“BIOTEKNOLOGI LINGKUNGAN”
Oleh Kelomok 3 :
JURUSAN BIOLOGI
2023
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan hidayatnya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat pada waktu yang
telah ditentukan dengan kemampuan kami yang terbatas.
Kami menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak dan untuk itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan banyak-banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu.
Kami juga menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki sehingga dapat selesai dengan
baik dan oleh karena itu, kami menerima masukan dan saran agar dapat menyempurnakan
makalah ini.
Penulis
DAFTARISI
1) KATA PENGATAR
2) DAFTAR ISI
PENGERTIAN
Bioteknologia dalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup
(Bakteri,fungi,virusdan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim,alkohol)
dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Dewasa ini, perkembangan
bioteknologi tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-
ilmuterapandanmurnilain, sepertibiokimia, komputer, biologimolekular, mikrobiologi,
genetika, kimia, matematika, dan lain sebagainya.Dengan kata lain, bioteknologi adalah
ilmu terapan yang menggabungkan berbagai cabang ilmu dalam proses produksi barang
dan jasa.
Pada waktu yang sama, hadirnya teknologi baru secara konstan ditujukan untuk
memecahkan masalah-masalah yang sedang trend sekarang ini , terutama masalah
lingkungan hidup, seperti detoksifikasi zat-zat kimia yang berbahaya yang sudah banyak
menyatu ke dalam berbagai tumbuhan dan hewan peliharaan kita.
Beberapa perangkat alat penting yang sering digunakan untuk melihat karakteristik
dan proses pengontrolan pollutan dalam teknologi lingkungan juga telah dikembangkan
secara bertahap sesuai dengan biaya yang tersedia. Contoh: mengukur biomassa secara
tradisional, seperti zat padat yang mudah menguap, yang tidak memiliki relevansi
berkurang atau hilang, meskipun perangkat ini digunakan khusus untuk biologi
molekuler guna mengeksplor persebaran komunitas mikrobial.
BAB II
Pengelolan Limbah Mengunakan Mikroorganisme Atau Bioremediasi
a. PENGERTIAN
Bioremediasi berasal dari kata bio dan remediasi atau “remediate” yang artinya
menyelesaikan masalah. Secara umum bioremediasi dimaksudkan sebagai penggunaan
mikroba untuk menyelesaikan masalah-masalah lingkungan atau untuk menghilangkan
senyawa yang tidak diinginkan dari tanah, lumpur, air tanah atau air permukaan sehingga
lingkungan tersebut kembali bersih dan alamiah.
Mikroba yang hidup di tanah dan di air tanah dapat “memakan” bahan kimia berbahaya
tertentu, terutama organik, misalnya berbagai jenis minyak bumi. Mikroba mengubah bahan
kimia ini menjadi air dan gas yang tidak berbahaya misalnya CO2. Bakteri yang secara
spesifik menggunakan karbon dari hidrokarbon minyak bumi sebagai sumber makanannya
disebut sebagai bakteri petrofilik. Bakteri inilah yang memegang peranan penting dalam
bioremediasi lingkungan yang tercemar limbah minyak bumi. Bagaimana bioremediasi
dilakukan? Faktor utama agar mikroba dapat membersihkan bahan kimia berbahaya dari
lingkungan, yaitu adanya mikroba yang sesuai dan tersedia kondisi lingkungan yang ideal
tempat tumbuh mikroba seperti suhu, pH, nutrient dan jumlah oksigen.
2) Teknik landfarming
Teknik landfarming dilakukan dengan menghamparkan tanah tercemar diatas lapisan
kedap air. Ketebalan hamparan tanah 30 – 50 cm memungkinkan kontak mikroba dengan
udara. Untuk menjamin bahwa semua bagian dari tanah yang diolah terkontak dengan udara
maka secara berkala hamparan tanah tersebut di balikkan. Nama landfarming digunakan
karena proses pembalikan tanah yang dilakukan sama dengan pembalikan tanah pada saat
persiapan lahan untuk pertanian.
Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pengolahan tergantung pada faktor jenis dan
jumlah senyawa polutan yang akan diolah, ukuran dan kedalaman area yang tercemar, jenis
tanah dan kondisi setempat dan teknik yang digunakan. Jenis minyak mentah ringan (light
crude sesuai nomor API ) yang diolah dengan teknik biopile bioaugmetnasi dan konsentrasi
pengolahan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Kepmen LH 128/2003 yaitu max 15%
memerlukan waktu 4 – 6 bulan. Sedangkan minyak mentah berat (heavy crude) akan
memerlukan waktu dari 1 tahun atau lebih. Kondisi ini bervariasi dari satu area tercemar
dengan area lainnya, sehingga waktu yang diperlukan dalam rentang 4 bulan sampai 1 tahun.
Kondisi akhir (end point) untuk menyatakan bahwa proses bioremediasi berhasil dan selesai
adalah konsentrasi total hidrokarbon minyak bumi (TPH) 1%. Kepmen LH 128/2003 untuk
saat ini baru menggunakan parameter TPH saja karena kegiatan yang menerapkan teknologi
bioremediasi masih terbatas pada industri migas.
Biaya yang diperlukan untuk melakukan bioremediasi berada pada rentang US $25 – 75
per ton tanah olahan, tergantung pada kondisi pencemaran. Harga ini masih lebih murah
dibandingkan dengan menggunakan teknik pengolahan lainnya misalnya insinerasi yang bisa
mencapai 4 sampai 10 kali lipatnya. Bioremediasi sebagai teknologi yang dapat digunakan
untuk membersihkan berbagai jenis polutan bukan berarti tanpa keterbatasan. Bioremediasi
tidak dapat diaplikasikan untuk semua jenis polutan, misalnya untuk pencemaran dengan
konsentrasi polutan yang sangat tinggi sehingga toksik untuk mikroba atau untuk pencemar
jenis logam berat misal kadmium dan Pb.
Dimasa yang akan datang, penerapan teknologi bioremediasi di Indonesia akan berkembang
tidak hanya terbatas pada pemulihan lahan tercemar minyak bumi di industri migas, tetapi
juga pencemaran di industri otomotif, SPBU dan industri lainnya seperti pertanian. Dengan
demikian, polutan targetnya bukan hidrokarbon minyak bumi saja tetapi juga senyawa
inorganik lainnya seperti pestisida. Pendekatan molekular misalnya identifikasi mikroba
dengan 16sRNA atau 18sRNA untuk mengetahui keberlimpaphan mikroba dalam proses
bioremediasi dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja bioproses. Teknologi molekular ini
sudah tersedia dan dibandingkan dengan teknik identifikasi konvesional yang saat ini umum
digunakan di Indonesia memberikan waktu pemeriksaan lebih cepat. Namun demikian,
penggunaan teknik molekular ini masih mahal dan belum perlu sebagai prioritas.
BAB. III
A. Pengertian
Berbentuk kultur dalam kaldu ikan dengan pH 8,5. dalam tanah mengeluarkan
antibiotik untuk menekan patogen. EM3 terdiri dari 95% bakteri fotosintetik dengan pH 8,5
dalam kaldu ikan yang berfungsi membantu tugas EM2. Sakarida dan asam amino disintesa
oleh bakteri fotosintetik sehingga secara langsung dapat diserap tanaman. EM4 terdiri dari
95% lactobacillus yang berfungsi menguraikan bahan organik tanpa menimbulkan panas
tinggi karena mikroorganisme anaerob bekerja dengan kekuatan enzim. EM5 berupa pestisida
organik.
Persampahan merupakan masalah yang tidak dapat diabaikan, karena di dalam semua
aspek kehidupan selalu dihasilkan sampah, disamping produk utama yang diperlukan.
Sampah akan terus bertambah seiring dengan banyaknya aktifitas manusia yang disertai
semakin besarnya jumlah penduduk di Indonesia.
Sampah merupakan bahan padat sisa proses industri atau sebagai hasil sampingan
kegiatan rumah tangga. Sampah telah banyak menimbulkan masalah, utamanya di negara –
berkembang. Masalah yang lazim muncul akibat keberadaan sampah misalnya dampak
pencemaran lingkungan, seperti timbulnya bau yang kurang sedap, sanitasi air yang
berbahaya dan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan. Disamping itu dari sudut
pandang estetika, tidak baik (kumuh). Namun apabila dikelola dengan baik dan benar maka
sampah dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya alam yang berguna.
Pengomposan merupakan salah satu contoh proses pengolahan sampah secara aerobik
dan anaerobik yang merupakan proses saling menunjang untuk menghasilkan kompos.
Sampah yang dapat digunakan dengan baik sebagai bahan baku kompos adalah sampah
organik, karena mudah mengalami proses dekomposisi oleh mikroba-mikroba.
Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan zat anorganik
yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan
dan melindungi investasi pembangunan. Sampah umumnya dalam bentuk sisa makanan
(sampah dapur), daun-daunan, ranting pohon, kertas/karton, plastik, kain bekas, kaleng-
kaleng, debu sisa penyapuan, dsb (Pramatmaja, 2008).
Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan limbah padat.
Sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan- perlakuan, baik karena telah
sudah diambil bagian utamanya, atau karena pengolahan, atau karena sudah tidak ada
menfaatnya yang ditinjau dari segi sosial ekonomis tidak ada harganya dan dari segi
lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan terhadap lingkungan hidup.
Sampah adalah limbah yang berbentuk padat dan juga setengah padat, dari bahan organik dan
atau anorganik, baik benda logam maupun benda bukan logam, yang dapat terbakar dan yang
tidak dapat terbakar. Bentuk fisik benda-benda tersebut dapat berubah menurut cara
pengangkutannya atau cara pengolahannya (Pramatmaja, 2008).
Berdasarkan komposisi kimianya, maka sampah dibagi menjadi sampah organik dan
sampah anorganik. Penelitian mengenai sampah padat di Indonesia menunjukkan bahwa 80%
merupakan sampah organik, dan diperkirakan 78% dari sampah tersebut dapat digunakan
kembali. sampah organik dibedakan menjadi sampah organik yang mudah membusuk (misal:
sisa makanan, sampah sayuran dan kulit buah) dan sampah organik yang tidak mudah
membusuk (misal : plastik dan kertas). Kegiatan atau aktivitas pembuangan sampah
merupakan kegiatan yang tanpa akhir. Oleh karena itu diperlukan sistem pengelolaan sampah
yang baik. Sementara itu, penanganan sampah perkotaan mengalami kesulitan dalam hal
pengumpulan sampah dan upaya mendapatkan tempat atau lahan yang benar-benar aman.
Maka pengelolaan sampah dapat dilakukan secarapreventive, yaitu memanfaatkan sampah
salah satunya seperti usaha pengomposan (Sulistyorini, 2005).
Kompos adalah pupuk alami (organik) yang terbuat dari bahan – bahan hijauan dan
bahan organik lain yang sengaja ditambahkan untuk mempercepat proses pembusukan,
misalnya kotoran ternak atau bila dipandang perlu, bisa ditambahkan pupuk buatan pabrik,
seperti urea. Sampah kota bisa juga digunakan sebagai kompos dengan catatan bahwa
sebelum diproses menjadi kompos sampah kota harus terlebih dahulu dipilah- pilah, kompos
yangrubbishharus dipisahkan terlebih dahulu. Jadi yang nantinya dimanfaatkan sebagi
kompos hanyalah sampah-sampah jenis garbagesaja. Berbeda dengan proses pengolahan
sampah yang lainnya, maka pada proses pembuatan kompos baik bahan baku, tempat
pembuatan maupun cara pembuatan dapat dilakukan oleh siapapun dan dimanapun. Kompos
dapat digunakan untuk tanaman hias, tanaman sayuran, tanaman buah-buahan maupun
tanaman padi disawah. Bahkan hanya dengan ditaburkan diatas permukaan tanah, maka sifat-
sifat tanah tersebut dapat dipertahankan atau dapatditingkatkan. Apalagi untuk kondisi tanah
yang baru dibuka, biasanya tanah yang baru dibuka maka kesuburan tanah akan menurun.
Oleh karena itu, untuk mengembalikan atau mempercepat kesuburannya maka tanah tersebut
harus ditambahkan kompos (Sulistyorini, 2005).
Pada hakekatnya sampah organik dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan pupuk
organik yang bernilai ekonomis. Proses pembuatan pupuk organik secara konservatif
membutuhkan waktu 8 – 12 minggu, sedang apabila menggunakan sistem baru (penambahan
inokulan) hanya memerlukan waktu 4 sampai 8 minggu dan hasilnya lebih baik. Perbedaan
dari kedua proses pembuatan pupuk organik tersebut ternyata terletak pada metode dan
adanya bahan inokulan (EM-4, kotoran hewan, dan cacing). Cara ini biasanya
memerlukanwaktu relatif lebih singkat sehingga lebih efisien. Pembuatan pupuk organik
(kompos) dengan cara baru, telah diuji cobakan pada tanaman hortikultura, dan hasilnya lebih
baik dibanding dengan menggunakan pupuk organik hasil pemrosesan secara konservatif
(Asngad, 2005)
Sampah organik dan limbah organik dapat memberi manfaat kepada manusia setelah
terlebih dahulu dirobah menjadi pupuk organik oleh peranan bakteri menguntungkan bagi
manusia. Bakteri saprofit berperanan menguraikan tumbuhan atau hewan yang mati, sisa-sisa
atau kotoran organisme. Bakteri sahabat manusia (probiotik) tersebut menguraikan protein,
karbohidrat dan senyawa organik lainnya.
Penguraian dalam kondisi tanpa oksigen (anaerobik), material organik akan menjadi gas
amoniak, hidrogen sulfida (H2S), methana (CH4) dan senyawa lain yang lebih sederhana.
Sementara dalam kondisi cukup oksigen (aerobik), penguraian akan menghasilkan H2O dan
CO2, serta senyawa lain dalam bentuk nutrisi. Oleh karenanya, keberadaan bakteri jenis
saprofit ini, sangat berperan dalam mineralisasi di alam dan, dengan cara ini, bakteri
membersihkan dunia dari sampah dan limbah organik. Tanpa kehadiran si jasad renik ini,
niscaya bumi kita akan penuh oleh sampah organik dan limbah organik, yakni segala
material yang berasal dari jasad mati, berdampingan dengan jasad hidup.
Bekerjanya bakteri tanpa henti ini akan berlangsung, ketika lingkungan mikro
dikelola oleh fungsi rotary kiln dalam hal menjamin kecukupan oksigen (aerasi), menjaga
kestabilan PH, menjaga temperatur, dan kelembaban. Namun persisnya kebutuhan
lingkungan mikro, berbeda bagi tiap jenis bakteri satu dengan bakteri lainnya. Untuk itu, pada
teknologi Biophoskko, dibuatlah desain komposter dan rotary kiln, sedemikian rupa, hasil
perhitungan yang cermat berdasar kebutuhan aneka jenis bakteri khusus sebagaimana
terdapat dalam Green Phoskko (GP-1) tersebut. Karenanya, dalam kepentingan mengolah
sampah dan membuat kompos secara sempurna ( cepat, higienis, tidak berbau, tidak
menghidupkan hewan kecil dan serangga, serta bermutu baik yakni CN ratio< 20, gembur
tanpa harus dihancurkan oleh mesin) diperlukan kesesuaian ( compatible) antara alat ( media
komposter) dan jenis bakterinya sebagai satu kesatuan. Tanpa itu, membuat pupuk organik
(kompos) akan beresiko menimbulkan gas methan dan H2S sebagai polutan ( bau, cairan
lindi, binatang) dan akan dipersepsikan rumit, lama, merugikan, menjijikan dan berbau. Itulah
pangkal masalah banyaknya instalasi pengolahan sampah maupun produksi pupuk organik di
perkotaan mendapat penolakan warga sekitar.
– BSA DECOMPOSER
BSA POC
Sudah dikenal secara luas oleh konsumen khususnya para petani tanaman pangan maupun
para pehobis, hasilnya tidak diragukan lagi, bisa dilihat posting yang lalu ” Pupuk Organik
Cair Bio Super Active “
BSA DECOMPOSER
Dibuat dengan menggunakan teknik pencampuran bakteri yang menguntungkan
diantaranya mikroba selulolitik, fotosintetik, pemantap agregat tanah, lignolitik , pengurai ,
anti pathogen dll.
Hasilnya tentu saja dapat digunakan untuk mempercepat proses decomposisi limbah
organik, meningkatkan tersedianya nutrisi tanaman dan mampu menekan aktivitas mikro
organisme yang merugikan (pathogen).
Dengan cepat menetralisir bau tidak sedap pada limbah buangan organik padat/ cair
(limbah ternak, pabrik, hotel, rumah sakit, sampah kota, rumah makan, sampah rumah
tangga, dll)
Mempercepat penguraian dan menurunkan kapasitas tinja dalam septik tank sehingga
tidak cepat penuh.
Digunakan untuk perawatan WC/ Wastafel agar tidak mampet dan berbau.
Mampu menurunkan dan menekan kadar polusi dan kadar racun dalam proses
penguraian bahan organik.
Menetralisir air dari zat yang merugikan di tambak/kolam, sehingga dapat
menyehatkan dan menekan tingkat kematian ikan/ udang.
Aman digunakan karena tidak beracun dan ramah lingkungan.
BAB. IV
Pengelolan Limbah Anorganik
Hasil analisis total bakteri yang diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37 derajat
celcius menunjukkan bahwa total bakteri tertinggi adalah 1,3 x 10 pangkat 6 CFU/ml pada
sampel B dan total bakteri terendah adalah 1,5 x 10 pangkat 4 CFU/ml pada sampel D.
Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan diketahui bahwa pada produk bakasang
terdapat beberapa jenis yaitu: Lactobacillus, Streptococcus, Staphylococcus, Bacillus,
Clostridium, Micrococcus, Enterobacter, Enterococcus, Escherichia dan Proteus.
Pertumbuhan bakteri terjadi pada kisaran suhu 37 derajat C, 40 derajat C, dan pada pH5,6,7.
Bakteri yang bisa hidup di tanah dengan kondisi yang banyak mengandung minyak
telah ditemukan para peneliti dari Departement of Enviromental Sciences, Jong-Shik Kim.
Hasil tersebut diterbitkan di Applied and Environmental Microbiology pada 6 April 2007.
Gas amoniak bisa diubah menjadi nitrat yang akan menjadi makanan utama bagi
plankton di lautan. Sementara, plankton merupakan sumber protein terbanyak bagi ikan. Oleh
karena itu, jika diperhatikan serius, proses nitrifikasi di berbagai kawasan perairan dapat
menjadi potensi luar biasa. Bisa digunakan mengembangbiakkan ikan, bahkan menetralisir
polusi akibat tumpahan minyak bumi.
Penemuan Hkabel Nanoh dari mikroba pada tahun 1987, beberapa spesies bakteri
diisolasi oleh Profesor Derek Lovley dari lokasi tanah yang penuh dengan polutan senyawa
hidrokarbon. Bakteri yang biasa hidup di dalam tanah ini kemudian dinamakan dan
diidentifikasikan sebagai Geobacter, saat ini dua di antaranya sudah terbacanya genomnya
adalah Geobacter sulfurreducens dan Geobacter metallireducens.
Bacillus licheniformis adalah salah satu bakteri mesofilik yang telah digunakan dalam
berbagai proses bioteknologi. Pati merupakan salah satu sumber karbohidrat dengan
kelimpahan terbesar di dunia. Genom dari B. licheniformis telah berhasil di-sekuens, dan
terdapat banyak sekali gen pengkode enzim pengurai karbohidrat dalam genom B.
licheniformis yang potensial yang dapat diaplikasikan di industri. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui pola ekspresi serta keanekaragaman dari karbohidrase ekstraseluler
dari bakteri ini pada dua medium dengan sumber nitrogen yang berbeda, yaitu pepton dan
petis udang. Pola ekspresi dipelajari dengan melihat aktivitas aamilase ekstraseluler,
dilakukan juga pengukuran konsentrasi protein serta analisis menggunakan SDS-PAGE
terhadap sampel kultur umur 2, 4, 24, 48, 72, 96, dan 120 jam.
Bakteri langsung memasuki fase log, kemudian stasioner setelah 6 jam. Aktivitas
amilase paling tinggi pada kultur yang menggunakan pepton sebagai sumber nitrogen terukur
sebesar 126,88 unit/ml pada umur kultur 72 jam. Pada kultur yang menggunakan petis udang
sebagai sumber nitrogen, aktivitas tertinggi dicapai pada umur 120 jam sebesar 2145 unit/ml.
Dari hasil pengukuran terhadap suhu dan pH optimum, diketahui bahwa enzim a-amilase dari
B. licheniformis HK1 memiliki aktivitas optimum pada suhu 60°C dan pH antara 6-6,5. Hasil
pengukuran konsentrasi protein menunjukkan bahwa konsentrasi protein pada sampel kultur
yang menggunakan sumber nitrogen pepton terus mengalami peningkatan, dengan
konsentrasi protein tertinggi pada umur kultur 120 jam sebesar 82,2 µg/ml, sedangkan
konsentrasi protein tertinggi untuk medium dengan petis udang adalah sebesar 60,4 µg/ml
pada umur kultur 24 jam. Elektroferogram menunjukkan 22 jenis protein dengan berat
molekul yang berbeda. Berat molekul ini kemudian dibandingkan dengan berat molekul yang
diperoleh dari basil perhitungan sekuens asam amino enzim karbohidrase.
Penelitian tentang isolasi dan karakterisasi bakteri hidrokarbonoklastik dari salah satu
sumur minyak di Cirebon, Jatibarang telah dilakukan. Sampel minyak bumi diperoleh dari
sumur minyak bumi Jatibarang JTB-140 di Cirebon. Media yang digunakan untuk
mengisolasi bakteri dari sampel minyak bumi ialah Stone Mineral Salt Solution (SMSS).
Suhu inkubasi yang digunakan dalam isolasi bertahap adalah 45°C. Dua belas isolat bakteri
diperoleh dari hasil isolasi bertahap, tetapi hanya lima isolat bakteri yang dipilih untuk
penelitian lebih lanjut berdasarkan hasil shining suhu. Hasil isolasi bakteri diuji kemampuan
hidupnya pada suhu 45°C, 50°C, 55°C, 60°C, 70°C, 80°C, dan 90°C.
Jumlah isolat yang mampu hidup pada suhu reservoar (90°C) ada dua isolat,
yaitu Bacillus circulans dan Bacillus stearothermophillus. Hasil identifikasi menunjukkan
kelima isolat bakteri tersebut ialah Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas diminuta,
Pseudomonas putida, Bacillus circulans, dan Bacillus stearothermophillus. Selanjutnya
kelima isolat bakteri masing-ma sing diuji kemampuan degradasinya terhadap minyak
bumi. Karakterisasi hasil degradasi minyak bumi oleh kelima isolat tersebut dilakukan
dengan metode GC. Pada kromatogram terlihat bahwa semua isolat bakteri yang diperoleh
dari isolasi bertahap mampu mendegradasi minyak bumi.
b. Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier polisakarida
amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi
serta kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan permukaan
medium.
Biosurfaktan merupakan komponen mikroorganisme yang terdiri atas molekul hidrofobik
dan hidrofilik, yang mampu mengikat molekul hidrokarbon tidak larut air dan mampu
menurunkan tegangan permukaan.Selain itu biosurfaktan secara ekstraseluler menyebabkan
emulsifikasi hidrokarbon sehingga mudah untuk didegradasi oleh bakteri.Biosurfaktan
meningkatkan ketersediaan substrat yang tidak larut melalui beberapa mekanisme. Dengan
adanya biosurfaktan, substrat yang berupa cairan akan teremulsi dibentuk menjadi misel-
misel, dan menyebarkannya ke permukaan sel bakteri. Substrat yang padat dipecah oleh
biosurfaktan, sehingga lebih mudah masuk ke dalam sel (Pelezar, 1986).
Pelepasan biosurfaktan ini tergantung dari substrat hidrokarbon yang ada.Ada substrat
(misal seperti pada pelumas) yang menyebabkan biosurfaktan hanya melekat pada permukaan
membran sel, namun tidak diekskresikan ke dalam medium.Namun, ada beberapa substrat
hidrokarbon (misal heksadekan) yang menyebabkan biosurfaktan juga dilepaskan ke dalam
medium.Hal ini terjadi karena heksadekan menyebabkan sel bakteri lebih bersifat
hidrofobik.Oleh karena itu, senyawa hidrokarbon pada komponen permukaan sel yang
hidrofobik itu dapat menyebabkan sel tersebut kehilangan integritas struktural selnya
sehingga melepaskan biosurfaktan untuk membran sel itu sendiri dan juga melepaskannya ke
dalam medium.
2. Bakteri Nictobacter
Bakteri ini merupakan bakteri probioaktif yang mampu bekerja menguraikan bahan
organik protein,karbohidrat,dan lemak secara biologis. Bermanfaat dalam menguraikan
NH3 dan NO pada sampah,tinja,dan kotoran hewan ternak, dan dapat menekan populasi
bakteri patogen pada penampung tinja yang menyebabkan sumber air tanah akan
terkontaminasi jika air remebesan tinja bercampur dengan sumber air tanah.
3. Bakteri Endogenous
Tidak hanya mengendalikan senyawa amoniak dan nitrit, teknik bioremediasi dengan
menggunakan bakteri endogenus juga bertujuan untuk mengendalikan senyawa H2S yang
banyak menumpuk di sedimen tambak (Dwidjosaputro, 1998).Dengan menggunakan bakteri
fotosintetik dari jenis Rhodobakter untuk menghilangkan senyawa H2S.“Hasilnya H2S tidak
terdeteksi sama sekali di tambak,”Untuk mengatasinya dia menggunakan bakteri dari jenis
Bacillus. “Karena bakteri Bacillus yang di gunakan merupakan bakteri endogenous, maka
efektivitasnya lebih baik jika dibandingkan dengan produk bioremediasi dengan
menggunakan bakteri dari luar Indonesia,”
4. Bakteri Nitrifikasi
Nitirifikasi untuk menjaga keseimbangan senyawa nitrogen anorganik (amonia, nitrit
dan nitrat) di sistem tambak. Pendekatan bioremediasi ini diharapkan dapat menyeimbangkan
kelebihan residu senyawa nitrogen yang berasal dari pakan, dilepaskan bempa
gas N2 1 N20ke atmosfir. Peran bakteri nitrifikasi adalah mengoksidasi amonia menjadi nitrit
atau nitrat, sedangkan bakteri denitrifikasi akan mereduksi nitrat atau nitrit menjadi
dinitrogen oksida (N20)atau gas nitrogen (Nz).
6. Arthrobacter
Pada kultur yang masih muda Arthrobacter berbentuk batang yang tidak teratur 0,8 –
1,2 x 1 – 8 mikrometer. Pada proses pertumbuhan batang segmentasinya berbentuk cocus
kecil dengan diameter 0,6 – 1 mikrometer. Gram positif, tidak berspora, tidak suka asam,
aerobik, kemoorganotropik. Memproduksi sedikit atau tidak sama sekali asam dan gas yang
berasal dari glukosa atau karbohidrat lainnya. Katalase positif, temperatur optimum 25 –
30oC (Waluyo, 2005).
7.Acinetobacter
Memiliki bentuk seperti batang dengan diameter 0,9 – 1,6 mikrometer dan panjang
1,5- 2,5 mikrometer. Berbentuk bulat panjang pada fase stasioner pertumbuhannya. Bakteri
ini tidak dapat membentuk spora. Tipe selnya adalah gram negatif, tetapi sulit untuk
diwarnai. Bakteri ini bersifat aerobik, sangat memerlukan oksigen sebagai terminal elektron
pada metabolisme. Semua tipe bakteri ini tumbuh pada suhu 20-300 C, dan tumbuh optimum
pada suhu 33-350 C. Bersifat oksidasi negatif dan katalase positif. Bakteri ini memiliki
kemampuan untuk menggunakan rantai hidrokarbon sebagai sumber nutrisi, sehingga mampu
meremidiasi tanah yang tercemar oleh minyak. Bakteri ini bisa menggunakan amonium dan
garam nitrit sebagai sumber nitrogen, akan tetapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan.
D-glukosa adalah satu-satunya golongan heksosa yang bisa digunakan oleh bakteri ini,
sedangkan pentosa D-ribosa, D-silosa, dan L-arabinosa juga bisa digunakan sebagai sumber
karbon oleh beberapa strain.
8.Bacillus
Umumnya bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal, berbentuk batang
pendek (biasanya rantai panjang). Mempunyai ukuran lebar 1,0-1,2 m dan panjang 3-5m.
Merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob. Adapun suhu pertumbuhan maksimumnya
yaitu 30-50oC dan minimumnya 5-20oC dengan pH pertumbuhan 4,3-9,3. Bakteri ini
mempunyai kemampuan dalam mendegradasi minyak bumi, dimana bakteri ini menggunakan
minyak bumi sebagai satu-satunya sumber karbon untuk menghasilkan energi dan
pertumbuhannya. Pada konsentrasi yang rendah, bakteri ini dapat merombak hidrokarbon
minyak bumi dengan cepat. Jenis Bacillus sp. yang umumnya digunakan seperti Bacillus
subtilis, Bacillus cereus, Bacillus laterospor.
Selain dari golongan bakteri, mikroba pendegradasi hidrokarbon juga dapat dilakukan
oleh fungi. Fungi pendegradasi hidrokarbon umumnya berasal dari genus Phanerochaete,
Cunninghamella, Penicillium, Candida, Sporobolomyces, Cladosporium. Jamur dari genus ini
mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatik. Jamur Phanerochaete chrysosporium mampu
mendegradasi berbagai senyawa hidrofobik pencemar tanah yang persisten. Adapun oksidasi
dan pelarutan hidrokarbon polisiklik aromatik oleh Phanerochaete chrysosporium
menggunakan enzim lignin peroksidase. Bila terdapat H2O2, enzim lignin peroksidase yang
dihasilkan akan menarik satu elektron dari PAH yang selanjutnya membentuk senyawa
kuinon yang merupakan hasil metabolisme. Cincin benzena yang sudah terlepas dari PAH
selanjutnya dioksidasi menjadi molekul-molekul lain dan digunakan oleh sel mikroba sebagai
sumber energi misalnya CO2.
a. Interaksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada kasus ini,
umumnya rata-rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah sehingga
tidak dapat mendukung.
b. Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih
besar daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini, perlekatan dapat terjadi karena
sel bakteri bersifat hidrofobik. Sel mikroba melekat pada permukaan
tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel dan pengambilan substrat dilakukan
dengan difusi atau transpor aktif. Perlekatan ini terjadi karena adanya biosurfaktan
pada membran sel bakteri Pseudomonas.
c. Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau tersolubilisasi oleh
bakteri. Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan partikel hidrokarbon yang
lebih kecil daripada sel. Hidrokarbon dapat teremulsi dan tersolubilisasi dengan
adanya biosurfaktan yang dilepaskan oleh bakteri Pseudomonas ke dalam medium
(Waluyo, 2005).
Jadi apakah bioremediasi aman untuk digunakan? Bioremediasi sangat aman untuk
digunakan karena menggunakan mikroba yang secara alamiah sudah ada dilingkungan
(tanah). Mikroba ini adalah mikroba yang tidak berbahaya bagi lingkungan atau masyarakat.
Bioremediasi juga dikatakan aman karena tidak menggunakan/ menambahkan bahan kimia
dalam prosesnya. Nutrien yang digunakan untuk membantu pertumbuhan mikroba adalah
pupuk yang digunakan dalam kegiatan pertanian dan perkebunan. Karena bioremediasi
mengubah bahan kimia berbahaya menjadi air (H2O) dan gas tidak berbahaya (CO2), maka
senyawa berbahaya dihilangkan seluruhnya. Teknologi bioremediasi banyak digunakan pada
pencemaran di tanah karena beberapa keuntungan menggunakan proses alamiah / bioproses.
Tanah atau air tanah yang tercemar dapat dipulihkan ditempat tanpa harus mengganggu
aktifitas setempat karena tidak dilakukan proses pengangkatan polutan. Teknik ini disebut
sebagai pengolahan in-situ. Teknik bioremediasi yang diterapkan di Indonesia adalah teknik
ex-situ yaitu proses pengolahan dilakukan ditempat yang direncanakan dan tanah tercemar /
polutan diangkat ke tempat pengolahan. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
pengolahan tergantung pada faktor jenis dan jumlah senyawa polutan yang akan diolah,
ukuran dan kedalaman area yang tercemar, jenis tanah dan kondisi setempat dan teknik yang
digunakan.
Jenis minyak mentah ringan (light crude sesuai nomor API ) yang diolah dengan teknik
biopile bioaugmetnasi dan konsentrasi pengolahan sesuai dengan yang ditetapkan oleh
Kepmen LH 128/2003 yaitu max 15% memerlukan waktu 4 – 6 bulan. Sedangkan minyak
mentah berat (heavy crude) akan memerlukan waktu dari 1 tahun atau lebih. Kondisi ini
bervariasi dari satu area tercemar dengan area lainnya, sehingga waktu yang diperlukan
dalam rentang 4 bulan sampai 1 tahun. Kondisi akhir (end point) untuk menyatakan bahwa
proses bioremediasi berhasil dan selesai adalah konsentrasi total hidrokarbon minyak bumi
(TPH) 1%. Kepmen LH 128/2003 untuk saat ini baru menggunakan parameter TPH saja
karena kegiatan yang menerapkan teknologi bioremediasi masih terbatas pada industri migas.
Kelebihan teknologi bioremediasi ditinjau dari aspek komersil adalah relatif lebih ramah
lingkungan, biaya penanganan yang relatif lebih murah dan bersifat fleksibel. Teknik
pengolahan limbah jenis B3 dengan bioremediasi umumnya menggunakan mikroorganisme
(khamir, fungi, dan bakteri) sebagai agen bioremediator. Pendekatan umum yang dilakukan
untuk meningkatkan kecepatan biotransformasi ataupun biodegradasi adalah dengan cara:
1. Seeding, atau mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba indigenous (bioremediasi
instrinsik) dan/atau penambahan mikroorganisme exogenous (bioaugmentasi) dan
2. Feeding, atau dengan memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi (biostimulasi)
dan aerasi (bioventing).
Selain membawa dampak positif, perkembangan teknologi dan industri yang sangat
cepat dewasa ini juga membawa dampak negatif. Dampak negatif tersebut terutama berkaitan
dengan semakin banyaknya jenis dan jumlah atau volume limbah yang besar sehingga
mengakibatkan permasalahan semakin kompleks. Salah satu limbah industri yang merupakan
pencemar lingkungan adalah logam berat, diantaranya krom (Cr). Logam ini antara lain
digunakan dalam industri pelapisan logam (DepLH, 2003), tekstil dan industri minyak bumi.
United State Environmental Protection Agency (U.S. EPA) mendata ada 13 logam
berat yang merupakan unsur pencemar utama yang berbahaya, yaitu Sb, As, Be, Cd, Cr Cu,
Pb, Hg, Ni, Se, Sr, Ag dan Zn (Suhendrayatna, 2001). Logam berat memasuki lingkungan
baik secara alamiah maupun melalui berbagai aktivitas manusia (Alloway, 1995). Semakin
banyak logam berat yang digunakan dalam aktivitas kehidupan dengan tidak memperhatikan
kelestarian lingkungan maka semakin tinggi potensi logam berat untuk mencemari
lingkungan. Banyak dampak keracunan logam berat yang telah terjadi dan merusak ekosistem
serta merugikan manusia. Perputaran logam berat dalam ekosistem tanah, air, udara dan
organisme dapat dilihat pada Gambar 1.
Krom (Cr) merupakan salah satu logam lunak berwarna keperakan yang berpotensi
untuk mencemari lingkungan dan menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan manusia
(Gauglhofer dan Bianchi, 1991). Bentuk paling umum dari Cr adalah Cro , Cr3+, dan Cr6+ .
Cr3+ terdapat secara alami di alam dan bentuk ini merupakan hara essensial bagi tubuh
manusia. Atom Cr dan Cr6+ merupakan hasil dari proses industri. Logam Cr dalam bentuk
Cro digunakan untuk pembuatan baja, sedangkan Cr6+ digunakan untuk pelapisan logam.
Cr+3 merupakan hara essensial yang membantu metabolisme gula, protein dan lemak, namun
bila terakumulasi dalam jumlah berlebih akan berbahaya bagi tubuh. Menghirup Cr6+ dalam
jumlah berlebih dapat menyebabkan iritasi hidung, hidung berdarah, gangguan perut dan
radang, gagal ginjal, kerusakan hati dan pada akhirnya menyebabkan kematian (DHHS,
2000).
Limbah yang mengandung logam berat perlu didetoksifikasi terlebih dahulu sebelum
dibuang ke lingkungan. Pengolahan limbah secara umum dikelompokkan kedalam metode
fisik, kimia dan biologi. Penanganan limbah secara biologi menurut Bollag dan Bollag (1995)
adalah proses mendegradasi, mengendapkan dan mentransformasi senyawa-senyawa kimia
komplek maupun sederhana menjadi bentuk yang tidak berbahaya atau proses detoksifikasi
pencemar lingkungan secara biologis. Tanaman dan mikroorganisme dapat digunakan
sebagai agen pendetoksifikasi dalam proses tersebut.
Salah satu agen yang dapat digunakan dalam proses pengolahan limbah secara
biologis adalah Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS). BPS misalnya genus Desulfovibrio dan
Desulfotomaculum dalam kondisi anaerob akan mereduksi sulfat dan memproduksi sulfida
yang akan bereaksi dengan logam membentuk logam sulfida yang mengendap (Gadd, 1990).
Proses pengendapan logam terlarut ini digunakan untuk mengurangi konsentrasi logam dalam
air limbah sehingga memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan ketika dibuang ke lingkungan.
BPS menggunakan sulfat sebagai penerima
BPS menggunakan sulfat sebagai penerima elektron dalam proses respirasi anaerobik.
Bakteri pereduksi sulfat ini memiliki sifat anaerob sejati dan terdiri dari genus Desulfovibrio,
Desulfotomaculum dan Desulfomonas. Proses reduksi sulfat oleh kelompok bakteri tersebut
menghasilkan hidrogen sulfida menurut persamaan reaksi :
BPS dapat tumbuh baik menggunakan donor elektron berupa laktat dan senyawa–
senyawa hidrogen. Sulfida yang dihasilkan akan bereaksi dengan ion-ion logam terlarut untuk
membentuk sulfida logam yang tidak larut sesuai reaksi :
BPS yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat hasil isolasi dari Ekosistem Air
Hitam, Kalimantan Tengah dengan sandi ICBB 1204. Isolat tersebut merupakan BPS dengan
spesies Desulfotomaculum orientis dengan karakteristik yang telah diamati bersifat Gram
negatif, berbentuk batang, berpasangan dan membentuk agregat, motil dan hanya tumbuh
pada kondisi anaerob (Saida, 1999; Suyasa, 2002).
DAFTAR PUSTAKA :
Alloway, B.J. 1995. The origins of heavy metal in soils. In B.J. Alloway (Ed.).
Heavy Metals in Soils. Second Edition.Blackie Academic & Professional.
Bollag, J.M., dan Bollag W.B. 1995. Soil Contamination and the Feasibility of
Biological Remediation. In H.D. Skipper and R.F. Turco (Eds.).
Bioremediation Science and Applications. Soil Sci Soc Am. Inc.
Darmono. 1995.Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
DepLH. 2003. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Elektroplating. Pengelolaan
Limbah Usaha Kecil. Departemen Lingkungan Hidup. www.menlh.go.id/
usaha-kecil/
Budiyanto, Agus Krisno. 2004. Mikrobiologi Terapan. Malang : Universitas
Muhammadiyah Malang
Jehansyah, 1999. Peduli lingkungan dengan daur ulang. Seminar Nasional Teknik
Kesehatan
Kusnaidi, dkk. 2003. Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Indonesia
Saeni,M.S dan I.diah.2003. Pengolahan limbah Bahan Kuliah Pengolahan
Limbah : Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Dwidjoseputro. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan
Kim, Jong-Shik and David E. Crowley. 2007. Microbial Diversity in Natural
Asphalts of the Rancho La Brea Tar Pits. Department of Environmental
Sciences, University of California
Pelczar, M.J. and E.C.S. Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerjemah:
Hadi, R.S. Jakarta: UI Press
Nababan, bungaria. Isolasi Dan Uji Potensi Bakteri Pendegradasi Minyak Solar
Dari Laut Belawan. 2008
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/5806/1/09E00811.pdf.
Nasikhin, R dan M.S. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Pendegradasi Solar dan
Bensin dari Perairan Pelabuhan Gresik.
2013. http://ejurnal.its.ac.id/index.php/sains_seni/article/viewFile/3626/1409 .