Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Menurut American Diabetes Association (ADA), Diabetes mellitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia

yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Fungsi

Insulin adalah zat utama yang bertanggung jawab dalam mempertahankan kadar gula

darah yang tepat. Insulin menyebabkan gula berpindah ke dalam sel sehingga bisa

menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi. 1

Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut diabetes melitus

yang serius, suatu keadaan darurat yang harus segera diatasi. KAD memerlukan

pengelolaan yang cepat dan tepat, mengingat angka kematiannya yang tinggi.

Pencegahan merupakan upaya penting untuk menghindari terjadinya KAD. 1,2,3

Ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan

metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama

disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. Akibat diuresis osmotik, KAD

biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat menyebabkan syok.

Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah infeksi, infark

miokard akut, pankreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, menghentikan

atau mengurangi dosis insulin.4

1
Pada pasien KAD dijumpai pernafasan cepat dan dalam (kussmaul), berbagai

derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering, mata cekung),

kadang-kadang disertai hipovolemia sampai syok dan terdapat bau aseton dari napas

penderita.

Penanganan pasien penderita ketoasidosis diabetikum adalah dengan

memperoleh riwayat menyeluruh dan tepat serta melaksanakan pemeriksaan fisik

sebagai upaya untuk mengidentifikasi kemungkinan factor-faktor pemicu.

Pengobatan utama terhadap kondisi ini adalah rehidrasi awal (dengan menggunakan

isotonic saline) dengan pergantian potassium serta terapi insulin dosis rendah. 5,6

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan

metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama

disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif.

B. Epidemiologi

Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester, menunjukkan bahwa insiden

ketoasidosis diabetik sebesar 8 per 1000 pasien DM per tahun untuk semua kelompok

umur, sedangkan untuk kelompok umur kurang dari 30 tahun sebesar 13,4 per 1000

pasien DM per tahun. Sumber lain menyebutkan insiden ketoasidosis diabetik sebesar

4,6-8/1000 pasien DM per tahun. Ketoasidosis diabetik dilaporkan bertanggung

jawab untuk lebih dari 100.000 pasien yang dirawat per tahun di Amerika Serikat.

Walaupun data komunitas di Indonesia belum ada, agaknya insiden

ketoasidosis diabetik di Indonesia tidak sebanyak di negara barat, mengingat

prevalensi DM tipe 1 yang rendah. Laporan insiden ketoasidosis diabetik di Indonesia

umumnya berasal dari data rumah sakit dan terutama pada pasien DM tipe 2. Angka

kematian pasien dengan ketoasidosis diabetik di negara maju kurang dari 5% pada

banyak senter, beberapa sumber lain menyebutkan 5-10%, 2-10%, atau 9-10%.

3
C. Etiologi

Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM) atau diabetes melitus tergantung

insulin disebabkan oleh destruksi sel B pulau langerhans akibat proses autoimun.

Sedangkan non insulin dependen diabetik melitus (NIDDM) atau diabetes melitus

tidak tergantung insulin disebabkan kegagalan relatif sel B dan resistensi insulin.

Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang

pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa

oleh hati. Sel B tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya. Artinya

terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya

sekresi insulin pada perangsangan sekresi insulin, berarti sel B pankreas mengalami

desensitisasi terhadap glukosa.1

Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia

dan akibat ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor 6,7:

- Infeksi

- Tidak minum obat atau insulin

- Penderita tidak tahu kalau menderita DM

- Stress fisik dan emosional; respons hormonal terhadap stress mendorong

peningkatan proses katabolik.

4
- Penyakit lainnya yang mendorong stress dan katabolic seperti : infark

miokardium, cedera otak, trauma, kehamilan, pembedahan, akromegali, abses

gigi.

- Idiopatik

D. Patofisiologi,9,10,11

Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya

jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila

hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh

akan rusak dan bisa menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi

perencanaan makan, menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya

sakit diabetes mellitus, mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian

otot jantung, stroke, dan sebagainya.

Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis

diabetik (KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin.

Semua gangguan gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik

(KAD) adalah tergolong konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan

insulin.

Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan

menimbulkan hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis

akan menyebabkan kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya

5
akan dikonversi (diubah) menjadi keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis

metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang

menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium,

magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrsi terjadi bila terjadi secara hebat, akan

menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis

metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh pernapasan kussmaul.

Gambar 1 Patofisiologi komplikasi akut diabetes mellitus.

6
E. Manifestasi Klinis12

Sekitar 80% pasien ketoasidosis diabetik adalah pasien DM yang sudah

dikenal. Kenyataan ini tentunya sangat membantu untuk mengenali ketoasidosis

diabetik sebagai komplikasi akut DM dan segera mengatasinya. Sesuai dengan

patofisiologi ketoasidosis diabetik, maka pada pasien ketoasidosis diabetik

dijumpai pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul), berbagai derajat dehidrasi

(turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering), ketoasidosis diabetic yang disertai

hipovolemia sampai syok. Bau aseton dari hawa napas tidak terlalu mudah

tercium.

Areateus menjelaskan gambaran klinis ketoasidosis diabetik sebagai

keluhan poliuri dan polidipsi sering kali mendahului ketoasidosis diabetik serta

didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin, demam, atau infeksi. Muntah-

muntah merupakan gejala yang sering dijumpai pada ketoasidosis diabetik anak.

Dapat pula dijumpai nyeri perut dan berhubungan dengan gastroparesis-dilatasi

lambung (Soewondo, 2009).

Derajat kesadaran pasien dapat dijumpai mulai compos mentis, delirium,

depresi sampai koma. Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan penyebab

penurunan kesadaran lain (misalnya uremia, trauma, infeksi, minum alkohol).

Infeksi merupakan factor pencetus yang paling sering. Infeksi yang paling sering

ditemukan ialah infeksi saluran kemih dan pneumonia. Walaupun faktor

pencetusnya adalah infeksi, kebanyakan pasien tak mengalami demam. Bila

dijumpai adanya nyeri abdomen, perlu dipikirkan kemungkinan kolesistitis,

7
iskemia usus, appendicitis, diverticulitis, ayau perforasi usus. Bila pasien tidak

menunjukkan respon yang baik terhadap pengobatan ketoasidosis diabetik, maka

perlu dicari kemungkinan infeksi tersembunyi (sinusitis, abses gigi, abses

perirectal).

F. Diagnosis12,13

Langkah pertama yang harus diambil pada pasien ketoasidosis diabetik

terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti terutama

memperhatikan patensi jalan napas, status mental, status ginjal dan

kardiovaskular, dan status hidrasi. Langkah-langkah ini harus dapat menentukan

jenis pemeriksaan laboratorium yang harus segera dilakukan, sehingga

penatalaksanaan dapat segera dimulai tanpa adanya penundaan.

Meskipun gejala DM yang tidak terkontrol mungkin tampak dalam

beberapa hari, perubahan metabolik yang khas untuk ketoasidosis diabetik

biasanya tampak dalam jangka waktu pendek (< 24 jam). Umumnya penampakan

seluruh gejala dapat tampak atau berkembang lebih akut dan pasien dapat tampak

menjadi ketoasidosis diabetik tanpa gejala atau tanda ketoasidosis diabetik

sebelumnya.

Gambaran klinis klasik termasuk riwayat poliuria, polidipsia, dan polifagia,

penurunan berat badan, muntah, sakit perut, dehidrasi, lemah, clouding of

sensoria, dan akhirnya koma. Pemeriksaan klinis termasuk turgor kulit yang

menurun, respirasi Kussmaul, takikardia, hipotensi, perubahan status mental,

syok, dan koma. Lebih dari 25% pasien ketoasidosis diabetik menjadi muntah-

8
muntah yang tampak seperti kopi. Perhatian lebih harus diberikan untuk pasien

dengan hipotermia karena menunjukkan prognosis yang lebih buruk. Demikian

pula pasien dengan abdominal pain, karena gejala ini dapat merupakan akibat

atau sebuah indikasi dari pencetusnya, khususnya pada pasien muda. Evaluasi

lebih lanjut diperlukan jika gejala ini tidak membaik dengan koreksi dehidrasi dan

asidosis metabolic.

G. Pemeriksaan penunjang2,5,6

Laboratorium

 Glukosa: > 250 mg / dL. Klinisi dapat melakukan tes glukosa dengan

fingerstick sambil menunggu hasil lab.

 Natrium: Hiperglikemia mengakibatkan efek osmotik sehingga air dari

ekstravaskuler ke ruang intravaskular. Untuk setiap kelebihan 100 mg / dL,

tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa

turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.

 Kalium: kalium perlu diperiksa secara berkala, ketika asidosis kadar kalium

normal atau sedikit meningkat (3-5 mmol per liter). Ketika diberi pemberian

insulin maka kalium akan menurun. Insulin dapat diberikan jika kadar kalium

di atas 3.3 mmol/L.

 Bikarbonat: digunakan untuk mengukur anion gap. Sehingga dapat

menentukan derajat asidosis.

9
 Sel darah lengkap (CBC) menghitung: sel darah putih (> 15 X 10 9
/ L),

ditandai pergeseran ke kiri, mungkin infeksi yang mendasari KAD.

 Gas darah arteri (analisa gas darah): pH <7,3. Vena pH dapat digunakan untuk

mengulang pengukuran pH. pH vena pada pasien dengan DKA adalah 0,03

lebih rendah dari pH arteri. Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan dan

tidak signifikansi klinis, maka hampir tidak ada alasan untuk melakukan ABG

lebih menyakitkan.

 Keton: positif

 Beta hidroksibutirat: Serum atau hidroksibutirat beta kapiler dapat digunakan

untuk mengikuti tanggapan terhadap pengobatan. Tingkat lebih besar dari 0,5

mmol / L dianggap normal, dan tingkat 3 mmol / L berkorelasi dengan

ketoasidosis diabetikum.

 Urinalysis: Cari ketosis glycosuria dan urin. Gunakan ini untuk mendeteksi

mendasari infeksi saluran kencing.

 Osmolalitas: Pasien dengan ketoasidosis diabetes yang berada dalam keadaan

koma biasanya memiliki osmolalities > 330 mOsm / kg H 2 O. Jika

osmolalitas kurang dari ini pada pasien yang koma, mencari penyebab lain.

 Fosfor: Jika pasien yang berisiko hypophosphatemia (misalnya, status gizi

yang buruk, alkoholisme kronis), maka fosfor serum harus ditentukan.

 Hyperamylasemia dapat dilihat, bahkan tanpa adanya pankreatitis.

 BUN meningkat.

10
 kesenjangan Anion lebih tinggi dari normal.

 Perlu diketahui bahwa tingkat glukosa serum yang tinggi dapat menyebabkan

hiponatremia pengenceran; kadar trigliserida yang tinggi dapat menyebabkan

kadar gula buatan rendah dan tingkat tinggi badan keton dapat menyebabkan

elevasi buatan tingkat kreatinin.

Tabel. Kriteria diagnostik untuk KAD dan HONK

Studi imaging

 Radiografi dada: Gunakan ini untuk mengesampingkan infeksi paru.

 CT scan: ambang harus rendah untuk memperoleh CT scan kepala pada anak

dengan diabetes ketoasidosis (DKA) yang telah berubah status mental, karena

hal ini dapat disebabkan oleh edema serebral. Banyak perubahan dapat dilihat

terlambat pada pencitraan kepala dan tidak harus menunda pemberian salin

11
hipertonik atau manitol dalam kasus-kasus anak di mana edema serebral

dicurigai.

Tes lainnya

 Elektrokardiografi (EKG): diabetes ketoasidosis dapat dipicu oleh peristiwa

jantung, dan gangguan fisiologis diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan

komplikasi jantung signifikan. EKG cara cepat untuk menilai hipokalemia

atau hiperkalemia .

 Telemetri: Pertimbangkan telemetri pada mereka dengan komorbiditas

(terutama jantung). Kelainan elektrolit yang signifikan, dehidrasi berat, atau

asidosis mendalam.

H. Diagnosis Banding

12
Gambar 2. Diagnosis banding KAD
Hiperosmolar non ketotik (HONK)8

Hiperosmolar non ketotik adalah salah satu dari dua keadaan akut yang

disebabkan oleh gangguan metabolisme serius yang terjadi pada pasien dengan

diabetes mellitus dan bisa menjadi darurat yang mengancam nyawa. Kondisi ini

ditandai dengan hiperglikemia, hyperosmolarity, dan dehidrasi tanpa ketoasidosis

signifikan. Hiperosmolar non ketotik biasanya menyajikan pada pasien tua dengan

diabetes mellitus tipe 2 dan membawa tingkat kematian lebih tinggi daripada DKA,

diperkirakan sekitar 15%.

Kebanyakan pasien hadir dengan dehidrasi berat, global atau defisit

13
neurologik fokal. Pada satu dari tiga kasus, fitur klinis KAD dan HONK saling

tumpang tindih. Berdasarkan pernyataan konsensus diterbitkan oleh American

Diabetes Association, fitur diagnostik HHS adalah sebagai berikut :

- Glukosa plasma  600 mg / dL atau lebih

- osmolalitas efektif serum  320 mOsm / kg atau lebih

- Dehidrasi berat sampai rata-rata 9L

- Serum pH lebih dari 7,30

- Bikarbonat yang lebih besar dari 15 mEq L /

- Ketonuria kecil dan ketonemia dalam batas rendah atau absen

- Beberapa perubahan dalam kesadaran

Ketoasidosis karena alkohol8

Pada tahun 1940, Dillon dan rekan pertama kali menjelaskan ketoasidosis akibat

alkohol sebagai sindrom yang berbeda. Ketoasidosis akibat alkohol ditandai dengan

asidosis metabolik dengan anion gap tinggi, peningkatan keton serum, dan

konsentrasi glukosa rendah atau normal. Gangguan ini biasanya terjadi pada orang

yang kronis penyalahgunaan alkohol dan dari pesta minuman keras, sedikit atau tidak

ada asupan makanan, dan muntah terus menerus. Patogenesis ketoasidosis akibat

alkohol rumit. Meskipun faktor-faktor fisiologis umum dan mekanisme yang

mengarah dipahami, faktor-faktor yang tepat belum sepenuhnya ditetapkan. Berikut

14
ini adalah 3 acara predisposisi utama:

- Keterlambatan dan penurunan insulin dan kelebihan sekresi glucagon

diinduksi oleh kelaparan

- Peningkatan rasio bentuk penurunan dinukleotida nicotinamide adenin


+)
(NADH) untuk dinukleotida nicotinamide adenin (NAD sekunder untuk

metabolisme alkohol

- Deplesi volume akibat muntah dan asupan cairan mulut yang buruk

Hasil ini peristiwa menghasut dalam akumulasi cepat dari metabolisme asam asam

hidroksibutirat dan asam asetoasetat.

Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air

dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari siklus

interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan

metabolisme karbohidrat dan lipid normal.

Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan

berkurang juga . Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali.

Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk

menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan

mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan

kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan

menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik

15
yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq

natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam.

Akibat defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi

asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan

keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang

berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah

timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam

sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik.

I. Penatalaksanaan1,6,7

Prinsip-prinsip pengelolaan KAD adalah:

a. Penggantian cairan dan garam yang hilang

b. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan

pemberian insulin.

c. Mengatasi stress sebagai pencetus KAD

16
d. Mengembalikan keadaan fisiologis normal dan menyadari pentingnya

pemantauan serta penyesuaian pengobatan.

 Cairan

Untuk mengatasi dehidrasi digunkaan larutan garam fisiologis. Berdasarkan

perkiraan hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml per kg berat badan,

maka pada jam pertama diberikan 1 sampai 2 liter, jam kedua diberikan 1

liter. Ada dua keuntungan rehidrasi pada KAD: memperbaiki perfusi jaringan

dan menurunkan hormon kontraregulator insulin. Bila kadar glukosa kurang

dari 200 mg% maka perlu diberikan larutan mengandung glukosa (dekstrosa 5

% atau 10 %).

 Insulin

Insulin regular intravena memiliki waktu paruh 4–5 menit, sementara

pemberian insulin secara intramuskular atau subkutan memiliki waktu paruh

sekitar 2–4 jam. Insulin infus intravena dosis rendah berkelanjutan

(continuous infusion of low dose insulin) merupakan standar baku pemberian

insulin di sebagian besar pusat pelayanan medis. Panduan terapi insulin pada

KAD dan SHH dapat dilihat pada tabel.

17
Tabel 2. Terapi insulin pada KAD

Infus insulin dosis rendah berkelanjutan dikaitkan dengan komplikasi

metabolik seperti hipoglikemia, hipokalemia, hipofosfatemia,

hipomagnesema, hiperlaktatemia, dan disequilibrium osmotik yang lebih

jarang dibandingkan dengan cara terapi insulin dengan dosis besar secara

berkala atau intermiten.

Pada mayoritas pasien, terapi insulin diberikan secara simultan dengan cairan

intravena. Apabila pasien dalam keadaan syok atau kadar kalium awal kurang

dari 3,3 mEq/L, resusitasi dengan cairan intravena atau suplemen kalium

18
harus diberikan lebih dahulu sebelum infus insulin dimulai. Insulin infus

intravena 5-7 U/jam seharusnya mampu menurunkan kadar glukosa darah

sebesar 50–75 mg/dL/jam serta dapat menghambat lipolisis, menghentikan

ketogenesis, dan menekan proses glukoneogenesis di hati.

Kecepatan infus insulin harus selalu disesuaikan. Bila faktor-faktor lain

penyebab penurunan kadar glukosa darah sudah dapat disingkirkan dan

penurunan kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dL/jam, maka kecepatan

infus insulin perlu ditingkatkan. Penyebab lain dari tidak tercapainya

penurunan kadar glukosa darah, antara lain rehidrasi yang kurang adekuat dan

asidosis yang memburuk.

Bila kadar glukosa darah sudah turun < 250 mg/dL, dosis insulin infus harus

dikurangi menjadi 0,05-0,1 U/kgBB/jam sampai pasien mampu minum atau

makan. Pada tahap ini, insulin subkutan dapat mulai diberikan, sementara

infus insulin harus dilanjutkan paling sedikit 1–2 jam setelah insulin subkutan

kerja pendek diberikan. Pasien KAD dan SHH ringan dapat diterapi dengan

insulin subkutan atau intramuskular. Hasil terapi dengan insulin infus

intravena, subkutan, dan intravena intermiten pada pasien KAD dan SHH

ringan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dalam hal kecepatan

penurunan kadar glukosa dan keton pada 2 jam pertama.

 Kalium

19
Pada awalnya KAD biasanya kadar ion K serum meningkat hiperkalemia

yang fatal sangat jarang dan bila terjdi harus segera diataasi dengan pemberian

bikarbonat. Bila pada elektrokardiogram ditemukan gelombang T yang tinggi,

pemberian cairan dan insulin dapat segera mengatasi keadaan hiperkalemi

tersebut.

Yang perlu menjadi perhatian adalah hipokalemiayang dapat fatal selaama

pengobatan KAD. Ion kalium terutama terdapat di intraselular. Pada keadaan

KAD, ion K bergerak ke luar sel dan selanjutnya dikeluarkan melalui urine.

Total defisit K yang terjadi selama KAD diperkirakan mencapai 3-5 mEq/kg

BB. Selama terapi KAD, ion K kembali mempertahankan kadar K serum

dalam batas normal., perlu pemberian kalium. Pada pasien tanpa gagal ginjal

serta tidak ditemukannya gelombang T yang lancip dan tinggi pada

elektrokardiogram, pemberian kalium segera dimulai setelah jumlah urine

cukup adekuat.

 Bikarbonat

Terapi bikarbonat pafda KAD menjadi topik perdebatn selama beberapa

tahun. Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat. Adapun

alasan keberatan pemberian bikarbonat adalah:

- Menurunkan pH intraselular akibat difusi CO2 yang dilepas bikarbonat.

- Efek negatif pada dissosiasi oksigen di jaringan

20
- Hipertonis dan kelebihan natrium

- Meningkatkan insidens hipokalemia

- Gangguan fungsi serebral

- Terjadi hiperkalemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keton.

Saat ini bikarbonat hanya diberikan bila pH kurang dari 7,1 walaupun

demikian komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam tetap

merupakan indikasi pemberian bikarbonat.

 Pengobatan Umum

Di samping hal tersebut di atas pengobatan umum yang tak kalah penting.

Pengobatan umum KAD, terdiri atas:

- Antibiotika yang adekuat

- Oksigen bila PO2 < 80 mmHg

- Heparin bila ada DIC atau bila hiperosmolar (>380 mOsm/l)

 Pemantauan

Pemantauan merupakan bagian yang terpenting dalam pengobatan KAD

mengingat penyesuaian terapi perlu dilakukan selama terapi berlansung.

Untuk itu perlu dilaksanakan pemeriksaan:

21
- kadar glukosa darah tiap jam dengan glukometer

- elektrolit tiap 6 jam selama 24 jam selanjutnya tergantung keadaan.

- Analisis gas darah, bila pH <7 waktu masuk periksa setiap 6 jam sampai

pH >7,1, selanjutnya setiap hari sampai keadaan stabil

- Vital Sign tiap jam

- Keadaan hidrasi, balance cairan

- Waspada terhadap kemungkinan DIC

22
J.

Ko

mpl

ikas

i2,5

Cerebral edema merupakan komplikasi serius, yang dapat muncul selama pengobatan diabetic ke

men

gko

nfir

mas

diag

nosi

s.

Ede

ma

sere

bral

langka dan membawa angka kematian tertinggi. Meskipun manitol dan deksametason

sering digunakan dalam situasi ini, namun tidak ada pengobatan khusus yang terbukti

23
bermanfaat dalam kasus tersebut.

 Dysrhythmia jantung dapat terjadi karena hipokalemia yang berat dan/atau

asidosis baik awalnya atau sebagai akibat dari terapi. Biasanya, koreksi

penyebabnya adalah cukup untuk mengobati dysrhythmia jantung, tetapi jika

masih berlangsung, maka perlu konsultasi dengan ahli jantung. Melakukan

pemantauan jantung pada pasien dengan KAD selama koreksi elektrolit selalu

disarankan.

 Edema paru dapat terjadi karena alasan yang sama seperti edema serebral.

Meskipun jarang, namun perlu berhati-hati. Edema paru terjadi karena koreksi

yang berlebihan untuk terapi kehilangan cairan. Diuretik dan terapi oksigen

digunakan untuk pengelolaan edema paru.

 Cedera miokard nonspesifik dapat terjadi pada DKA berat, yang berhubungan

dengan peningkatan biomarker miokard (troponin T dan CK-MB) dan

perubahan EKG dengan infark miokard (MI). Asidosis dan asam lemak bebas

yang sangat tinggi dapat menyebabkan ketidakstabilan membran dan

kebocoran biomarker. Arteriografi koroner biasanya adalah normal, dan

pasien biasanya sembuh tanpa disertai penyakit jantung iskemik.

 Perubahan mikrovaskuler konsisten dengan retinopati diabetes telah

dilaporkan sebelum dan sesudah terapi DKA.

K. Prognosis2,5

24
 Prognosis pasien diobati dengan ketoasidosis diabetes sangat baik, terutama

pada pasien yang lebih muda jika infeksi intercurrent tidak ada. Prognosis

terburuk adalah biasanya diamati pada pasien yang lebih tua dengan penyakit

intercurrent parah, misalnya, infark miokard, sepsis, atau pneumonia.s

 Kehadiran koma mendalam pada saat diagnosis, hipotermia, dan oliguria

merupakan tanda-tanda prognosis buruk.

BAB III

KESIMPULAN

Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi metabolik akut serius

pada pasien diabetes melitus. Manifestasi utamanya adalah kekurangan insulin,

hiperglikemia yang berat, dehidrasi, asidosis metabolik. KAD terjadi bila kekurangan

insulin yang berat tidak saja menimbulkan hiperglikemia dan dehidrasi yang berat tapi

juga mengakibatkan produksi keton meningkat serta asidosis.

25
Diagnosis KAD ditegakkan bila ditemukan hiperglikemia (≥ 250 mg/dL),

ketosis darah atau urin, dan asidemia (pH < 7.3)., HCO3 rendah (<15 meq/L), anion

gap yang tinggi

Terapi bertujuan mengoreksi kelainan patofisiologis yang mendasari, yaitu

gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, kadar glukosa darah, gangguan asam

basa, serta mengobati faktor pencetus. Prinsip terapi KAD terdiri dari pemberian

cairan, terapi insulin, koreksi kalium, dan bikarbonat.

Komplikasi KAD dapat berupa edema paru, hipertrigliseridemia, infark

miokard akut dan komplikasi iatrogenik. Komplikasi iatrogenik tersebut ialah

hipoglikemia, hiperkloremia, hipokalemia, edema otak, dan hipokalsemia.

Ketoasidosis diabetikum sering terjadi akbat adanya faktor infeksi dan

penghentian obat insulin atau OHO. Perlunya upaya pencegahan merupakan hal

terpenting untuk mencegah timbulnya kasus KAD. Program edukasi perlu

menekankan pada cara-cara mengatasi saat sakit akut, meliputi informasi mengenai

pemberian insulin kerja cepat, target kadar glukosa darah pada saat sakit, mengatasi

demam dan infeksi, memulai pemberian makanan cair yang mengandung karbohidrat

garam yang mudah dicerna. Yang paling penting ialah agar tidak menghentikan

pemberian insulin atau OHO dan sebaiknya segera mencari pertolongan atau nasehat

tenaga kesehatan yang profesional.

26
Pasien DM harus didorong untuk perawatan mandiri terutama saat mengalmi

masa-masa sakit, dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah dan keton urine

sendiri. Di sinilah pentingnya edukaror diabetes yang dapat membantu pasien dan

keluarga, terutama padaa keadaan sulit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et

al. Acute complications of diabetes mellitus. Harrison’s Principles of Internal

Medicine 17th edition. USA : The McGraw-Hill Inc. 2008.

2. Hamdy O. Diabetic ketoacidosis. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/118361-overview. .

27
3. Umpierrez GE. Diabetic ketoacidosis and hyperglycemic hyperosmolar

syndrome. Journal Diabetes Spectrum,;15(1):p28-36.

4. Becker W, Berlauk J, Canafax DM, Cerra FB, Crumbley. Diabetic

ketoacidosis. Manual of Critical Care. US : Mosby.;p611-616.

5. Rucker DW. Diabetic ketoasidosis. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/766275-overview. 2014.

6. Trachtenbarg DE. Management of Diabetic Ketoacidosis. American Family

Physician. 2012;71(9):p1705-1714.

7. Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, Malone JI, Wall BM, Barret EJ, et

al. Management of hyperglycemic crises in patients with diabetes. Diabetes

Care ADA. 2011;24(1):131.

8. Laoteppitaks C, Wiener SW. Alcoholic ketoasidosis. Diunduh dari :

http://emedicine.medscape.com/article/765856-overview. 2010.

9. Silbernagl S, Lang F. Acute effect of insulin deficiency (diabetes mellitus).

Color Atlas of Pathophysiology. New York : Thieme. 2002;p288-289.

10. Schteingart DE. Diabetes mellitus. Patofisiologi Konsep Klinis Proses

Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994;p1111-1119.

11. Funk JL. Disoders of the endokrin pancreas. Pathophysiology of Disease: An

Introduction to Clinical Medicine, 5th ed. US : The McGraw-Hill Inc.

2006;513-540.

28
12. Soewondo P, 2006, Ketoasidosis Diabetik, Dalam: Buku Ajar Penyakit

Dalam, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, pp. 1874-1877.

13. Tjokroprawiro A, Hendromartono, Sutjahjo A, et al, 2007, Diabetes Mellitus,

Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Airlangga RS

Pendidikan Dr. Soetomo Surabaya, Airlangga University Press, Surabaya, pp.

29-76.

29

Anda mungkin juga menyukai