Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

Mitral stenosis saat ini masih merupakan kelainan katup yang cukup sering

ditemui di negara-negara berkembang yang sebagian besar akibat demam rematik,

yang diawali dengan radang tenggorokan yang disebabkan oleh kuman

streptococcus β hemolitikus grup A yang selanjutnya akan menimbulkan respon

inflamasi sistemik termasuk di daerah katup. Respon inflamasi kemudian

menimbulkan kerusakan hingga terjadi stenosis katup mitral.(1)

Prevalensi kejadian mitral stenosis di Amerika Serikat yaitu 0,1 % dan di


(2)
Eropa berasarkan Euro Heart Survey mencapai 9%. Angka kejadian penyakit

mitral stenosis di Indonesia tidak ketahui dengan pasti. Berdasarkan data yang

dilaporkan oleh Hasnul et al, mitral stenosis yang diakibatkan demam rematik di

RSUP Dr. M Djamil Padang selama 4 tahun (2009-2012) sebanyak 17,6% dari

seluruh katup.(2)

Stenosis mitral (SM) merupakan kondisi obstruksi aliran darah ke

ventrikel kiri akibat adanya halangan pembukaan katup atau yang disebut juga

dengan pengurangan mitral valve area (MVA) secara sempurna saat fase

pengisian diastolic ventrikel kiri. Pengurangan MVA terjadi akibat inflamasi

seperti penyakit jantung rematik yang mengakibatkan penebalan, perlengketan

serta fibrosis katup. Penyebab lain yang cukup jarang terjadi berupa mitral

stenosis congenital, karsinoid, systemic lupus eritematosus (SLE)¸ deposit

amiloid, rheumatoid arthritis, dan kalsifikasi annulus daun katup.(3)

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Mitral Stenosis (MS) adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah

dari atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan katup

mitral. (4) Penyakit jantung rematik (PJR) adalah penyebab utama terjadinya mitral

stenosis. Selain itu, dapat pula disebabkan oleh penuaan katup. Stenosis terjadi

secara perlahan tanpa menimbulkan gejala selama bertahun-tahun sebelum

menyebabkan penurunan aktivitas dan sesak napas.(5)

2.2 Etiologi

Stenosis katup mitral biasanya terjadi bertahun-tahun setelah episode

rematik karditis akut. Penyebab lain seperti malignant carsinoid disease, sistemik

lupus eritematosus, rheumatoid arthritis, mucopolysaccharidoses, dan kelainan

bawaan seperti mitral stenosis congenital. Pada penelitian yang dilakukan Iwataki

et al, pasien dengan stenosis aorta degeneratif dapat menyebabkan stenosis mitral

nonreumatik.(6)

2.3 Epidemiologi

Respon inflamasi menimbulkan kerusahan hingga terjadi stenosis katup

mitral. Insiden demam rematik akut di negara-negara berkembang diperkirakan

2
sekitar 50 sampai 200 / 100.000 per tahun, dimana serangan pertama demam

rematik akut terjadi paling sering antara umur 6 tahun sampai 15 tahun.(1)

Di Amerika Serikat maupun negara Eropa Barat insiden penyakit jantung

rematik (PJR) terus menurun, tetapi di negara berkembang seperti Indonesia, PJR

masih sering dijumpai. Sayangnya, data resmi di Indonesia mengenai penyakit ini

belum ada. Diperkirakan kejadian di negara Asia yang sudah maju seperti Korea

dan Jepang berkirar 0.05-0.14/1000, sedangkan di negara-negara berkembang

kawasan Asia seperti Bangladesh, Cina, dan India bekisar 1.3-4.54/1000

penduduk.(4)

2.4 Faktor resiko

Faktor resiko seseorang dapat mengalami mitral stenosis, antara lain:(7)

1. Jenis Kelamin

Insiden terjadinya demam rematik seimbang pada laki-laki dan

perempuan, namun pada mitral stenosis perempuan berpotensi 2-3 kali

dibanding laki-laki.

2. Usia

Di negara maju,, presentasi stenosis mitral biasanya terjadi pada

dekade keempat sampai keenam kehidupan. Mitral stenosis

diperkirakan terjadi setelah masa laten 20-40 tahun setelah kejadian

demam rematik. Sebaliknya, pasien di negara berkembang memiliki

progresif yang lebih cepat pada akhir usia remaja atau di awal usia

dewasa.

3
2.5 Patofisiologi

Pada stensosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses

peradangan (valvulitis) dan pembentuan nodul tipis disepanjang garis penutupan

katup.(8) Proses perusakan katup mitral pada demam rematik sebetulnya adalah

suatu proses antigen-antibodi atas infeksi kumman streptokokus beta hemolitikus

grup A. Antibodi terbentuk ternyata tidak hanya menyerang kuman tersebut, tetapi

juga menyerang katup mitral dan merusak katup tersebut.(4)

Proses perusakan/ perubahan yang terjadi tidak hanya melibatkan daun

katup mitral saja, tetapi juga annulus katup. Katup mitral yang terkena rematik

akan menebal, mengalami fibrosis dan terjadi perlengketan pada tepi katup. Hasil

akhir dari proses patologis ini adalah penyempitan area katup mitral seperti mulut

ikan (fish mouth atau lubang kancing (button hole).(8)

Pada keadaan normal katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm2, bila area

orifisium katup berkurang sampai 2 cm2, maka diperlukan upaya aktif atrium kiri

berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang normal

dapat terjadi.(8) Hambatan aliran darah pada katup mitral ini akan menyebabkan

dilatasi atrium kiri maupun vena pulmonalis yang kemudian akan menyebabkan

peningkatan tekanan vena pulmonalis. Proses ini bila berlangsung lama dapat

menyebabkan peningkatann tekanan arteri pulmonalis, sehingga dapat

menyebabkan hipertensi pulmonal.(4)

Pada saat aktivitas fisik meningkat, frekuensi denyut jantung juga

meningkat, sehingga fase diastolic memendek dan waktu yang diperlukan untuk

4
mengosongkan atrium kiri pendek. Akibat dari kondisi ini, terjadilah peningkatan

tekanan diatrium kiri dan vena pulmonis, yang akhirnya menimbulkan edema

paru.(4)

Pasien dengan mitral stenosis tidak akan menimbulkan gejala sampai

penyempitan area katup 2-2,5 cm2 atau kurang, dimana pada keadaan tersebut

saat pasien melakukan aktivitas ringan akan menimbulkan exertional dyspnea dari

peningkatan gradient transmitral dan tekanan atrium kiri.(6) Pada MS yang berat

dengan area katup kurang dari 1 cm2, peningkatan gradient katup mitral dan

tekanan atrium kiri akan menyebabkan transudasi cairan ke dalam interstitium

paru dan dyspnea saat istirahat. Hemoptisis dapat terjadi apabila vena bronchial

pecah dan dilatasi atrium kiri meningkatkan resiko atrial fibrilasi dan

tromboembolisme.(6)

2.6 Klasifikasi mitral stenosis

Derajat berat ringannya stenosis mitral, dapat dinilai berdasarkan luasnya

area katup mitral sebagai berikut:

1. Minimal : bila area <2.5 cm2

2. Ringan : bila area 1.4-2.5 cm2

3. Sedang : bila area 1-1.4 cm2

4. Berat : bila area <1.0 cm2

5
Keluhan dan gejala stenosis mitral akan mulai muncul bila luas area katup

mitral menurun sampai seperdua dari normal (<2-2.5 cm2). Dengan bertambah

sempitnya area mitral maka tekanan atrium kiri akan meningkat bersamaan

dengan progresi keluhan. Apabila area mitral <1 cm2 yang berupa stenosis mitral

berat maka akan terjadi limitasi dalam aktifitas.(8)

2.7 Manifestasi Klinis

Keluhan yang lazim dirasakan pasien dengan MS adalah lekas lelah, sesak

nafas bila beraktivitas (dyspnea d’effort) yang makin lama makin berat. Pada MS

yang berat, keluhan sesak nafas dapat timbul saat tidur malam (nocturnal

dyspnea), bahkan dalam keadaan istirahat sambil berbaring (ortophnea). Kadang

juga didapatkan keluhan berdebar bila ada irama jantung fibrilasi atrium. Pada

keadaan lebih lanjut bisa ditemukan batuk darah (hemoptysis), akibat pecahnya

kapiler pulmonalis karena tingginya tekanan arteri pulmonalis.(4)

Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral seperti

tromboemboli, infektif endokarditis, atau simtomatis karena kompresi akibat

besarnya atrium kiri seperti disfagia dan suara serak.(8)

Pemeriksaan fisik dapat dijumpai malar facial flush, gambaran pipi yang

merah keunguan yang dikenal sebagai wajah mitral (mitral facies) akibat curah

jantung yang rendah (low cardiac output). Auskultasi dapat dijumpai adanya S1

akan mengeras, hal ini hanya terjadi bila pergerakan katup mitral masih fleksibel.

Bila sudah terdapat kalsifikasi dan atau penebalan katup mitral, S1 akan melemah.

S2 akan mengeras sebagai akibat adanya hipertensi pulmonal. Opening snap

6
terdengar akibat gerakan katup mitral ke ventrikel kiri yang mendadak berhenti.(9)

Opening snap menandai daun katup mitral yang masih lentur ketika membuka

pada fase diastolic. Selain itu, terdengar bising/murmur mid diastolic di daerah

apeks jantung. Panjang murmur ini mencerminkan beratnya MS. Agar lebih jelas

terdengar, gunakan stetoskop bel dan miringkan pasien ke kiri. Pada MS berat

dengan aliran melalui katup mitral yang keci, S1, OS, dan bising mid diastole

mungkin tidak terdengar lagi.(4)

Pemeriksaan penunjang dari elektrokardiografi (EKG) pada pasien MS

memberikan gambaran fibrilasi atrium. Pada foto rontgen toraks ditandai dengan

aorta yang relatif kecil, pinggang jantung mendatar atau bahkan mencembung

(pembesaran atrium kiri), apeks jantung terangkat (pembesaran ventrikel kanan),

pembesaran atrium kanan serta gambaran double contour.

Gambar 1. Foto rontgen toraks pasien MS

Pemeriksaan ekokardiografi merupakan pemeriksaan yang paling penting

untuk menegakkan diagnosis MS. Terlihat penebalan dan pengapuran katup mitral

7
serta apparatus subvalvular, gerakan katup mitral yang terbatas sehingga bentuk

katup menyerupai kubah (dooming) pada fase diastolic.(4)

2.8 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan untuk mitral stenosis adalah untuk mengurangi

terulangnya kejadian demam rematik, memberikan profilaksis endokarditisi

infektif, mengurangi gejala kongesti paru (misalnya ortophenea, dyspnea

nocturnal paroxysmal), mengendalikan ventricular rate jika ada fibrilasi atrium,

dan mencegah komplikasi berupa tromboemboli.(6)

Beberapa obat-obatan seperti antibiotic golongan penisilin, eritromisin,

sefalosporin sering digunakan untuk demam rematik atau pencegahan

endokarditis. Pada pasien yang mengalami MS dengan fibrilasi atrium maka

pemakaian digitalis merupakan indikasi. Antikoagulan warfarin sebaiknya

digunakan untuk mencegah fenomena tromboemboli.(8) Gejala kongesti paru

dapat di terapi dengan pemberian diuretik. Diet rendah sodium dan nitrat dapat

membantu menurunkan preload.(6)

Selain menggunakan terapi medikamentosa, penatalaksanaan MS juga

dapat dilakukan dengan cara intervensi mekanik meliputi intervensi bedah dan

intervensi perkutan.(4) Koreksi bedah MS diindikasikan jika embolisasi berulang.

Jenis operasi yang dapat dilakukan yaitu:(8)

1. Closed mitral commissurotomy, yaitu pada pasien tanpa komplikasi

8
2. Open commissurotomy (open mitral valvotomy), dipilih apabila ingin

dilihat dengan jelas keadaan katup mitral dan apabila diduga adanya

thrombus di dalam atrium.

3. Mitral valve replacement, biasa dilakukan apabila stenosis mitral disertai

regurgitasi dan kalsifikasi katup mitral yang jelas.

Intervensi perkutan dikenal dengan istilah percutaneous balloon mitral

valvuloplasty (PBMV)/ percutaneous trans-mitral commisurotomy (PTMC).

Hal yang harus diperhatikan sebelum dilakukan PBMV adalah ada tidaknya

kebocoran katup mitral. Selain itu, skor Wilkins <10 juga menjadi salah satu

syarat. Disamping skor Wilkins, tindakan intervensi perkutan ini

mensyaratkan tidak adanya thrombus di atrium kiri, karena thrombus ini bisa

terlepas pada waktu tindakan sedang dilaksanakan dan menyebabkan emboli

perifer. Apabila terdapat thrombus dapat diberikan antikoagulan oral selama

kurang lebih 8 minggu.(4)

Gambar 2. Percutaneous Balloon Valvuloplasty

9
BAB III

KESIMPULAN

1. Mitral Stenosis (MS) adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah

dari atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan

katup mitral.

2. Demam rematik merupakan penyebab utama dan terbanyak dari mitral

stenosis

3. Mitral stenosis banyak terjadi pada dekade keempat hingga keenam

kehidupan dan lebih sering ditemukan pada wanita.

4. Pasien MS akan merasa lekas lelah, dyspnea d’effort, ortophnea, jantung

berdebar, hingga hemoptisis.

5. Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan terapi medikamentosa dan terapi

intevensi.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Nurkhalis. Kelenturan atrioventrikular pada stenosis mitral. 2015;168–74.

2. Razuna A. Gambaran Manajemen Dan Komplikasi Pasien Mitral Stenosis

Di RSUP DR.M. Djamil Padang. Universitas Andalas; 2016.

3. Indrajaya, Ghanie. Stenosis Mitral. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Jilid I. 6th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2014. p. 1171–80.

4. Rifqi S, Nugroho A. Penyakit Katup Jantung. In: Penyakit Kardiovaskular

(PKV) 5 Rahasia. 3rd ed. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2015. p. 280.

5. Nijjer S, Gill J, Nijjer S. Valvular Heart Disease. J Am Coll Cardiol

[Internet]. 2008;51(10):A271–7. Available from:

http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0735109708004804

6. Dima C, et al. Mitral Stenosis [Internet]. 2018. Available from:

https://emedicine.medscape.com/article/155724-overview#a4

7. Brandler ES, et al. Mitral Stenosis in Emergency Medicine [Internet].

Departments of Emergency Medicine and Internal Medicine, University

Hospital of Brooklyn, Kings County Hospital. 2015. Available from:

https://emedicine.medscape.com/article/758899-overview#a6

8. Hussein LN. Stenosis Mitral. Pekanbaru, Riau; 2009.

9. Setiawan F. Hubungan Mitral Valve Area (MVA) Dengan Hipertensi

Pulmonal Pada Stenosis Mitral. Semarang; 2014.

11
12

Anda mungkin juga menyukai