Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PARASIT DAN PENYAKIT IKAN

Klasifikasi, Morfologi, Siklus Hidup, Gejala Klinis dan


Cara Penanggulangan
Benedia sp. dan Transversotrema sp.
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Parasit
dan Penyakit Ikan, Semester Genap

Disusun oleh :
Kelompok 2/Perikanan B
Togi Martin Panjaitan 2301101900
43
Ma’wa Aulia Fachrani 2301101900
55
Dita Nuriyah 2301101900
56
Gilbran M Ramadhani 2301101900
60
Fikri Fadillah Wibowo 2301101900
62
Ayudia Kusuma Dewi 2301101900
74
Wulung Setrayudha 2301101900
80

UNIVERSITAS PADJADJARAN

1
2

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

PROGRAM STUDI PERIKANAN JATINANGOR

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah parasite dan penyakit ikan ini.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta
keluarga, sahabat dan umatnya hingga akhir zaman.
Makalah yang berjudul “Klasifikasi, Morfologi, Siklus Hidup, Gejala Klinis dan Pencegahan
parasite Benedia sp. dan Transversotrema sp.” dapat dibuat untuk memenuhi tugas makalah
parasite dan penyakit ikan pada Program Studi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Padjadjaran. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Allah subhanahu wata’ala,
Orangtua, Dosen pengampu mata kuliah, teman-teman beserta seluruh pihak yang mendukung
dan memberi masukan agar makalah ini bisa dibuat sebaik mungkin.
Penulis telah berusaha sebaik mungkin dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan saran dan masukan yang membangun bagi penulis. Akhir kata,
penulis berharap semoga laporan praktikum yang telah disusun dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak.

Jatinangor, Februari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL..........................................................................................................................iv
BAB I...............................................................................................................................................5
PENDAHULUAN...........................................................................................................................5
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................................................6
BAB II.............................................................................................................................................7
PEMBAHASAN..............................................................................................................................7
2.1. Benedia sp.........................................................................................................................7
2.2. Transversotrema sp.........................................................................................................11
BAB III..........................................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................................14
3.2 Saran...................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................15

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Benedenia sp................................................................................................................8


Gambar 2. Monogenea pada insang ikan.......................................................................................9
Gambar 3. Transversotrema sp....................................................................................................11
Gambar 4. Ikan Zebra (B. rerio) …..............................................................................................13
Gambar 5. Melanoides sp.............................................................................................................13

iii
DAFTAR TABEL

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perikanan di Indonesia, khususnya di sektor budidaya memiliki potensi yang tinggi
untuk dikembangkan melalui ekstensfikasi maupun intensifikasi. Namun tentunya terdapat
beberapa kendala yang berdampak pada penurunan hasil produksi. Dalam budidaya
perikanan, merupakan hal lumrah apabila ikan terserang penyakit. Salah satu penyebabnya
adalah terkena infeksi penyakit. Menurut Subekti dan Mahasri (2010), parasit adalah
organisme yang memperoleh keuntungan dari organisme lain, sekaligus merugikan juga
bagi organisme yang menjadi inangnya. Berdasarkan predileksi, parasit dapat dibedakan
menjadi ektoparasit, endoparasit dan mesoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang hidup
pada bagian luar tubuh inang, endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam tubuh inang.
Sedangkan mesoparasit adalah parasit yang sebagian tubuh endoparasit dan sebagian
yang lain ektoparasit (Subekti dan Mahasri, 2010).
Monogenea dan Digenea merupakan jenis cacing-cacing yang sering menginfeksi
ikan, dikarenakan memiliki sikluk hidup yang mampu berkembang pesat di wadah
budidaya.Apabila monogonea berada pada sistem budidaya, maka akan meningkatkan
kerentanan dan kematian ikan menjadi tidak terkontrol. Jika terus dibiarkan, maka akan
mengakibatkan kerugian bagi para pembudidaya. Mengetahui dampak negatif tersebut,
maka perlu dilakukan penanganan yang tepat dan efektif. Untuk itu, dengan adanya
makalah ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi bagi para pembaca untuk
meningkatkan mutu ikan tawar.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang pembuatan makalah ini, adapun rumusan masalah yang
mendasari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Apakah yang dimaksud dengan parasit?
2) Bagaimana morfologi dan siklus hidup dari Benedia sp. dan Transversotrema sp.?
3) Bagaimana gejala klinis dan penanganan pada organisme yang terserang Benedia sp.
dan Transversotrema sp.?

5
6

1.3 Tujuan Penulisan

Berkaca dari rumusan masalah yang mendasari pembuatan makalah ini, adapun
tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1) Mengetahui segala hal yang berkaitan dengan parasit
2) Mengetahui morfologi dan siklus hidup dari Benedia sp. dan Transversotrema sp.
3) Mengetahui gejala klinis dan penanganan pada organisme yang terserang Benedia sp.
dan Transversotrema sp.
7

BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Benedia sp
 Klasifikasi
Menurut Grabda (1991), Benedenia sp. memiliki klasifikasi sebagai berikut :

Filum : Platyhelminthes

Kelas : Trematoda Monogenea

Ordo : Dactylogyridea

Famili : Capsylidae

Genus : Benedenia

Spesies : Benedenia sp.

 Morfologi

Menurut Ode (2014), Morfologi Benidenia sp. yaitu berbentuk oval (lonjong) dan
gepeng dengan sepasang sucker bulat (anterior sucker) pada tepi bagian depan dan
sebuah haptor besar (opisthapthor) pada tepi bagian belakang. Jithendran et al ., (2005)
menambahkan parasit memiliki ukuran tubuh 2,05-3,29 x 0,66-1,33 mm dan memiliki
dua pasang bintik mata pada bagian anterior dan posterior. Bintik mata bagian anterior
memiliki ukuran lebih kecil daripada posterior. Parasit ini bersifat ektoparasit yang
umunya dijumpai dijumpai pada bagian kulit, mata, rongga hidung dan insang (Subekti
dan Gunanti, 2010).
8

Gambar 1. Benedenia sp.


 Siklus Hidup

Siklus hidup dimulai dari telur hasil fertilisasi dikeluarkan oleh benedenia sp.
betina di perairan. Telur parasit akan menetas, dalam waktu 4-7 hari menjadi parasit
muda (oncomiracidium) yang menyerang permukaan tubuh dan menuju ke insang ikan.
Infestasi parasit ini dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan ikan, luka pada
permukaan kulit dan kerusakan epitel insang. Infestasi yang parah dapat mengakibatkan
kematian pada ikan jika berada dalam jumlah banyak (Rahayu, 2009).

 Gejala Klinis

Benedenia adalah parasit yang dikenal juga dengan nama cacing kulit karena
biasanya menempel pada bagian kulit ikan dan bisa menimbulkan iritasi kulit sebagai
titik masuk infeksi sekunder. Parasit ini bersifat ektoparasit yang umumnya dijumpai
pada bagian kulit,mata,rongga hidung dan insang (Subekti dan Gunanti 2010). Siklus
hidup dimulai dari telur parasite yang menetas,dallam waktu 4-7 hari menjadi parasite
muda (oncomiracidium) yang berenang.. Parasit ini biasanya lebih banyak menyerang
ikan pada ukuran kurang dari 200 g per ekor, hal ini dikarenakan antibodi pada ikan
ukuran tersebut masih lemah. Penyebaran penyakit ini sangat cepat dikarenakan parasit
Benedenia sp tumbuh dan berkembang di laut. Tanda yang umum terlihat bila ikan
terinfeksi parasit Benedenia sp antara lain umumnya menyebabkan ikan menghasilkan
lendir atau mucus  yang berlebihan,, menurunnya nafsu makan, berenang lemah,
pertumbuhan ikan terhambat , kerusakan pada epitel insang dan pada tingkat parah dapat
menimbulkan luka pada kulit dan membuka peluang terjadinya infeksi sekunder oleh
bakteri (Zafran, 2009). Infeksi yang parak akan menyebabkan kematian pada ikan jika
9

berada dalam jumlah banyak (Rahayu,2009). Ikan yang terkena serangan parasit
Benedenia sp mengalami gatal-gatal sehingga ikan menggesek-gesekkan badannya pada
jaring yang mengakibatkan timbulnya luka/borok dibagian tubuh. Luka/borok pada
bagian tubuh ikan mengakibatkan kondisi ikan yang tidak sehat dan nafsu makan ikan
terganggu, sehingga ikan akan mengalami kematian jika tidak ditangani dengan baik.

Gambar 2. Monogenea pada insang ikan


Fenomena keberadaan Benedenia sp. di hampir seluruh unit produksi budidaya
ikan laut di Kepulauan Riau diduga berkaitan dengan salinitas air yang mendukung
perkembangan Benedenia sp. (Tabel 2). Menurut Ernst et al. (2005) salinitas sangat
menentukan periode embrionase Benedenia  sp., dimana inkubasi embrio Benedenia  sp.
terjadi pada kisaran salinitas 20, 30 dan 35 ‰ sementara inkubasi fase telur terjadi pada
salinitas 20 dan 50 ‰.

 Pencegahan

Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pembudidaya untuk mengendalikan
infeksi parasit dan virus ini adalah dengan melakukan aktivitas pencegahan yang meliputi
tindakan: (1) desinfeksi seluruh peralatan dan bahan yang digunakan selama proses
produksi, (2) aplikasi sistem biosecurity di seluruh unit produksi, (3) vaksinasi dan (4)
peningkatan sistem kekebalan tubuh ikan. Upaya peningkatan sistem kekebalan tubuh
inang agar lebih tahan terhadap infeksi jenis pathogen tertentu menjadi sebuah pilihan
utama sejak penggunaan antibiotika dan bahan kimia lainnya dilarang karena selain
menimbulkan resistensi pada mikroorganisme tertentu (Defoirdt et al., 2007), juga
10

menyebabkan alergi pada manusia akibat residu antibiotika dan bahan kimia (Alderman
dan Hastings, 1998; Cabello, 2006). Aplikasi probiotik juga dapat menjadi alternatif
dalam pengendalian penyakit karena selain dapat memperbaiki kualitas lingkungan,
probiotik juga dapat berfungsi untuk melindungi ikan dari infeksi mikroorganisme
patogen (Balcazar et al., 2006).
Pengobatan penyakit yang disebabkan oleh parasit Benedinia sp dilakukan dengan
cara merendam ikan dalam larutan formalin 250 ppm selama 1 jam. Selama pengobatan
diberi aerasi yang kuat. Pengobatan diulang sampai 3 hari berturut-turut (Kordi, 2011).
Parasit Benedenia sp tidak hanya menyerang permukaan tubuh tetapi juga mata.
Pengamatan Benedenia sp pada ikan sangat sulit karena parasit yang aktif berwarna
transparan. Apabila dimasukkan ke dalam air tawar untuk beberapa menit mereka baru
kelihatan karena berubah warna menjadi keputihan (Sutarmat et. al., 2003). Pengamatan
Benedenia sp pada ikan sangat sulit karena parasit yang aktif berwarna transparan,
sehingga dilakukan perendaman ikan dengan air tawar selama 10 menit agar parasit
Benedenia sp terlihat jelas. Perendaman ikan dengan air tawar ini baiknya dilakukan
bersamaan dengan pergantian jaring atau melihat kondisi ikan pada saat itu.
Petakan KJA yang memiliki jumlah kematian lebih dari 10 ekor pada hari tersebut
akan langsung diberi perlakuan dengan air tawar karena kemungkinan terserang penyakit
lebih besar. Biasanya ikan ukuran lebih dari 200 g diberi perlakuan 4 – 5 hari sekali
sedangkan ikan ukuran lebih dari 200 g diberi perlakuan satu minggu sekali (Gambar 2
dan 3). Setelah direndam dengan air tawar, ikan yang sudah mengalami luka/borok
dipindahkan ke jaring karantina untuk mencegah adanya infeksi sekunder oleh bakteri
pada bekas gigitan parasit. Untuk ikan yang berada pada jaring karantina dilakukan
perendaman air tawar dengan ditambahan larutan H2O2 dengan konsentrasi 32 % selama
10 menit sebanyak 15 ml dengan volume wadah yang digunakan 150 m3. Penggunaan
H2O2 ini diberikan ketika ikan sudah sangat parah. Setelah diberi obat, ikan dimasukkan
ke dalam kantong jaring karantina kembali agar pengobatan berjalan efisien. Semua
penyakit yang disebabkan oleh parasit ikan air laut akan mati dan dapat disembuhkan
dengan perendaman air tawar.
11

2.2. Transversotrema sp
 Klasifikasi

Klasifikasi menurut Soparkar, 1924

Kingdom : Animalia

Filum : Platyhelminthes

Kelas : Trematoda

Subkelas : Digenea

Ordo : Plagiorchiida

Famili : Transversotrematidae

Genus : Transversotrema

Gambar 3 . Transversotrema sp.


12

 Morfologi
Transversotrema sp. Mempunyai bentuk melebar pada bagian badannya serta
memiliki duri yang halus. Mempunyai mulut yang terhubung langsung dengan pharynx,
mempunyai acetabulum berbentuk cawan, dan letaknya dibelakang lubang genital yang
letaknya ditengah dekat tepi anterior. Ukuran panjang tubuhnya 0,23 – 0,55 mm dan lebar
tubuhnya 0,46 0,90 mm. Pada saat dewasa Transversotrema sp akan berada dikulit
dibawah sisik ikan. Digenea dewasa mempunyai dua holdfasts, sebuah cincin di sekitar
mulut dan sebagai alat penghisap ( Walker 2001).
 Siklus Hidup
Kelas Trematoda biasanya menginfeksi moluska sebagai inang pertama pada
siklus hidupnya. Kebanyakan trematoda bereproduksi secara seksual dan aseksual. Disaat
reproduksi seksual terjadi, telur akan keluar bersamaan dengan feses dari inang. Saat di
air, Telur yang telah keluar akan berubah menjadi larva yang mampu berenang bebas
dan akan menginfeksi inang perantara seperti ikan disaat reproduksi aseksual terjadi. Saat
menginfeksi inang perantara subkelas digenea akan berkembang menuju organisme
dewasa berupa vertebrata (Ruppert 2004). Contoh yang dapat diambil adalah dari
Metagonimus, Cacing ini menetas didalam usus siput, lalu berpindah pada ikan dengan
cara menembus daging, kemudian dapat bergerak ke usus kecil hewan darat yang
memakan ikan mentah, lalu menghasilkan telur yang dikeluarkan melalui feses dan
kemudian dicerna kembali oleh siput .
Individu Digenea dewasa memiliki satu alat reproduksi yang dapat menghasilkan
telur 10.000 – 100.000, pada tahap peralihan hidup didalam siput dan bereproduksi secara
aseksual (Ruppert 2004). Spesies Dewasa dapat menempati berbagai tempat pada
inangnya seperti usus, paru – paru, pembuluh darah besar, dan hati (Ruppert 2004).
Organisme dewasa menggunakan faring untuk menelan cairan inangnya, Saat organisme
dewasa dan hidup di siput, syncytium eksternal digunakan untuk menyerap nutrisi dari
inangnya.

 Gejala Klinis
Transversotrema memiliki dua inang yaitu ikan sebagai inang definitive dan
gastropoda melanid sebagai inang intermedietnya. contohnya Melanoides sp.
13

Gambar 4. Ikan Zebra (B. rerio) Gambar 5. Melanoides sp

Cara parasite ini menginfeksi adalah dengan berenang di perairan dan langsung
menempelkan diri ke bagian tubuh luar inang, oleh karenanya Transversotrema disebut
sebagai ektoparasit karena parasite ini berkembang menjadi dewasa di ceruk bawah sisik
ikan, di sini parasit ini melakukan reproduksi dan menghasilkan telur besar dan
kecoklatan yang kemudian jatuh pada perairan. (Crusz et al. 1964).
 Pencegahan
Miller (1979) menyatakan bahwa Transversotrema tidak toleran terhadap air
tawar, namun tidak disebutkan secara spesifik penanganannya. Transversotrema sp
merupakan HPIK golongan 2 yang bisa diatasi secara langsung. Pengobatan ikan yang
terserang parasite Transversotrema sp yaitu dengan CuSO4 0,7 ppm 2 kali dalam 24 jam.
(Afrianto dan Evi 1992)
14

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam pembudidayaan ikan, tentu ada banyak sekali kendala dalam proses
pelaksanaanya, salah-satu diantaranya adalah ikan yang terkena parasit, seperti parasit
Benedia sp. dan Transversotrema sp.. Benedia sp. merupakan parasit dari kelas Trematoda
Monogenea yang memiliki bentuk oval, berukuran kecil dan bersifat ektoparasit. Infestasi
dari parasit ini adalah dapat mengakibatkan nafsu makan ikan berkurang bahkan bisa
sampai menyebabkan kematian ikan. Ikan yang terkena Benedia sp. biasanya akan sering
menggosokkan tubuhnya ke jaring, sehingga menimbulkan luka dan lama kelamaan akan
membusuk dan menimbulkan penyakit baru pada ikan. Yang bisa dilakukan adalah dengan
melakukan pencegahan seperti desifektasi seluruh peralatan dan bahan yang digunakan
dalam proses produksi, pengaplikasian sistem biosecurity di seluruh unit produksi,
melakukan vaksinasi dan peningkatan sistem kekebalan tubuh ikan. Selain itu juga ada
Transversotrema sp., dimana organisme ini mempunyai tubuh yang melebar pada bagian
badannya serta memiliki duri halus. Biasanya organisme ini menginfeksi molusca sebagai
inang pertama pada siklus hidupnya dan dapat dilakukan beberapa upaya untuk
menanggulangi organisme tersebut.

3.2 Saran
Penulis menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis butuhkan untuk kesempurnaan
penulisan makalah ini.
15

DAFTAR PUSTAKA
Afrianto E. dan Evi L. 1992.Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius. Yogyakarta. 89
hal.
Crusz, H., Ratnayake, W. E. & Sathananthan, A. H. (1964). Observations on the structure and
life cycle of the digenetic fish trematode Transversotrema patialense (Soparkar).
Ceylon J. Biol. Sci. 5, 8-17..
Ernst, I., I.D. Whittington, S. Corneillie, C. Talbot. 2005. Effect of temperature, salinity,
desiccation and chemical treatments on egg embryonation and hatching Success of
Benedenia seriolat (Monogenea : Capsalidae), a parasite of farmed Seriola spp. Journal of
Fish Diseases, 28(3): 157-164

Ghufron, H.K., T. Andi. 2010. Pembenihan ikan laut ekonomis secara buatan. Lily Publisher,
Yogyakarta.

Grabda, J. 1991. Marine Fish Parasitology: An Outline. Polish Scientific Publication, Warszawa.
306 pp

Jithendrand. K. P., K. K. Vijayan, S. V. Alavandi and M. Kailasam. 2005. Benedenia epinepheli


(Yamaguti 1937), A Monogenean Parasite in Captive Broodstock of
Grouper, Epinephelus tauvina (Forskal).  Asian Fisheries Science. Central Institute of
Brackishwater Aquaculture. India.

Laia, N. P., Desrina dan Haditomo, A. C. 2018. Infestasi Monogenea pada Ikan Nila
(Oreochromis Niloticus) dari Desa Genuk, Ungaran Barat dan Ikan Lele (Clarias
Gariepinus) dari Kp. Nglarang, Gunungpati, Jawa Tengah. Journal of Aquaculture
Management and Technology, 7 (1), 107-113.
MILLS C. A. 1979b. The influence of differing ionic environments on the cercarial, post-
cercarial and adult stages of the ectoparasitic digenean Tru~sverso~retna patiatense.
Inlernationaf Jvurnat for Parasitology 9: 603-608
Ode, Inem. 2014. EKTOPARASIT PADA IKAN BUDIDAYA DI PERAIRAN TELUK
AMBON. Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan. Volume 7 Edisi 1.

Putri, Sekar Mentari, A. H. Condo Haditomo dan Desrina. 2016. Infestasi Monogenea pada Ikan
Konsumsi Air Tawar di Kolam Budidaya Desa Ngrajek Magelang. Journal of Aquaculture
Management and Technology Volume 5 , Nomor 1 , Halaman 162-170.
16

Rahayu, A. M. 2009. Keragaman Dan Keberadaan Penyakit Bakterial dan Parasitik Benih
Kerapu Macan Epinephelus Fuscoguttatus di Karamba Jaring Apung Balai Sea Farming
Kepulauan Seribu, Jakarta. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 70 hal.

Rahmi dan Nur Insana Salam. 2016. Distribusi Parasit Monogenea (Cacing Insang) pada Ikan
Giru (Amphirion) di Tiga Lokasi Pembudidaya Ikan Hias yang Berbeda. Jurnal Octopus
Volume 5 Nomor 2.
Ruppert, E.E., Fox, R.S., and Barnes, R.D. 2004. Invertebrate Zoology (7 ed.). Brooks / Cole. pp.
226–269. ISBN 0-03-025982-7.

Subekti, S dan G, Mahasri. 2010. Parasit dan penyakit Ikan (Trematodiasis dan Cestodiasis).
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. Surabaya. 30-50 hal.
Sutarmat, T., S. Ismi, A. Hanafi, S. Kawaraha. 2003. Petunjuk teknis budidaya kerapu bebek
(Cromileptes altivvelis) di keramba jaring apung. Balai Besar Perikanan Budidaya Laut
Gondol dan Japan International Cooperation Agency, Bali.
Soparkar, M. B. (1924). A new cercaria from northern India. Cercaria patialensis nov.
spec. Indian Journal of Medical Research. 11: 933-942.

Walker, J.C., and Anderson, D.T. 2001. The Platyhelminthes. In Anderson, D.T.,. Invertebrate
Zoology. Oxford University Press. pp. 58–80. ISBN 0-19-551368-1.

Wiyatno, Ferlyn Hendra, Sri Subekti dan Rahayu Kusdarwati. 2012. Identifikasi dan Prevalensi
Ektoparasit pada Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) di Karamba Jaring Apung Unit
Pengelola Budidaya Laut Situbondo. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 4 No. 1
Zafran., 2009. Penyakit parasitik pada ikan budidaya di daerah Bali. Makalah di sampaikan pada
Seminar Nasional Kelautan V. Pada 23 April 2009. Universitas Hang Tuah Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai