Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

MIKROBIOLOGI II
PEMANFATAN MIKROBA DALAM BIOREMEDIASI:
SUATU TEKNOLOGI ALTERNATIF UNTUK PELESTARIAN LINGKUNGAN

Dosen Pengampu: Aswal Salawangeng S.Pd., M.S.i

Di Susun Oleh:
Kelompok IV
Ratih Sardi
Magfirah Cahyani
Firly Nurairin Yusup
Nadillah Sumtaki
Miftah Puspita Sari

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
2022
KATA PENGANTAR

Assalam u’alaikum W arahm atullahi W abarakatuh

DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latarbelakang
Banyak orang tidak suka dengan mikroba. Mendengar kata mikroba, yang
terbayang bagi kita adalah kerugian yang ditimbulkannya seperti penyakit, pencemaran,
dan juga kerusakan makanan. Mungkin sedikit orang yang memahami manfaatnya.
Mikroba ada dimana-mana: di air, dalam tanah, di kulit, dalam mulut, dalam saluran
pencernaan, di lantai rumah, di pakaian, dan lain-lain. Bahkan udara yang kita hirup
sehari-hari dihuni oleh mikroba, yang kehadirannya memberikan kecemasan kepada
manusia. Apakah memang begitu mengerikannya?

Walaupun banyak mikroba yang menyebabkan kerugian kepada makhluk hidup seperti
hewan, tumbuhan, dan manusia, kontribusi mikroba terhadap kelangsungan kehidupan di
permukaan bumi ini tidak ternilai besarnya. Contoh sederhana, tanpa mikroba maka
antibiotika dan vaksin tidak akan pernah ada. Tanpa peran mikroba yang ada dalam
lambung hewan memamah biak, kita tidak akan pernah makan daging sapi dan beberapa
jenis makanan hasil fermentasi mikroba seperti tempe, kecap, terasi, yoghurt, minuman
beralkohol, dan masih banyak lagi yang mungkin tidak akan pernah kita konsumsi tanpa
adanya mikroba.

Di lingkungan, mikroba memiliki fungsi atau peranan yang cukup beragam . Dari
penghasil oksigen di ekosistem perairan, berperan dalam siklus biogeokimia, membantu
tanaman dalam penyerapan unsur hara, sebagai pengurai, sampai pada degradasi atau
remediasi polutan. Buku ini mem bahas peranan mikroba dalam degradasi beberapa
polutan.

Pencemaran atau polusi bukanlah merupakan hal baru, bahkan tidak sedikit dari kita yang
sudah memahami pengaruh yang ditimbulkan oleh pencemaran atau polusi lingkungan
terhadap kelangsungan dan keseimbangan ekosistem . Polusi dapat didefinisikan sebagai
kontaminasi lingkungan oleh bahan-bahan yang dapat mengganggu kesehatan manusia,
kualitas kehidupan, dan juga fungsi alami dari ekosistem . Walaupun pencemaran
lingkungan dapat disebabkan oleh proses alami, aktivitas manusia yang notabenenya
sebagai pengguna lingkungan adalah sangat dominan sebagai penyebabnya, baik yang
dilakukan secara sengaja ataupun tidak
Berdasarkan kemampuan terdegradasinya di lingkungan, polutan digolongkan atas dua
golongan:
1. Polutan yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu bahan seperti
sampah yang mudah terdegradasi di lingkungan. Jenis polutan ini akan
menimbulkan masalah lingkungan bila kecepatan produksinya lebih cepat dari
kecepatan degradasinya.
2. Polutan yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi (nondegradable
pollutant), dapat menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius.

Bahan polutan yang banyak dibuang ke lingkungan terdiri dari bahan pelarut (kloroform,
karbontetraklorida), pestisida (DDT,lindane), herbisida(aroklor,antrazin,2,4-D), fungisida
(pentaklorofenol), insektisida (organofosfat), petrokimia (polycyclic aromatic hydrocarbon
[ PAH] , benzena, toluena, xilena), polychlorinated biphenyls (PCBs), logam berat,
bahanbahan radioaktif, dan masih banyak lagi bahan berbahaya yang dibuang ke lingkungan,
seperti yang tertera dalam lampiran Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.

B. Rumusan Masalah
Bagamana pemanfaatan mikroba dalam suatu teknologi alternatif untuk pelestarian
lingkungan?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bioremediasi
Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan
memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Bioremediasi bukanlah
konsep baru dalam mikrobiologi terapan, karena mikroba telah banyak digunakan selama
bertahun-tahun dalam mengurangi senyawa organik dan bahan beracun baik yang berasal
dari limbah rumah tangga maupun dari industri. Hal yang baru adalah bahwa teknik
bioremediasi terbukti sangat efektif dan murah dari sisi ekonomi untuk membersihkan
tanah dan air yang terkontaminasi oleh senyawa-senyawa kimia toksik atau beracun.

Keberhasilan proses bioremediasi harus didukung oleh disiplin ilmu lain seperti fisiologi
mikroba, ekologi, kimia organik, biokimia, genetika molekuler, kimia air, kimia tanah,
dan juga teknik. Mikroba yang sering digunakan dalam proses bioremediasi adalah
bakteri, jamur, yis, dan alga. Degradasi senyawa kimia oleh mikroba di lingkungan
merupakan proses yang sangat penting untuk mengurangi kadar bahan-bahan berbahaya
di lingkungan, yang berlangsung melalui suatu seri reaksi kimia yang cukup kompleks.
Dalam proses degradasinya, mikroba menggunakan senyawa kimia tersebut untuk
pertumbuhan dan reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi.

B. Bioremediasi polutan yang sukar tergradasi


Toksisitas senyawa hidrokarbon seperti hidrokarbon minyak (bensin) terhadap mikroba,
tumbuhan, hewan, dan manusia telah banyak dipelajari. Senyawa hidrokarbon aromatis
polisiklis (PAH) dalam minyak memiliki toksisitas yang cukup tinggi. Efek toksik dari
hidrokarbon yang terdapat dalam minyak berlangsung melalui larutnya lapisan lemak
yang menyusun membran sel, sehingga menyebabkan hilangnya cairan sel atau kematian
terhadap sel (Rosenberg and Ron, 1998). Ketahanan PAH di lingkungan dan
toksisitasnya meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah cincin benzenanya (Mueller
et al. 1998).

Di samping itu, PAH terikat kuat pada material organik tanah dan kelarutannya juga
rendah. Hal ini menyebabkan ketersediaannya untuk degradasi oleh mikroba menjadi
terbatas. ini menujukkan bahwa benzopirena dengan lima cincin benzena lebih sukar
terdegradasi bila dibandingkan dengan naftalena yang memiliki dua cincin benzena.

MIKROBA JUGA BERPERAN DALAM DEGRADASI POLUTAN


Mikroorganisme tanah seperti jamur, bakteri, aktinomisetes, dan protozoa merupakan
komponen yang sangat penting dalam ekosistem tanah karena mereka memiliki peranan
utama dalam siklus nutrisi, mempertahankan struktur tanah, dan juga mengatur
pertumbuhan tanaman melalui berbagai mekanisme.

Aktivitas dan populasi mikroorganisme sekitar perakaran tanaman (rizosfer) biasanya


lebih dinamis dari daerah nonrizosfer. Hal ini disebabkan oleh adanya molekul organik
seperti gula dan asam organik yang dikeluarkan oleh akar atau produk regenerasi dari
akar yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme tanah. Tanpa adanya sekresi dari
akar, mikroba di sekitar rizosfer akan sukar bertahan dalam ekosistem tanah.

Kelompok mikroba yang memiliki fungsi penting di daerah rizosfer adalah Jamur,
bakteri, dan protozoa yang membantu pertumbuhan tanaman Melalui berbagai
mekanisme seperti peningkatan penyerapan nutrisi, sebagai kontrol biologi terhadap
serangan patogen, dan juga menghasilkan hormon pertumbuhan bagi tanaman (Chanway,
1997). Kajian mengenai Peranan bakteri tanah yang hidup bebas seperti Pesudomonas,
Bacillus, agrobacterium, dan Erwinia dalam mengurangi serangan patogen telah banyak
dilaporkan. Reddy et al. (1994) melaporkan bahwa serangan jamur fusarium oxysporum
terhadap pertumbuhan bibit Douglas-fir menurun tajam setelah diinokulasi beberapa
strain Pseudomonas

Bakteri simbiotik dari genus Rhizobium dan Barahyrhizobium, di samping Telah dikenal
luas sebagai bakteri penambat nitrogen bebas, juga memiliki kemampuan dalam
mendegradasi senyawa-senyawa toksik di sekitar perakaran. Barkovskii et al. (1994)
melaporkan bahwa Azospirillum yang juga memiliki kemampuan menambat nitrogen
banyak mengkolonisasi berbagai jenis tanaman dapat mendegradasi senyawa-senyawa
fenol dan benzoat. Sehingga bakteri ini telah banyak digunakan secara komersial dalam
bioremediasi tanah yang tercemar. Beberapa bakteri lain yang terdapat pada rizosfer,
seperti: Achromobacter, Agrobacterium, Alcaligenes, Acinetobacter, Azotobacter,
Flavobacterium, Mycobaterium, Nitosomonas, Nocardia, Pseudomonas, dan
Xanthobacter juga memiliki kemampuan dalam metabolisme senyawa fenol, halogen,
hidrokarbon, dan juga berbagai jenis pestisida.
Mikoriza sebagai suatu bentuk simbiosis mutualisme antara jamur dengan akar tanaman
berperan dalam peningkatan ketersediaan nutrisi (terutama fosfat) bagi tanaman.
Mikoriza juga dapat meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan patogen tanah.
Mikoriza dapat mengurangi toksisitas logam berat terhadap tanaman pada tanah-tanah
tercemar.

Sehingga mikoriza juga memiliki peranan yang penting sebagai agen bioremediasi atau
reklamasi bagi tanah-tanah yang tercemar oleh logam berat (Leyval et al., 1997), seperti
pada lahan-lahan bekas tambang.

Sharples et al. (2000) melaporkan bahwa jamur pada daerah tambang berfungsi sebagai
filter untuk menjaga agar konsentrasi As tetap rendah pada jaringan tanaman dan
meningkatkan serapan P tanaman. Donelly and Fetcher (1994) melaporkan bahwa logam
berat berikatan dengan gugus karboksil hemiselulosa pada matriks di antara sel tanaman
dan jamur, sehingga tanaman terhindar dari keracunan. Selanjutnya, ia melaporkan
bahwa beberapa jamur mikoriza seperti Rhizopogon vinicolor, Rhizopogon Vulgaris,
Hymenoscyphus ericae, Oidiodendron griseum, dan Gautieria Crispa memiliki
kemampuan remediasi senyawa-senyawa toksik di tanah, seperti dalam metabolisme
berbagai senyawa aromatik: 2,4-D, atrazin, dan PCBs. Selanjutnya dinyatakan bahwa
Radiigera atrogleba dan Hysterangium Gardneri mampu mendegradasi 2,2-diklorofenol
sebesar 80% (Donelly and Fetcher, 1994).

MIKROBA DAPAT MENURUNKAN CEMARAN LOGAM DI LINGKUNGAN

Beberapa logam tertentu memiliki peran penting dalam metabolisme


mikroba, sedangkan yang lain tidak diketahui fungsinya. Akan tetapi, baik
logam berat dan logam nonesensil akan bersifat toksik bila terdapat dalam
jumlah yang sangat berlebihan. Karena sifat toksik logam, proses
bioremediasi senyawa organik sering kali menjadi terhambat. Roane et al.
(1998) menyatakan bahwa di antara logam-logam yang toksik tersebut
terdiri dari kation-kation seperti merkuri, timbal, arsenat, boron, kadmium,
kromium, tembaga, nikel, mangan, selenium, perak, dan seng. Proses
bioremediasi logam di lingkungan berbeda dengan proses degradasi
molekul-molekul hidrokarbon; logam bukan merupakan pembangun bagi
komponen-komponen sel.

Peningkatan konsentrasi logam di lingkungan, terutama logam berat,

Menimbulkan efek yang cukup serius terhadap seluruh bentuk kehidupan.

Bagi manusia gejala toksisitas logam berat dapat berupa kerusakan jantung,

Hati, kanker, kelainan dan kerusakan sistem syaraf, dan lain-lain. Pada

Tumbuhan keracunan logam dapat menyebabkan memendeknya akar,

Gugurnya daun, klorosis, kekurangan nutrisi, dan lain-lain. Bagi mikrobakadar logam
yang terlalu tinggi di lingkungan dapat menurunkan atau menghambat pertumbuhan
mikroba. Interaksi mikroba dengan logam berat menyebabkan perubahan-perubahan
proses fisiologis yang sangat drastis dan dalam beberapa hal dapat
membunuh mikroba. Mekanisme toksisitas di antaranya terjadi melalui
pengikatan logam pada ligan-ligan sulfidril, karboksil, dan fosfat seperti
protein dan asam nukleat. Untuk meminimalisasi toksisitas logam berat,
jamur mengembangkan berbagai mekanisme pertahanan, seperti
imobilisasi logam berat oleh molekul intrasel (fitokelatin dan metalotionin)
dan imobilisasi oleh molekul ekstraseluler (asam-asam organik) yang
dihasilkan oleh jamur (Baldrian, 2003).

Salah satu kelator yang dihasilkan oleh jamur dan sudah dikenal

Kemampuannya dalam mengikat logam adalah asam oksalat. Asam oksalat

Yang dihasilkan oleh mikroba dapat meningkatkan resistensi mikroba

Tersebut terhadap logam melalui pembentukan kompleks metal-oksalat

Yang bersifat tidak larut. Metal oksalat dapat terbentuk dengan Ca, Cd, Co,

Cu, Mn, Sr, dan Zn (Sayer and Gadd, 1997). Selanjutnya juga telah banyak

Dilaporkan bahwa terdapat hubungan antara resistensi jamur terhadap

Logam dengan kemampuannya dalam menghasilkan asam oksalat.

C. Bioremediasi Sebagai Metode Alternatif Pelestarian Lingkungan


Secara ekonomi dan fungsi, penggunaan teknik bioremediasi harus dapat berkompetisi
dengan teknologi remediasi lainnya, seperti pembakaran (insinerasi) atau perlakuan
kimia. Sebelum suatu teknik bioremediasi diaplikasikan, informasi tentang keadaan
lokasi dan potensi mikroorganisme harus sudah diketahui. Untuk itu perlu dilakukan uji
laboratorium untuk mengetahui kecepatan degradasi pada suatu fungsi lingkungan
tertentu seperti pH, konsentrasi oksigen, nutrien, komposisi mikroba, ukuran partikel
tanah, dan juga suhu.

Dibanding teknik remediasi lain, aplikasi bioremediasi jauh lebih murah. Levine and
Gealt (1993) menyatakan bahwa bioremediasi untuk satu yard tanah yang terkontaminasi
diperlukan dana sekitar 40 sam pai 100 dolar. Sedangkan melalui proses lainnya, seperti
dengan insinerasi, memerlukan biaya 250 sampai 800 dolar dan landfilling sekitar 150
sampai 250 dolar untuk kapasitas tanah yang sama. Bioremediasi dapat diaplikasikan
pada lingkungan-lingkungan yang terpolusi melalui berbagai mekanisme. Litchfield
(1991), bioremediasi dilakukan melalui lima pendekatan berikut: bioreaktor, perlakuan
fase padat, pengomposan, landfarming, dan perlakuan insitu. Berbagai proses teknologi
telah berkembang di masing-masing bidang.

D. Faktor Yang Mempengaruhi Proses Degradasi Polutan


Masalah utama yang sering dijumpai dalam aplikasi mikroorganisme untuk bioremediasi
adalah menurun atau hilangnya potensi mikroba. Walaupun dalam percobaan
laboratorium mikroba menunjukkan aktivitas degradasi yang tinggi, ternyata tidak
menunjukkan hasil yang menggem birakan dalam percobaan di lapangan (in situ).

Untuk meningkatkan keefektifan penggunaan mikroorganisme dalam bioremediasi dapat


dilakukan dengan melakukan dua strategi berikut. Pertama; yang disebut sebagai
biostimulation yaitu suatu teknik menam bahkan nutrien tertentu dengan tujuan
merangsang aktivitas mikroba-mikroba tempatan (indigenous). Atlas and Berta (1992),
teknik biostimulasi ini telah sukses dalam mengendalikan tumpahan minyak di perairan
dan kontaminasi senyawa hidrokarbon (PAH) di tanah. Lieberg and Cutright (1999),
nutrien yang sering ditambahkan adalah fosfor dan nitrogen. Strategi kedua; yang disebut
sebagai bioaugmentasi, yaitu dengan mengintroduksi mikroba tertentu pada daerah yang
akan diremediasi. Dalam beberapa hal, teknik bioaugmentasi juga diikuti dengan
penambahan nutrien tertentu.

Di samping masalah di atas, lambatnya kecepatan degradasi polutan di lingkungan


disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut: enzim -enzim degradatif yang
dihasilkan oleh mikroba tidak mampu mengkatalis reaksi degradasi polutan yang tidak
alami, kelarutan polutan dalam air sangat rendah, dan polutan terikat kuat dengan
partikel-partikel organik atau partikel tanah. Selain itu, pengaruh lingkungan seperti pH,
temperatur, dan kelembapan tanah juga sangat berperan dalam menentukan kesuksesan
proses bioremediasi.

Oleh karena itu, seleksi, baik yang dilakukan secara konvensional maupun melalui
manipulasi genetika untuk mendapatkan mikroba-mikroba yang potensial, merupakan
agenda yang cukup penting dalam mikrobiologi lingkungan. Di samping itu, proses
degradasi komplit di lingkungan umum nya dilakukan oleh konsorsium mikroorganisme
bukan oleh mikroorganisme sejenis.

E. Kelebihan dan kelemahan tehknologi bioremediasi


Sebagaimanan berbagai teknologigi lainnya teknologi dalam proses bioremidiasi juga memiliki
beberapa kelebihan, namun kelebihan tersebut selalu diimbangi dengan kelemahan walaupun
sedikit

Kelebihan Kekurangan
Bioremediasi Bioremediasi

 Bioremediasi sangat aman  Tidak semua bahan


digunakan karena kimia dapat diolah
menggunakan mikroba secara bioremediasi.
yang secara alamiah  Membutuhkan
sudah ada dilingkungan. pemantauan yang
 Bioremediasi tidak intensif.
menggunakan atau  Berpotensi
menambahkan bahan menghasilkan produk
kimia berbahaya (ramah yang tidak dikenal. -
lingkungan). Membutuhkan lokasi
 Tidak melakukan proses tertentu
pengangkatan polutan.

 Teknik pengolahannya
mudah diterapkan dan
murah biaya.

 Dapat dilaksanakan di
lokasi atau di luar lokasi. -
Menghapus resiko jangka
panjang

F. Prospek pengembangan tekhnologi bioremediasi


Kelebihan teknologi bioremediasi ditinjau dari aspek komersil adalah relatif lebih ramah
lingkungan, biaya penanganan yang relatif lebih murah dan bersifat fleksibel. Teknik pengolahan
limbah jenis B3 dengan bioremediasi umumnya menggunakan mikroorganisme (khamir, fungi,
dan bakteri) sebagai agen bioremediator. Pendekatan umum yang dilakukan untuk
meningkatkan kecepatan biotransformasi ataupun biodegradasi adalah dengan cara:
1. Seeding, atau mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba indigenous (bioremediasi
instrinsik) dan/atau penambahan mikroorganisme exogenous (bioaugmentasi) dan,
2. Feeding, atau dengan memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi
(biostimulasi) dan aerasi (bioventing)

Anda mungkin juga menyukai