Disusun oleh :
Kelompok 2/Perikanan B
Togi Martin Panjaitan 2301101900
43
Ma’wa Aulia Fachrani 2301101900
55
Dita Nuriyah 2301101900
56
Gilbran M Ramadhani 2301101900
60
Fikri Fadillah Wibowo 2301101900
62
Ayudia Kusuma Dewi 2301101900
74
Wulung Setrayudha 2301101900
80
1
2
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah parasite dan penyakit ikan ini.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta
keluarga, sahabat dan umatnya hingga akhir zaman.
Makalah yang berjudul “Klasifikasi, Morfologi, Siklus Hidup, Gejala Klinis dan Pencegahan
parasite Culex sp, Cybister sp, dan Belastoma sp ” dapat dibuat untuk memenuhi tugas makalah
parasite dan penyakit ikan pada Program Studi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Padjadjaran. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Allah subhanahu wata’ala,
Orangtua, Dosen pengampu mata kuliah, teman-teman beserta seluruh pihak yang mendukung
dan memberi masukan agar makalah ini bisa dibuat sebaik mungkin.
Penulis telah berusaha sebaik mungkin dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan saran dan masukan yang membangun bagi penulis. Akhir kata,
penulis berharap semoga laporan praktikum yang telah disusun dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL..........................................................................................................................iv
BAB I...............................................................................................................................................5
PENDAHULUAN...........................................................................................................................5
1.1. Latar Belakang..................................................................................................................5
1.2. Rumusan masalah.............................................................................................................5
1.3. Tujuan penulisan...............................................................................................................5
BAB II.............................................................................................................................................7
PEMBAHASAN..............................................................................................................................7
2.1. Culex sp.............................................................................................................................7
2.2. Cybister sp.......................................................................................................................13
2.3. Belastoma sp...................................................................................................................17
BAB III..........................................................................................................................................21
PENUTUPAN................................................................................................................................21
3.1. Kesimpulan.....................................................................................................................21
3.2. Kritik dan saran...............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................23
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Pada perairan alami, penyakit dapat mengakibatkan kerugian ekonomis. Karena penyakit
dapat menyebabkan kekerdilan, periode pemiliharaan lebih lama, tingginya konversi pakan,
tingkat padat tebar yang rendah dan Sehingga dapat mengakibatkan menurunnya atau hilang
produksi. Timbulnya serangan penyakit adalah hasil interaksi yang tidak sesuai antara
hospek, kondisi lingkungan dan organisme penyebab penyakit. Interaksi yang tidak serasi
tersebut dapat menimbulkan stress pada ikan, nafsu makan menurun, yang selanjutnya
menyebabkan mekanisme pertahanan tubuh tidak bekerja secara optimal, akhirnya infeksi
dan infestasi penyakit mudah masuk (Afrianto dan Liviawati, 1992).
5
6
3) Mengetahui gejala klinis dan penanganan pada organisme yang terserang Culex sp,
Cybister sp dan Belastoma sp
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Culex sp
Klasifikasi
Culex sp, adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit yang penting
seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese enchepalitis, St Louisencephalitis. Dalam
morfologinya nyamuk memiliki tiga bagian tubuh umum: kepala, dada, dan perut.
Menurut Damayanti (2018) klasifikasi dari nyamuk Culex adalah :
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Subordo : Nematocera
Familia : Culicidae
Subfamilia : Culianeae
Genus : Culex
Spesies : Culex sp.
Gambar 1. Culex sp
Morfologi
Nyamuk Culex sp. mempunyai ukuran kecil sekitar 4-13 mm dan tubuhnya rapuh. Pada
kepala terdapat probosis yang halus dan panjangnya melebihi panjang kepala. Probosis pada
nyamuk betina digunakan sebagai alat untuk menghisap darah, sedangkan pada nyamuk
jantan digunakan untuk menghisap zat-zat seperti cairan tumbuh-tumbuhan, buah-buahan
dan juga keringat. Terdapat palpus yang mempunyai 5 ruas dan sepasang antena dengan
jumlah ruas 15 yang terletak di kanan dan kiri probosis. Pada nyamuk jantan terdapat
rambut yang lebat (plumose) pada antenanya, sedangkan pada nyamuk betina jarang
7
8
terdapat rambut (pilose) (Sutanto, 2011). Sebagian besar thoraks yang terlihat (mesonotum)
dilingkupi bulu-bulu halus. Bagian belakang dari mesonotum ada skutelum yang terdiri dari
tiga lengkungan (trilobus). Sayap nyamuk berbentuk panjang akan tetapi ramping, pada
permukaannya mempunyai vena yang dilengkapi sisik-sisik sayap (wing scales) yang
letaknya menyesuaikan vena (Sitohang, 2013). Terdapat barisan rambut atau yang biasa
disebut fringe terletak pada pinggir sayap. Abdomen memiliki 10 ruas dan bentuknya
menyerupai tabung dimana dua ruas terakhir mengalami perubahan fungsi sebagai alat
kelamin. Kaki nyamuk berjumlah 3 pasang, letaknya menempel pada toraks, setiap kaki
terdiriatas 5 ruas tarsus 1 ruas femur dan 1 ruas tibia (Hoedojo, 2008)
Panjang palpus maxillaries nyamuk jantan sama dengan proboscis. Bagian toraks
nyamuk terdiri atas 3 bagian yaitu protoraks, mesotoraks dan metatoraks. Bagian metatoraks
mengecil dan terdapat sepasang sayap yang mengalami modifikasi menjadi halter. Abdomen
terdiri atas segmen tanpa bintik putih di tiap segmen (Astuti, 2011). Ciri lain dari nyamuk
Culex adalah posisi yang sejajar dengan bidang permukaan yang dihinggapi saat istirahat
atau saat menusuk dengan kaki belakang yang sedikit terangkat. Genus Culex tumpul dan
badannya yang penuh dengan sisik-sisik. Selain itu, struktur yang membedakan genus ini
dengan genus yang lain adalah struktur yang disebut pulvilus yang berdekatan dengan kuku
diujung kaki nyamuk.
Ciri Secara Umum :
a. Telur : lonjong seperti peluru
b. Larvasifon : panjang dan bulunya lebih dari satu pasang
c. Fase dewasa :abdomen bagian ujung tumpul, warna cokelat muda tanpa tanda khas
d. Sayap : sisik sempit panjang dengan ujung runcing
e. Peran medis :sebagai vektor filariasis dan penyakit Japanese B. encephalitis 10
f. Perilaku : menghisap darah pada malam hari
g. Habitat : air jernih dan air keruh
9
Keterangan :
1 : Kaki belakang 6 : Torak
2 : Kepala 7 : Kaki tengah
3 : Palp besar 8 : Abdomen
4 : Palp kecil 9 : Sayap
5 : Belalai 10 : Antena
Siklus Hidup
Menurut Herdiana (2015), siklus hidup nyamuk Culex sp. secara sempurna meliputi 4
tahap, yaitu :
10
1. Stadium Telur
Telur Seekor nyamuk betina dapat menempatkan 100-400 butir telur pada tempat
peindukan. Sekali bertelur menghasilkan 100 telur dan biasanya dapat 12 bertahan selama
6 bulan. Telur akan menjadi jentik setelah sekitar 2 hari. Warna telur yang baru
diletakkan adalah putih, kemudian warnanya berubah menjadi coklat setelah 1-2 jam.
Telur nyamuk Culex sp. berbentuk menyerupai peluru senapan. Di atas permukaan air,
nyamuk Culex sp menempatkan telurnya secara menggerombol dan berkelompok untuk
membentuk rakit. Oleh karena itu mereka dapat mengapung di atas permukaan air
(Borror, 1992 dalam Rahmi, 2018).
2. Stadium Larva
Telur akan mengalami penetasan dalam jangka waktu 2-3 hari sesudah terjadi kontak
dengan air. Faktor temperatur, tempat perkembang biakan, dan keberadaan hewan
11
Nyamuk Culex mempunyai 4 tingkatan atau instar sesuai dengan pertumbuhan larva
tersebut, yaitu :
1) Larva instar I, berukuran paling kecil yaitu 1 – 2 mm atau 1 – 2 hari setelah
menetas. Duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong pernafasan pada
siphon belum jelas.
2) Larva instar II, berukuran 2,5 – 3,5 mm atau 2 – 3 hari setelah telur menetas.
Duri-duri belum jelas, corong kepala mulai menghitam.
3) Larva instar III, berukuran 4 – 5 mm atau 3 – 4 hari setelah telur menetas. Duri-
duri dada mulai jelas dan corong pernafasan berwarna coklat kehitaman.
4) Larva IV, berukuran paling besar yaitu 5 –6 mm atau 4 – 6 hari setelah telur
menetas, dengan warna kepala (Astuti, 2011).
12
3. Stadium Pupa
Tubuh pupa berbentuk bengkok dan kepalanya besar. Sebagian kecil tubuh pupa
kontak dengan permukaan air, berbentuk terompet panjang dan 14 ramping, setelah 1-2
hari akan menjadi nyamuk Culex (Astuti, 2011) Pada stadium ini tidak membutuhkan
nutrisi dan berlangsung proses pembentukan sayap sampai mampu terbang. Kemudian
akan keluar dari larva dan menjadi nyamuk yang sudah bisa terbang dan meninggalkan
air (Rahmi, 2018)
4. Stadium Dewasa
Ciri-ciri nyamuk Culex dewasa adalah berwarna hitam belang-belang putih,
kepala berwarna hitam dengan putih pada ujungnya. Pada bagian thorakter dapat 2 garis
putih berbentuk kurva (Astuti, 2011). Nyamuk jantan dan betina akan melakukan
perkawinan setelah keluardari pupa. Seekor nyamuk betina akan melakukan aktivitas
menghisap darah dalam waktu 24-36 jam setelah dibuahi oleh nyamuk jantan. Untuk
proses pematangan telur sumber protein yang paling penting adalah darah. Perkembangan
nyamuk mulai dari telur sampai dewasa membutuhkan waktu sekitar 10 sampai 12 hari
(Wibowo, 2010)
13
Gejala Klinis
Salah satu penyakit dari culex sp dimana pembawanya atau carry merupakan hewan yaitu
Japanese encephalitis yang bersifat zoonosis, yaitu penyakit yang menular dari hewan ke
manusia. Penyakit ini menular melalui gigitan nyamuk Culex tritaeniorrhynchus dimana
Babi dan burung adalah sumber penularan utama. (Mina Septiani and Sabarinah Prasetyo
2019).
Pencegahan
Untuk pencegahan penyakit ini dapat menggunakan ikan sebagai pengontrolnya yang
digunakan untuk pengendalian, karena ikan dapat digunakan sebagai pemakan larva
nyamuk culex sp ini. Ikan yang memangsa larva ikan ini adalah ikan kepala timah, ikan
mujaer, dan ikan nila.
2.2. Cybister sp
Klasifikasi
Menurut Leech dan Chandler (1971), klasifikasi Cybister sp adalah sebagai berikut :
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Caleoptera
Famili : Dytscidae
Genus : Cybister
Spesies : Cybister sp.
Cybister atau kumbang penyelam merupakan hewan yang bersifat predator yang berasal
dari kelompok kumbang air Dytiscidae. Hewan ini dapat ditemukan disemua perairan air
tawar diseluruh dunia (Foster 2014).
Morfologi
14
Cybister hidup berperan sebagai predator di ekosistem perairan air tawar, dengan cara
menghisap cairan tubuh dari benih ikan. Hewan ini memiliki rahang yang pendek namun
cukup tajam untuk merobek kulit ikan, lalu akan menghasilkan en Cybister dewasa dapat
berukuran panjang mencapai 2,5 cm, namun bervariasi pada setiap spesiesnya. Larva dari
Cybister menjadi predator efektif untuk larva nyamuk (Bay, 1974; Berman et al., 2000;
Lundkvist et al., 2003).
Gejala Klinis
Ucrit biasanya memangsa larva dan benih ikan yang ukurannya kecil dan baru ditebar.
Benih ikan cenderung hidup berkelompok, dimana ini merupakan santapan empuk bagi
ucrit. Larva hama ini memiliki gigi taring dan ujung ekor yang beracun, dua pasang
antena di kepala serta satu pasang mata di kiri dan kanan kepala. Caranya memangsa
adalah dengan menangkap benih ikan menggunakan ujung ekornya yang bercabang dua.
Selanjutnya menjepit badan ikan dengan taringnya hingga robek dan menggigitnya
sedikit demi sedikit.
Pencegahan
Larva Cybister sp. (Ucrit) merupakan makhluk yang senang hidup di tempat yang subur
atau banyak bahan organiknya, contohnya kolam yang dipupuk dengan kotoran ayam
kering. Untuk menguranginya, dapat dilakukan dengan cara membersihkan kolam secara
rutin dari gulma dan sampah organik. Pengambilan Ucrit dapat dilakukan secara manual
dengan menggunakan seser, dan tidak disarankan menggunakan tangan karena dapat
tersengat. Selain itu, penggunaan bahan kimia pun dapat dilakukan, yaitu dengan
menyemprotkan minyak tanah ke permukaan kolam. Setelah ucrit mati, barulah diganti
17
air kolam tersebut dengan air yang baru. Akan tetapi, penggunaan dengan metode ini
diperlukan kehati-hatian, karena dampaknya yang bisa merusak lingkungan sekitar.
Alternatif lain adalah menggunakan bahan pemberantas hama yang berasal dari bahan
organik, seperti ekstrak akar tuba, biji teh, daun tembakau dan lain-lain.
Berikut bahan ekstrak dari tumbuh-tumbuhan beserta dosisnya :
Tabel 1. Dosis obat pemberantas hama Cybister sp
2.3. Belastoma sp
Klasifikasi
Klasifikasi Belostoma menurut Leach 1815 adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Family : Belostomatidae
Genus : Belastoma
Spesies : Belostoma sp.
Morfologi
Belostoma termasuk dalam ordo hemiptera yang dimana anggota dari ordo hemiptera
mengalami metamorphosis tidak sempurna dan mempunyai mulut seperti jarum. Ukuran
belostoma dewasa bisa mencapai 10-12 cm. Belastoma ini memiliki tubuh ramping dan
6 kaki yang digunakan untuk mendayung saat berenang. Belostoma memiliki bentuk
tubuh yang pipih secara dorsoventral dan berwarna coklat, serta memiliki panjang
berkisar antara 2 - 2,5 cm (Arnett 2000). Belastoma memiliki tungkai belakang yang
kuat dan rata yang digunakan untuk berenang dan tungkai depan digunakan untuk
menangkap mangsa berupa hewan air seperti kecebong dan ikan kecil (Lilies, 1991).
Belostoma memiliki mata besar tetapi kekurangan oceli yang merupakan organ sensorik
yang mendeteksi intensitas cahaya (O'Toole 2009). Belostoma umumnya ditemukan di
lahan basah, rawa-rawa, dan kolam di seluruh Amerika Utara. Mereka hidup di antara
rumput liar dan menyukai kolam dengan dasar berlumpur (Arnett 2000).
Siklus Hidup
Kepik mengalami tiga tahap deformasi (metamorfosis) dalam hidupnya, yaitu
telur, nimfa dan dewasa. Bentuk perubahan tersebut antara lain metamorfosis sederhana /
tidak sempurna (Endang, Liliek P. 2005, hal 9).
a. Telur
Menurut Endang, Liliek P. (2005, hal 9) mengatakan: “Telur kepik
panjang, silindris, melengkung, bulat, dan ada yang berbentuk seperti drum.
Induk betina meletakkan telur satu persatu pada daun atau batang,
dibenamkan dalam jaringan tumbuhan, diselipkan dicelah – celah kayu,
dimasukan dalam tanah atau dibiarkan di permukaan tanah kemudian ditutup
dengan serasah.’’
b. Nimfa
Menurut Endang, Liliek P. (2005, hal 10) mengatakan: "Kepik yang baru
menetas hidup berkelompok, dan setelah istar ketiga atau keempat akan
menyebar ke tempat yang jauh untuk hidup sendiri atau berkelompok sampai
dewasa". Makanan nimfa dan dewasanya sama. Bentuk nimfa dan sosok
dewasa hampir sama, hanya pada nimfa, sayap belum tumbuh sempurna.
Nimfa melewati 5 tahap molting atau disebut istar, dan prosesnya hanya
membutuhkan waktu beberapa minggu.
c. Dewasa
Bentuk kepik dewasa masih sama dengan nimfa, namun pertumbuhan
sayap dan organ reproduksinya sempurna (Endang, Liliek P. 2005, hal 10)
Gejala Klinis
Ikan yang kurus merupakan salah satu gejala dari Belostoma sp karena Belostoma sp ini
menghisap cairan tubuh pada ikan tersebut yang membuat ikan tersebut kehilangan bobot
tubuhnya.
20
Pendarahan
Pendarahan pada ikan normalnya disebabkan oleh luka akibat predator, luka gesekan, infeksi
parasite, dan lain-lain.
Kematian
Belostoma sp akan menyerap cairan tubuh mangsanya sampa dimana mangsa tersebut
mati.
Pencegahan
Belostoma sp umumnya aktif pada malam hari dan biasanya mahluk ini akan terbang
dari satu kolam ke kolam yang lain sehingga sulit diberantas. Untuk penanggulanganya
kolam/tambak biasanya disemprotkan dengan pestisida secara teratur yang dapat
memberantas Belostoma sp. Belostoma sp menyukai rumput liar dan kolam dengan
dasar yang berlumpur oleh karena itu kolam/tambak harus teratur dibersihkan. Salah
satu cara memberantas Belostoma sp ini juga dengan cara melakukan pemberantasan
dini terhadap larva Belostoma sp pada tempat penetasan tersebut agar dapat mengurangi
sebaran spesies tersebut.Cara alternative lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan
membudidaya jenis ikan pemakan larva serangga
BAB III
PENUTUPAN
3.1. Kesimpulan
Pada perairan alami, penyakit dapat mengakibatkan kerugian ekonomis. Karena penyakit
dapat menyebabkan kekerdilan, periode pemiliharaan lebih lama, tingginya konversi pakan,
tingkat padat tebar yang rendah dan Sehingga dapat mengakibatkan menurunnya atau hilang
produksi. Timbulnya serangan penyakit adalah hasil interaksi yang tidak sesuai antara
hospek, kondisi lingkungan dan organisme penyebab penyakit. Interaksi yang tidak serasi
tersebut dapat menimbulkan stress pada ikan, nafsu makan menurun, yang selanjutnya
menyebabkan mekanisme pertahanan tubuh tidak bekerja secara optimal, akhirnya infeksi
dan infestasi penyakit mudah masuk (Afrianto dan Liviawati, 1992).
Culex sp. mempunyai ukuran kecil sekitar 4-13 mm dan tubuhnya rapuh. Pada kepala
terdapat probosis yang halus dan panjangnya melebihi panjang kepala. Probosis pada
nyamuk betina digunakan sebagai alat untuk menghisap darah, sedangkan pada nyamuk
jantan digunakan untuk menghisap zat-zat seperti cairan tumbuh-tumbuhan, buah-buahan dan
juga keringat. Salah satu penyakit dari culex sp dimana pembawanya atau carry merupakan
hewan yaitu Japanese encephalitis yang bersifat zoonosis, yaitu penyakit yang menular dari
hewan ke manusia. Untuk pencegahan penyakit ini dapat menggunakan ikan sebagai
pengontrolnya yang digunakan untuk pengendalian, karena ikan dapat digunakan sebagai
pemakan larva nyamuk culex sp ini.
Cybister hidup berperan sebagai predator di ekosistem perairan air tawar, dengan cara
menghisap cairan tubuh dari benih ikan. Hewan ini memiliki rahang yang pendek namun
cukup tajam untuk merobek kulit ikan, lalu akan menghasilkan en Cybister dewasa dapat
berukuran panjang mencapai 2,5 cm, namun bervariasi pada setiap spesiesnya. Cybister aktif
pada siang hari dan jumlahnya sangat banyak. Pada fase dewasa sebagian besar waktunya
dihabiskan dibawah air, namun begitu Cybister mampu mendapatkan oksigen dengan
memecah lapisan permukaan air. Ucrit biasanya memangsa larva dan benih ikan yang
ukurannya kecil dan baru ditebar. Benih ikan cenderung hidup berkelompok, dimana ini
merupakan santapan empuk bagi ucrit. Larva hama ini memiliki gigi taring dan ujung ekor
21
22
yang beracun, dua pasang antena di kepala serta satu pasang mata di kiri dan kanan kepala.
Pengambilan Ucrit dapat dilakukan secara manual dengan menggunakan seser, dan tidak
disarankan menggunakan tangan karena dapat tersengat. Selain itu, penggunaan bahan kimia
pun dapat dilakukan, yaitu dengan menyemprotkan minyak tanah ke permukaan kolam.
Setelah ucrit mati, barulah diganti air kolam tersebut dengan air yang baru.
Belostoma termasuk dalam ordo hemiptera yang dimana anggota dari ordo hemiptera
mengalami metamorphosis tidak sempurna dan mempunyai mulut seperti jarum. Ukuran
belostoma dewasa bisa mencapai 10-12 cm. Ukuran Belostoma sp relatif besar dan mereka
biasanya mernyerang berudu atau ikan ikan kecil dengan cara menghisap cairan tubuh
mereka, tidak jarang juga Belostoma sp ini menyerang telur ikan selama ada nutrisi
didalamnya. Untuk penanggulanganya kolam/tambak biasanya disemprotkan dengan
pestisida secara teratur yang dapat memberantas Belostoma sp. Belostoma sp menyukai
rumput liar dan kolam dengan dasar yang berlumpur oleh karena itu kolam/tambak harus
teratur dibersihkan.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun sangat penulis butuhkan untuk kesempurnaan penulisan makalah
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arnett, R. H. (2000). American Insects: A Handbook of the Insects of America North of Mexico.
CRC press, 2, 284.
Borror, 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga, edisi VI. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Damayanti, 2018, Patogenitas dan Gejala Klinis Kelas Insecta (Nyamuk Culex sp). Diploma
thesis, Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kebumen. 2017. Buku Saku Hama dan Penyakit Ikan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kebumen. 219 hal.
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. 2013. Paket Keahlian : Budidaya Ikan
Dasar-Dasar Budidaya Perairan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, Jakarta. 290 hal.
Endang, Liliek P. (2005). Mengenal Kerabat Kepik . Jakarta: LIPI
Foster, GN dan Bilton, DT (2014). "The Conservation of Predaceous Diving Beetles: Knowns,
Unknowns and Anecdotes". In D.A. Yee (ed.). Ecology, Systematics, and the Natural
History of Predaceous Diving Beetles (Coleoptera: Dytiscidae). pp. 437–462
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 3 untuk SMK. Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah,
Departemen Pendidikan Nasional.
Hahn, Carl Wilhelm; Herrich-Schäffer, G. A. W. 1831. Die wanzenartigen Insecten : getreu nach
der Natur abgebildet und beschrieben / von Dr. Carl Wilhelm Hahn.
Hoedojo, 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran, edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Ladreyt.H.et.al.2019. How Central Is the Domestic Pig in the Epidemiological Cycle of Japanese
Encephalitis Virus? A Review of Scientific Evidence and Implications for Disease
Control.Paris.National Center for biotechnology information
Leech, HB. dan H.P. Chandler. 1971. Aquatic Insect of California, with Keys to North Amerivan
Genera and California Species. London University of California. Press Berkeley Los
Angeles.
Lilies, Christina. S. 1991. Kunci Determinasi Serangga. Program Nasional Pelatihan dan
Pengembangan Pengendalian Hama Terpadu. Yogyakarta : Kanisius. 223 Hal
Mansfield.L.K.2017. Japanese encephalitis virus infection, diagnosis and control in domestic
animals.Addlestone. Animal and Plant Health Agency.
23
24