BIOREMEDIASI
1. Pengertian Bioremediasi
Bioremediasi adalah suatu strategi atau proses detoksifikasi polutan yang terdapat dalam
lingkungan dengan bantuan mikroba, tumbuhan, atau biokatalisator (Waluyo, 2018).
Detoksifikasi merupakan proses menurunkan tingkat meracun. saat bioremediasi terjadi enzim
yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur
kimia polutan tersebut. Peristiwa ini dinamakan biotransformasi. Proses biotransformasi pada
banyak kasus berujung pada biodegradasi, di mana polutan beracun terdegradasi strukturnya
menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun
(Waluyo, 2018). Bioremediasi dapat dikatakan sebagai proses degradasi biologis dari sampah
organik pada kondisi terkontrol menjadi suatu bahan yang tidak berbahaya atau konsentrasinya
di bawah batas yang ditentukan oleh lembaga berwenang. Definisi bioremediasi menurut United
Enviromental Protection Agency, adalah suatu proses alami untuk membersihkan bahan-bahan
kimia berbahaya. Ketika mikroba mendegradasi bahan berbahaya tersebut akan dihasilkan air
dan gas tidak berbahaya seperti CO2.
Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan
memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran dan cukup menarik. Selain
hemat biaya dapat juga dilakukan secara in situ langsung di tempat dan prosesnya alamiah. Laju
degradasi mikroba terhadap logam berat tergantung pada beberapa faktor yaitu aktivitas mikroba,
nutrisi, derajat keasaman dan faktor lingkungan (Waluyo, 2018).
Sejak tahun 1900 mikroorganisme sudah digunakan untuk mengelola air pada saluran air. Secara
alami teknologi bioremediasi telah digunakan orang sejak dahulu. Teknologi bioremediasi
dengan menggunakan mikroorganisme telah dilakukan oleh George M. Robinson tahun 1960
dengan membuat eksperimen dengan bejana kotor dan memakai berbagai macam campuran
mikroba. teknologi ini pada saat sekarang telah berkembang pada perawatan limbah buangan
yang berbahaya (senyawa-senyawa yang sulit terdegradasi), yang biasanya dihubungkan dengan
kegiatan industri (Waluyo, 2018).
Bidang bioremediasi telah didukung oleh pengetahuan yang lebih baik mengenai
bagaimana polutan dapat didegradasi oleh mikroorganisme, identifikasi jenis-jenis
mikroorganisme yang baru dan bermanfaat, dan kemampuan untuk meningkatkan bioremediasi
melalui teknologi genetik. Bioremediasi dapat dilakukan di tempat terjadinya penyebaran
lingkungan (in situ) atau harus diolah di tempat lain (ex situ). pada tingkat pencemaran yang
rendah mikroba setempat mampu melakukan bioremediasi tanpa campur tangan manusia yang
dikenal sebagai bioremediasi intrinsik, tetapi jika tingkat pencemaran tinggi maka mikrobas
setempat perlu distimulasi atau dibantu dengan memasukkan mikroba yang telah diadaptasikan
(Waluyo, 2018).
2. Tujuan Bioremediasi
Bioremediasi telah memberikan manfaat yang luar biasa pada berbagai bidang, diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Bidang Lingkungan
Pengolahan limbah yang ramah lingkungan dan bahkan mengubah limbah tersebut
menjadi ramah lingkungan. Contoh bioremediasi dalam lingkungan yakni telah
membantu mengurangi pencemaran dari limbah pabrik, misalnya pencemaran limbah oli
di laut Alaska berhasil diminimalisir dengan bantuan bakteri yang mampu mendegradasi
oli tersebut.
2. Bidang Industri
Bioremediasi telah memberikan suatu inovasi baru yang membangkitkan semangat
industri sehingga terbentuklah suatu perusahaan yang khusus bergerak dibidang
bioremediasi, contohnya adalah Regenesis Bioremediation Products, Inc., di San
Clemente, Calif.3.
3. Bidang Ekonomi
Karena bioremediasi menggunakan bahan-bahan alami yang hasilnya ramah lingkungan,
sedangkan mesin-mesin yang digunakan dalam pengolahan limbah memerlukan modal
dan biaya yang jauh lebih murah,sehingga bioremediasi memberikan solusi ekonomi
yang lebih baik.
4. Bidang Pendidikan
Penggunaan mikroorganisme dalam bioremediasi dapat membantu penelitian terhadap
mikroorganisme yang masih belum diketahui secara jelas. Pengetahuan ini akan
memberikan sumbangan yang besar bagi dunia pendidikan sains
Bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif untuk mengatasi masalah lingkungan
dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Adapun mikroorganisme yang berperan dalam
proses bioremediasi yakni:
4. Proses Bioremediasi
5. Jenis-jenis Bioremediasi
e) Biosparging
Teknik ini sangat mirip dengan bioventing dimana udara disuntikkan ke bawah
permukaan tanah untuk merangsang aktivitas mikroba untuk meningkatkan kecepatan
degradasi polutan dari situs tercemar. Namun, tidak seperti bioventing, udara
disuntikkan ke zona jenuh, yang dapat menyebabkan pergerakan senyawa organik yang
mudah menguap ke atas menuju zona tak jenuh. Efektivitas biosparging tergantung pada
dua faktor utama yaitu: permeabilitas tanah, yang menentukan bioavailabilitas polutan
untuk mikroorganisme, dan biodegradabilitas polutan . Biosparging merupakan
teknologi populer untuk memperbaiki situs yang terkontaminasi hidrokarbon
melaporkan bahwa biosparging akifer yang terkontaminasi benzena, toluena,
etilbenzena, dan xilen (BTEX) menghasilkan pergeseran dari kondisi anaerob ke aerob.
Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan oksigen terlarut, potensial redoks, nitrat,
sulfat, dan mikrob heterotrof . Kondisi ini seiring dengan penurunan besi terlarut,
sulfida, metana dan total mikrob anaerob dan methanogen. Secara keseluruhan
penurunan BTEX (70%), menunjukkan bahwa biosparging dapat digunakan untuk itu
meremediasi air tanah yang terkontaminasi BTEX. Namun keterbatasan teknik
bisosparging, adalah bagaimana memprediksi arah aliran udara.
a) Kadar Oksigen
Bakteri yang biasa digunakan untuk mendegradasi hidrokarbon adalah bakteri aerob, yaitu
bakteri yang membutuhkan oksigen dalam aktivitasnya. Oksigen dalam tanah dapat diperoleh
dari proses difusi antara udara dengan tanah. Oksigen ini mudah habis terutama jika jumlah
mikroorganisme yang memanfaatkan oksigen tersebut sangat banyak sedangkan proses difusi
sendiri membutuhkan waktu yang lama. Keterbatasan jumlah oksigen diperkirakan dapat
menjadi faktor penghambat biodegradasi minyak bumi di bawah tanah (Nugroho, 2006).
Pada proses pengolahan yang dilakukan secara aerob, pemberian oksigen (aerasi) perlu
dilakukan dengan cara mengalirkan oksigen melalui pipa-pipa, pengadukan manual atau
dengan alat berat (Kementerian Lingkungan Hidup, 2003). Kebutuhan oksigen juga dapat
diperoleh melalui proses pengadukan dan pembalikan secara berkala yang bertujuan untuk
menjaga suhu tanah tetap ideal serta untuk menghomogenitaskan campuran pada tanah
(Thapa et al., 2012).
b) Kadar Air
Kondisi tanah yang lembab mengakibatkan degradasi bakteri dapat optimal karena
terpenuhinya nutrient dan substrat. Kelembaban ideal bagi pertumbuhan bakteri adalah 25-
28% (Thapa et al., 2012), sedangkan kelembaban optimum untuk bioremediasi tanah
tercemar adalah sekitar 80% kapasitas lapang atau sekitar 15% air dari berat tanah. Ketika
kelembaban tanah mencapai 70%, hal tersebut dapat mengganggu proses transfer gas oksigen
secara signifikan sehingga mengurangi aktivitas aerobik (Cookson, 1995). Kadar air yang
terkandung dalam tanah juga akan mempengaruhi keberadaan dan tingkat toksisitas
kontaminan, transfer gas, serta pertumbuhan dan distribusi dari mikroorganisme (Cookson,
1995).
c) Suhu
Suhu tanah dapat memberi efek pada aktivitas mikroorganisme dan laju biodegradasi
kontaminan senyawa hidrokarbon. Suhu optimum bagi hampir semua mikroorganisme tanah
umumnya pada kisaran 10-40°C, walaupun ada beberapa yang dapat hidup hingga suhu 60°C
(bakteri termofilik) (Retno dan Mulyana, 2013). Pada keadaan suhu rendah (< 5°C) maka
akan memperlambat atau menghentikan proses biodegradasi (Antizar et al., 2007). Pada suhu
rendah hanya fraksi hidrokarbon tertentu yang didegradasi, sedangkan pada suhu hangat
berbagai fraksi dapat didegradasi pada kecepatan yang sama (Atlas dan Bartha, 1995).
d) pH
Nilai pH tanah berpengaruh pada kondisi optimum mikroorganisme pendegradasi karbon.
Nilai pH akan mempengaruhi kemampuan mikroorganisme untuk menjalankan fungsi-fungsi
sel, transpor sel membran maupun keseimbangan reaksi yang terkatalis oleh enzim
(Notodarmojo, 2005). Pertumbuhan mikroorganisme akan meningkat apabila pH berada pada
kisaran 6-9 (Eweis et al., 1998). Penelitian biodegradasi endapan minyak yang dilakukan
oleh Dibble dan Bartha (1979) juga menunjukkan bahwa pH 7,8 menghasilkan biodegradasi
yang mendekati optimum.
e) Nutrien
Nutrisi merupakan faktor yang berpengaruh besar dalam sintesis dan pertumbuhan sel serta
aktivitas enzim yang dihasilkan bakteri untuk mendegradasi polutan. Penambahan nutrien
juga diketahui dapat mempercepat pertumbuhan mikroba lokal yang terdapat pada daerah
tercemar (Komarawidjaja dan Lysiastuti, 2009). Beberapa nutrisi penting yang dibutuhkan
mikroorganisme adalah karbon, nitrogen, dan fosfor (Wulan dkk., 2012). Nutrisi yang paling
sering ditambahkan untuk bioremediasi adalah nitrogen. Nitrogen biasanya ditambahkan
sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhan sel, tetapi juga dapat berfungsi sebagai akseptor
elektron alternatif. Sebagai sumber nutrisi, nitrogen biasanya ditambahkan dalam bentuk urea
atau garam amonia (Cookson, 1995). Kandungan unsur N yang tinggi akan meningkatkan
emisi dari nitrogen sebagai amonium sehingga dapat menghalangi perkembangbiakan dari
bakteri. Sebaliknya jika kandungan unsur N relatif rendah maka akan menyebabkan proses
degradasi berlangsung lebih lambat karena nitrogen akan menjadi faktor penghambat
(growth-rate liming factor) (Alexander, 1994). Untuk mengatasi keterbatasan nitrogen dan
fosfor di dalam tanah dapat diatasi dengan penambahan pupuk NPK, garam amonium dan
garam fosfat (Nugroho, 2006).
Proses bioremediasi dengan menggunakan mikrob yang hidup di tanah dan air tanah
memakan senyawa hidrokarbon atau minyak mentah. Setelah senyawa minyak dimakan, proses
hasil penguraian minyak oleh mikrob tersebut mengubah senyawa minyak menjadi air dan gas
yang tidak berbahaya dan aman bagi lingkungan. Mikroorganisme yang berperan dalam
proses bioremediasi terdiri dari dua jenis yaitu bakteri pendegradasi hidrokarbon pada minyak
bumi seperti Pseudomonas sp., Arthrobacter sp., Acinetobacter sp., Bacillus sp.Lalu jenis
mikroba pendegradasi logam seperti Enterobacter cloacae dan Pseudomonas fluorescens,
Desulfovibrio sp., Desulfotomaculum sp., Thiobacillus ferroxidans, Spirulina sp., Jamur
Saccharomyces cerevisiae dan Candida sp. Teknologi bioremediasi ada dua jenis yaitu ex-situ
dan in-situ. Ada beberapa teknik dalam bioremediasi in situ yaitu: Natural attenuation
(pemulihan secara alami) dan melalui peningkatan (Fitoremediasi, bioventing, bioaugmentasi
dan biosparging). Beberapa teknik bioremediasi eks situ yaitu bioreaktor, landfarming dan ver
micomposting.
DAFTAR PUSTAKA
Hasyimuddin, A., Djide, M. N., & Samawi, M. F. 2016. Isolasi Bakteri Pendegradasi Minyak
Solar Dari Perairan Teluk Pare-Pare. Biogenesis: Jurnal Ilmiah Biologi, 4(1), 41-46.
Marzuki, I., Syahrir, M., Ramli, M., Harimuswarah, M. R., Artawan, I. P., & Iqbal, M.
2022. Operasi dan Remediasi Lingkungan (Vol. 1). TOHAR MEDIA.
Prawitasari, S., Jannah, S. N., & Akhdiya, A. 2018. Seleksi dan Identifikasi Secara Molekuler
Bakteri Pendegradasi Insektisida Piretroid dari Tanah. Indonesia Journal of Halal, 1(1),
8-14.
Christofer,F., Sari, S. P., Sapulette, K., Anggayni, M., Hutagalung, E., & Irawati, W.. 2022.
Mikorizoremediasi: Asosiasi Fungi Mikoriza Arbuskula dalam Meningkatkan
Kemampuan Penyerapan Logam pada Tanaman Hiperakumulator di Lahan
Pertambangan: Mycorizoremediation: Association of Arbuscular Mycorrhizal Fungi to
Increase Metal Absorption Ability in Hyperaccumulator Plants at Mining Land. Jurnal
Teknologi Lingkungan, 23(1), 118-125.
Liu, S. H., Zeng, G. M., Niu, Q. Y., Liu, Y., Zhou, L., Jiang, L. H., & Cheng, M. 2017.
Bioremediation mechanisms of combined pollution of PAHs and heavy metals by
bacteria and fungi: A mini review. Bioresource technology, 224, 25-33.
Priadie, B. 2012. Teknik bioremediasi sebagai alternatif dalam upaya pengendalian pencemaran
air. Jurnal ilmu lingkungan, 10(1), 38-48.
Eweis, J.B., Ergas, S.J., Chang, D.P., Schoroeder, E.D. 1998. Bioremediation Principles. New
York : Mc-Graw Hill.
Nugroho, Astri. 2006. Bioremediasi Hidrokarbon Minyak Bumi. Yogyakarta : Penerbit Graha
Ilmu.
Thapa, Bijay., Kumar, Ajay K.C., Ghimire, Anish. 2012. A Review on Bioremediation of
Petroleum Hydrocarbon Contaminants in Soil. Journal of Science, Engineering, and
Technology. 8 (1) : 164-170.
Retno, Tri D.L., Mulyana, Nana. 2013. Bioremediasi Lahan Tercemar Limbah Lumpur Minyak
Menggunakan Campuran Bulking Agents yang Diperkaya Konsorsia Mikroba Berbasis
Kompos Iradiasi. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. 9 (2) : 139-150.
Notodarmojo, S. 2005. Pencemaran Tanah & Air Tanah. Bandung : Institut Teknologi Bandung.
Wulan, Praswati P., Gozan, Misri., Arby, Berly., Achmad, Bustomy. 2012. Penentuan Rasio
Optimum C:N:P sebagai Nutrisi pada Proses Biodegradasi Benzena-Toluena dan Scale
Up Kolom Bioregenerator. Jurnal Repository Universitas Indonesia.
Henggar H.,Teddy K., Susi S. 2011. Bioremediasi Logam Timbal (Pb) Dalam Tanah
Terkontaminasi Limbah Sludge Industri Kertas Proses Deinking. Jurnal Selulosa, Vol. 1,
No. 1: 31 – 41