Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pioderma adalah terminologi umum untuk penyakit-penyakit infeksi kulit

yang disebabkan oleh kuman (bakteri), terutama Streptococcus beta hemolyticus

atau Staphylococcus aureus. Kalangan awam menggunakan terminologi Koreng

untuk manamakan infeksi kulit. Dalam praktek sehari-hari Pioderma dengan

berbagai bentuk dan jenisnya, masih kerap dijumpai, terutama pada anak-anak.

Pioderma merupakan penyakit yang paling sering dijumpai. Penyakit

ini berhubungan erat dengan keadaan social ekonomi. Tidak ada ras tertentu yang

cenderung terkena pioderma. Pioderma dapat menyerang laki-laki

maupun perempuan pada semua usia

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus,

atau oleh kedua-duanya.

B. Etiologi

Sebenarnya infeksi kulit dapat pula disebabkan oleh kuman negative-Gram, misalnya

Pseudomonas aerugunosa, Proteus vulgaris, Proteus mirabilis, Escherichia coli dan

Klebsiella. Penyebab yang umum ialah kuman positif-Gram yaitu Staphylococcus B

hemolyticus dan Streptococcus aureus.

C. Epidemiologi

Pioderma merupakan penyakit yang paling sering dijumpai. Penyakit ini berhubungan

erat dengan keadaan social ekonomi. Tidak ada ras tertentu yang cenderung terkena

pioderma. Pioderma dapat menyerang laki-laki maupun perempuan pada semua usia.

D. Faktor Predisposisi

 Higiene yang kurang

 Menurunnya daya tahan tubuh, biasanya karena kelelahan, anemia, atau penyakit-

penyakit tertentu seperti penyakit kronis, neoplasma, dan diabetes mellitus

 Telah ada penyakit lain di kulit, hal ini dapat merangsang terjadinya pioderma

yang hampir bisa dipastikan akan memperparah penyakit kulit sebelumnya

2
tersebut, hal itu juga terjadi karena fungsi kulit sebagai pelindung yang terganggu

oleh penyakit. Karena terjadi kerusakan di epidermis, maka fungsi kulit sebagai

pelindung akan terganggu sehingga memudahkan terjadinya infeksi.

E. Klasifikasi

 Pioderma Primer

Infeksi terjadi pada kulit yang normal. Gambaran klinisnya tertentu, penyebabnya

biasanya satu macam mikroorganisme.

 Pioderma Sekunder

Pada kulit telah ada penyakit kulit yang lain. Gambaran klinisnya tak khas dan

mengikuti penyakit yang telah ada. Jika penyakit kulit disertai pioderma sekunder

disebut impetigenisata, contohnya: dermatitis impetigenisata, scabies

impetigenisata. Tanda impetigenisata ialah jika terdapat pus, kustul, bula purulen,

krusta berwarna kuning kehijauan, pembesaran kelenjar getah bening regional,

leukositosis, dapat pula disertai demam.

F. Pengobatan Umum

 Sistemik

Contoh obat untuk pengobatan pioderma

a. Penisilin G prokain dan semi-sintetiknya

- Penisilin G prokain, dosisnya 1,2 juta/hari i.m, obat ini sudah tidak dipakai

lagi karena dianggap tidak praktis dan pemakaiannya sering menimbulkan

syok anafilaktik

- Ampisillin, dosis 4×500 mg, ante cunam

- Amoksisilin, dosisnya sama dengan ampisilin, dipakai post-cunam dan

absorbsinya lebih cepat sehingga kadar dalam plasma lebih tinggi.

3
- Golongan obat penisilin resisten-penisillinase, contohnya adalah oksasillin,

kloksasillin, dikloksasillin, flukloksasillin. Dosis 3×250 mg/hari ante-

cunam. Kelebihan obat ini adalah juga berkashiat

pada Staphylococcus yang telah membentuk penisilinase.

b. Linkomisin dan Klindamisin

Dosis linkomisin, 3×500 mg/hari. Klindamisin diabsorbsi lebih banyak

karenanya dosisnya lebih kecil yaitu 4×150 mg/hari/os, pada infeksi berat

dosisnya 4×300-450 mg/hari. Linkomisin agar tidak dipakai lagi dan

digantikan oleh Klindamisin karena potensial antibakterinya lebih besar dan

efek sampingnya lebih sedikit dan tidak terlalu terhambat oleh adanya

makanan dalam lambung.

c. Eritromisin

Dosis 4×500 mg/hari/os. Efektivitasnya kurang dibandingkan

Linkomisin/klindamisin dan obat golongan penisilin resisten-penisillinase.

Cepat menyebabkan resistensi dan kadang terjadi tak enak di lambung.

d. Sefalosporin

Bila terjadi pioderma berat yang dengat obat diatas tidak menunjukan hasil

maka dipakailah Sefalosporin. Ada empat generasi yang berkhasiat untuk

kuman gram positif yaitu generasi I juga generasi IV. Contohnya adalah

sefadoksil dari generasi I dengan dosis dewasa, 2×500 mg atau 2×1000

mg/hari

 Topikal

Bermacam obat topical dapat digunakan untuk pioderma, contohnya basitrasin,

neomisin, mupirosin. Neomisin berkhasiat juga untuk bakteri gram negative,

Neomisin dituliskan sering mengalami sensitisasi, sedangkan teramisin dan

4
kloramfenikol sebenarnya tidak terlalu efektif namun sering dipakai karenanya

harganya murah. Obat-obatan ini biasanya berbentuk salep atau krim.

Selain itu juga baik agar diberikan kompres terbuka contohnya, larutan

permanganas kalikus 1/5000, larutan rivanol 1 o/oo dan yodium povidon 7,5 %

yang dilarutkan 10 kali.

G. Pemeriksaan

Pada pemeriksaan laboratorik (darah tepi) terdapat leukositosis. Pada kasus yang kronis

dan sukar sembuh dilakukan kultur dan tes resistensi. Ada kemungkinan penyebabnya

bukan stafilokokus melainkan kuman negative-Gram. Hasil tes resistensi hanya bersifat

menyokong, invivo tidak selalu sesuai dengan in vitro. Terdapat leukositosis pada

pemeriksaan lab. Pada kasus yang sulit sembuh dilakukan kultur dan tes resistensi.

Ada kemungkinan penyebabnya buka kedua bakteri penyebab pioderma yang sering

terjadi.

H. Bentuk Pioderma

1. IMPETIGO

Impetigo adalah pioderma superficial (terbatas pada epidermis). Terdapat 2

bentuk impetigo krustosa dan impetigo bulosa.

a. Impetigo krustosa

Penyakit ini disebut juga Impetigo kontagiosa, impetigo vulgaris,

impetigo Tillbury FoX. Penyebabnya biasanya Streptococcus B

hemolyticus.Tidak disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak-anak.

Tempat predileksi di muka, yakni disekitar lubang hidung dan mulut

5
karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Kelainan kulit berupa

eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga jika penderita dating

berobat yang terlihat ialah krusta tebal berwarna kuning seperti madu. Jika

dilepaskan akan tampak erosi di bawahnya. Sering krusta menyebar ke

perifer dan sembuh di bagian tengah.

Komplikasi yang dapat terjadi adalah glomerulonefritis (2-5%) yang

disebabkan oleh sero tipe tertentu. Penyakit ini harus dibedakan dari

ektima.Jika krusta sedikit, dilepaskan dan diberi salep antibiotic, kalau

banyak diberi pula antibiotic sistemik.

Terapi antibiotik yang disarankan jika lesi banyak dan disertai gejala

konstitusi (demam,dll) adalah dengan diberikan antibiotic sistemik, misalnya

penisilin, kloksasilin, atau sefalosporin. Untuk antibiotik topikal dapat

menggunakan polimiksin, neomisin, dan basitrasin.

b. Impetigo bulosa

Disebut juga impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet. Biasanya karena

Staphylococcus aureus. Keadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat

predileksi di ketiak, dada, punggung. Sering bersama-sama merialia.

Terdapat pada anak dan orang dewasa. Kelainan kulit berupa eritema, bula

dan bula hipopin. Kadang-kadang waktu penderita dating berobat,

vesikel/bula telah memecah sehingga yang tampak hanya koleret dan

dasarnya masih eritematosa. Jika vesikel/bula telah pecah dan hanya

terdapat koleret dan eritema, maka mirip dermafitosis. Pada anamnesa

hendaknya ditanyakan, apakah sebelumnya terdapat lumpuh. Jika ada,

diagnosanya adalah impetigo bulosa. Jika terdapat hanya beberapa

6
vesikel/bula, dipecahkan lalu diberi salap antibiotic atau cairan antiseptic.

Kalau banyak diberi pula antibiotic sitemik. Faktor predisposisi dicari, jika

karena banyak keringat, ventilasi diperbaiki.

Terapi antibiotik yang disarankan adalah diberi salep antibiotic

(kloramfenikol 2% atau eritromisin 3%). Jika ada demam, sebaiknya diberi

antibiotic sistemik, misalnya penisilin 30-50 mg/kgBB atau antibiotic yang

sensitive.

c. Impetigo neonatorum

Penyakit ini merupakan varian impetigo bulosa yang terdapat pada

neonates. Kelainan kulit serupa impetigo bulosa hanya likasinya

menyeluruh, dapat disertai demam. Diagnosa banding dengan sifilis

congenital. Pada penyakit ini bula juga terdapat ditelapak tangan dan kaki,

terdapat pula snuffle nose, saddle nose, dan pseudo paralisis parrot.

Antibiotic harus diberika secara sistemik. Topical dapat diberikan bedak

salisil 2%.

2. FOLIKULITIS

Folikulitis adalah radang folikel rambut.penyebabnya adalah Staphylococcus

aureus.

 Folikulitis superfisialis: terbatad di dalam epidermis.

Sinonim : Impetigo Bockhart

7
Gejala klinis : Tempat predileksi di tungkai bawah. Kelainan berupa paul atau

pustule yang eritomatosa da di tengahnya terdapat rambut, biasanya multiple.

 Folikulitis profunda: sampai ke subkutan.

Gambaran klinisnya seperti di atas, hanya teraba infiltrate di subkutan.

Contohnya sikosis barbe yang berlokasi di bibir atas dan dagu,

bilateral.Diagnosa banding nya adalah tinea barbe, lokasinya di mandibula/

submandibula, unilateral. Pada tenia barbe sediaan dengan KOH positif.

Pengobatan dengan antibiotic sistemik/ topical.

Terapi antibiotik yang disarankan ialah antibiotic sistemik jika luas : eritromisi 3x250

mg selama 7 – 14 hari ; atau penisilin 600.000 – 1,5 juta IU intramuscular selama 7 –

14 hari. Antibiotic topical, isalnya kemicetin 2% ; jika eksudasi kompres PK 1/5.000.

3. FURUNKEL/KARBUNKEL

Furunkel ialah radang folikel rambut dan sekitarnya. Jika lebih dari sebuah

disebut furunkulosis, Karbunkel ialah kumpulan furunkel. Biasanya disebabkan

oleh Staphylococcus aureus. Keluhan yang muncul adalah nyeri, dengan kelainan

berupa nodus eritem berbentuk kerucut dengan pustule ditengahnya. Kemudian

melunak menjadi abses berisi pus dan jaringan nekrotik lalu memecah membentuk

fistel. Predileksi adalah tempat yang banyak friksi, misalnya aksila dan bokong.

Pengobatan jika hanya sedikit furunkel, cukup dengan antibiotic topical, jika

banyak perlu gabungan dengan antibiotic sistemik. Jika terjadi furunkulosis atau

karbunkel berulang-ulang cari faktor predisposisi, misalnya diabetes mellitus.

8
Terapi antibiotik untuk furunkel yang disarankan adalah antibiotic sistemik :

eritromisin 4 x 250 mg atau penisilin , jika lesi matang, lakukan insisi dan aspirasi dan

selanjutnya dikompres atau diberi salep kloramfenikol 2%. Sedangkan antibiotik yang

diberikan pada karbunkel adalah eritromisin 4x250 mg selama 7 - 14 hari ; penisilin

600.000 IU selama 5 - 10 hari. Antibiotik yang masih sensitif memberi hasil yang

memuaskan seperti sefalosporin atau golongan kuinolon. Basitrasin topikal juga efektif

untuk pengobatan furunkel.3,4

4. EKTIMA

Ektima ialah ulkus superficial dengan krusta diatasnya disebabkan infeksi

Streptococcus, biasanya Streptococcus B hemolyticus. Gejala yang tampak adalah

krusta tebal berwarna kuning berlokasi di tungkai bawah, yaitu tempat yang

relative banyak trauma. Jika krusta diangkat ternyata lekat dan tampak ulkus yang

dangkal. Diagnosis bandingnya adalah impetigo krustosa, perbedaannya, impetigo

krustosa sering terjadi pada anak dan berlokasi di muka dan dasarnya adalah erosi,

ektima terjadi pada anak maupun dewasa tempat predileksi tungkai bawah dan

dasarnya adalah ulkus. Pengobatan yang dipakai adalah krusta diangkat dan

disalep antibiotic. Jika banyak, gabungkan dengan antibiotic sistemik.

Terapi antibiotik yang diberikan jika lesi sedikit : salep kloramfenikol 2% ;

jika luas diberikan antibiotik sistemik penisilin 600.000 - 1,5 juta IU

intramuskular selama 5-10 hari.

9
5. PIONIKA

Radang sekitar kuku oleh piokokus. Penyebabnya biasanya Staphylococcus

dan/atau Streptococcus B hemolyticus. Gejala klinis dari penyakit ini adalah

didahului trauma, mulai infeksi pada lipatan kuku, terlihat tanda-tanda radang dan

menjalar ke matriks dan lempeng kuku, dapat terbentuk abses subungual.

Pengobatan kompres dengan larutan antiseptic dan berikan antibiotic sistemik.

Jika terjadi abses subungual, kuku diekstraksi.

6. ERISIPELAS

Erisipelas ialah penyakit infeksi akut, biasanya disebabkan oleh Streptococcus

B hemolyticus. Gejala klinis, demam, malaise. Lapisan kulit yang diserang ialah

epidermis dan dermis, didahului dengan trauma, tempat predileksinya tungkai

bawah. kelainan yang utama adalah eritema merah cerah, berbatas tegas, dan

pinggirnya meninggi dengan tanda radang akut. Dapat disertai edem, vesikel dan

bula. Terdapat leukosistosis. Jika sering residif ditempat yang sama dapat terjadi

elephantiasis.

Diagnosis bandingnya adalah selulitis, namun pada penyakit ini infiltratnya di

subkutan. Pengobatan terutama adalah istirahat, tungkai bawah dan kaki yang

diserang ditinggikan (elevasi), pengobatan sistemik dengan antibiotic, topical

diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptic. Jika terjadi edem diberikan

diuretic. Terapi antibiotik yang diberikan adalah penisilin 0,6 - 1,5 mega unit

selama 5 - 10 hari, sefalosporin 4 x 400 mg selama 5 hari memberi hasil yang

baik.3

10
7. SELULITIS

Etiologi, gejala konstitusi, tempat predileksi, kelainan pemeriksaan

laboratorium, dan terapi sama dengan erysipelas. Kelainan kulit berupa infiltrate

difus di subkutan dengan tanda-tanda radang akut.

Rekomendasi untuk pengobatan selulitis adalah flucloxacillin 1g qds jika

diberikan intra vena, sedangkan flucloxacilin 500 mg qds apabila ingin diberikan

terapi peroral. Terapi ini diberikan selama 5-7 hari. Pada kondisi yang berat dapat

ditambahkan clindamycin 300-450 mg per oral qds. Apabila pasien alergi

terhadap penicillin atau suspect MRSA dapat diberikan vancomycin intra vena

atau doxycycline 200 mg per oral pada hari pertamaa lalu dilanjutkan dengan 100

mg per oral.

8. FLEGMON

Selulitis yang mengalami supurasi. Terapi sama dengan selulitis hanya saja

ditambah dengan insisi.

9. ULKUS PIOGENIK

Berbentuk ulkus, gambaran klinisnya tidak khas dengan disertai pus

diatasnya. Dibedakan dengan ulkus lain yang disebabkan oleh kuman gram

negative sehingga perlu dilakukan kultur.

Antibiotik yang disarankan untuk pengobatan secara sistemik adalah

penisilin 600.000 - 1,2 juta IU intramuskular selama 5 - 7 hari; eritromisin 4 x 500

mg selama 7 hari. Siprofloksasin atau sefalosporin memberi hasil yang baik.

11
10. ABSES MULTIPEL KELENJAR KERINGAT

Infeksi yang biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus, pada kelenjar

keringat berupa abses multiple tak nyeri berbentuk kubah. Didapati pada anak

dengan faktor predisposisi berupa daya tahan tubuh yang menurun juga banyak

keringat, sehingga sering bersama denga miliaria. Kelainan berupa nodus eritema,

multiple, tidak nyeri, berbentuk kubah dan lama memecah. Lokasinya di tempat

yang banyak keringat.

Diagnosis bandingnya adalah furunkulosis, namuan furunkulosis terasa nyeri

dan bentuknya seperti kerucut, dengan pustule ditengah dan lebih cepat memecah.

Pengobatan yaitu antibiotic topical dan sistemik dengan tidak lupa memperhatikan

faktor predisposisi.

11. HIDRADENITIS

Infeksi kelenjar apokrin biasanya oleh Staphylococcus aureus. Sering

didahului oleh trauma, dengan gejala konstitusi berupa demam, malaise. Ruam

berupa nodus, dengan kelima tanda radang akut (rubor, dolor, kalor, tumor,

fungsiolesa). Kemudian dapat melunak menjadi abses, dan memecah membentuk

fistel yang disebut hidradenitis supuratif. Pada yang menahun dapat terbentuk

abses, fistel, sinus yang multiple. Terbanyak berlokasi di ketiak, juga di perineum.

Terdapat leukositosis. Diagnosis bandingnya adalah skrofuloderma, perbedaannya

pada hidradenitis didahului tanda radang akut dan terdapat gejala konstitusi.

Pengobatan yang digunakan adalah antibiotic sistemik, jika telah terbentuk abses,

diinsisi. Jika belum melunak diberi kompres terbuka, pada kasus yang kronik

residif, kelenjar apokrin dieksisi. Antibiotik di pakai untuk mengatasi stage II dari

12
hidradenitis supurativa. Terapi kombinasi yang disarankan adalah klondamycin

dan rifampicin, 300 mg 2 kali sehari selama 6 bulan.6

12. S4 (STAPHYLOCOCCAL SCALDED SKIN SYNDROME)

S4 pertama kali oleh Ritter von Rittershain, sehingga sering disebut penyakit

Ritter. S.S.S.S ialah infeksi kulit oleh Staphylococcus aureus tipe tertentu dengan

ciri yang khas ialah terdapatnya epidermolisis. Penyakit ini terutama terdapat pada

anak dibawah 5 tahun, pria lebih banyak dari wanita. Etiologinya ialah

Staphylococcus aureus grup II faga 52, 55 dan/atau faga 71. Sumber infeksi

penyakit ini ialah infeksi pada mata, hidung, tenggorok, dan telinga. Eksotoksin

yang dikeluarkan bersifat epidermolitik (epidermolin, eksofoliatin) yang beredar

di seluruh tubuh sampai pada epidermis dan menyebabkan kerusakan. Pada kulit

tidak selalu ditemukan kuman penyebab. Fungsi ginjal yang baik diperlukan untuk

mengekskresikan eksofoliatin, pada bayi diduga fungsi ginjal belum sempurna

sehingga penyakit ini terjadi pada golongan usia tersebut.

Pada umumnya terdapat demam yang tinggi disertai infeksi disaluran nafas

bagian atas. Kelainan kulit yang pertama timbul adalah eritema, yang timbul

mendadak pada muka, leher, ketiak dan lipat paha, kemudian menyeluruh dalam

waktu 24 jam. Dalam waktu 1-2 hari akan muncul bula-bula berdinding kendur,

tanda nikolsky positif. Dalam 2-3 hari terjadi pengeriputan spontan disertai

pengelupasan lembaran-lembaran kulit sehingga tanpak daerah erosif. Akibat

epidermolisis tersebut gambarannya mirip dengan kambustio. Daerah-daerah

tersebut akan mongering dalam beberapa hari dan terjadi deskuamasi.

Penyembuhan penyakit akan terjadi setelah 10-14 hari tanpa disertai sikatriks.

Meskipun dapat sembuh spontan, dapat pula terjadi komplikasi seperti selulitis,

13
pneumonia dan septicemia. Jika terdapat infeksi ditempat lain maka dapat

dilakukan pemeriksaan bakteriologi. Juga dilihat tipe kuman karena tidak semua

Satphylococcus aureus dapat menyebabkan penyakit ini, hanya tipe tertentu. Pada

kulit tidak ditemukan kuman penyebab karena kerusakan kulit akibat toksin.

Pada pemeriksaan histopatologi akan terdapat gambaran yang khas yaitu

terlihat lepuh intraepidermal, celah terdapat di stratum granulosum, meskipun

ruang lepuh sering mengandung sel-sel akantolitik, epidermis sisanya tampaknya

utuh tanpa disertai nekrosis sel. Penyakit ini mirip N.E.T (Nekrolisis Epidermal

Toksik, bahkan pada awalnya disebut N.E.T sebelum dilaporkan oleh Ritter).

Perbedaannya S4 umumnya menyerang anak-anak dibawah usia 5 tahun,

mulainya kelainan kulit didaerah muka, leher, dan lipat paha, mukosa umumnya

tidak diserang dan angka kematian lebih rendah (meskipun begitu penyakit ini

adalah pioderma penyebab kematian paling mungkin). Kedua penyakit ini sulit

dibedakan sehingga ada baiknya dilakukan pemeriksaan histopatologi secara

frozen section agar hasilnya cepat diketahui, karena prinsip pengobatan keduanya

berbeda. Perbedaan terletak pada celah, S4 di stratum granulosum, N.E.T di sub

epidermal. Perbedaan lain pada N.E.T terdapat nekrosis disekitar celah dan

terdapat sel radang.

Pengobatan antibiotic, kortikosteroid tidak perlu. Penisilin cukup efektif,

misalnya kloksasillin dengan dosis 3x250 mg untuk orang dewasa/hari/os. Pada

neonatus, dosisnya 3x50 mg/hari/os. Obat lain yang dapat diberikan ialah

klindamisin dan sefalosporin generasi I. topical dapat diberikan sufratulle, atau

krim antibiotic. Diperhatikan juga keseimbangan cairan dan elektrolit.

14
Kematian dapat terjadi terutama pada bayi berusia kurang dari 1 tahun dengan

prevalensi sekitar 1-10%. Penyebab utama kematian adalah tidak adanya

keseimbangan cairan dan elektrolit juga karena sepsis.

Pilihan obat pada penyakit Stafilokokus Scalded Skin Syndrom adalah derivat

penicilin misalnya nafcilin. Alternaif lain adalah generasi pertama sefalosporin.

Tetapi jika pasien alergi dengan penisilin dapat diberikan golongan makrolid atau

aminoglikosid. Vancomycin juga dapat menjadi salah satu pilihan apabila pasien

tidak berespon pada nafcilin.

15
BAB III

KESIMPULAN

Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus,

atau oleh kedua-duanya. Pioderma merupakan penyakit yang sering dijumpai. Faktor

Predisposisi adalah higiene yang kurang, lingkungan yang kotor, menurunnya daya tahan

tubuh, telah ada penyakit lain di kulit.

Terapi antibiotic yang diberikan harus sesuai dengan jenis pioderma dan

penyebabnya. Impetigo krustosa diberikan antibiotic sistemik, misalnya penisilin, kloksasilin, atau

sefalosporin. Untuk antibiotik topikal dapat menggunakan polimiksin, neomisin, dan basitrasin.

Impetigo bulosa diberi salep antibiotic (kloramfenikol 2% atau eritromisin 3%). Jika ada demam,

sebaiknya diberi antibiotic sistemik, misalnya penisilin 30-50 mg/kgBB atau antibiotic yang sensitive.

Folikuitis dapat diberikan eritromisi 3x250 mg selama 7 – 14 hari ; atau penisilin 600.000 – 1,5 juta

IU intramuscular selama 7 – 14 hari. Antibiotic topical, isalnya kemicetin 2% ; jika eksudasi kompres

PK 1/5.000.

16
17
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi. dkk. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi VI. Jakarta: Badan

Penerbit FKUI

2. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson.2006. Patofisiologi Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC

3. R.S. Siregar. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta : EGC

4. Bambang Suhariyanto. 2011. Antibiotik Topikal untuk Penyakit Kulit pada Wisatawan. Surabaya

5. Guideline for the Empirical Treatment of Infections in Adults. 2013. Diunduh dari

http://www.ruh.nhs.uk/about/policies/documents/clinical_policies/blue_clinical/Blue_796.

pdf 10 Juli 2014

6. Jemec, G. Hidradenitis Suppurativa. N Engl J Med 2012;366:158-64

7. King, R.W. Staphylococca scalded skin syndrome medication. 2014. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/1073117-medication#110 Juli 2014.

18

Anda mungkin juga menyukai