DEFINISI BIOREMEDIASI
Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan limbah buangan yang berbahaya
(senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi), yang biasanya dihubungkan dengan
kegiatan industri. Yang termasuk dalam polutan-polutan ini antara lain logam-logam berat,
petroleum hidrokarbon, dan senyawa- senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida,
herbisida, dan lain-lain. Banyak aplikasi-aplikasi baru menggunakan mikroorganisme untuk
mengurangi polutan yang sedang diujicobakan.
Bidang bioremediasi saat ini telah didukung oleh pengetahuan yang lebih baik mengenai
bagaimana polutan dapat didegradasi oleh mikroorganisme, identifikasi jenis-jenis mikroba
yang baru dan bermanfaat, dan kemampuan untuk meningkatkan bioremediasi melalui
teknologi genetik.
Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode
enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat
meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan
beracun menjadi tidak berbahaya.
Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat lebih efisien dalam
mengurangi polutan. Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama kali
dipatenkan adalah bakteri “pemakan minyak/ Hidrocarbonoclastic”. Bakteri ini dapat
mengoksidasi senyawa hidrokarbon yang umumnya ditemukan pada minyak bumi.
Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat jika dibandingkan bakteri-bakteri jenis lain yang alami atau
bukan yang diciptakan di laboratorium yang telah diujicobakan. Akan tetapi, penemuan
tersebut belum berhasil dikomersialkan karena strain rekombinan ini hanya dapat mengurai
komponen berbahaya dengan jumlah yang terbatas. Strain inipun belum mampu untuk
mendegradasi komponen- komponen molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di
lingkungan.
Tanah dan air yang terkontaminasi minyak tersebut dapat merusak lingkungan serta
menurunkan estetika. Lebih dari itu tanah dan air yang terkontaminasi limbah minyak
dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) sesuai dengan Kep. MenLH
128 Tahun 2003. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan dan pengolahan terhadap tanah
yang terkontaminasi minyak. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran dan penyerapan
minyak ke dalam tanah.
Upaya pengolahan limbah B3 baik di darat (tanah dan air tanah) ataupun di laut telah banyak
dilakukan dengan menggunakan teknik ataupun metoda konvensional dalam mengatasi
pencemaran seperti dengan cara membakar (incinerasi), menimbun (landfill), menginjeksikan
kembali sludge ke formas minyak (slurry fracture injection) dan memadatkan limbah
(solidification). Teknologi-teknologi ini dianggap tidak efektif dari segi biaya (cost effective
technology), waktu (time consuming) dan juga keamanan (risk).
·Feeding, atau dengan memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi (biostimulasi) dan
aerasi (bioventing).
Limbah cair dan air bawah tanah bisa tercemar melalui banyak cara tergantung pada materi
yang dibutuhkan oleh bioremediasi untuk pindahkan. Ada tiga teknologi bioremediasi air, yaitu:
Langkah-langkahnya
Air dari rumah tangga yang masuk ke dalam saluran air dipompa menuju fasilitas pengolahan di
mana feses dan produk kertas dibuang ke tanah dan disaring menjadi partikel yang lebih kecil
sehingga dihasilkan material berlumpur yang disebut sludge. Sludge dialirkan ke dalam tangki
pengolah anaerob yang mengandung bakteri anaerob yang akan mendegradasi sludge. Bakteri
ini menghasilkan gas karbon dioksida dan metana. Gas metana yang dihasilkan ini sering
dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan bakar untuk menjalankan peralatan pada
pengolahan sampah dengan menggunakan tanaman. Cacing-cacing kecil yang sering muncul
pada sludge, juga membantu menghancurkan sludge menjadi partikel-partikel kecil. Sludge ini
kemudian dikeringkan dan dapat digunakan sebagai lahan pertanian atau pupuk.
Ilmuwan telah menemukan bakteri yang disebut Candidatus brocadia Anammoxidans yang
memiliki kemampuan untuk mendegradasi ammonium pada suasana anaerob (sebagian besar
produk yang terdapat dalam urin). Penting sekali untuk menghilangkan amonium dalam limbah
cair sebelum air dialirkan ke sungai atau laut karena kadar ammonium yang terlalu tinggi
memberikan dampak negatif bagi lingkungan,
B. Groundwater clean-up
Kasus yang biasanya terjadi adalah tumpahan gasolin, dimana tumpahan tersebut mencemari
air dalam tanah. Hal ini dapat ditangani dengan mengkombinasikan antara bioremediasi ex situ
(bagian atas permukaan tanah) dan bioremediasi in-situ (di dalam tanah).
1. Bioremediasi ex situ. Minyak dan gas dipompa keluar ke permukaan tanah menggunakan
bioreaktor à dalam bioreaktor terdapat bakteri yang tumbuh pada biofilm à bakteri ini
mendegradasi polutan à pupuk/ nutrien dan oksigen ditambahkan pada bioreaktor
2. Bioremediasi in-situ. Air bersih hasil dari bioreaktor yang terdiri atas pupuk, bakteri dan
oksigen à dikembalikan lagi di dalam tanah (sebagai air tanah).
Pada waktu proses bioremediasi, bakteri anaerobik menghasilkan soil nutrients dan metana.
Gas metana yang dihasilkan ini sering dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan bakar,
sedangkan soil nutrients digunakan sebagai pupuk.
Contoh Bakteri anaerobik Desulfuromonas acetoxidans merupakan bakteri anerobik laut yang
menggunakan sulfur dan besi sebagai penerima elektron untuk mengoksidasi molekul organik
dalam endapan dimana bisa menghasilkan energi.
Peluang tehnologi bioremediasi ke depan adalah pengembangan green business yang berbasis
pada teknologi bioremediasi dengan system one top solution (close system) dan dengan
pendekatan multiproses remediation technologies, artinya pemulihan (remediasi) kondisi
lingkungan yang terdegradasi dapat diteruskan sampai kepada kondisi lingkungan seperti
kondisi awal sebelum kontaminasi ataupun pencemaran terjadi.
Usaha mencapai total greening program ini dapat dilanjutkan dengan rehabilitasi lahan dengan
melakukan kegiatan fitoremediasi (phytoremediation) dan penghijauan (vegetation
establishement) untuk lebih efektif dalam mereduksi, mengkonrol atau bahkan mengeliminasi
B3 hasil bioremediasi kepada tingkatan yang sangat aman lagi buat lingkungan.
Untuk wilayah pesisir dan pantai greening program dapat berupa penanaman kembali bibit
mangrove dan vegetasi pantai lain ataupun program lain seperti artificial reef, fish shelter
ataupun reef transplantation. Bentuk disseminasi publik juga dapat dikemas dalam bentuk
pelatihan dan transfer teknologi agar aplikasi bioremediasi kepada masyarakat sebagai share
holder (pola kemitraan), bersama-sama pemerintah dapat mengontrol kegiatan monitoring dan
evaluasi dari kegiatan bioremediasi dan rehabilitasi lahan.
PRINSIP BIOREMEDIASI
Bioremediasi memiliki keterbatasan antara lain tidak bisa mendegradasi senyawa organik
terklorinasi dan hidrokarbon aromatik dalam jumlah tinggi. Namun, pemanfaatan bioremediasi
ini lebih murah dari pada jika menggunakan penanganan secara fisik dan kimia. Bioremediasi
juga dapat menurunkan kontaminan secara efektif walaupun prosesnya membutuhkan waktu
yang lama.
Kelebihan Bioremediasi:
3. Jamur Ligninolitik umumnya digunakan untuk meremediasi polutan yang bersifat toksik dan
presisten. Misalnya: Phanaerochaete chrysosporium
4. Metilotrop merupakan bakteri aerobik yang mengunakan metan sebagai sumber karbon
dengan menggunakan enzim methane monooxygenase.
STRATEGI BIOREMEDIASI
1. Bioremediasi In Situ
Merupakan metode dimana mikroorganisme diaplikasikan langsung pada tanah atau air dengan
kerusakan yang minimal.
• Biostimulasi/ Bioventing: dengan penambahan nutrient (N, P) dan aseptor elektron (O2) pada
lingkungan pertumbuhan mikroorganisme untuk menstimulasi pertumbuhannya.
• Biosparging: dengan menambahkan injeksi udara di bawah tekanan ke dalam air sehingga
dapat meningkatkan konsentrasi oksigen dan kecepatan degradasi.
2. Bioremediasi Ex Situ
Merupakan metode dimana mikroorganisme diaplikasikan pada tanah atau air terkontaminasi
yang telah dipindahkan dari tempat asalnya.
• Landfarming: teknik dimana tanah yang terkontaminasi digali dan dipindahkan pada lahan
khusus yang secara periodik diamati sampai polutan terdegradasi.
• Composting: teknik yang melakukan kombinasi antara tanah terkontaminasi dengan tanah
yang mengandung pupuk atau senyawa organik yang dapat meningkatkan populasi
mikroorganisme.
• Bioreactor: dengan menggunakan aquaeous reaktor pada tanah atau air yang terkontaminasi.
APLIKASI BIOREMEDIASI
a. Degradasi Plastik
Saat ini plastik dan polimer sintetik semakin meluas penggunaan dan produksinya. Plastik ini
dibuat dari senyawa petrokimia yang bersifat persisten pada lingkungan dan merupakan salah
satu penyebab polusi yang paling tinggi. Plastik petrokimia ini membutuhkan waktu ratusan
tahun untuk didegradasi.
Hidrokarbon alifatik didegradasi secara aerobik oleh bakteri, fungi atau yeast. Reaksi
degradasinya meliputi oksidasi pada ujung metil:
alkana → alkohol → asam lemak → keton → CO2 dan H2O.
Hidrokarbon rantai pendek, hidrokarbon dengan rantai cabang atau berbentuk cincin lebih sulit
untuk didegradasi.
Sedangkan hidrokarbon aromatik dengan empat cincin sulit didegradasi dan bersifat presistent.
Terklorinasi Degradasi dapat berlangsung secara kimiawi atau biologis. Degradasi dengan
menggunakan mikroorganisme hanya menghasilkan degradasi parsial. Hanya sedikit karbon
terklorinasi yang dapat digunakan sebagai substrat primer untuk sumber energi dan
pertumbuhan.
JENIS BIOREMEDIASI
1. Biostimulasi
Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan ke dalam air atau tanah yang
tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di
dalam air atau tanah tersebut.
2. Bioaugmentasi
Mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan kontaminan tertentu ditambahkan ke
dalam air atau tanah yang tercemar.
Cara ini yang paling sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat.
Bioaugmentasi adalah proses penambahan produk bakteri komersial ke dalam limbah cair
untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi. Hambatan yang ditemui
ketika cara ini digunakan sangat sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar
mikroorganisme dapat berkembang dengan optimal.
Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam
bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing kemungkinan sulit
untuk beradaptasi.
3. Bioremediasi Intrinsik
Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.
Lingkungan yang tercemar pada hakekatnya mempunyai kemampuan untuk menghilangkan
bahan-bahan tercemar tersebut dengan sendirinya yang disebut "Self purification"
Fw by: SG
Daftar Pustaka
Arifin, H.S., M. Yani, F. Aribowo, and A.M. Fauzi. 2004. Bioremediation: A Case Study in East
Kalimantan, Indonesia. Proceeding the 1st COE International Symposium “Environmental
Degradation and Ecosystem Restoration in East Asia” TokyoUniversity – Japan. 9 p.
Baker, J. M., Clark, R. B., Kingston, P. F. and Jenkins, R. H. (1990). Natural Recovery of Cold
Water Marine Environments after an Oil Spill. 13th AMOP Seminar, June 1990.