri mampu
mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan
lingkungan sehat.
Manfaat PHBS di sekolah bagi siswa, diantaranya:
a. Meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakit
b. Meningkatkan semangat belajar
c. Meningkatkan produktifitas belajar
d. Menurunkan angka absensi karena sakit
Indikator PHBS di sekolah, yaitu:
a. Memelihara rambut agar bersih dan rapi
b. Memakai pakaian bersih dan rapi
c. Memelihara kuku agar selalu pendek dan bersih
d. Memakai sepatu bersih dan rapi
e. Berolahraga teratur dan terukur
f. Tidak merokok di sekolah
g. Tidak menggunakan NAPZA
h. Memberantas jentik nyamuk
i. Menggunakan jamban sehat dan bersih
j. Menggunakan air bersih
k. Mencuci tangan dengan air mengalir dan memakai sabun
l. Membuang sampah ke tempat sampah
m. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah
n. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan


24

2.3 Tinjauan Kasus
Data Administrasi Pasien
a. Nama / Umur : An. R / 6 tahun
b. No register : Puskesmas Gunung Alam
c. Status Kepegawaian : -
d. Status Sosial : Menengah ke bawah

Data Demografis
a. Alamat : Rama Agung
b. Agama : Islam
c. Suku : Jawa
d. Pekerjaan : Pelajar
e. Bahasa Ibu : Indonesia
f. Jenis Kelamin : Perempuan

Data Biologik
a. Tinggi Badan : 98 cm
b. Berat Badan : 22 kg
c. Habitus : pasien jarang mencuci tangan setelah bermain pasir

Data Klinis
a. Anamnesis
Keluhan utama : Bruntus-bruntus yang nyeri pada lutut kanan dan betis kiri.


25

Anamnesis Khusus :
Sejak dua minggu yang lalu pasien merasakan bercak kemerahan di sekitar
lutut kanan dan betis kiri. Awalnya bercak-bercak tersebut berupa bruntus yang
mudah pecah dan meninggalkan borok. Saat ini sebagian besar luka menjadi
koreng yang lengket dan berwarna kekuningan serta tidak ada kemerahan di
sekeliling luka. Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Untuk
keluhannya ini pasien telah diberikan salep betametason tetapi tidak mengalami
perbaikan.
Pasien menyangkal adanya riwayat demam maupun lemah badan
sebelumnya. Pasien juga menyangkal adanya lepuh yang lama berisi cairan
bening. Pasien menyangkal adanya kontak dengan pasien penyakit kulit yang
sama sebelumnya dan di lingkungan sekitar rumah pasien tidak ada yang memiliki
penyakit kulit yang sama. Riwayat alergi terhadap obat maupun makanan juga
disangkal oleh pasien. Riwayat imunisasi pasien diakui oleh ibu lengkap.

b. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum: Tampak sakit ringan.
Kesadaran : Kompos mentis.
Tanda-Tanda Vital : tidak diperiksa
Kepala
Wajah : Simetris.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
Hidung : Sekret hidung (-).
Telinga : Sekret telinga (-).
26

Mulut : Tidak ada lesi.
Leher : KGB tidak teraba membesar.
Thorax : Bentuk dan pergerakan simetris.
Paru-paru : dalam batas normal.
Jantung : dalam batas normal.
Abdomen : datar dan lembut, BU + normal
Genitalia : Tidak diperiksa.
Ekstremitas : Edema -/-, lihat status dermatologikus

Status dermatologikus
Distribusi lesi : Regioner.
At regio : Cruris sinistra
Karakteristik : Tampak lesi multipel, diskret, bentuk irreguler, batas tegas, berukuran 0,5 x
0,5 cm, sebagian besar tidak menimbul, sebagian besar kering dan ada yang
basah.
Efloresensi : Pustula, papula. krusta sanguilenta, desquamasi, dan ulkus.










27

Usulan Pemeriksaan
1. Lab darah rutin [Hb, Ht, Leukosit, trombosit].
2. Pewarnaan Gram.
3. Kultur dan uji resistensi.

Diagnosis Banding
1. Ektima.
2. Impetigo krustosa.

Diagnosis Kerja
1. Ektima












28

BAB III
PERENCANAAN dan INTERVENSI

3.1 Metode Penyuluhan
Metode penyuluhan yang dilakukan untuk mengurangi angka kejadian pioderma ini
adalah metode penyuluhan berkelompok dan metode penyuluhan individu. Metode
penyuluhan berkelompok dapat dilakukan melalui penyuluhan di sekolah-sekolah, sedangkan
metode penyuluhan individu atau perorangan dapat dilakukan melalui diskusi dan pemberian
edukasi secara dua arah kepada pasien dan keluarga pasien.

3.2 Intervensi
Beberapa intervensi dapat dilakukan dalam penanganan kasus pioderma, baik secara
preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Secara preventif, tenaga medis dapat
menjelaskan kepada pasien untuk menjaga higienitas tubuh seperti sering mencuci tangan
dengan air yang mengalir dan sabun setelah bermain di luar atau sebelemu makan, mandi
teratur 2 kali sehari, menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat, serta meningkatkan nilai
gizi pada makanan yang dikonsumsi setiap hari guna meningkatkan daya tahan tubuh
sehingga terhindar dari penyakit kulit pioderma ini.
Secara promotif, pasien dan keluarga pasien perlu dijelaskan mengenai penyakit dan
komplikasi dari pioderma ini. Perlu dijelaskan juga kepada pasien dan keluarga pasien bahwa
penyakit pioderma ini dapat menular melalui nanah yang dihasilkan, oleh karena itu
pentingnya mencuci tangan sebelum dan sesudah mengobati luka yang bernanah atau
mencuci tangan sebelum memberi makan atau menyiapkan makanan untuk anggota keluarga
yang lain wajib disampaikan guna mengurangi angka penularan.
29

Secara kuratif, pasien dapat diberikan antibiotic oral berupa Amoxicillin sirup
125mg/ml (3 x 1 sendok teh), antibiotik topikal yaitu salep basitrasin (2 x dioleskan sehabis
mandi), dan multivitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan nafsu makan pasien.
Secara rehabilitatif, perlu dianjurkan kepada pasien dan orang tua pasien agar meningkatkan
asupan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh, serta membawa anak ke
puskesmas atau rumah sakit bila gejala bertambah parah, seperti luka yang tidak sembuh dan
bertambah parah, adanya benjolan di kelenjar getah bening, atau terjadi bakteremia.


















30

BAB IV
PELAKSANAAN

Pada kasus pioderma, yang menjadi factor predisposisi atau faktor pencetus
timbulnya penyakit pioderma adalah buruknya higienitas pasien, menurunnya daya tahan
tubuh, atau terdapat penyakit kulit yang telah diderita sebelumnya. Sehingga penanganan
yang tepat untuk penyakit pasien adalah meminum antibiotik hingga habis, memakan
makanan yang bergizi, serta edukasi mengenai pentingnya meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat.
Berikut adalah gambar-gambar mengenai penanganan permasalahan untuk pasien
ini :










Gambar 4.1 Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit dan pengobatan
melalui penyuluhan individu


31











Gambar 4.2 Penyuluhan mengenai PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)
bagi anak sekolah dasar



Gambar 4.3 Membiasakan hidup bersih dan sehat

32












Gambar 4.4 Meningkatkan asupan makanan dengan gizi seimbang












33

BAB V
MONITORING DAN EVALUASI

Pada pasien ini dilakukan monitoring perkembangan pemulihan penyakit pasien.
Pasien dianjurkan untuk kontrol ulang penyakitnya satu minggu kemudian. Saat kontrol
ulang, lesi-lesi sudah berkurang, nanah sudah hilang, nafsu makan pasien sudah membaik.
Pada pemeriksaan fisik dari kepala hingga kaki tidak ditemukan kelainan. Dari segi perilaku
dan kebiasaan pasien sudah mengalami perbaikan, pasien menghabiskan obat antibiotik yang
diberikan, pasien sudah memulai makan makanan sehat dengan gizi seimbang. Kesan yang
didapatkan dari perkembangan pemulihan penyakit pasien adalah sudah ada perbaikan
perilaku kesehatan dan perbaikan penyakit yang diderita pasien. Evaluasi untuk pasien ini
diharapkan pasien dan keluarga memahami mengenai penyakit dan pengobatan penyakitnya.













34

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. 2007. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2. Fitzpatricks, MD et al : Dermatology in general medicine, 6 th ed., mc-graw-Hill.,
2003.
3. Thomas P, et al. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4th
ed. Mosby. 2003.
4. Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNPAD/RSHS. Standar Pelayanan
Medik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin FK UNPAD/RS dr. Hasan Sadikin. 2005.
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pioderma, Pedoman Pengobatan Dasar di
Puskesmas. DEPKES RI. Jakarta. 2007.

Anda mungkin juga menyukai