Anda di halaman 1dari 24

PARASIT DAN PENYAKIT IKAN

(Culex sp., Cybister sp., dan Acarus sp.)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Parasit dan Penyakit Ikan

Disusun Oleh :
Kelompok 4/Perikanan B
Naufal S Nugraha 230110170063
Rizky Taufiq 230110180063
Putri Aulia 230110180078
Firda Arum Pitaloka 230110180081
Raja Bani Y.Y. 230110180083
Dianty Hanifah Utami 230110180090
Sulthon Akbar Abdillah 230110180098
Ivanna Shelma Taofani 230110180112
Athalla Rakha Abi F 230110180119
Azalea Fathin 230110180121
Radika Gilang B.S. 230110180122
Lusy Ayu Putri 230110180123

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan dan
menyelesaikan tugas mata kuliah parasit yang berjudul “Parasit dan Penyakit pada
Ikan (Culex sp., Cybister sp., dan Acarus sp.) ”.

Dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari berbagai pihak, untuk itu
kepada semua pihak yang sudah mendukung dalam pembuatan makalah ini baik
dukungan moril maupun materil penulis haturkan terimakasih yang sebesar-
besarnya.
Semoga laporan ini dapat menuntun ke arah yang lebih baik lagi dan mampu
menambah kemampuan penulis dalam meningkatkan ketelitian. Kritik dan saran
demi laporan ini selanjutnya sangat dinantikan.

Jatinangor, Februari 2020

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

BAB Halaman
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................1
1.2 Tujuan.................................................................................................1
1.3 Manfaat ..............................................................................................1
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Culex sp..............................................................................................2
2.1.1 Klasifikasi...........................................................................................2
2.1.2 Ciri -ciri..............................................................................................2
2.1.3 Daur Hidup.........................................................................................3
2.1.4 Dampak Kerugian bagi Ikan...............................................................5
2.1.5 Gejala Klinis.......................................................................................6
2.1.6 Cara Pengendalian..............................................................................6
2.2 Cybister sp..........................................................................................6
2.2.1 Klasifikasi...........................................................................................7
2.2.2 Ciri Morfologi.....................................................................................7
2.2.3 Siklus Hidup.......................................................................................8
2.2.4 Cara Memangsa Predator....................................................................8
2.2.5 Gejala Klinis Penyakit........................................................................9
2.2.6 Cara Peanggulangan...........................................................................9
2.3 Acarus sp. ........................................................................................11
2.3.1 Klasifikasi.........................................................................................11
2.3.2 Morfologi..........................................................................................11
2.3.3 Siklus Hidup.....................................................................................12
2.3.4 Gejala Klinis.....................................................................................13
2.3.5 Tindakan Pencegahan.......................................................................13
III KESIMPULAN
5.1 Simpulan ..........................................................................................15
5.2 Saran ................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................16

ii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Culex sp
1. .................................................................................................................…2
2. Daur Hidup Culex sp................................................................................…3
3. Telur Culex sp..........................................................................................…3
4. Larva Culex sp.........................................................................................…4
5. Pupa Culex sp...........................................................................................…4
6. larva Cybister dan Cybister dewasa.........................................................…7
7. Siklus Hidup Cybister sp.........................................................................…8
8. Cara larva cybister memangsa ikan dan sesamanya................................…9
9. Acarus sp....................................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit adalah segala bentuk penyimpangan yang dapat menyebabkan ikan
merasa terganggu kehidupannya. Atau penyakit sebgai suatu keadaan fisik, kimia,
biologis, morfologi dan atau fungsi yang mengalamai perubahan dari
kondisinormal karena penyebabdari dalam (internal) dan luar (eksternal). Adapun
pengertian lain, yaitu kondisi tidak normal karena terjadi penurunan kemampuan
ikan secara bertahap untuk memertahankan fungsi fisiologisnya. Ikan menjadi
tidak normal disebabkan oleh dirinya sendri atau pengaruh lingkungan di
sekitarnya.
Penyakit parasit adalah penyakit yang disebabkan oleh serangan parasit atau
protozoa. Parasit adalah organisme yang memanfaatkan ikan sebagai inang untuk
mendapatkan makanan. Parasit adalah organisme yang mengganggu ikan
budidaya, baik melalui persaingan maupun pemangsaan. Bentuk persaingan yang
diciptakan oleh parasit dapat berupa persaingan ruang hidup, pakan, atau oksigen.
Dalam kegiatan budidaya ikan, parasit merupakan salah satu faktor yang
akan menyebabkan kegagalan pada proses budidaya ikan tersebut. Maka dari itu
pengetahuan mengenai hewan parasit sangatlah penting untuk diketahui agar
dapat mencegah kehadiran hewan parasit seperti Culex sp , Cybister sp, dan
Acharus sp. dalam kegiatan budidaya ikan.

1.2 Tujuan
Tujuan dari Makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang parasite dan
penyakit pada ikan (Culex sp., Cybister sp., dan Acarus sp.).

1.3 Manfaat

1
2

Manfaat dalam makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami Parasit
dan Penyakit pada Ikan (Culex sp., Cybister sp., dan Acarus sp.) agar dapat
terhindar dari kerugian besar didalam kegiatan budidaya .
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Culex sp.


Nyamuk genus Culex merupakan nyamuk yang banyak ditemukan, nyamuk
genus Culex  ini menyukai tempat-tempat kotor, seperti selokan/got.

2.1.1 Klasifikasi
Klasifikasi Culex sp. Adalah sebagai berikut:

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta/ Hexapoda

Ordo : Diptera

Subordo : Nematocera

Famili : Culicidae

Genus : Culex
Species : Culex sp.

Gambar 1. Culex sp.


Sumber : http://fuziahsulaiman.blogspot.com/
2.1.2 Ciri- ciri

3
4

1. Nyamuk dewasa dapat berukuran 4 – 10 mm (0,16 – 0,4 inci)


2. memiliki tiga bagian tubuh umum: kepala,dada, dan perut. yaitu jenis Culex
quinquefasciatus.
3. Nyamuk Culex sp. berkembang biak di segala jenis air, mulai dari air jernih
seperti air sumur, sumber air sampai air keruh, seperti air selokan, air rawa
dan air payau (Soebaktiningsih, 2015).
4. Aktivitas menggigit nyamuk Culex sp. bersifat eksofagik malam hari
sebelum jam 24.00.
5. Jarak terbang nyamuk berkisar ± 1,6 km (Hoedojo dan Sungkar, 2008).

2.1.3 Daur Hidup

Gambar 2. Daur Hidup Culex sp.


Sumber : http://fuziahsulaiman.blogspot.com/

1. Telur

Telur nyamuk Culex sp. berbentuk seperti cerutu, pada salah satu ujungnya
terdapat bentukan seperti topi yang disebut corolla. Telur diletakkan di atas
permukaan air, walau tidak memiliki lateral float. Telur dilekatkan satu sama
lain dan tersusun seperti rakit di atas permukaan air (Soebaktiningsih 2015).
5

Gambar 3. Telur Culex sp.


Sumber : http://fuziahsulaiman.blogspot.com/

2. Larva

Larva nyamuk Culex sp. memiliki IV fase instar. Larva instar pertama
keluar dari telur melalui circular slit pada dinding telur. Setelah berganti kulit 3x
larva akan masuk pada fase instar IV. Pada fase instar IV, larva memiliki 3
bagian tubuh yang terdiri dari kepala, thorax, dan abdomen. Bagian kepala larva
instar IV mengandung lapisan chitine yang lebih tebal daripada bagian tubuh
yang lain, kompleks dorso ventral dengan satu pasang antena berbentuk seperti
pasak, 1 pasang mata, 1 pasang mouth brush untuk menyapu makanan masuk ke
mandibula (chewing mouth part). Thorax terdiri dari 3 segmen (prothorax,
mesothorax, dan metathorax) yang menyatu, pada bagian lateral terdapat
kelompok rambut yang bercabang. Abdomen terdiri dari 9 segmen, dengan 7
segmen pertama sama besar. Larva Culex sp. memiliki siphon pernapasan yang
panjang dan langsing sehingga larva memposisikan diri membentuk sudut
dengan permukaan air. Siphon larva Culex sp. memiliki beberapa pasang ventral
hair tuft dan dua baris pectin teeth. Pada segmen abdomen ke-8 terdapat 1
pasang spiracle pada ujungnya yang berfungsi sebagai lubang pernapasan yang
berhubungan dengan trakea (Soebaktiningsih 2015).
6

Gambar 4. Larva Culex sp.


Sumber : http://fuziahsulaiman.blogspot.com/

3. Pupa

Pupa berbentuk notasi koma apabila dilihat dari lateral. Kepala dan thorax
bersatu menjadi cephalothorax dengan abdomen melengkung. Pada bagian
dorsal cephalothorax terdapat 1 pasang bentukan seperti terompet yang disebut
breathing tube dan 1 pasang palmate hair. Pupa merupakan stadium yang tidak
makan namun bergerak aktif secara jerky movement. Setelah 2-3 hari sebagai
pupa, permukaan dorsal cephalothorax akan pecah dan nyamuk dewasa muncul
melalui slit yang berbentuk seperti huruf T. Setelah sayapnya mengeras, nyamuk
jantan dan nyamuk betina kawin (Soebaktiningsih, 2015).

Gambar 5. Pupa Culex sp.


Sumber : http://fuziahsulaiman.blogspot.com/

4. Dewasa
7

Nyamuk Culex sp. dewasa memiliki tubuh langsing dengan tiga bagian:
kepala, thorax dan abdomen. Kepala nyamuk Culex sp. berbentuk bulat oval
atau spheric, memiliki 1 proboscis, dan 2 palpus sensorik. Proboscis nyamuk
Culex sp. terdiri dari labrum, mandibula, hipopharinx, maxilla, dan labium.
Kepala nyamuk memiliki 1 pasang mata holoptic untuk nyamuk jantan dan mata
dichoptic untuk nyamuk betina serta 1 pasang antena yang terdiri dari 15
segmen. Antena nyamuk jantan berambut lebat (plumose) dan antena nyamuk
betina berambut jarang (pylose). Pada stadium dewasa palpus nyamuk jantan
setinggi proboscis dan ujungnya tidak menebal. Nyamuk betina mempunyai
palpus yang lebih pendek darpada proboscis-nya. Nyamuk Culex sp. memiliki
tipe mulut piercing and sucking (Soebaktiningsih 2015).
Thorax terdiri dari 3 segmen yaitu prothorax, mesothorax dan metathorax.
Pada masing-masing segmen terdapat 1 pasang kaki. Tiap segmen kaki terdiri
dari coxa, trochanter, femur, tibia dan tarsus yang terdiri dari 5 segmen diakhiri
dengan claw atau cakar (Soebaktiningsih 2015). Bentuk scutelum sederhana
seperti bulan sabit. Sepasang sayap keluar dari mesothorax, yang ukurannya
lebih besar dari segmen lainnya. Sepasang sayap kedua berubah menjadi alat
keseimbangan yang disebut halter keluar dari mesothorax. Sayap merupakan
pelebaran ke lateral dari tergum, terdiri dari bagian membraneus dan bagian
yang mirip pipa yang berhubungan dengan haemocoele dari thorax dan berisi
haemolymph, trachea dan serat saraf. Pada bagian pinggir sayap ditumbuhi
sisik-sisik sayap yang berkelompok membentuk gambaran belang-belang hitam
dan putih dengan bagian ujung sisik sayap melengkung (Gandahusada 1998).
Abdomen terdiri dari 10 segmen, tiap segmen abdomen terdiri dari tergum dan
sternum. Abdomen berisi traktus sirkulatorius, traktus digestivus, traktus
nervosus dan traktus reproduksi (Soebaktiningsih 2015).

2.1.4 Dampak Kerugian bagi ikan

Vektor merupakan agen pembawa penyakit, biasanya hidup di perairan


bersama hewan budidaya atau secara luas berarti pembawa atau pengangkut.
8

Dalam parasitologi, vektor didefinisikan sebagai hewan yang memindahkan


parasit stadium infektif dari hewan penderita ke hewan penerima. Hewan yang
memindahkan agen penyakit itu aktif bergerak dari satu tempat ke tempat lain,
jadi dengan arah atau tujuan tertentu. Kelompok krustacea biasanya menjadi
pembawa penyakit di areal tambak udang. Keberadaan vektor di areal budidaya
sangat berpengaruh terhadap masuknya patogen dan serangan patogen terhadap
ikan.

Ada tiga sumber yang secara nyata keberadaan hewan lain diluar kultivan
budidaya membahayakan keberlangsungan budidaya yaitu:

 Hewan yang berperan sebagai host-antara parasit ikan, atau parasit yang
memerlukan ikan sebagai host-antara. Misalnya: keong air, katak,
moluska, burung.
 Hewan yang berfungsi sebagai vektor (pembawa penyakit). Misalnya
leech
 Hama dan organisme pengganggu. misalnya ular, burung, larva insekta.

2.1.5 Gejala Klinis


Culex sp. merupakan vektor atau pembawa penyakit yang bernama
Japanese encephalitis. Penyakit ini menyerang manusia dan hewan. Japanese
encephalitis merupakan penyakit menular bersifat zoonosis, ditandai dengan
gejala syaraf dan kelainan reproduksi.

2.1.6 Cara Pengedalian


Pengendalian dengan cara penggunaan insektisida secara tidak tepat untuk
pencegahan dan pengendalian infeksi dengue harus dihindarkan. Selama periode
sedikit atau tidak ada aktifitas virus, tindakan reduksi sumber larva secara rutin,
pada lingkungan dapat dipadukan dengan penggunaan larvasida dalam wadah
yang tidak dapat dibuang, ditutup, diisi atau ditangani dengan cara lain.
9

2.2 Cybister sp.

Larva Cybister merupakan larva kumbang air. Di beberapa daerah, serangga


ini populer disebut ucrit (Jawa Barat), di sebagian daerah lain dinamakan
kelabang air karena bentuknya mirip kelabang. Di Sumatera Barat disebut sapik-
sapik atau limpatiak. Sedangkan nama umumnya adalah water beetles larvae atau
larva kumbang air (larva Cybister).
Kumbang air bersifat predator ketika berada pada stadia larva. Larva
kumbang air merupakan pemangsa serangga air terutama pemangsa benih ikan
yang sangat ganas.

2.2.1 Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasinya, Cybister adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Fillum : Invertebrata

Kelas : Insecta

Ordo : Coleoptera

Famili : Dytiscidae

Genus : Cybister
Spesies : Cybister sp.
Spesiesnya antara lain Cybister pectoralis dan cybister lateralmarginalis.
10

Gambar 6. larva Cybister dan Cybister dewasa

2.2.2 Ciri morfologis


Ciri morfologis dari cybister adalah sebagai berikut:
a. Tubuhnya memanjang sepintas mirip lipan/kelabang (badan terdiri dari 9
ruas dan ekor 2 ruas).
b. Panjang tubuh kurang lebih 1,3 – 2,5 cm (dewasa kadang bisa mencapai 3
cm).
c. Perbandingan panjang total badan dengan lebar total bagian perutnya sekitar
7:1.
d. Warna tubuh kuning kecokelatan atau kehijauan.
e. Memiliki 3 pasang kaki beruas-ruas.
f. Memiliki 1 pasang gigi taring yang sangat beracun tepat di bagian ujung
kepala.
g. Memiliki 2 pasang antena di kepala.

h. Memiliki satu pasang mata tepat di kiri-kanan kepala.

2.2.3 Siklus Hidup


Cybister berkembang biak secara seksual dengan mengalami metamorphosis
lengkap. Siklus hidup Cybister meliputi empat tahapan, yaitu telur – larva – pupa
– Cybister dewasa. Kebanyakan spesies menghasilkan satu generasi per tahun.
Beberapa spesies hidup hingga 2-3 tahun sebagai Cybister dewasa.
11

Gambar 7. Siklus Hidup Cybister sp.


(Sumber : lifeinfreshwater.net)

Betina bertelur di berbagai objek yang terendam oleh air. Famili Dystiscidae
menyimpan telur-telurnya pada batang tanaman air. Baik larva maupun Cybister
dewasa merupakan hewan akuatik. Larva muda menetas dalam beberapa minggu
dan mendapatkan oksigen dengan cara difusi melalui seluruh permukaan tubuh.

2.2.4 Cara Memangsa Predator


Benih yang menjadi sasarannya adalah benih berukuran 1 - 3 cm yakni
benih ikan yang mulai ditebar hingga menjelang umur 30 hari. Cara
memangsanya pertama-tama benih ikan ditangkap dengan jalan menjepit dengan
taringnya. Kemudian benih ikan dilumpuhkan dengan menggunakan ujung ekor
yang bercabang dua, sementara taringnya merobek-robek tubuh ikan. Selanjutnya
benih ikan dimakan dengan cara digigit sedikit demi sedikit. Oleh karena sangat
ganas, di luar negeri dijuluki sebagai predaceous water beetles (kumbang air sang
perampok) atau malah ada yang menyebutnya water tiger.

Selain memangsa benih ikan, ucrit juga memangsa serangga air lainnya
termasuk larva capung dan bahkan memburu sesamanya (kanibal). Pengamatan
menunjukkan bahwa kanibalisme merupakan sifat alamiah ucrit. Ucrit berenang
lambat dan tidak memburu atau mengejar mangsanya, namun benih yang masih
lemah sulit menghindar dari sergapannya.
12

Gambar 8. Cara larva cybister memangsa ikan dan sesamanya

Sumber : Amri, K. dan T. Sihombing (2008)

2.2.5 Gejala Klinis Penyakit

Larva cybister atau ucrit bekerja dengan menjepit badan inang dengan taring
hingga mengalami kerusakan jaringan eksodermal pada inangnya. Hal tersebut
menyebabkan beberapa gejala seperti terjadi infeksi yang mematikan karena
adanya kerusakan fisik pada jaringan permukaan tubuh inang.

2.2.6 Cara Penanggulangan

Tindakan penanggulangan hama ini salah satunya dengan menghindari


pemakaian pupuk organic yang berlebihan, karena larva cybister sangat menyukai
lingkungan yang mengandung bahan organik yang melimpah, serta dengan
membersihkan kolam secara rutin.
13

Beberapa langkah berikut juga dapat dilakukan sebagai upaya


menyelamatkan dari serangan ucrit (Cybister):Banyak yang mengatakan bahwa
pemberantasan ucrit sulit dilakukan. Namun demikian bukan berarti tidak ada
teknik pengendaliannya.
Beberapa langkah berikut juga dapat dilakukan sebagai upaya
menyelamatkan benih dari serangan ucrit:

1. Memperhatikan ukuran dan usia benih


Pada dasarnya semakin besar ukuran benih ikan, semakin besar peluangnya
terhindar dari gangguan ucrit. Namun terkadang keterbatasan tempat
pemeliharaan atau minimnya biaya produksi yang dimiliki memaksa pembenih
ikan untuk segera menebar larva ikan ke kolam lebih cepat dari yang seharusnya.
Padahal semakin kecil ukuran benih, semakin lemah kondisinya serta semakin
mudah dimangsa predator. Pemeliharaan di bak penetasan pembenihan yang
umumnya dilakukan di ruangan tertutup/terkontrol seperti pada bak
beton/permanen, bak fiberglass atau akuarium menjadikan benih lebih aman dari
ancaman predator.
2. Mengurangi pupuk kotoran ayam
Penumpukan pupuk organik akibat cara pemupukan dengan membenamkan
karung berisi pupuk kandang di salah satu bagian kolam (bukan disebar merata)
mendorong perkembangan ucrit. Untuk menyelematkan benih dari serangan ucrit
perlu dilakukan pengurangan konsentrasi pupuk kandang. Caranya dengan
penggantian air atau memasukan air baru dalam jumlah yang banyak. Selain itu,
pemupukan dengan pupuk organik (kotoran ayam dll) harus dengan dosis yang
disesuaikan dengan kebutuhan, dan disebar secara merata sehingga tidak terjadi
penumpukan di salah satu bagian kolam.
3. Penyemprotan dengan minyak tanah
Penyemprotan dengan bahan kimia merupakan solusi akhir untuk
memberantas gangguan ucrit. Langkah ini diambil jika populasi ucrit sulit
dikendalikan dengan cara mekanis. Bahan kimia yang digunakan untuk
14

memberantas ucrit adalah minyak tanah. penggunaan minyak tanah didasarkan


pada sifat minyak tanah yang mengapung di permukaan air.

Banyak pembenih ikan yang menggunakan minyak tanah dengan cara


menyiramkannya ke permukaan air dan hasilnya dapat mematikan ucrit. Minyak
tanah menutupi permukaan air, sehingga ucrit tidak dapat mengambil oksigen dari
udara bebas dan tidak berapa lama kemudian akan mati. Tertutupnya permukaan
air oleh minyak tanah tidak membahayakan bagi benih ikan. Apalagi benih ikan
umumnya berada di dalam air, bukan di permukaan, kecuali ikan lele yang sering
muncul ke permukaan.

2.3 Acarus sp.


2.3.1 Klasifikasi

Adapun klasifikasi tungau/mites adalah sebagai berikut:

Kingdom  : Animalia

Phylum  : Arthropoda

Kelas : Arachanida

Ordo : Acarinida

Famili : Acaridae

Genus : Acarus

Spesies : Acarus sp
15

Gambar 9. Acarus sp.

Sumber : https://www.sciencedirect.com/

2.3.2 Morfologi

Tungau berukuran 250-300 mikron dan berbentuk oval, punggungnya


cembung dan bagian perutnya rata. Tungau memiliki ciri umum memiliki tubuh
tersegmentasi dengan segmen disusun dalam dua stagmata: sebuah prosoma
(cephalothorax) dan opisthosoma (perut). Namun, hanya jejak-jejak samar
segmentasi utama tetap di tungau, sedangkan prosoma danopisthosoma menyatu.
Tungau dewasa memiliki empat pasang kaki, seperti arachnida lain,tetapi
beberapa memiliki kaki lebih sedikit.Beberapa tungau parasit hanya memiliki satu
atautiga pasang kaki dalam tahap dewasa. Tungau dewasa dengan hanya tiga
pasang kaki dapat disebut 'larviform'. Tubuh berwarna agak kemerah– merahan /
merah muda, tungkai mempunyai kuku pada bagian ujung. Tungkai depan lebih
besar dibandingkan dengan tungkai belakang dan mempunyai duri yang tebal
pada bagian ventral.

Tungau bernapas melalui tracheae, stigmata (lubang kecil pada kulit), usus
dan kulit. kebanyakan tungau tidak memiliki mata. Mata pusat arachnida selalu
hilang, atau mereka menyatu menjadi satu mata. Panjang tungau dewasa hanya
0,3-0,4 milimeter. Tungau memiliki tubuh semitransparan memanjang yang terdiri
dari dua segmen menyatu. Tungau memiliki delapan kaki pendek, kaki yang
tersegmentasi melekat pada segmen tubuh pertama. Tubuh ditutupi dengan sisik
16

untuk penahan dirinya dalam folikel rambut, dan tungau memiliki pin(seperti
mulut) yaitu bagian untuk makan sel-sel kulit dan minyak (sebum) yang
menumpuk di folikel rambut.
Acarus atau tungau merupakan ektoparasit pada ikan yang menyerang
bagian tubuh seperti kulit sisik dan insang Kadang- kadang dapat ditemui dalam
bentuk kista di daerah esophagus ikan. Saat acarus ini meyerang pada kulit ikan
maka ikan akan terlihat menggesek- gesekan badannya ke dasar kolam. jika sudah
parah biasanya ikan terdiam dan tidak mau makan.

2.3.3 Siklus Hidup

Daur hidup tungau ada 4 fase, yaitu : telur→ larva→nimfa →tungau


dewasa. Siklus hidup tungau mulai dari telur sampai dewasa memerlukan waktu
selama 8-12 hari (Hamzah 2007).

1. Fase telur
Pada tungau betina yang dewasa biasanya bertelur setiap hari.Sehari rata-
rata menghasilkan telur 5 butir.

2. Fase larva
Setelah 3-4 hari telur menetas menjadi larva. Larva tungau hidupdan makan
selama 4 hari kemudian beristirahat selama 24 jam. Selam amasa istirahat
tersebut terjadi pergantian kulit (molting) menuju tahap berikutnya.
3. Fase nimfa
Pada tahap ini bentuk tungau sudah seperti bentuk dewasanyadengan 4
pasang kaki. Bentuk nimfa ini terdiri dari dua fase yaitu  protonimfa
dan deutonimfa. Masing-masing fase nimfa makan selama 3-5hari,
istirahat , kemudian molting menuju tahap berikutnya.
4. Fase tungau dewasa
17

Tungau dewasa berukuran ± 0,4 mm, berwarna putih-krem ataukecoklatan


dan dapat dilihat oleh mata telanjang atau kaca pembesar.Tungau dewasa
dapat hidup dan mencapai umur 2 bulan. Pada tungaudewasa setelah
kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas
kulit,yang jantan akan mati, kadang-kadang
masih dapat hidup beberapa hari dalamterowongan yang digali oleh betina.
Tungau betina yang telah dibuahimempunyai kemampuan untuk membuat
terowongan pada kulit sampaidiperbatasan stratum korneum dan startum
granulosum dengankecepatan0,5-5 mm per hari. Di dalam terowongan ini
tungau betina akan bertelur sebanyak 2-3 butir setiap hari. Seekor tungau
betina akan bertelursebanyak 40- 50 butir semasa siklus hidupnya yang
berlangsung kuranglebih 30 hari

2.3.4 Gejala Klinis


Acarus merupakan ektoparasit pada ikan yang menyerang tubuh bagian
kulit, sisik, dan insang. Kadang kadang dapat ditemui dalam bentuk kista di
daerah esophagus ikan. Saat acarus ini menyerang ikan pada kulit, ikan akan
terlihat menggesek gesekan badannya ke dasar kolam. Jika sudah parah biasanya
ikan berdiam dan tidak mau makan

2.3.5 Tindakan Pencegahan


Beberapa tindakan pencegahan penyakit yang dapat dilakukan sebagai
berikut:

1. Sebelum pemeliharaan, kolam harus dikeringkan dan dikapur untuk memotong


siklus hidup penyakit.
2. Kondisi lingkungan harus tetap dijaga, misalnya kualitas air tetap baik.
3. Pakan tambahan yang diberikan harus sesuai dengan dosis yang dianjurkan.
Jika berlebihan dapat mengganggu lingkungan dalam kolam.
4. Penanganan saat panen harus baik dan benar untuk menghindari agar ikan tidak
luka-luka.
18

5. Harus dihindari masuknya binatang pembawa penyakit seperti burung, siput


atau keong mas.
BAB III
KESIMPULAN

2.4 Kesimpulan

5.2 Saran

19
20

DAFTAR PUSTAKA

Amri, K. dan T. Sihombing. 2008. Mengenal dan Mengendalikan Predator Benih


Ikan. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Hardi, E. H., 2015. Parasit Biota Akuatik. Mulawarman University Press.
Samarinda.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kebumen. 2017. Buku Saku
Hama dan Penyakit Ikan. Kebumen.
Lailatul L.K., Kadarohman A., dan Eko, R., 2010, Efektifitas biolarvasida ekstrak
etanol limbah penyulingan minyak akar wangi (Vetiveria zizanoides)
terhadap larva nyamuk Aedes aegypti, Culex sp., dan Anopheles sundaicus,
jurnal sains dan teknologi kimia Vol. 1, No. 1 : 59- 65
Michael Valiant, Sylvia Soeng, Susy Tjahjani. 2010. Efek Infusa Daun Pepaya
(Carica papaya L.) Terhadap Larva Nyamuk Culex sp. Jurnal Kedokteran
Maranatha, 9 (2), hal.156-61.
Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan. 2015. Melakukan Pemeliharaan Larva
Udang Air Payau. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai