Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOSISTEM PESISIR Commented [YN1]: Font 14 di Bold ya

Disusun Oleh :

Kelompok : Commented [YN2]: Kelompok berapa ?

1. Robbi iza A. H (L1A016063)

2. Niken Ayu Setyaningsih (L1A017004)

3. Diah Suciati (L1A017015)

4. Abdurrahman Shaleh (L1A017034)

5. Anisya Dwi Safitri (L1A017035)

Asisten

Yuli Nurhayati (L1A016048)

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2019 Commented [YN3]: Di Bold


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 2


I. PENDAHULUAN........................................................................................................ 4
1.1. Latar Belakang ....................................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 6
2.1. Pengertin Ekosistem Pesisir ................................................................................. 6
2.2. Tipe-tipe Ekosistem Pesisir .................................................................................. 7
2.3. Vegetasi Mangrove ............................................................................................... 8
2.4. Faktor Lingkungan................................................................................................ 9
2.4.1. Suhu ................................................................................................................. 9
2.4.2. Salinitas.......................................................................................................... 10
2.4.3. TDS ................................................................................................................. 10
2.4.4. Tekstur ........................................................................................................... 11
2.4.5. pH ................................................................................................................... 11
2.4.6. DO .................................................................................................................. 12
2.5. Kondisi Lingkungan Pesisir ............................................................................... 12
III. MATERI DAN METODE ....................................................................................... 14
3.1. Materi .................................................................................................................... 14
3.2. Metode .................................................................................................................. 14
3.2.1. Tipe Ekosistem ............................................................................................. 14
3.2.2. Analisis Vegetasi dan Faktor Lingkungan ............................................... 14
3.2.3. AnalisisPeruntukan dan Kondisi Lingkungan ........................................ 15
...................................................................................................................................... 15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 16
4.1. Hasil ...................................................................................................................... 16
4.1.1. Tipe Ekosistem ............................................................................................. 16
4.1.2. Analisis Vegetasi dan Faktor Lingkungan ............................................... 16
4.1.3. Analisis Peruntukan dan Kondisi Lingkungan ....................................... 16
4.2. Pembahasan ......................................................................................................... 17
4.2.1. Tipe ekosistem .............................................................................................. 17
4.2.2. Analisis Vegetasi dan Faktor Lingkungan ............................................... 24
4.2.3. Analisi Peruntukan dan kondisi Lingkungan ......................................... 35
V. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................................. 41
5.1. Kesimpulan .......................................................................................................... 41
5.2. Saran ...................................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 42
I. PENDAHULUAN Commented [YN4]: Setiap judul dan sub judul bab di bold
ya, font judul 14
1.1. Latar Belakang

Ekosistem pesisir merupakan suatu ekosistem yang beragam dan terdiri

dari berbagai komponen yang menyusunnya. Ekosistem pesisir merupakan suatu

ekosistem yang dinamis, memiliki kekayaan habitat, dan saling berinteraksi antara

habitat tersebut. Hutan mangrove merupakan satu dari jenis ekosistem pesisir

(Sarawaswati, 2004 dalam Deni, 2017).

Ekosistem mangrove memiliki manfaat yang sangat beragam dan

penting bagi lingkungan ekologi dan bagi masyarakat pesisir. Manggrove

berguna sebagai tempat hidup bagi ikan dalam masa pembesaran “nursery

ground” , juga memiliki peran penting dalam mencegah intrusi air laut

(Hendrasarie, 2001). Hutan mangrove mampu mendukung kehidupan warga

pesisir seperti menyediakan bahan baku kayu untuk perumahan, memberikan

penghasilan melalui pengolahan kayu mangrove seperti pembuatan arang

(Deni, 2017).

Mengingat pentingnya keberadaan ekosistem mangrove, maka perlu

dilakukan upaya monitoring dan pemantauan agar senantiasa dalam kondisi

yang baik. Salah satu upaya monitoring kualitas lingkungan ekosistem

mangrove dapat dilakukan dengan monitoring kualitas air di lingkungan

hutan mangrove. Kualitas air terdiri dari aspek fisika, kimia, dan biologi.

Pendekatan yang akan dilakukan adalah pendekatan secara biologi yaitu

dengan mengetahui kepadatan dan kelimpahan plankton. Pendekatan secara


biologi dianggap paling mampu memberi gambaran kondisi lingkungan (Deni,

2017).

1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ekosistem pesisir kali ini adalah :

1. Untuk mengetahui tipe-tipe ekosistem di hutan payau tritih dan pantai

teluk penyu

2. Untuk mengetahui analisis vegetasi dan factor lingkungan di hutan payau

tritih dan pantai teluk penyu

3. Untuk mengetahui analisis peruntukan dan kondisi lingkungan di hutan


payau tritih dan pantai teluk penyu
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertin Ekosistem Pesisir
Dalam Pasal 1 UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dijelaskan bahwa wilayah pesisir merupakan

daerah peralihan antara ekosisten darat dan laut yang dipengaruhi oleh

perubahan di darat dan laut, yang mempunyai keanekaragaman sumberdaya

pesisir. Sumberdaya pesisir tersebut terdiri dari sumberdaya hayati (meliputi

ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lainnya);

sumberdaya nonhayati (meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut);

sumberdaya buatan (meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan

dan perikanan); dan jasa-jasa lingkungan (berupa keindahan alam, permukaan

dasar laut, tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan

perikanan serta energi gelombang laut yang terdapat di wilayah pesisir).

Wilayah pesisir mempunyai tiga karakteristik, yaitu :

1) Merupakan wilayah pertemuan antara berbagai aspek yang ada di

darat, laut dan udara, yang merupakan bentuk dari hasil keseimbangan

dinamis suatu penghancuran dan pembangunan dari ketiga unsur

tersebut;

2) Berfungsi sebagai zona penyangga (buffer zone) dan habitat dari

berbagai jenis sumberdaya hayati;


3) Memiliki tingkat kesuburan yang tinggi karena merupakan sumber

zat organik yang penting dalam rantai makanan laut (Yulia & Lely,

2015).

Menurut Soegiao (1976) dan Dahuri et al. (2001), wilayah pesisir

merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat meliputi

bagian daratan yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut, misalnya pasang surut,

angin serta perembesan air laut; ke arah laut meliputi bagian laut yang masih

dipengaruhi oleh sifat-sifat daratan, misalnya aliran air tawar, sedimentasi

ataupun kegiatan manusia di darat. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan

dan Perikanan Nomor KEP.10/ MEN/2002 tentang Pedoman Umum

Perencanaan Pengelolaan Terpadu, wilayah pesisir didefinisikan sebagai

daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi.

Kearah laut, sepanjang 12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan 4 mil untuk

kabupaten/ kota (Nurul, 2016).

2.2. Tipe-tipe Ekosistem Pesisir

Ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai

kekayaan habitat yang beragam, di darat maupun di laut, serta saling

verinteraksi antara habitat tersebut. Dalam proses interaksi ini, organisme

saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain di lingkungan sekitarnya,

begitu pula berbagai faktor lingkungan mempengaruhi kegiatan organisme.

Berdasarkan landasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan


pesisir pantai merupakan sebuah ekosistem yang dinamis, memiliki

produktivitas yang tinggi dan di dalamnya terdapat interaksi antara faktor

biotik dan abiotik yang saling mempengaruhi satu sama lain (Dahuri et al. 2013

dalam Permana, (2016, hlm. 11)

2.3. Vegetasi Mangrove

Mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang

didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan

berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur. Nybakken (1988)

menggambarkan mangrove sebagai suatu varietas komunitas pantai tropik

yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas, atau semak-semak

yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Pada

dasarnya vegetasi mangrove merupakan vegetasi daratan yang mampu

beradaptasi di perairan dengan kadar salinitas tertentu dan kadar oksigen yang

rendah. Mangrove dapat tumbuh dengan 6 baik di perairan yang cukup

pasokan air tawarnya, adanya pengaruh pasang surut air laut secara berkala,

dan pada kondisi perairan yang cukup terlindung dari gelombang (gerakan air

minimal). Ekosistem mangrove biasanya ditemukan di pantai-pantai teluk

yang dangkal, estuari, delta dan daerah pantai yang terlindung (Bengen 2001).

Mangrove juga lebih banyak dijumpai di wilayah pesisir dengan topografi

landai (Dahuri, 2003 dalam Suhardiyanto, 2018).


2.4. Faktor Lingkungan

Kualitas air adalah kadar parameter air yang menunjukan mutu dan

karakter air tersebut. Kualitas air dapat ditentukan berdasarkan sifat fisik dan

kimianya. Beberapa sifat fisik diantaranya adalah suhu, salinitas dan tekstur.

Sedangkan parameter kimianya antara lain adalah pH, oksigen terlarut dan

TDS (Sasongko et al., 2014).

2.4.1. Suhu

Temperatur atau suhu merupakan faktor pembatas yang dapat

mempengaruhi laju kehidupan ikan maupun organisme lain yang hidup di

dalam perairan. Suhu juga berpengaruh terhadap sifat kimia suatu perairan

dan distribusi organisme akuatik (Siahaan, 2011). Suhu permukan laut

biasannya berkisar antara 0 – 30 0C. Suhu sangat penting dalam mengatur

proses fisiologis dan penyebaran organisme laut (Hutabarat, 1986 dalam Nova

dan Misbah, 2014).

Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses kimia, fisika dan biologi

air. Lebih lanjut. Pola arus yang berubah secara mendadak dapat menurunkan

nilai suhu pada air. Kisaran suhu diperairan dangkal lebih besar daripada

perairan laut dalam, karena mengalami banyak pergolakan yang disebabkan

oleh angin dan dinamika oseanografi fisika lainnya. Temperatur atau suhu

merupakan faktor pembatas yang dapat mempengaruhi laju kehidupan ikan

maupun organisme lain yang hidup di dalam perairan. Suhu juga bepengaruh

terhadap sifat kimia suatu periaran dan distribusi oragnisme akuatik Pengaruh
suhu dapat diamati pada proses metabolisme, proses fisioligis, pertumbuhan,

serta pola penyebaran ikan (Patty, 2013 dalam Salim et al., 2017).

2.4.2. Salinitas

Salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan garam yang diperoleh

dalam air laut, dimana salinitas air berpengaruh terhadap tekanan osmotik air,

semakin tinggi salinitas maka akan semakin besar pula tekanan osmotiknya.

Perbedaan salinitas perairan dapat terjadi karena adanya perbedaan

penguapan dan presipitasi (Gufran dan Baso, 2007 dalam Hamuna, 2018).

Salinitas dipandang sebagai salah satu variabel yang paling penting dalam

mempengaruhi pemanfaatan organisme muara (Abowei, 2009). Faktor yang

mempengaruhi perbedaan nilai salinitas adalah cuaca dan angin (Patty, 2013).

Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pola sirkulasi

air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nontji, 2002 dalam Patty, 2013).

Pada umumnya nilai salinitas wilayah laut Indonesia berkisar antara 28-33 0/00

(Nontji, 2002 dalam Patty, 2013).

2.4.3. TDS

Kelarutan zat padat dalam air atau disebut sebagai total Dissolved solid

(TDS) adalah terlarutnya zat padat, baik berupa ion, berupa senyawa, koloid di

dalam air. Sebagai contoh adalah air permukaan apabila diamati setelah turun

hujan akan mengakibatkan air sungai maupun kolam kelihatan keruh yang

disebabkan oleh larutnya partikel tersuspensi didalam air, sedangkan pada

musim kemarau air kelihatan berwarna hijau karena adanya ganggang di


dalam air. Konsentrasi kelarutan zat padat ini dalam keadaan normal sangat

rendah, sehingga tidak kelihatan oleh mata telanjang (Fendra,2015).

2.4.4. Tekstur

Substrat dasar perairan estuari pada umumnya memiliki tipe liat hal ini

sependapat dengan pernyataan (Astrini et al, 2014) tipe substrat dasar pada

umumnya berupa lumpur (silt) dan liat (clay). Subtrat yang berupa lumpur

menunjukan bahwa di daerah estuari mempunyai tingkat sedimentasi yang

cukup tinggi. Selain itu dapat juga disebabkan oleh adanya abrasi yang cukup

tinggi sehingga memberikan kontribusi sedimen yang terbawa ke sungai.

2.4.5. pH

Derajat keasaman (pH) merupakan logaritma negatif dari konsentrasi

ion-ion hidrogen yang terlepas dalam suatu cairan dan merupakan indicator

baik buruknya suatu perairan. pH suatu perairan merupakan salah satu

parameter kimia yang cukup penting dalam memantau kestabilan perairan

(Simanjuntak, 2009 dalam Hamuna, 2018). Variasi nilai pH perairan sangat

mempengaruhi biota di suatu perairan. Selain itu, tingginya nilai pH sangat

menentukan dominasi fitoplankton yang mempengaruhi tingkat produktivitas

primer suatu perairan dimana keberadaan fitoplankton didukung oleh

ketersediaanya nutrien di perairan laut (Megawati et al., 2014 dalam Hamuna,

2018).
2.4.6. DO

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) adalah total jumlah oksigen

yang ada (terlarut) di air. DO dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk

pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian

menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu,

oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organic dan anorganik

dalam proses aerobik. Umumnya oksigen dijumpai pada lapisan permukaan

karena oksigen dari udara di dekatnya dapat secara langsung larut berdifusi ke

dalam air laut. Kebutuhan organisme terhadap oksigen terlarut relatif

bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya (Gemilang et al.,

2017 dalam Hamuna, 2018).

2.5. Kondisi Lingkungan Pesisir

Kawasan pesisir dengan kondisi lingkungan yang subur akan pohon-

pohonan yang tahan akan abrasi air seperti mangrove, kelapa dan jenis

pandan-pandanan merupakan sumber daya yang potensial. Sumber daya ini

sangat besar yang didukung oleh adanya garis pantai sepanjang sekitar 81.000

km (Tarumingkeng, 2001). Garis pantai yang panjang ini menyimpan potensi

kekayaan sumber alam yang besar. Potensi itu diantaranya potensi hayati dan

non hayati. Potensi hayati misalnya: perikanan, hutan mangrove, dan terumbu

karang, sedangkan potensi nonhayati misalnya: mineral dan bahan tambang

serta pariwisata. Ada lagi potensi yang perlu dikembangkan di wilayah pesisir

pantai yang masih belum diperhatikan oleh pemerintah dan masyarakat pesisir
pantai, justru apabila dimanfaatkan dengan bantuan ilmu pengetahuan dan

teknologi akan menghasilkan manfaat yang luar biasa, adalah lahan pasir

pantai yang dimanfaatkan sebagai ladang pertanian . Selain itu, beberapa

kawasan pesisir di Indonesia sudah mulai terjadi abrasi karena air laut, ini

disebabkan oleh penebangan tumbuhan yang dapat melindungi dan dijadikan

tempat wisata (Rokhimin, 2012) .


III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi Commented [YN5]: Dinikin point


3.1.1. Alat
3.1.2. Bahan
Alat yang digunakan adalah transek (10×10, 5x5, 2x2), pita ukur, botol

sampel 600ml, thermometer, hand refraktometer, tissue, kertas HVS

laminating, tabel pengamatan, label, plastik, spuit, gelas ukur, botol winkler,

alat tulis dan kamera.

Bahan yang digunakan adalah mangrove, sampel air, akuades dan

larutan standar.

3.2. Metode

3.2.1. Tipe Ekosistem

Analisis ekosistem yang ada

Catat tipe ekosistemnya

Hasil
3.2.2. Analisis Vegetasi dan Faktor Lingkungan Commented [YN6]: Kalo kepotong gini di enter aja
dijadikan satu halaman

Vegetasi Mangrove

Ukur vegetasi tingkat pohon (plot 10 x 10 m), pancang


(plot (5m x 5m) dan semai (2m x 2m)
- Untuk pohon yang diukur
adalah jenis dan keliling
- Untuk semai dan pancang
yang diukur jenis dan
jumlah individu setiap jenis
-

Hasil

Analisis Faktor Lingkungan

Ukur suhu, salinitas, TDS, Tekstur, pH, DO di perairan

Hasil

3.2.3. AnalisisPeruntukan dan Kondisi Lingkungan

Analisis Peruntukan

Cek kondisi lingkungan

Hasil
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Commented [YN7]: Tabelnya mana ?
Bagian hasil ini dibikin landscape saja biar tabel tidak
4.1.1. Tipe Ekosistem kepotong, masuk ke pembahasan balik ke format portrait lagi

4.1.2. Analisis Vegetasi dan Faktor Lingkungan

4.1.3. Analisis Peruntukan dan Kondisi Lingkungan


4.2. Pembahasan

4.2.1. Tipe ekosistem

Mangrove bisa diartikan sebagai sebuah individu tumbuhan atau

komunitas tumbuhan yang hidup di kawasan pesisir yang pertumbuhannya

dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Tomlinson, 1994 dalam Annas et al., 2013).

Ekosistem mangove mempunyai fungsi dan peranan yang sangat penting bagi

kehidupan dan ekosistem-ekosistem yang ada di sekitarnya. Secara fisik, tegakan

mangrove memiliki peranan penting dalam melindungi pantai dari gelombang,

angin dan badai. Tegakan mangrove dapat melindungi pemukiman, bangunan

dan pertanian dari angin kencang atau intrusi air laut (Rusila Noor et al, 2006

dalam Annas et al., 2013). Di sisi lain pemanfaatan yang berlebihan telah

mengakibatkan ekosistem mangrove mengalami kerusakan yang memprihatinkan

sehingga mengancam kelestariannya, kerusakan ekosistem mangrove di Indonesia

sudah tergolong cukup parah yaitu sudah mencapai 68% (Saputro et al., 2009 dalam

Annas et al., 2013).

Sungai adalah air tawar yang mengalir dari sumbernya di daratan menuju

dan bermuara di laut, danau atau sungai yang lebih besar, aliran sungai

merupakan aliran yang bersumber dari limpasan, limpasan yang berasal dari

hujan, gletser, limpasan dari anak-anak sungai dan limpasan dari air tanah. Sifat-

sifat sungai sangat dipengaruhi oleh luas dan bentuk Daerah Aliran Sungai (DAS)

seerta kemiringan sungai. Bentuk tebing, dasar muara dan pesisir di depan muara

memberi pengaruh terhadap pembentukan sedimentasi terutama terhadap


angkutan sedimen (Sudarman, 2011). Muara sungai adalah bagian hilir dari sungai

yang berhubungan dengan laut. Muara sungai berfungsi sebagai

pengeluaran/aliran debit sungai, terutama pada waktu banjir, ke laut. Selain itu

muara sungai juga harus melewatkan debit yang ditimbulkan oleh pasang surut,

yang bisa lebih besar dari debit sungai. sehingga muara sungai harus cukup lebar

dan dalam. (Triyanti Anasiru, 2006).

Sawah merupakan tanah potensial yang dapat digunakan untuk budi daya

padi sawah sekali atau lebih selama setahun. Sawah sebagai suatu ekosistem

buatan dan suatu jenis habitat mengalami kondisi kering dan basah silih berganti

bergantung pada ketersediaan air. Karakteristik sawah ditentukan oleh periode

penggenangan, tanaman padi, dan budi dayanya. Sawah tergenang biasanya

merupakan lingkungan air sementara yang dipengaruhi oleh keragaman sinar

matahari, suhu, kemasaman tanah (pH), potensial redoks (Eh), konsentrasi O2 ,

dan status hara (Watanabe dan Roger 1985 dalam Wihardjaka, 2015).

Rumput merupakan famili tumbuhan yang sangat luas penyebarannya,

memiliki sistem perakaran serabut yang berperan dalam pembentukan struktur

tanah, titik tumbuh yang terdapat pada pangkal tanaman memungkinkan tumbuh

kembali setelah pemotongan dan memiliki kemampuan membantu menutup

tanah dengan cepat pada saat fase pertumbuhan pertama. Sifat-sifat pertumbuhan

ini sangat erat hubungannya dengan keadaan air, unsur hara, keadaan tanah,

cahaya dan temperatur. Rumput sebagai penutup tanah berperan dalam menahan

daya tumbuk butir butir hujan secara langsung kepada permukaan tanah sehingga
penghancuran agregat tanah dapat dicegah, selain itu dapat menghambat daya

laju aliran air sehingga dapat mengurangi pengikisan dan penghanyutan partikel-

partikel tanah. (Mcilroy, 2010).

Pantai merupakan batas antara daerah Menurut Bambang Triatmodjo (2008)

pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi

dan air surut terendah, sedangkan pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang

dipengaruhi oleh aktivitas laut. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara

daratan dengan lautan. Perairan pantai adalah daerah perairan yang masih

dipengaruhi oleh aktivitas daratan. Sempadan pantai adalah daerah

sepanjang pantai yang diperuntukkan bagi pengamanan dan pelestarian

pantai.

Tambak dalam perikanan adalah kolam buatan, biasanya terdapat di daerah

pantai yang diisi air dan dimanfaatkan sebagai sarana budidaya perairan

(akuakultur). Hewan yang dibudidayakan adalah hewan air, terutama ikan,

udang, serta kerang. Penyebutan “tambak” ini biasanya dihubungkan dengan air

payau atau air laut. Kolam yang berisi air tawar biasanya disebut kolam saja atau

empang. Tambak merupakan salah satu jenis habitat yang dipergunakan sebagai

tempat untuk kegiatan budidaya air payau yang berlokasi di daerah pesisir

(Mustafa et al., 2010).

Ekosistem padang lamun merupakan ekosistem pesisir yang

ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan serta mampu hidup

secara permanen di bawah permukaan air laut. Ekosistem padang lamun


merupakan suatu ekosistem yang kompleks dan mempunyai fungsi dan

manfaat yang sangat panting bagi perairan wilayah pesisir. Secara

taksonomi lamun (seagrass) termasuk dalam kelompok Angiospermae

yang hidupnya terbatas di lingkungan laut yang umumnya hidup di

perairan dangkal wilayah pesisir (Bangen, 2001).

Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas perairan tropis. Menurut

Timotius (2003), terumbu karang merupakan struktur dasar lautan yang terdiri

dari deposit kalsium karbonat (CaCO3) yang dapat dihasilkan oleh hewan karang

bekerjasama dengan alga penghasil kapur. Sedangkan hewan karang adalah

hewan yang tidak bertulang belakang termasuk kedalam filum Coelenterata

(hewan berongga) atau Cnidaria. Ada dua tipe hewan karang yaitu hewan karang

yang dapat membentuk bangunan/terumbu dari kalsium (hermatypic corals) atau

dikenal juga dengan sebutan reef – building corals dan hewan karang yang tidak

dapat membentuk bangunan / terumbu dari kalsium (ahermatypic corals) atau

dikenal juga dengan sebutan non reef – building corals. Commented [YN8]: Tidak usah dimasukan ke pembahasan,
ini di tipus saja, pembahasan langsung bahas data saja

Pada praktikum yang dilaksanakan di Tritih dan Teluk Penyu menunjukan

bahwa pada Tritih di temukan ekosistem mangrove, sungai, sawah dan rumput.

Hutan mangrove seluas 10 hektar ini merupakan hutan pelindung bagi ekosistem

di kawasan laguna Segara Anakan, danau air asin di pesisir pantai Cilacap.

Sedangkan di Teluk Penyu di temukan ekosistem pantai, tambak, lamun, karang

dan rumput. Teluk Penyu merupakan kawasan pantai di selatan Kabupaten

Cilacap, utamanya sepanjang pesisir dari Kecamatan Cilacap Selatan yang


lokasinya tidak langsung berhubungan dengan Samudera India atau Indonesia

karena dikelilingi oleh Pulau Nusakambangan.

Menjaga ekosistem yang sebagian besar pada daerah Tritih merupakan

ekosistem Mangrove yaitu :

1. Melakukan upaya penanaman Ulang

Salah satu upaya pelestarian hutan mangrove yang bisa dilakukan adalah

dengan melaksanakan upaya penanaman ulang. Menanami daerah-daerah di

sekitar pantai yang memiliki peluang besar terancam kerusakan. Pada upaya yang

satu ini peran serta dan campur tangan manusia memang sangat lah penting.

Karena, manusia merupakan salah satu faktor utama yang berhadapan langsung

dengan berbagai kerusakan kawasan hutan mangrove. Dengan upaya penanaman

ulang ini, akan memungkinkan untuk menjaga dan melestarikan kawasan

tersebut.

2. Restorasi kawasan Mangrove

Upaya yang satu ini bisa dikatakan cukup mirip dengan upaya

penanaman. Namun, terdapat hal yang membedakan antara keduanya. Salah satu

faktor pembeda yang ada di dalamnya adalah campur tangan manusia. Pada

upaya restorasi campur tangan manusia akan sangat minim sekali, semuanya akan

bergantung pada kemampuan alam dan lingkungan untuk dapat mengembalikan

kondisi tersebut. Pada dasarnya hutan mangrove mampu memperbaiki

kondisinya sendiri, meskipun membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Itupun


harus dengan kondisi-kondisi khusus yang dapat mendukung upaya restorasi

tersebut.

3. Perluasan kawasan Hutan mangrove

Banyak kawasan pantai yang seharusnya memiliki potensi besar untuk

menjadi kawasan hutan mangrove harus mengalah dan hilang. Salah satu upaya

pelestarian hutan mangrove yang bisa dilakukan adalah dengan memperluas

kawasan hutan mangrove itu sendiri. Perluasan kawasan hutan mangrove ini

sendiri dapat dilakukan dengan memperbaiki tata kelola dari kawasan pesisir

yang ada.

4. Edukasi Masyarakat Tentang Mangrove

Untuk dapat meningkatkan hal ini salah satu hal yang sangat penting

adalah dengan peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai hutan mangrove

itu sendiri. Kita menjelaskan mengenai berbagai macam fungsi dan manfaat yang

dimiliki oleh hutan ini. Ketika pengetahuan masyarakat bertambah, maka

kesadaran upaya pelestarian ini akan terbentuk. Maka kita banyak sekali lokasi

wisata hutan mangrove yang ditemukan. Hal ini merupakan salah satu upaya

untuk mendekatkan masyarakat pada pentingnya keberadaan hutan mangrove ini

sendiri.

5. Perbaikan Lingkungan Hutan

Pada dasarnya proses perbaikan kondisi lingkungan dimana mangrove

berada bukanlah sebuah hal yang mudah. Salah satu hal yang menyebabkan

kesulitan tersebut adalah adanya faktor polusi air di dalamnya. Air laut yang
mengandung polutan ini sendiri juga memiliki banyak efek negatif terhadap

pekembangan hutan mangrove sendiri. Maka usaha perbaikan kondisi lingkungan

hutan mangrove tak hanya bisa berkutat pada faktor lingkungan saja. Karena

tanpa perbaikan pada sektor manusia yang ada di sekitarnya akan menghasilkan

sebuah hal yang bisa dikatakan sangat susah terjadi.

Sedangkan di daerah Teluk Penyu yang sebagian besar merupakan

ekosistem pantai beberapa upaya dalam menjaganya yaitu :

1. Menyediakan tempat sampah dan tukang sampah yang cukup di

pantai. Hal ini untuk mencegah orang membuang sampah

sembarangan.

2. Melakukan reklamasi laut dengan menanam hutan bakau di sepanjang

pantai.

3. Memberikan sangsi bagi pengunjung yang membuang sampah

sembarangan.

4. Memberikan himbauan dengan spanduk di sekitar pantai mengenai

menjaga kebersihan pantai

5. Membangun cagar alam di sekitar pantai, untuk melesetarikan hewan-

hewan yang hidup di pantai.

Pemahaman keseimbangan energi dalam ekosistem pesisir dapat

memberikan kerangka penting danmendasar bagi upaya-upaya pemanfaatannya.

Odum(1971) menggambarkan bahwa wilayah pesisir yangsubur ( fertile estuaris)

dalam keadaan yang stabil (atau klimak) memiliki tingkat respirasi (R) dan
fotosintesis (P)yang sama (R/P mendekati satu) dengan tingkat yangpaling besar

di bawah terumbu karang (coral reefs). Halini bermakna bahwa variabel waktu

merupakan faktorpenentu paling penting dalam pembentukannya.Seandainya saja

ekosistem pesisir terganggu, sekalipunmasukan energi bagi rehabilitasinya telah

tersedia, iamasih memerlukan waktu yang cukup lama untuk menatainteraksi di

dalam komponen-komponennya agarberstruktur dan berfungsi sama seperti

sebelumnya. Commented [YN9]: Perbedaan ekosistem di teritih dan


telukpenyu belum dibahs ?

Ekosistem pesisir bersama dengan terumbu karang menempati peringkat

tertinggi dalam produktifitas (gross primary production), yaitu 20000 kcal m- Commented [YN10]: italic

2 tahun-1.Angka ini jauh di atas produktifitas ekosistem darat yangmemperoleh

masukan energi, yaitu 12000 kcal m-2 tahun-1. Tingginya produktifitas itu

berkaitan dengankarakteristik wilayah pesisir yang khas, yaitu (1) wilayahpesisir

merupakan areal jebakan hara (a nutrient trap)sebagai akibat pertemuan aliran air Commented [YN11]: italic

dari ekosistem daratdan ekosistem laut, (2) wilayah pesisir menyediakanhabitat

dan kehidupan sepanjang tahun bagi sekelompokproduser penting

(macrophytes, benthic microphytes, dan phytoplankon) yang menyusun struktur

ekosistem pesisir.

4.2.2. Analisis Vegetasi dan Faktor Lingkungan

Vegetasi yang banyak ditemukan di daerah Tritih yaitu Rhizopora mucronata

vegetasi ini di temukan mulai dari semai, pancang maupun pohon. Untuk vegetasi

Rhizopora mucronata semai ditemukan dalam jumlah yang banyak yaitu 98-120,

untuk vegetasi Rhizopora mucronata pancang ditemukan dalam jumlah yang sedikit
yaitu 22-31, Kemudian untuk vegetasi Rhizopora mucronata pohon ditemukan

dalam jumlah yang sangat sedikit yaitu 6-10. Daerah Teluk Penyu vegetasi yang di

temukan yaitu Hibiscus sp., Carbera sp dan Cemara laut.

Gambar 1. Rhizopora mucronata

Sumber : Google

Gambar 2. Hibiscus sp

Sumber : Google
Gambar 3. Carbera sp

Sumber : Google

Gambar 4. Cemara Laut

Sumber : Google Commented [YN12]: di buat spasi 1

Berikut adalah grafik kerapatan vegetasi yang di temukan di daerah Tritih

dan daerah Teluk Penyu

Jumlah Semai di Tritih


140
120 120
120
103
100 93

80

60

40

20

0
plot 1 plot 2 plot 3 plot 4

Gambar 5. Kerapatan vegetasi semai Rhizopora mucronata di Tritih

Berdasarkan grafik di atas dapat diperoleh data yaitu pada plot 1 semai

Rhizopora mucronata jumlahnya ada 93 semai, pada plot 2 semai Rhizopora


mucronata jumlahnya ada 120 semai, pada plot 3 semai Rhizopora mucronata

jumlahnya ada 120 semai dan pada plot 4 semai Rhizopora mucronata jumlahnya

ada 103 semai. Jumlah semai di daerah Tritih termasuk dalam kategori yang

banyak.

Jumlah Pancang di Tritih


50
44
45
40
35 32 32
30
25 22
20
15
10
5
0
plot 1 plot 2 plot 3 plot 4

Gambar 6. Kerapatan vegetasi pancang Rhizopora mucronata di Tritih

Berdasarkan grafik di atas dapat diperoleh data yaitu pada plot 1 pancang

Rhizopora mucronata jumlahnya ada 22 pancang, pada plot 2 pancang Rhizopora

mucronata jumlahnya ada 32 pancang, pada plot 3 pancang Rhizopora mucronata

jumlahnya ada 44 semai dan pada plot 4 pancang Rhizopora mucronata jumlahnya

ada 32 pancang. Jumlah pancang di daerah Tritih termasuk dalam kategori yang

sedikit.
Jumlah pohon Rhizopora Mucronata di Tritih
8
7
7
6 6
6

1
0
0
plot 1 plot 2 plot 3 plot 4

Gambar 7. Kerapatan vegetasi pohon Rhizopora mucronata di Tritih

Berdasarkan grafik di atas dapat diperoleh data yaitu pada plot 1 pohon

Rhizopora mucronata jumlahnya ada 6 pohon, pada plot 2 pohon Rhizopora

mucronata jumlahnya ada 6 pohon, pada plot 3 pohon Rhizopora mucronata

jumlahnya ada 0 pohon dan pada plot 4 pohon Rhizopora mucronata jumlahnya ada

7 pohon. Jumlah pohon Rhizopora mucronata di Tritih termasuk dalam kategori

yang sedikit.
Kerapatan pohon di daerah Teluk Penyu
9
8
8
7
6
5
4
4
3
2
2
1
1
0 0
0
hibiscus sp cemara laut Carbera sp.

plot 1 plot 2

Gambar 8. Kerapatan vegetasi pohon di daerah Teluk Penyu

Berdasarkan grafik di atas dapat diperoleh data yaitu pada plot 1 pohon

Hibiscus sp. Ada 8 pohon, pohon cemara laut ada 2 pohon dan tidak terdapat

pohon Carbera sp., pada plot 2 pohon Hibiscus sp ada 4 pohon, tidak terdapat pohon

cemara laut dan terdapat pohon carbera sp. jumlahnya ada 1 pohon. Jumlah pohon

di daerah Teluk Penyu termasuk dalam kategori yang sedikit.

Faktor yang mempengarungi kerapatan yaitu temperatur. Temperatur

adalah parameter kualitas fisik air yang penting bagi kehidupan organisme

perairan. Hellawel (1986) dalam Muhlis (2011) menjelaskan bahwa suhu termasuk

faktor pengontrol ekologi komunitas perairan. Organisme perairan mempunyai

toleransi terhadap suhu untuk menunjang kelangsungan kehidupannya (Muhlis,

2011). Temperatur adalah karakter fisik air laut yang sangat penting, karena dapat

digunakan untuk mengidentifikasi badan air laut secara umum (Stewart, R. H.,

2002).
Temperatur atau suhu merupakan faktor pembatas yang dapat

mempengaruhi laju kehidupan ikan maupun organisme lain yang hidup di dalam

perairan. Suhu juga bepengaruh terhadap sifat kimia suatu periaran dan distribusi

oragnisme akuatik (Siahaan, 2011). Interksi yang terjadi menunjukan adanya

hubungan sebab akibat diantara keduanya. Pengaruh suhu dapat diamati pada

proses metabolisme, proses fisioligis, pertumbuhan, serta pola penyebaran ikan

(Hadi, 2012).

Temperature pada daerah Tritih yaitu sekitar 28,5oC hal ini berarti masih

sesuai untuk kehidupan vegetasi mangrove, Sedangkan di daerah Teluk Penyu

diperoleh suhunya sebesar 28,5 oC sama dengan daerah Tritih. Dapat disimpulkan

bahwa kedua daerah tersebut masih sesuai untuk vegetasi mangrove

Salinitas merupakan kadar garam terlarut dalam air. Satuan untuk salinitas

yaitu per mil (‰), dimana jumlah berat total (gr) material padat seperti NaCl yang

terkandung dalam 1 kg air laut. Salinitas termasuk bagian sifat fisik-kimia suatu

perairan. Salinitas dipengaruhi oleh pasang surut, curah hujan, penguapan, dan

topografi suatu perairan. Akibatnya, salinitas suatu perairan dapat sama atau

berbeda dengan perairan lainnya (Wibisono, 2004). Salinitas dipandang sebagai

salah satu variabel yang paling penting dalam mempengaruhi pemanfaatan

organisme muara (Abowei, 2009).

Salinitas di daerah Tritih sebesar 23,5 ppt dan salinitas yang diperoleh di

daerah Teluk penyu sebesar 25,5 ppt. Dapat disimputkan bahwa salinitas didaerah

Teluk Penyu lebih Besar karena sangat dekat dengan laut. Tetapi kedua daerah
tersebut masih sesuai untuk kehidupan mangrove

Oksigen Terlarut / Dissolved Oxygen (DO) adalah salah satu parameter yang

penting yang berkorelasi dengan badan perairan baik langsung maupun tidak

langsung seperti aktivitas bakteri, fotosintesis, ketersediaan nutrien di suatu

perairan dan stratifikasi (Patil et al, 2012). Menurut Siagian (2015) menyatakan

bahwa, konsentrasi oksigen terlarut pada suatu perairan berkurang secara

perlahan dengan bertambahnya kedalaman. Secara umum konsentrasi oksigen

terlarut pada suatu perairan sebaiknya tidak kurang dari 2 mg/l dengan

persyaratan bebas dari bahan-bahan toksik. Ikan tawar yang hidup di perairan

sungai membutuhkan konsentrasi oksigen terlarut minimal 3 mg/l.

Sumber utama oksigen dalam suatu perairan selain dari proses fotosintesis

adalah difusi dari udara bebas. Keceptan difusi oksigen dari udara, tergantung

dari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air

dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut. Dengan bertambahnya

kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut karena proses

fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan

untuk proses metabolisme. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih

tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara (Hadi, 2012).

DO yang diperoleh didaerah Tritih yaitu sebesar 3,38 mg/l hal ini termsuk

dalam kategori DO yang rendah karena DO minimal yaitu 3 mg/l.

pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat

keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Derajat keasaman suatu
perairan, baik tumbuhan maupun hewan sehingga sering dipakai sebagai

petunjuk untuk menyatakan baik atau buruknya suatu perairan (Odum, 1971).

Nilai pH juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktifitas

perairan (Pescod, 1973). Nilai pH pada suatu perairan mempunyai pengaruh yang

besar terhadap organisme perairan sehingga seringkali dijadikan petunjuk untuk

menyatakan baik buruknya suatu perairan (Odum, 1971). pH dalam suatu

perairan dapat dijadikan indikator dari adanya keseimbangan unsur-unsur kimia

dan dapat mempengaruhi ketersediaan unsur-unsur kimia dan unsur-unsur hara

yang sangat bermanfaat bagi kehidupan vegetasi akuatik.

Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi kandungan CO 2. Tidak

semua makhuk bisa bertahan terhadap perubahan nilai pH, untuk itu alam telah

menyediakan mekanisme yang unik agar perubahan tidak terjadi atau terjadi

tetapi dengan cara perlahan (Sary, 2006). Nilai derajat keasaman (pH) suatu

perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan

merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. Sebagian besar

biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5

(Effendi, 2003)..

Ph yang di peroleh di daerah Tritih yaitu sebesar 6,35 sedang kan pada

daerah Teluk Penyu sebesar 7,5. Dapat disimpulkan bahwa kedua daerah tersebut

masih sesuai untuk kehidupan mangrove.

Sedimen adalah lapisan bawah yang melapisi sungai, danau, reservoar,

teluk, muara, dan lautan. Sedimen merupakan partikel yang berasal dari hasil
pembongkaran batuan dan potongan kulit potongan kulit (shell) serta sisa rangka

dari organism laut. Kalsium karbonat, silica, dan mineral lempung merupakan

senyawa utama yang mendominasi penyusun sedimen laut dalam kekerasan dan

ukuran butiran substrat sangat mempengaruhi nilai hambur balik dasar perairan

(Effendi, 2003).

Sedimen yang diperoleh pada daerah Tritih adalah berlumpur, Sedangkan

pada daerah Teluk Penyu diperoleh substrat yan berpasir, Kedua daerah inimasih

sesuai untuk kehidupan mangrove

TDS (Total Dissolve Solid) adalah ukuran zat terlarut (baik itu zat organik

maupun anorganik, misalnya garam dan sebagainya) yang terdapat pada sebuah

larutan. TDS meter menggambarkan jumlah zat terlarut dalam Part Per Million

(PPM) atau sama dengan milligram per Liter (mg/L). Umumnya berdasarkan

definisi di atas seharusnya zat yang terlarut dalam air (larutan) harus dapat

melewati saringan yang berdiameter 2 micrometer (2×10-6 meter). Aplikasi yang

umum digunakan adalah untuk mengukur kualitas cairan biasanya untuk

pengairan, pemeliharaan aquarium, kolam renang, proses kimia, pembuatan air

mineral, dan sebagainya. Setidaknya, kita dapat mengetahui air minum mana yang

baik dikonsumsi tubuh, ataupun air murni untuk keperluan kimia (misalnya

pembuatan kosmetika, obat-obatan, makanan, dan lain-lain) (Insan, 2008 dalam

Riyanda Agustira, 2014).

TDS yang diperoleh di daerah Tritih yaitu srbesar 21 mg/l. Sedangkan pada

daerah Teluk Penyu sebesar 77,5 mg/l.


Salah satu faktor kimia- sika lingkungan yang berhubungan sangat kuat

dengan tingginya kerapatan mangrove dewasa dan semaian pada lokasi adalah

bahan organik. Banyaknya serasah berpotensi untuk menjadi humus yang

tentunya berguna baik bagi perkembangan semaian maupun mangrove dewasa.

Hal ini ditandai dengan kuatnya korelasi antara kerapatan mangrove dewasa dan

semaian serta bahan organik total. Akar Rhizophora and Avicennia

menahan/menyimpan sekitar 83–92% dedaunan yang membusuk yang berpotensi

menghasikan nutrien (Gillis et al., 2016).

Faktor lingkungan berupa unsur hara seperti serasah daun turut

berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan ekosistem mangrove.Kondisi

lingkungan perairan aliran sungai dan serasah daun yang membawa unsur hara

menyebabkan terjadi kompetisi yang tidak seimbang. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian Supardjo (2008) di Segara Anak Selatan TNAP bahwa tingkat frekuensi

relatif yang rendah pada S. caseolaris dipengaruhi oleh kompetisi yang tidak

seimbang dengan R. mucronata karena tempat hidup yang berada di tepi sungai

sehingga kurang kompetitif dalam perolehan unsur hara.Oleh karena itu,

komunitas mangrove didalamnya memiliki kompleksitas tinggi karena tingginya

interaksi spesies yang terjadi sehingga mempunyai kendali yang lebih besar dalam

mengurangi gangguan-gangguan serta meningkatkan kestabilan dan

kemantapan.Soegianto (1994), menerangkan bahwa keanekaragaman juga dapat

digunakan untuk mengukur stabilitas komunitas yaitu kemampuan suatu

komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap
komponen-komponennya.

4.2.3. Analisi Peruntukan dan kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan mangrove di Tritih, Cilacap, terdapat banyak wilayah

mangrove yang sudah tercemari oleh limbah domestic. Permasalahan yang terjadi

di mangrove di Tritih seperti Pengendapan sedimantasi dan peningkatan

kekeruhan perairan akibat pengelolaan kegiatan lahan atas !ang kurang baidan

sampah limbah domestic, hal ini Hal ini sesuai dengan (Amran dkk, 2017)

menunjukkan sangat memperihatinkan dan dapat mengancam kerusakan

mangrove alami yang tumbuh di pantai saat ini. Rendahnya keberhasilan

pertumbuhan mangrove hasil rehabilitasi disebabkan oleh beberapa faktor antara

lain : (a) faktor oseanografi, faktor ini sangat berpengaruh pada musim barat

terutama arus, gelombang dan sedimen. Arus biasanya pada musim barat sangat

kuat dan membawa sampah berupa bahan organik seperti potongan kayu dan an-

organik seperti plastik, keduabenda/sampah tersebut setelah tiba di pantai akan

merusak mangrove. Gelombang pada musim barat sangat besar sehingga dapat

memporak-porandakan mangrove di pantai. Sedangkan sedimentasi pada musim

barat sangat tinggi sehingga dapat mengakibatkan tingkat kekeruhan

danpengendapan yang cukup tinggi dan mengganggu pertumbuhan mangrove.

Penyebaran atau distribusi dari ketiga jenis mangrove (R. stylosa, S. alba, danA.

marina) yang ditemukan di Pantai Biringkassi umumnya merata pada setiap

stasiun pengamatan kecuali pada stasiun I dan stasiun III hanya ditemukan jenis

mangrove (R. stylosa danA. marina).


Saran untuk pemecahan masalah yang terjadi di wilayah mangrove Tritih,

adalah melakukan penanaman hutan mangrove / reboisasi, memperhatikan

kesehatan bibit mangrove, dan mengatur tata ruang antara pemukiman warga

dengan wilayah mangrove, serta membuang sampah pada tempatnya. Kemudian

restorasi komunitas mangrovemeliputi: konservasi dan pengembalian spesies

yangpernah ada, spesies yang memiliki daerah jelajah luas, dan burung-burung

migran; mendaur-ulangnutrien dan menjaga keseimbangan nutrisi padamuara

sungai; melindungi jaring-jaring makanan padahutan mangrove, muara, dan laut;

menjaga habitatfisik dan tempat pembesaran anakan berbagai spesies laut

komersial; melindungi lahan dari badai,menjaga garis pantai, dan mengendapkan

lumpur; meningkatkan kualitas dan kejernihan air dengan menyaring dan

menjebak sampah dan sedimen yangdibawa air permukaan dari hulu sungai. Pada

akhirnya, preservasi ekosistem mangrove membantu menjaga keseluruhan kondisi

alami dan keindahanpanorama muara sungai dan nilai ekonomi kawasan pesisir

(Setyawan dkk, 2014).

Kondisi lingkungan di Teluk Penyu sudah memprihatinkan dimana

terdapat limbah minyak dari pertamina. Minyak tersebut mencemari pesisir laut,

apabila sudah lama minyak terdpat diperairan maka akan menggumpal serta

menempel pada tumbuhan mangrove di sekitar pesisir pantai tersebut, lambatnya

penanganan menurut salah satu warga sekitar, hal itu berakibat terhadap tambak

serta ekosistem mangrove serta habitat yang menghuni di wilayah tersebut,

tumpahan minyak mentah sangat berbahaya bagi tumbuhan mangrove maupun


hewan – hewan yang hidup di perairan sekitarnya, seperti invertebrata dan ikan –

ikan. Kemudian terdapat permasalahan sampah organic dan sampah anorganik

baik yang berasal dari pembuangan sampah masyarakat sekitar atau yang dibawa

oleh arus laut, sampah tersebut yang dapat membahayakan bagi habitat ekosistem

laut.

Saran untuk pemecahan masalah yang diteluk penyu adalah

Pembuangan sampah pada tempatnya agar tidak menimbulkan pencemaran. Hal

ini sesuai dengan (Arianto Choiron, 2013) Salah satunya dalam bentuk kontrol

terhadap lingkungan pantai yang berkaitan dengan limbah. Masyarakat dapat

menegur bila ada yang membuang sampah di tepi pantai. Bentuk ini merupakan

salah satu sisi lain masyarakat yang memiliki rasa tanggung jawab terhadap

kebersihan pantai.

Kondisi lingkungan yang ideal untuk mangrove di Tritih adalah daerah

mangrove tidak tercemar limbah domestic, pohon mangrove tumbuh dengan lebat

dan kokoh serta daerahnya terjaga kelestariannya. Sedangkan kondisi lingkungan

yang ideal untuk teluk penyu adalah bebas darisampah dan tumphan minyak,

udara di teluk penyu segar tidak terdapat polusi udara.

Tumbuhan Mangrove memiliki arti tersendiri bagi keberlangsungan

hidup kabupaten terluas di Jawa Tengah ini. Pasalnya, tumbuhan Mangrove

berguna untuk melindungi garis pantai dari abrasi atau pengikisan, serta

meredam gelombang besar, termasuk tsunami. Di Jepang, salah satu upaya

mengurangi dampak ancaman Tsunami adalah dengan memasang Green Belt atau
sabuk hijau hutan Mangrove. Kepariwisataan, agar diperoleh manfaat yang

optimal dari potensi sumber daya alam tersebut, kebijaksanaan pembangunan

bidang kehutanan didasarkan atas asas manfaat dan lestari serta konservasi

sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Selain memiliki fungsi ekologi, hutan Mangrove juga memiliki fungsi

sosial-ekonomi. Dengan mengusung konsep ekowisata, kawasan hutan Mangrove

yang dimiliki Kabupaten Cilacap bisa berdaya guna untuk mendongkrak potensi

ekonomi daerah lewat pengembangan kawasan wisata hutan Mangrove, sebagai

tempat rekreasi, pembangunan wisata hutan Mangrove Tritih dimaksudkan untuk

dapat menjadi sarana pendidikan dan ilmu pengetahuan sekaligus menumbuhkan

rasa cinta alam lingkungan, serta mengangkat taraf ekonomi masyarakat lokal.

Mangrove itu sendiri dapat dijadikan Ekstraks galih kayu Avicennia alba dan A.

officinalis dapat digunakan sebagai tonik; buah Rhizophora spp. dan Sonneratia

caseolaris secara berturutturut dapat dijadikan tuak dan sari buah. Nira bunga N.

fruticans dapat diolah menjadi gula merah dan tuak, karena kandungan

sukrosanya yang tinggi. Nipah juga dapat menghasilkan minyak goreng, daunnya

untuk kertas rokok, dan abunya untuk sumber garam (Bandaranayake, 1998 dalam

Ahmad & Kusumo, 2006).

Pemanfaatan Potensi sumber daya alam yang dapat didayagunakan

dalam kawasan pantai Teluk penyu dan sekitarnya dapat dikelompokkan menjadi

dua kategori, yaitu kegiatan wisata dan non-wisata yang menunjang kegiatan

wisata. Pariwisata pantai atau pesisir dapat dikembangkan dengan strategi


pembangunan yang memanfaatkan modal sosial masyarakat, khususnya rasa

saling memiliki masa depan bersama dan bekerja sama sehingga mengoptimalkan

kualitas dan kuantitas jaringan, komunikasi, inisiatif, inovasi dan kemampuan

adaptasi terhadap perubahan lingkungan serta kelestarian lingkungan hayati.

Pendayagunaan potensi sumber daya alam melalui kegiatan wisata antara lain:

perahu wisata biasa, pancing wisata, ski air, areal pasir putih, areal kamping

(camping ground), serta komplek peristirahatan (bungalow) dengan latar belakang

panorama laut. Sedangkan kegiatan non wisata, antara lain: budidaya rumput laut,

budidaya/pembesaran ikan jaring apung, perikanan tradisional di sekitar

kawasan, serta pendidikan dan penelitian. Kegiatan-kegiatan tersebut ditata

sedemikian rupa sehingga setiap kegiatan memiliki daerah tertentu, menjelaskan,

groin adalah bangunan pelindung pantai yang direncanakan untuk

menahan/menangkap angkutan pasir sehingga pantai menjadi stabil (Aulia et al.,

2016).

Fungsi yang sangat mendasar yang dapat dilakukan di kawasan Teluk

Penyu dan sekitarnya antara lain: • Sebagai wahana konservasi sumber daya

hayati pesisir dan lautan dalam rangka upaya perlindungan kawasan dan

pelestarian sumber daya yang ada. • Sebagai wahana penelitian (research) dan

pemantauan (monitoring) sumber daya hayati, meliputi sarana dan pra sarana

penelitian dan penyebarluasan informasi. • Sebagai wahana partisipasi

masyarakat dari segala lapisan, baik lokal maupun non-lokal dalam rangka

pendidikan dan pembinaan yang berwawasan linkungan sehingga pembudayaan


sadar dan cinta lingkungan dapat dicapai. • Sebagai wahana pemanfaatan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang meliputi kegiatan wisata alam dan

usaha perikanan yang bersahabat dengan lingkungan (Iwang, 2018)

Upaya untuk menjaga kondisi lingkungan hutan mangrove di tritih dan

pantai teluk penyu , mengajak para penjaga tambak untuk membersihkan sampah-

sampah yang telah menutupi hutan mangrove di daerah mereka. tak hanya

membersihkan, mereka juga menanam bibit-bibit mangrove di lahan mangrove

yang sudah gundul karena pohon-pohon mangrove yang ditebang untuk diambil

kayunya oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Kemudian

dilakukannya rehabilitasi hutan mangrove , Proses rehabilitasi mangrove dapat

dilakukan dengan penanaman mangrove disepanjang pantai, terutama pada

pantai-pantai yang telah mengalami hutan mangrove. Ada beberapa cara yang

dapat dilakukan dalam tahapan yang dilakukan dalam upaya pelestarian hutan

mangrove : (1) pemilihan tempat; (2) pengadaan benih; (3) penanaman; (4)

pemeliharaan tanaman. (Iwang, 2018).


V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran Commented [YN13]: lengkapi ya
DAFTAR PUSTAKA Commented [YN14]: antar judul di beri spasi ya

Abowei. 2009. Angkutan Sedimen Pada Muara Sungai Palu. Palu : Universitas
Tadulako.
Ahmad Dwi Setyawan Dan Kusumo Winarno. 2006. Pemanfaatan Langsung
Ekosistem Mangrove Di Jawa Tengah Dan Penggunaan Lahan Di
Sekitarnya; Kerusakan Dan Upaya Restorasinya. Biodiversitas. Vol. 7 (3):
282-291.
Arianto Choiron. (2013). “Makalah Pencemaran Laut”.Online.http://gudangilmu-
arianto. blogspot.com/2013/05/makalahpencemaran-laut_7. html?m=0.
Astrini., Suryono., Rudhi Pribadi. 2014. Macam macam ekosistem. Penebar Swadaya:
Jakarta.
Aulia Yustian,Denny Nugroho. S, Dwi Haryo Ismunarti. 2016. Studi Efektivitas
Groin Terhadap Perubahan Garis Pantai Di Pantai Teluk Penyu Kabupaten
Cilacap. Jurnal Oseanografi. Vol. 5 (3) : 406 –414.
Effendi, M.I. 2003. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara.
Fendra. 2015. Kajian Konservasi Ekosistem Mangrove Di Desa Pasar Banggi,
Kabupaten Rembang. Jurnal Of Marine Research, 2(2): 55 – 64.
Gemilang, W.A., dan Kusumah, G. 2017. Status indeks pencemaran perairan
kawasan mangrove berdasarkan penilaian fisika-kimia di pesisir Kecamatan
Brebes Jawa Tengah. EnviroScienteae, 13(2), 171-180.
Gufran dan Baso, 2007 . Acomprehensive review on water quality parameters
estimation using remote sensing techniques. Sensors, 16(8): 1298.
Hamuna, B., Tanjung, R. H., Suwito, S., Maury, H. K., & Alianto, A. 2018. Kajian
Kualitas Air Laut dan Indeks Pencemaran Berdasarkan Parameter Fisika-
Kimia di Perairan Distrik Depapre, Jayapura. Jurnal Ilmu Lingkungan, 16(1),
35-43.
Hutabarat, S., dan Evans, S.M. 1986. Pengantar Oseanografi. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Mcilroy, R.J. 2010. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Pradnya Paramita,
Jakarta. hlm 32, 123-125.
Iwang Gumilar. 2018. Partisipasi Masyarakat Pesisir Dalam Pelestarian Ekosistem
Hutan Mangrove. Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Dan Humaniora. Vol. 20 (2) : 145 – 153.
Megawati, C., Yusuf, M., dan Maslukah, L. 2014. Sebaran kualitas perairan ditinjau
dari zat hara, oksigen terlarut dan pH di perairan selatan Bali Bagian
Selatan. Jurnal Oseanografi, 3(2): 142-150.
Mustafa, A. dan E. Ratnawati. 2010. Faktorfaktor dominan yang mempengaruhi
produktivitas tambak di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. J. Riset
Akuakultur, 2 (1):117-133.
Nonji, A. 2002. Laut Nusantara. Jakarta: Penerbit Djambatan.
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. Philadelphia: W.B Sounders Company
Ltd.
Patty, S. I. 2013. Distribusi Suhu, Salinitas dan Oksigen Terlarut di Perairan Kema,
Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Planax, 1(3).
Patil P.P., Ware A. L., Aher S.J., Musmade, D.S., Gajere, S.P. 2012. Simultaneous Ratio
Derivative Spectrophotometric Estimation Of Aceclofenac and Tizandine With
Paracetamol in Combination Solid Dosage Forms. International Research Journal
of Pharmacy. 3 (8): 205 - 208
Rantih Isyrini, Shinta Werorilangi, Supriadi Mashoreng, Ahmad Faizal, Akbar Tahir,
Rastina Rachim. 2017. Karakterisasi Kondisi Kimia-Fisika Lingkungan Pada
Tingkatan Densitas Mangrove Yang Berbeda Di Ampallas, Kabupaten Mamuju,
Sulawesi Barat. SPERMONDE. Vol. 2(3): 43-49.
Rokhimin, 2012. Pencemaran Pesisir dan Laut. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Salim, D., Yuliyanto, Y., & Baharuddin, B. 2017. Karakteristik Parameter
Oseanografi Fisika-Kimia Perairan Pulau Kerumputan Kabupaten Kotabaru
Kalimantan Selatan. Jurnal Enggano, 2(2): 218-228.
Sasongko, B. Endar., Endang Widyastuti., dan Rawuh Edy Priyono. 2014. Jurnal
Ilmu Lingkungan, 12 (2): 72–82.
Siagian, Maju., Asmika H. Simarmata. 2015. Provil Vertikal Oksigen Terlarut di Danau
Oxbow Pinang Dalam, Desa Buluh Cina-Siak Hulu, Kabupaen Kampar, Provinsi
Riau. Jurnal Akuatika. 6 (1): 87 – 94
Siahaan, 2015. Partisipasi Masyarakat Dan Nelayan Dalam Mengurangi
Pencemaran Air Laut Di Kawasan Pantai Manado-Sulawesi Utara. Jurnal
Sosioteknologi, 13(1).
Simanjuntak, M. 2009. Hubungan faktor lingkungan kimia, fisika terhadap
distribusi plankton di perairan Belitung Timur, Bangka Belitung. Journal of
Fisheries Sciences, 11(1): 31-45.
Sudarman, 2011. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Cetakan Kelima. Yogjakarta: Kanisius.
Suhardiyanto, Suhardiyanto (2018) KARAKTERISTIK DAN INDEKS KESESUAIAN
WISATA MANGROVE DI PANTAI RANDUTATAH KECAMATAN PAITON
KABUPATEN PROBOLINGGO JAWA TIMUR. Bachelors Degree (S1) thesis,
University of Muhammadiyah Malang.
Tarumingkeng, 2001. Analisis potensi sumberdaya laut dan kualitas perairan
berdasarkan parameter fisika dan kimia di pantai timur Kabupaten Bangka Tengan.
Bangka.
Timotius, 2003. Penetuan Kadar Nitrat. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Oceanologi. Jakarta: Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Tomlinson, 1994. Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.
Triyanti Anasiru, 2006. Pengantar Oseanografi. Bahan Ajar. ITB.
Wihardjaka. A. 2015. Mitigation of Methane Emission Through Lowland
Management. J. Litbang Pert, 34(3): 95-104.
Yanuar Rustrianto Buwono. 2017. Identifikasi Dan Kerapatan Ekosistem Mangrove Di
Kawasan Teluk Pangpang Kabupaten Banyuwangi. Jurnal Ilmu Perikanan. Vol. 8
(1). ISSN:2086-3861.

Anda mungkin juga menyukai