Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

I. Pendahuluan Diabetes Melitus


Diabetes melitus atau lebih dikenal dengan sebutan “penyakit kencing manis” di
masyarakat merupakan salah satu penyakit “abadi” yang terus bermunculan penderitanya
dalam kehidupan sehari-hari. Penyakit ini memberikan dampak yang luas bagi pasiennya,
tidak hanya karena mengganggu kesehatan semata akibat berbagai komplikasi yang
ditimbulkan, namun juga mempengaruhi kehidupan sosial.1
Pada strategi pelayanan kesehatan bagi penyandang Diabetes, peran dokter umum
menjadi sangat penting sebagai ujung tombak di pelayanan kesehatan primer. Kasus
diabetes melitus sederhana tanpa penyulit dapat dikelola dengan tuntas oleh dokter umum
di pelayanan kesehatan primer. Penyandang diabetes yang berpotensi mengalami penyulit
diabetes melitus perlu secara periodik dikonsultasikan kepada dokter spesialis penyakit
dalam atau dokter spesialis dalam konsultan endokrin, metabolisme, dan diabetes di
tingkat pelayanan kesehatan yang lebih tinggi di rumah sakit rujukan.
Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup.
Dalam pengelolaan penyakit tersebut, selain dokter, perawat, ahli gizi, dan tenaga
kesehatan lain, peran pasien dan keluarga menjadi sangat penting. Edukasi kepada pasien
dan keluarganya bertujuan dengan cara memberikan pemahaman mengenai perjalanan
penyakit, pencegahan, penyulit, dan penatalaksanaan diabetes melitus akan sangat
membantu meningkatkan keikutsertaan keluarga dalam usaha memperbaiki hasil
pengelolaan.
Untuk mendapatkan hasil pengelolaan yang tepat guna dan berhasil guna, serta
untuk menekan angka kejadian penyulit diabetes melitus, diperlukan suatu standar
pelayanan minimal bagi penyandang diabetes. Penyempurnaan dan revisi secara berkala
dari standar pelayan, harus selalu dilakukan dan disesuaikan dengan kemajuan-kemajuan
ilmu mutakhir, sehingga dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi penyandang
diabetes.

II. Epidemiologi Diabetes Melitus


Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan angka insidensi dan prevalensi diabetes melitus di berbagai penjuru dunia.
World Health Organization (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang

1
Diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan
jumlah penyandang diabetes melitus di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes
Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang diabetes
melitus dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun
terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan
jumlah penyandang diabetes melitus sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030.2
III. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.3
Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit multisistem dengan ciri hiperglikemia
akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Kelainan pada sekresi
atau kerja insulin tersebut menyebabkan abnormalitas dalam metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,
saraf, jantung dan pembuluh darah.3
Diabetes Melitus merupakan kelainan metabolik yang disebabkan oleh banyak
faktor, dengan gejala berupa hiperglikemia kronis dan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein, sebagai akibat dari defisiensi sekresi hormon insulin,
defisiensi transport glukosa, atau keduanya.4

IV. Klasifikasi Diabetes Melitus


Klasifikasi diabetes melitus menurut American Diabetes Association (ADA)5 :

Tipe 1  Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin


absolute
 Autoimun
 Idiopatik
Tipe 2  Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relative sampai yang dominan defek sekresi
insulin disertai resistensi insulin

2
Tipe Lain  Defek genetik fungsi sel beta
 Defek genetik kerja insulin
 Penyakit eksokrin pankreas
 Endokrinopati
 Karena obat atau zat kimia
 Infeksi
 Sebab imunologi yang jarang
 Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes melitus
Diabetes Gestasional Diabetes yang terjadi pada ibu selama masa kehamilan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi Diabetes Melitus Gestasional


Diabetes melitus gestasional adalah keadaan intoleransi karbohidrat dari seorang
wanita yang diketahui pertama kali ketika dia sedang hamil. Diabetes gestasional terjadi
karena perubahan pada metabolisme glukosa yang dipicu oleh kehamilan.6
Teori lain mengatakan bahwa diabetes tipe ini disebut sebagai “unmasked” atau
baru ditemukan saat hamil dan patut dicurigai pada wanita yang memiliki ciri gemuk,
riwayat keluarga diabetes, riwayat melahirkan bayi > 4 kg, riwayat bayi lahir mati, dan
riwayat abortus berulang.
Penilaian risiko untuk diabetes melitus gestasional harus dilakukan pada
kunjungan prenatal pertama. Wanita dengan karakteristik klinis yang konsisten dengan
risiko tinggi diabetes melitus gestasional (ditandai obesitas, sejarah pribadi diabetes
melitus gestasional, glikosuria, atau riwayat keluarga yang kuat diabetes) harus
menjalani pengujian glukosa sesegera mungkin.

II. Epidemiologi dan Prevalensi Diabetes Melitus Gestasional

3
Di Indonesia insiden diabetes melitus gestasional sekitar 1,9-3,6%. Dan sekitar
40-60% wanita yang pernah mengalami diabetes melitus gestasional pada pengamatan
lanjut pasca persalinan akan mengidap diabetes melitus atau gangguan toleransi
glukosa.
Prevalensi diabetes melitus gestasional sangat bervariasi dari 1-14 % tergantung
dari subyek yang diteliti dan dari kriteria diagnosis yang digunakan. Dengan
menggunakan kriteria diagnosis American Diabetes Association, prevalensi berkisar
antara 2-3 %.

III. Etiologi dan Patofisiologi Diabetes Melitus Gestasional


Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang
menunjang pemasokan makanan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa
dapat berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam
darah janin hampir menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tak dapat mencapai janin,
sehingga kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar pada janin.
Pada kehamilan terjadi resistensi insulin fisiologis akibat peningkatan hormon-
hormon kehamilan yang mencapai puncaknya pada trimester ketiga kehamilan.
Hormon-hormon kehamilan tersebut antara lain human placenta lactogen, progesterone,
kortisol, dan prolaktin. Tidak berbeda pada patofisiologi diabetes mellitus tipe 2, pada
diabetes mellitus gestasional juga terjadi gangguan sekresi sel beta pankreas. Kegagalan
sel beta ini dapat terjadi karena autoimun, kelainan genetik, dan resistensi insulin
kronik.
Resistensi insulin selama kehamilan merupakan mekanisme adaptif tubuh untuk
menjaga asupan nutrisi ke janin. Resistensi insulin kronik sudah terjadi sebelum
kehamilan pada ibu-ibu dengan obesitas. Kebanyakan wanita dengan diabetes mellitus
gestasional memiliki kedua jenis resistensi insulin ini yaitu kronik dan fisiologis
sehingga resistensi insulin biasanya lebih berat dibandingkan kehamilan normal.
Kondisi ini akan membaik segera setelah partus dan akan kembali ke kondisi awal
setelah selesai masa nifas, dimana konsentrasi human placenta lactogen sudah kembali
normal. 7

4
Gambar 1. Skema mekanisme pada diabetes gestasional

IV. Gejala Kinis Diabetes Melitus Gestasional


A. Gejala Khas
1. Banyak kencing (poliuria)
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan
banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat
mengganggu penderita, terutama pada waktu malam.8
2. Banyak minum (polidipsia)
Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan
yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalahtafsirkan.
Dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat.
Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak.8
3. Banyak makan (polifagia)
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan menjadi
glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, oleh karena itu
penderita selalu merasa lapar.8

5
Gambar 2. Mekanisme poliuria dan polidipsia.

B. Gejala Tidak Khas


1. Gangguan saraf tepi/kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di
waktu malam, sehingga mengganggu tidur.
2. Gangguan penglihatan
Pada fase awal penyakit diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan
yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar ia
tetap dapat melihat dengan baik.
3. Gatal/bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau
daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering pula
dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya.
4. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering
ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.8

6
V. Diagnosis Diabetes Melitus Gestasional
Fourth International Workshop-Conference on Gestasional Diabetes Melitus,
merekomendasikan skrining untuk mendeteksi diabetes melitus gestasional dengan
faktor resiko sebagai berikut6 :
 Risiko Rendah :
Tes glukosa darah tidak dibutuhkan apabila :
o Angka kejadian diabetes gestasional pada daerah tersebut rendah
o Tidak didapatkan riwayat diabetes pada kerabat dekat
o Usia < 25 tahun
o Berat badan normal sebelum hamil
o Tidak memiliki riwayat metabolisme glukosa terganggu
o Tidak ada riwayat obstetrik terganggu sebelumnya
 Risiko Sedang :
o Wanita dengan ras Hispanik, Afrika, Amerika, Asia Timur, dan Asia Selatan
perlu dilakukan tes gula darah pada kehamilan 24 – 28

 Risiko Tinggi :
o Wanita dengan obesitas, riwayat keluarga dengan diabetes, mengalami
glukosuria (air seni mengandung glukosa) perlu dilakukan tes gula darah
secepatnya.

Bila diabetes melitus gestasional tidak terdiagnosis, maka pemeriksaan gula darah
diulang pada minggu 24 – 28 kehamilan atau kapanpun ketika pasien mendapat gejala
yang menandakan keadaan hiperglikemia (kadar gula di dalam darah berlebihan).

Menurut American Diabetes Association, teknik skrining dianjurkan bagi semua


wanita hamil dengan cara :
 Pasien diberikan 50 gr beban glukosa oral, lalu kadar gula darahnya diperiksa
1 jam kemudian. Bila kadar glukosa plasma > 140 mg/dl maka perlu
dilanjutkan dengan tes toleransi glukosa 3 jam atau 2 jam.
 Jika pemeriksaan awal glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl atau glukosa
plasma sewaktu ≥ 200mg/dl, maka dilakukan pemeriksaan ulangan. Jika
sama, pemeriksaan tes toleransi glukosa oral tidak diperlukan lagi.
 Untuk tes toleransi glukosa oral American Diabetes Association mengusulkan
dua jenis tes, yaitu yang disebut tes toleransi glukosa oral 3 jam dan yang
2jam. Perbedaan utama yaitu jumlah beban glukosa, yaitu pada yang 3jam

7
menggunakan beban glukosa 100 gram, sedangkan yang 2 jam hanya
menggunakan 75gram glukosa.
 Penilaian hasil tes toleransi glukosa oral 3 jam maupun yang 2 jam sama,
yaitu dengan ditemukannya dua atau lebih angka yang abnormal.

Penilaian Hasil Tes Toleransi Glukosa Oral 3 jam dengan Beban Glukosa 100 gr, dan
2 jam dengan Beban Glukosa 75gr
3 jam – 100 gr Glukosa (mg/dl) 2 jam – 75 gr Glukosa (mg/dl)
Puasa 95 Puasa 95
1- Jam 180 1 – Jam 180
2- Jam 155 2 - Jam 155
3 - Jam 140
World Health Organization (WHO) merekomendasikan kriteria diagnostik
menggunakan tes beban glukosa oral 75 gr. Diabetes melitus gestasional didiagnosis
bila:

Nilai Glukosa Plasma Puasa dan Tes Toleransi Glukosa Oral dengan Beban Glukosa 75 gr
Glukosa plasma puasa
Normal < 110 mg/dl
Glukosa Puasa Terganggu ≥ 110 mg/dl - < 126mg/dl
Diabetes Melitus ≥ 126 mg/dl
Glukosa plasma 2 jam setelah pemberian 75gr glukosa oral
Normal < 140mg/dl
Toleransi Glukosa Terganggu ≥ 140mg/dl - < 200mg/dl
Sedang puasa < 126 mg/dl
Diabetes Melitus ≥ 200mg/dl

Tujuan skrining diabetes melitus gestasional adalah untuk meningkatkan


kewaspadaan ibu hamil dan meyakinkan seorang ibu untuk melakukan pemeriksaan
skrining setelah melahirkan.

VI. Pemeriksaan Penunjang Diabetes Melitus Gestasional

Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan kadar gula darah serta


ultrasonografi untuk mendeteksi adanya kelainan bawaan dan makrosomia.

VII. Komplikasi Diabetes Melitus Gestasional pada Ibu dan Bayi

A. Komplikasi diabetes melitus gestasional terhadap bayi.


Sebagian besar wanita yang mengalami diabetes melitus gestasional dapat
melahirkan bayi yang sehat. Akan tetapi, diabetes gestasional yang tidak
dimonitor dengan baik dapat mengakibatkan kadar gula darah yang tidak

8
terkontrol dapat menyebabkan masalah kesehatan pada sang ibu dan bayi,
termasuk kemungkinan untuk melahirkan dengan cara operasi caesar. Berikut
adalah beberapa resiko yang dapat terjadi akibat diabetes gestasional9 :

1. Bayi lahir dengan berat berlebih.


2. Lahir terlalu awal dan sindrom sulit untuk bernafas.
3. Kadar gula darah rendah (hipoglikemia).
4. Bayi kuning (jaundice).
5. Diabetes tipe 2 di kemudian hari.

Komplikasi diabetes melitus gestasional terhadap ibu


1. Tekanan darah tinggi, preeklampsia dan eklampsia
2. Diabetes di kemudian hari

VIII. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Gestasional


Selain monitoring, terapi diabetes dalam kehamilan adalah9 :
a. Diet
Terapi nutrisi adalah terapi utama di dalam penatalaksanaan diabetes. Tujuan
utama terapi diet adalah menyediakan nutrisi yang cukup bagi ibu dan janin,
mengontrol kadar glukosa darah, dan mencegah terjadinya ketosis (kadar keton
meningkat dalam darah). Menurut Lokakarya LIPI/NAS (1968), wanita diabetes
gestasional dengan berat badan normal dibutuhkan 30kkal/kg/hari. Pada wanita
dengan obesitas (Indeks Massa Tubuh > 30 kg/m2) dibutuhkan 25 kkal/kg/hari. Pola
makan 3 kali makan besar diselingi 3 kali makanan kecil dalam sehari sangat
dianjurkan. Pembatasan jumlah karbohidrat 40% dari jumlah makanan dalam sehari
dapat menurunkan kadar glukosa darah postprandial (2 jam setelah makan).

Gambar 3. Diet Sehat untuk Penderita DM

9
b. Olahraga

Berjalan, berenang, senam yoga, dan olah raga tubuh bagian atas
direkomendasikan pada wanita dengan diabetes gestasional. Para wanita dianjurkan
meraba sendiri rahimnya ketika berolahraga, apabila terjadi kontraksi maka olahraga
segera dihentikan. Olahraga berguna untuk memperbaiki kadar glukosa darah.

Gambar 4. Olahraga untuk Wanita dengan Diabetes Gestasional

c. Pengobatan insulin
Penderita yang sebelum kehamilan memerlukan insulin diberikan insulin dengan
dosis yang sama seperti sebelum kehamilan, sampai didapatkan tanda-tanda perlu
ditambah atau dikurangi. Menurut The American Diabetes Association (1999), terapi
insulin direkomendasikan ketika terapi diet gagal untuk mempertahankan kadar gula
darah.

Gambar 5. Lokasi Penyuntikan Insulin pada Wanita Hamil

10
Gambar 6. Contoh Pen untuk Menyuntikkan Insulin

Terapi obat oral pada diabetes gestasional tidak direkomendasikan oleh ADA
karena obat-obat tersebut dapat melalui plasenta, merangsang pankreas janin, dan
menyebabkan hiperinsulinemia pada janin.

d. Terapi Obstetrik
Pada penderita diabetes gestasional yang ringan, gula darah dapat dikendalikan
melalui diet, dan tidak memiliki riwayat melahirkan bayi makrosomia, maka ibu dapat
melahirkan secara normal dalam usia kehamilan 37 – 40 minggu selama tidak ada
komplikasi lain. Apabila diabetesnya lebih berat dan memerlukan pengobatan dengan
insulin, maka sebaiknya kehamilan diakhiri lebih dini pada kehamilan 36 – 38 minggu
terutama bila kehamilannya diikuti oleh komplikasi lain seperti makrosomia,
preeklampsia, atau kematian janin. Pengakhiran kehamilan lebih baik lagi dengan
induksi (perangsangan) atau operasi Caesar.
Wanita dengan diabetes gestasional memiliki risiko meningkat untuk mengalami
diabetes tipe 2 setelah melahirkan. Kadar glukosa darah ibu harus diperiksa 6 minggu
setelah melahirkan dan setiap 3 tahun ke depan.

IX. Prognosis Diabetes Melitus Gestasional


Selain komplikasi jangka pendek, juga terdapat komplikasi jangka panjang
pada dengan diabetes gestational, yaitu gangguan toleransi glukosa sampai diabetes
melitus, sehingga diperlukan pemantauan pasca persalinan dalam kurun waktu 6
minggu postpartum. Pemantauan tersebut meliputi tes toleransi glukosa oral untuk
mngetahui adanya diabetes melitus, glukosa puasa terganggu, atau toleransi glukosa
terganggu. Apabila hasil tes toleransi glukosa normal, maka dilakukan tes ulangan
setiap tahun. Selain pemeriksaan skrinning tes toleransi glukosa oral, pemantauan

11
gaya hidup juga perlu ditekankan pada ras Asia, mengingat ras Asia memiliki risiko
kejadian diabetes melitus gestasional lebih tinggi dibandingkan ras Kaukasia.13
Mestman et al (1972) meneliti kekerapan kejadian gangguan toleransi glukosa
pasca persalinan sampai dengan lima tahun kemudian pada 360 wanita hamil. Pada
masa kehamilan, sebanyak 51 subyek (14,2%) memiliki peningkatan glukosa darah
puasa, 181 subyek (50,3%) memiliki hasil pemeriksaan TTGO abnormal, 90 subyek
(25%) memiliki hasil positif pada Prednisolone Glucose Tolerance Test (PGTT) dan
38 subyek (10,5%) sisanya normal. Pada kelompok dengan GDP meningkat, hanya
2% yang menunjukkan pemeriksaan GDP, TTGO, dan PGTT normal selama
pemantauan post partum hingga 5 tahun kemudian. Sedangkan pada kelompok TTGO
abnormal, PGTT positif dan normal, pada periode pemantauan, sebanyak 22,6%,
47,7%, dan 89% tetap menunjukkan hasil normal. Ini menunjukkan tingginya
kekerapan gangguan toleransi glukosa pasca melahirkan pada kelompok wanita hamil
dengan gangguan toleransi glukosa selama kehamilan.1
Studi di Ujung Pandang dengan lama pemantauan selama 6 tahun pada $^
wanita pasca diabetes melitus gestational, melaporkan angka kejadian diabetes
melitus tipe 2 dan toleransi glukosa terganggu sebesar 56,6 %.1

BAB III
KESIMPULAN
Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolik yang dapat menimbulkan berbagai
komplikasi yang sangat memepengaruhi kualitas hidup penyandangnya sehingga perlu
mendapatkan perhatian serius dari semua pihak. Sampai saat ini memang belum ditemukan
cara atau pengobatan yang dapat menyembuhkan diabetes secara menyeluruh. Namun harus
diingat bahwa diabetes dapat dikembalikan, dengan cara diet, olahraga, dan dengan

12
menggunakan obat anti diabetik. Pada setiap penanganan penyandang diabetes melitus, harus
selalu ditetapkan target yang akan dicapai sebelum memulai pengobatan. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui keberhasilan program pengobatan dan penyesuaian regimen terapi sesuai
kebutuhan. Pengobatan diabetes ini sangat spesifik dan individual untuk masing-masing
pasien. Modifikasi gaya hidup sangat penting untuk dilakukan, tidak hanya untuk mengontrol
kadar glukosa darah namun bila diterapkan secara umum diharapkan dapat menurunkan
prevalensi diabetes melitus baik di Indonesia maupun di dunia di masa yang akan datang.

Diabetes yang terjadi dan baru diketahui saat hamil, dinamakan dengan diabetes
melitus gestasional. Sedangkan bila diabetes telah diketahui sebelum hamil, maka dinamakan
diabetes melitus pregestasi. Diabetes melitus yang terjadi pada ibu hamil dan diketahui saat
hamil kemudian akan pulih kembali 6 minggu pasca persalinan, maka ini dinamakan diabetes
melitus gestasional, namun apabila setelah 6 minggu persalinan diabetes belum juga sembuh,
maka ini bukannya diabetes Gestasional, tetapi diabetes melitus. Diabetes melitus gestasional
perlu penanganan yang serius, karena dapat mempengaruhi perkembangan janin, dan dapat
mengancam kehidupan janin kedepannya. sehingga perlu diberikan asuhan keperawatan
secara professional terhadap ibu hamil dengan diabetes melitus, agar tidak lagi terjadi
berbagai komplikasi-komplikasi yang tidak diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adam, John M.F., Purnamasari, Dyah. Diabetes Melitus Gestational. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam jilid III edisi V. Interna Publishing Universitas Diponegoro.2009
2. Soewondo, Pradana,dkk. 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes
Melitus tipe 2, 2011. Indonesia : PB.PERKENI
3. http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/definisi-klasifikasi-etiologi-
dan-epidemiologi-diabetes-melitus/
4. http://id.wikipedia.org/wiki/Diabetes_mellitus
5. American Diabetic Association (ADA). Guidelines 2011. Gestational Diabetes
Mellitus.
6. Metzger BE, Coustan DR (Eds.): Proceedings of the Fourth International Workshop-
Conference on Gestational Diabetes Mellitus. Diabetes Care 21 (Suppl. 2):B1– B167,
1998

13
7. Gibbs, Ronald S. Karlan, Beth Y. Haney, Arthur F. Nygaard, Ingrid E. Danforth's
Obstetrics and Gynecology, 10th Edition. Copyright Ac 2008 Lippincott Williams &
Wilkins.
8. Soegondo, Sidartawan. Soewondo, Pradana. Subekti, Imam. 1995. Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu. Cetakan kelima, 2005. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
9. http://ainicahayamata.wordpress.com/2011/03/30/diabetes-mellitus-gestasional-dmg/
10. R. Moore, Thomas. Diabetes Mellitus and Pregnancy. Diakses tanggal 27 November
2011, online : http://emedicine.medscape.com/article/127547-overview
11. Asdie AH. Patogenesis dan Terapi Diabetes Melitus. Medika FK UGM, Yogyakarta.
2000.
12. Tjokroprawiro A. Diabetes Melitus: Klasifikasi, Diagnosis, dan Terapi. Edisi ke-3 PT.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2001
13. Djokomoeljanto R. Obesitas pada diabetes mellitus. Dalam: Soedjono A, Husein A,
Paulus W, eds. Yogyakarta diabetes update 2001 New Look on Old Disease. Edisi
pertama. Yogyakarta: Medika FK UGM. 2001: 9 -19.

14

Anda mungkin juga menyukai