Anda di halaman 1dari 59

Agung Nur Fauzi

15360345
Pembimbing :
dr. Hj. Hervina, Sp. KK
KKS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RSUD DR. RM DJOELHAM
BINJAI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
TAHUN 2018
Nama : Lispet S
Umur : 37 tahun
Jenis kelamin : Prempuan
Status : Sudah menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : tandem
Keluhan Utama
Gatal-gatal, di jumpai bercak kemerahan pada kedua
pipi dan hidung lalu menyebar keseluruh wajah
(butterfly rash), leher dan lutut kanan, terasa panas
dan nyeri. Os juga mengeluh rambut mudah rontok,
bibir pecah-pecah. Hal ini dialami os ± 3 bulan yang
lalu dan memberat ± 3 hari ini
Awalnya gatal-gatal di jumpai bercak kemerahan berupa
bintik-bintik dan tidak terlalu banyak tetapi semakin
lama meluas keseluruh wajah (butterfly rash) dan timbul
juga di daerah leher dan lutut kanan. Terasa panas dan
nyeri terutama saat terkena sinar matahari os juga
mengeluh rambut mudah rontok, bibir pecah-pecah. Hal
ini dialami os ± 3 bulan yang lalu dan memberat ± 3 hari ini
Keluhan Tambahan : Os juga mengeluh sedikit demam, nyeri
sendi, lemas.
 Lokasi timbul lesi pertama kali : di daerah pipi kanan
dan kiri
 Bagaimana perluasan lesi tersebut : menyebar ke
hidung dan seluruh wajah serta leher dan lutut
 Ada/tidak pengaruh makanan/lingkungan : ada, jika
terkena paparan sinar matahari kulit terasa nyeri dan
panas
Riwayat Pemakaian Obat : os pernah berobat tetapi os lupa
apa obatnya
Riwayat Penyakit Terdahulu : tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak Ada keluarga yang
mengalami penyakit seperti os
tetapi adik os menderita leukemia
Status Gizi : Baik
Keadaan Lingkungan : Baik
1. Inspeksi Kulit
a. Lokasi : seluruh wajah, leher dan lutut
b. Distribusi : Sirkumskrip, bilateral
c. Bentuk : tidak teratur
d. Susunan : tidak khas
e. Batas : diatas permukaan kulit dan di bawah
permukaan kulit
f. Ukuran : Plakat
. Efloresensi
 Primer : makula eritema, papul
 Sekunder : krusta, ekimosis, purpura, sikatrik
h. Ruam Kuku : tidak ada
i. Ruam Rambut : tidak ada, tetapi rambut mudah rontok
j. Ruam Genitallia : Tidak ada
Palpasi Kulit : kasar
 Darah lengkap
 Pemeriksaan ANA
 Imunologi
 Komplemen C3 dan C4
 Pasien datang kepoli kulit dan kelamin RSUD. Dr. Rm.
Djoelham dengan keluhan Gatal-gatal, di jumpai bercak
kemerahan pada kedua pipi dan hidung lalu
menyebar keseluruh wajah (butterfly rash), leher dan
lutut kanan, terasa panas dan nyeri. Os juga mengeluh
rambut mudah rontok, bibir pecah-pecah. Hal ini
dialami os ± 3 bulan yang lalu dan memberat ± 3 hari ini.
Os juga mengeluh sedikit demam, nyeri sendi, lemas.
VI. DIAGNOSA SEMENTARA
Sistemik lupus eritematosus

VII. DIAGNOSA BANDING


1. SLE
2. Dermatomiositis
3. ITP
1. Umum (Non Farmakologi) :
 istirahat
 Hidari paparan sinar matahari secara langsung
 Konsumsi makanan yang bersih dan bergizi
 Hindari stres dan trauma fisik

2. Farmakologi :
 Kortikosteroid Topikal betametason 0,05% - 0,1%,
fluosinolon 0,05%
 Kortikosteroid Sistemik Prednison < 10 mg/hari
 Kloroquin 3 x 250 mg/hari
 Bervariasi tergantung ringan beratnya penyakit
Definisi

Lupus Eritematosus Sistemik adalah gangguan

jaringan penyambung generalisata kronik yang dapat

bersifat ringan hingga fulminans dimana adanya temuan

autoantibodi yang menyerang komponen sitoplasma dan

inti sel, ditandai oleh adanya erupsi kulit, atralgia,

arthritis, nefritis, pleuritis, pericarditis, leucopenia

atau trombositopenia, anemia hemolitik, lesi organ,

manifestasi neurologik, limfadenopati, demam dan

berbagai gejala konstitusional lainnya.


 Rasio penyakit LES pada perempuan dan laki-laki adalah 9 : 1. Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Rupert W.Jakes, dilaporkan prevalensi LES pada

perempuan yaitu sekitar 7.7-68.4 kasus per 100.000 penduduk dengan insidensi 1.4-5.4

kasus, sedangkan prevalensi LES pada laki-laki 0.8-7.0 kasus per 100.000 penduduk

dengan insidensi 0.4-0.8 kasus tiap tahunnya.

 Data tahun 2002 di RSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, didapatkan 1.4% kasus

LES dari total kunjungan pasien di poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam, sementara

pada tahun 2010 di RS Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 pasien (10.5%) dari total

pasien yang berobat ke poliklinik Reumatologi.


 Faktor genetik, imunologis, lingkungan dan hormon dianggap
sebagai etiologi LES, yang mana keempat faktor ini saling terkait.
 Faktor lingkungan dan hormon berperan sebagai pencetus penyakit
pada individu peka genetik. Faktor lingkungan yang dianggap sebagau
pencetus antara lain yaitu infeksi, sinar ultraviolet, pemakaian obat-
obatan, stress mental maupun fisik.
 Gejala klinis dan perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat

timbul mendadak disertai tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam

tubuh. Dapat juga menahun dengan gejala pada satu sistem yang lambat laun

diikuti oleh gejala terkenanya sistem imun.

a. Gejala Konstitusional

b. Gejala Muskuloskeletal
c. Gejala Mukokutan
d. Kelainan pada Ginjal
Derajat Berat Ringannya LES
 Kriteria untuk dikatakan SLE ringan adalah:
◦ Secara klinis tenang
◦ Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa
◦ Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung,
gastrointestinal, susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit.

 Penyakit LES dengan tingkat keparahan sedang


ditemukan:
◦ Nefritis ringan sampai sedang ( Lupus nefritis kelas I dan II)
◦ Trombositopenia (trombosit 20-50x103 /mm3 )
◦ Serositis mayor

 Penyakit SLE berat


Pembentukan autoantibodi
Pelepasan bahanseperti:

-Bahan vasoaktif; Vasodilatasi jaringan


vaskular sehingga antibodi autoreaktif
Lingkungan gampang masuk
Gen -Sinar UV -Chitokine= Manifestasi klinis demam
-C14, C2, C4, HLA, DR, 3, -Infeksi
8, MBL, Fc2A, 3A, 2B, IL-
10MCP-1 -EBV(Eipstein Barr Virus)

Kerusakan organ target:

-Tergantung dimana antibodi autoreaktif terakumulasi – Manifestasi berlangsung lama


-Ekspresi respon imun abnormal akibat regulasi dan inhibisi sel T. Organ yang paling sering terkena adalah organ seperti
jantung, ginjal dan paru-paru, -dsb
-Aktivasi innate imunity (dendrtik sel

-penurunan clearence dari sel apoptotik


Antigen masuk
-penurunan batas ambang aktivasi sel
imun adaptif(antigen spesifik T dan B-
Limfosit)
Dendritik sel B cell
-Regulasi dan inhibisi yang tidak
efektif dari sel TCD4+ dan CD8+

T cell

Aktivasi sistem komplemen


abnormal Produksi autoantibodi
(ANA)terus menerus
LES ditandai dengan adanya
produksi autoantibodi,
terbentuknya kompleks imun, dan
aktivasi komplemen yang tidak
terkendali. LES disebabkan oleh
interaksi antara gen dan faktor
lingkungan sehingga menghasilkan
respon imun yang abnormal.
Respon tersebut terdiri dari
hiperaktivitas sel T helper sehingga
terjadi hiperaktivitas sel B. Terjadi
gangguan mekanisme
downregulating yang menimbulkan
respon imun abnormal.
 Faktor genetik
 Imunologis
 Lingkungan
 hormon
Kecurigaan akan penyakit LES perlu dipikirkan bila dijumpai 2 atau lebih kriteria
sebagaimana tercantum dibawah ini, yaitu :
 Wanita muda dengan keterlibatan dua organ atau lebih.
 Gejala konstitusional; kelelahan, demam (tanpa bukti infeksi) dan penurunan
berat badan.
 Muskuloskeletal; artritis, arthralgia, myositis.
 Kulit; ruam kupu kupu (butterfly atau malar rash), fotosensitivitas, lesi
membrane mukosa, alopesia, fenomena Raynaud, purpura, urtikaria, vasculitis.
 Ginjal: hematuria, proteinuria, sindrom nefrotik.
 Gastrointestinal: mual, muntah, nyeri abdomen.
 Paru – paru: pleurisy, hipertensi pulmonal, lesi parenkim paru.
 Jantung: pericarditis, endocarditis, myocarditis.
 Retikulo – endotel: organomegali (limfadenopati, splenomegali, hepatomegali).
 Hematologi: anemia, leukopenia, dan trombositopenia.
 Neuropsikiatri: psikosis, kejang, sindrom otak organik, myelitis transversa,
gangguan kognitif neuropati kranial dan perifer.
 Pemeriksaan penunjang
Peningkatan titers ANA sering terjadi pada anak-anak
dengan lupus aktif. Ini adalah alat penyaringan yang
sangat baik, meskipun ANA dapat ditemukan tanpa
penyakit atau dapat dikaitkan dengan kondisi rematik dan
lainnya. Tingkat anti-DNA rantai ganda, yang lebih
spesifik untuk lupus, mencerminkan tingkat aktivitas
penyakit. Tingkat serum dari total hemolitik komplemen
(CH50), C3, dan C4 akan menurun pada penyakit aktif dan
memberikan ukuran kedua aktivitas penyakit.
 SLE
 Dermatomiositis
 ITP
Pilar pengobatan pada LES dijalankan secara bersamaan dan
berkesinambungan serta ditekankan pada beberapa hal yang penting agar
tujuan di atas tercapai, yaitu:
 Penghilang nyeri seperti paracetamol 3 x 500 mg, bila diperlukan.

 Obat anti inflamasi non steroidal (OAINS).

 kortikosteroid topikal untuk mengatasi ruam

 klorokuin 3x250 mg/hari

 Kortikortikosteroid dosis rendah seperti prednison < 10 mg / hari


Penderita harus menghindarkan trauma fisik, sinar matahari, lingkungan yang sangat
dingin dan stress emosional. Antara pencegahan yang dapat dilakukan adalah:
 Memakai pakaian yang menutup ekstremitas

 Mengelakkan pemberhentian penggunaan kortikosteroid secara tiba-tiba.

 Istirahat

 Jika penderita menderita demam atau ada tanda-tanda infeksi maka harus diobati
dengan segera.
 Mengkonsumsi vitamin antioksidan untuk mengurangkan efek daripada stress
oksidatif
 Perubahan gaya hidup untuk meningkatnya daya imun.

 Kelelahan bisa karena sakitnya atau penyakit lain, seperti anemi, demam infeksi,
gangguan hormonal, komplikasi pengobatan, atau stres emosional. Upaya
mengurangi kelelahan disamping obat ialah cukup istirahat, pembatasan aktivitas
yang berlebih, dan mampu mengubah gaya hidup.
 Hindari Merokok
- Komplikasi LES meliputi:
 Hipertensi (41%)

 Gangguan pertumbuhan (38%)

 Gangguan paru-paru kronik (31%)

 Abnormalitas mata (31%)

 Kerusakan ginjal permanen (25%)

 Gejala neuropsikiatri (22%)

 Kerusakan muskuloskeleta (9%)

 Gangguan fungsi gonad (3%)


 Bervariasi tergantung berat atau tidaknya penyakit
 SLE pada awalnya dipandang sebagai penyakit fatal seragam.
Dengan kemajuan dalam diagnosis dan perawatan, 5-yr
survival rate lebih besar dari 90%. Penyebab utama kematian
pada pasien dengan lupus saat ini termasuk infeksi, nefritis,
penyakit SSP, perdarahan paru-paru, dan infark miokard; yang
terakhir mungkin komplikasi akibat administrasi
kortikosteroid kronis dalam pengaturan kekebalan penyakit
kompleks.
Definisi
penyakit inflamatorik dan
degeneratif dengan angiopati di kulit,
subkutis dan otot. Kelainan tersebut
mengakibatkan perasaan lemah dan
atrofi pada otot, terutama di sekitar
pinggul. Beberapa tanda klinis sama
dengan gejala pada P.S.S (progressive
systemic sclerosis), L.E.S. (lupus
eritematous sistemik).
 Dermatomiositis lebih banyak menyerang
pertempuan daripada laki-laki, dengan rasio 2:1. Usia
yang palingbanyak diserang 40-60 tahun.
Dermatomiositis 3x lebih sering terjadi pada
penduduk kulit hitam daripada penduduk putih. Pada
anak-anak, rata-rata terjadi pada usia 5-10 tahun.
 Penyebab dermatomiositis tidak diketahui, namun
faktor-faktor berikut telah terlibat. Sebuah komponen
genetik dapat menyebabkan rentan terhadap
dermatomiositis serta kelainan imunologi
1. Tanda-tanda paling umum dan gejala dermatomiositis meliputi:
 Perubahan kulit.

 Kelemahan otot.

 Munculnya ruam pada kelopak mata, pipi, hidung, punggung, dada bagian
atas, siku, lutut dan jari
 Kulit bersisik, kering atau kasar

 Ruam menyakitkan.

 Kesulitan menelan (disfagia), perasaan tersedak

2. Tanda-tanda dermatomiositis dan gejala lain yang mungkin terjadi meliputi:


 Nyeri otot atau nyeri

 Kelelahan, demam dan penurunan berat badan

 Masalah paru
 Penyakit ini dimulai ketika antibodi putatif atau faktor
lain mengaktifkan C3, membentuk fragmen C3b dan
C4b yang mengarah pada pembentukan serangan
C3bNEO dan membran kompleks (MAC), yang
disimpan dalam pembuluh darah endomysial.
Melengkapi C5b-9 MAC disimpan dan dibutuhkan
dalam mempersiapkan sel untuk kehancuran (Lysis). B
sel dan CD4 (helper) sel juga hadir dalam reaksi
inflamasi yang berhubungan dengan pembuluh darah.
Penyakit

Antigen Zat Antibodi

Bakteri, Virus

Toksin Cukup Kurang

Sehat Gangguan pada sistem


imun/autoimun

Menyebar melalui darah

Timbul gejala seperti : Ruam kulit,


Kelemahan otot

Dermatomiositis
 Siapa pun dapat mengembangkan dermatomiositis,
tetapi paling sering terjadi pada anak usia 5 - 15 orang
dewasa dan usia 40 - 60. Wanita mengalami kondisi ini
lebih sering daripada pria.
Pada penyakit dermatomiositis, gejala klinisnya bisa
didapatkan dalam dua bentuk yaitu lesi kutaneus
dan lesi sistemik. Pada pemeriksaan fisis bisa
didapatkan seperti berikut:
 Lesi kutaneus
Tanda diagnostik yang paling penting dari erupsi
kulit dari dermatomiositis adalah poikiloderma.
Poikiloderma bisa muncul pada pasien dengan
dermatomiositis, ditandai dengan warna violet
dan pada pasien dengan lupus eritematosus,
poikilodermanya bewarna merah.
 Penyakit sistemik
Pasien dengan dermatomiositis biasanya hadir dengan
keluhan malaise dan kehilangan energi. Manifestasi
dermatologi mendahului timbulnya penyakit otot
objektif pada kebanyakan pasien dengan
dermatomiositis.
C. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan enzim otot


Peningkatan kreatinin kinase dalam serum
2. Pemeriksaan auto-antibodi
Peningkatan level antibodi antinuklear dengan substrat sel tumor
3. Elektromiografi
Pemeriksaan ini membantu untuk melihat pola aksi potensial pada otot jika
terdapat kelainan.
4. Biopsi otot
Pada penderita dermatomiositis, sering didapatkan serat otot yang
berdegenerasi serta terdapat kecederaan kapiler.
5. Foto otot
MRI adalah suatu pemeriksaan yang dapat membantu untuk melihat kelainan
otot atau inflamasi pada otot yang dihasilkan dalam bentuk foto
 SLE
 ITP
 Prednisone oral:
1mg/kg dalam waktu 6 bulan
 Methotrexate:
7.5-50mg/minggu
 Azathioprine:
2–3 mg/kg/hari
1. Kelemahan otot : Dermatomiositis kelemahan otot dapat menyebabkan:
 Kesulitan menelan. Jika otot-otot di kerongkongan Anda terpengaruh, Anda
akan memiliki masalah menelan (disfagia), yang dapat menyebabkan
penurunan berat badan dan kekurangan gizi.
2. Kulit : Masalah yang terkait dengan dermatomiositis yang dapat
mempengaruhi kulit meliputi:
 Kalsium deposito. Simpanan kalsium dapat terjadi pada otot, kulit dan
jaringan ikat (calcinosis) sebagai kemajuan penyakit.
3. Associated kondisi: Dermatomyositis dapat menyebabkan kondisi lain, atau
menempatkan Anda pada risiko lebih tinggi terkena mereka.
 Fenomena Raynaud. Ini adalah kondisi di mana jari-jari Anda, jari kaki,
pipi, hidung dan telinga pucat bila terkena suhu dingin.
 Kebanyakan pasien dengan dermatomiositis bertahan hidup,
dalam hal ini mereka dapat mengembangkan kelemahan sisa
dan cacat. Anak-anak dengan dermatomiositis parah dapat
mengembangkan kontraktur.
 1.Definisi
ITP adalah kondisi idiopatik atau tidak diketahui
penyebab/penyakit dasar. Secara istilah, berikut
ini penjelasan tentang ITP.
Idiopathic. Tidak diketahui penyebab dasarnya.
Thrombocytopenic. Jumlah trombosit di bawah
kadar normal.
Purpura. Ruam berwarna merah-keunguan.
 Sering kali dijumpai pada anak dan dewasa muda. Pada
anak yang tersering ialah diantara umur 2-8 tahun.
Lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki
(perpandingan berkisar diantara 4 : 3 dan 2 : 1 serta
akan menjadi lebih nyata setelah pubertas).
Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi dikemukakan berbagai
kemungkinan diantaranya ialah hipersplenisme, infeksi virus (demam
berdarah, morbili, varisela dan sebagainya), intoksikasi makanan atau obat
(asetosal, PAS, fenibultazon, diamox, kina, sedormid) atau bahan kimia,
pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan faktor pematangan (misalnya
malnutrisi)
Bintik-bintik merah pada kulit (terutama di daerah kaki), seringnya
bergerombol dan menyerupai rash. Bintik tersebut petechiae,
disebabkan karena adanya pendarahan dibawah kulit .Memar atau
daerah kebiruan pada kulit atau membran mukosa (seperti di bawah
mulut) disebabkan pendarahan di bawah kulit. Memar tersebut
mungkin terjadi tanpa alasan yang jelas Memar tipe ini disebut dengan
purpura. Pendarahan yang lebih sering dapat membentuk massa tiga-
dimensi yang disebut hematoma.

Hidung mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi. Ada darah


pada urin dan feses. Beberapa macam pendarahan yang sukar
dihentikan dapat menjadi tanda ITP. Termasuk menstruasi yang
berkepanjangan pada wanita.
Anti bodi IgG yang ditemukan pada membran trombosit
akan mengakibatkan gangguan agregasi trmbosit dan
meningkatkan pembuangan serta penghancuran
trombosit oleh sistem makrofag sehingga fungsi
trombosit dapat berubah (trombositopati) melalui
berbagai cara yang mengakibatkan perdarahan yang
lama.
Purpura trombositiopenik idiopatik adalah salah satu
gangguan perdarahaan didapat yang paling umum
erjadi. Purpura trombositopenik idiopatyik adalah
sindrom yang didalamnya terdapat penurunan jumlah
trombosit yang bersirkulasi dalam keadaan sumsum
normal. Penyebab sebenarnya tidak diketahui,meskipun
diduga disebabkan oleh agens virus yang merusak
trombosit. Pada umumnya gangguan ini didahului oleh
penyakit dengan demam ringan 1-6 minggu sebelum
timbul gejala.
Wanita lebih cenderung terkena ITP daripada pria.
Umumnya anak-anak menderita ITP pasca terinfeksi virus
tertentu (misalnya campak).
 Tes darah lengkap. Tes darah umum ini berguna untuk
menghitung jumlah sel darah putih, sel darah merah, dan
trombosit darah. Penderita ITP akan memiliki jumlah sel
darah merah dan sel darah putih normal, tapi jumlah
trombosit menjadi rendah.

 Tes fisik dan riwayat kesehatan lengkap. dokter juga


menanyakan riwayat penyakit yang pernah Anda derita dan
jenis obat-obatan maupun suplemen yang Anda konsumsi.

 Pemeriksaan sumsum tulang. Prosedur ini juga bisa


membantu dalam mengenali penyebab rendahnya
trombosit jumlah. Trombosit diproduksi di dalam sumsum
tulang. Prosedur yang biasanya dilakukan adalah biopsi
sumsum tulang atau aspirasi sumsum tulang.
 SLE
 Dermatomiositis
 Prednison : 2-5 mg/kgbb/hari peroral.

 Merkaptopurin : 2,5-5 mg/kgbb/hari peroral.

 Azatioparin: 2-4 mg/kgbb/hari peroral.

 Siklofosfamid : 2 mg/kgbb/hari peroral.


Idiopatik Trombositopeni Purpura (ITP) tidak dapat
dicegah, tetapi dapat dicegah komplikasinya.Menghindari
obat-obatan seperti aspirin atau ibuprofen yang dapat
mempengaruhi platelet dan meningkatkan risiko
pendarahan. Lindungi dari luka yang dapat
menyebabkan memar atau pendarahan.
 Komplikasi dari ITP yang paling sering terjadi adalah
perdarahan. Apabila perdarahan terjadi di otak (perdarahan
intrakranial), efeknya bisa mematikan. Sedangkan komplikasi
dari ITP kronis dan parah akan muncul sebagai akibat dari
pengobatan yang dilakukan.Meskipun kortikosteroid cukup
efektif dalam mengobati ITP, obat ini berpotensi menyebabkan
efek samping yang berbahaya jika dikonsumsi dalam jangka
panjang. Contohnya adalah osteoporosis, katarak, dan kadar
gula tinggi yang bisa menyebabkan diabetes tipe 2
Pada ITP akan bergantung kepada penyakit primernya.
Bila penykit primernya ringan, 90% akan sembuh secara
spontan. Prognosis ITP menahun kurang baik,

Anda mungkin juga menyukai