Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PARASIT DAN PENYAKIT IKAN


Marsipometra sp. (Cestoda), othriocephalus sp. (Cestoda), Diphyllobotrium sp. (Cestoda)
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Parasit dan Penyakit Ikan)

Disusun Oleh Kelompok 8 :

1. Gyn Gyn Yulianyndyaz 230310210005

2. Zulfiqor Meetrand 230310210020

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN K . PANGANDARAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Adapun
tujuan dari penulisan ini adalah untuk memenuhi tugas Parasit dan Penyakit Ikan. Selain itu,
laporan ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang kebiasaan makan dan cara makan
ikan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membimbing dan
membantu proses penyusunan makalah ini. Adapun pihak-pihak tersebut yaitu:

1. Tuhan yang maha esa yang telah memberikan rahmat beserta karunia-Nya
2. Orang tua selaku pemberi dukungan moril maupun materil
3. Ibu Dr. Yuniar Mulyani, SP., M.Si.selaku dosen pengampu Parasit dan Penyakit Ikan.
4. Seluruh rekan-rekan mahasiswa perikanan angkatan 2021

Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna dikarenakan terbatasnya
pengalaman dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala
bentuk saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Semoga makalah ini dapat memberi
manfaat baik bagi penulis maupun pihak lain untuk penelitian selanjutnya.

Pangandaran, 06 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………….. iii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………………….. v
BAB I
PENDAHULUAN……………………………………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………... 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………………. 2
BAB II
PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………. 3
2.1 Marsipometra sp................................................................................................................ 3
2.1.1 Klasifikasi Marsipometra sp. ………………………………………………………. 3
2.1.2 Ciri Morfologi Marsipometra sp. …………………………………………………... 4
2.1.3 Siklus Hidup Marsipometra sp. ……………………………………………………. 4
2.1.4 Gejala Klinis Marsipometra sp. ……………………………………………………. 4
2.1.5 Cara Penanggulangannya Marsipometra sp. ……………………………………….. 5
2.2 Bothriocephalus sp. ……………………………………………………………………... 5
2.2.1 Klasifikasi Bothriocephalus sp. ……………………………………………………. 5
2.2.2 Ciri Morfologi Bothriocephalus sp. ………………………………………………... 6
2.2.3 Siklus Hidup Bothriocephalus sp. ………………………………………………….. 6
2.2.4 Gejala Klinis Bothriocephalus sp. …………………………………………………. 7
2.2.5 Cara Penanggulangannya Bothriocephalus sp. …………………………………….. 7
2.3 Diphyllobothrium sp. …………………………………………………………………… 9
2.3.1 Klasifikasi Diphyllobothrium sp. …………………………………………………... 9
2.3.2 Ciri Morfologi Diphyllobothrium sp. ……………………………………………… 9
2.3.3 Siklus Hidup Diphyllobothrium sp. ………………………………………………. 10
2.3.4 Gejala Klinis Diphyllobothrium sp. ………………………………………………. 11
2.3.5 Cara Penanggulangannya Diphyllobothrium sp. …………………………………. 11
BAB III
PENUTUP……………………………………………………………………………………….13
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………... 13

iii
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………...14

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Marsipometra ………………………………………………3

Gambar 2.2 Bothriocephalus clavice ………………………………………………5

Gambar 2.3 Diphyllobothrium latum ………………………………………………9

Gambar 2.4 Siklus hidup Diphyllobothrium latum …………………………………………….11

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara alami, biota-biota perairan itu melakukan hubungan antara dua organisme baik
dalam satu spesies maupun berbeda spesies, dimana interaksi tersebut berlangsung permanen
berdasarkan hubungan saling menguntungkan atau pun tidak. Berdasarkan bentuk-bentuk interaksi
itu, hubungan (simbiosis) dapat dikelompokkan dalam beberapa tipe, yakni :
1. Komensalisme
2. Mutualisme
3. Parasitisme
Parasitisme merupakan hubungan, salah satu menjadi parasit dengan memanfaatkan
inangnya seperti menjadikan inang sebagai habitat dan sumber makanan. Parasit hidup pada
inangnya. Tubuh inang menjadi lingkungan primer bagi parasit, sedangkan lingkungan hidup
inang menjadi lingkungan sekunder bagi parasit. Hubungan parasitisme ini merupakan hubungan
yang permanen. Parasit tidak menyebabkan kematian secara langsung terhadap inang, karena dia
tidak memakan inang sekaligus namun hanya memanfaatkan sebagian dari tubuh inang (baik
sebagai sumber makanan maupun sebagai tempat tinggal).
Infeksi merupakan proses masuknya patogen pada inang dan dapat menyebabkan inang
mengalami sakit ataupun tidak. Sakit dapat diartikan sebagai berkurang atau hilangnya rasa
nyaman pada tubuh. Plumb (1994) mengemukakan bahwa sakit juga dapat diartikan sebagai proses
morbid kondisi tubuh atau bagiannya dan adanya tanda tanda klinis yang menunjukkan kondisi
fisiologi dan histologi yang tidak normal. Penyakit dapat bersifat infeksi (bisa menular dari satu
inang ke inang lainnya) atau non infeksi. Penyakit infeksi biasanya disebabkan oleh parasit yaitu
parasitik (protozoa, cacing, crustacea), bakteri, virus, jamur dan cendawan. Sedangkan penyakit
non infeksius, biasanya disebabkan oleh lingkungan, nutrisi dan genetik. Lamanya sakit dapat
berkisar dari waktu singkat dan mematikan (akut) sampai kronis dimana gejala Parasit Biota
Akuatik | 4 klinis tidak terlihat jelas dan hanya dapat dideteksi dengan nekropsi atau menggunakan
uji khusus pada waktu yang tepat.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, umumnya bakteri dan parasit yang mampu
menyebabkan penyakit yang serius pada ikan adalah organisme yang normal dijumpai di
lingkungan perairan dan bersifat patogen oportunis. Walaupun mereka ada di suatu lingkungan
perairan penyakit bisa saja tidak terjadi. Timbulnya penyakit merupakan akibat dari interaksi yang
kompleks antara adanya inang (ikan) yang rentan, patogen yang virulen dan lingkungan dimana
kedua faktor tersebut bertemu dalam satu waktu. Pemahaman terhadap proses-proses yang terjadi
selama interaksi adalah sangat penting jika mempelajari diagnosa, pencegahan dan pengobatan.

1
Salah satu dari tanda yang paling awal bahwa suatu penyakit sedang menyerang dalam
suatu populasi ikan adalah laju kematian yang meningkat secara nonspesifik. Ikan yang mati pada
tahap ini bisa saja yang sangat rentan terhadap patogen yang ada atau bisa juga yang paling rentan
terhadap kondisi lingkungan yang buruk sehingga memicu terjadinya epizootik.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana klasifikasi, morfologi, siklus hidup, gejala terjangkitnya, dan penanggulangan
pada spesies parasit Camallanus sp., Echinorhynchus sp. dan Acanthocephala sp.

1.3 Tujuan
Mengetahui, mempelajari serta memahami klasifikasi, morfologi, siklus hidup, gejala
terjangkitnya, dan penanggulangan pada spesies parasit Camallanus sp., Echinorhynchus sp. dan
Acanthocephala sp.

1.4 Manfaat
Dapat menerapkan pemahaman materi yang dipelajari berupa klasifikasi, morfologi, siklus
hidup,gejala terjangkitnya, dan penanggulangan pada spesies parasit Camallanus sp.,
Echinorhynchus sp. Dan Acanthocephala sp. pada kehidupan, baik dalam hubungannya yang
terkait dengan parasit pada ikan melalui kegiatan budidaya ikan maupun perikanan tangkap.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Marsipometra sp.

2.1.1 Klasifikasi Marsipometra sp.

Gambar 2.1 Marsipometra

(Sumber : Robert Durborow. www.google.com)

➢ Kingdom : Animalia
➢ Phylum : Platyhelminthe
➢ Class : Cestoda
➢ Ordo : Pseudophyllidea
➢ Family : Amphicotylida
➢ Genus : Marsipometra
➢ Species : Marsipometra confuse

3
2.1.2 Ciri Morfologi Marsipometra sp.

Tubuhnya terdiri dari segmen-segmen yang disebut proglotida (lebih dari


4000) yang berisi testes dan folikel, daerah leher pendek dan memiliki sepasang
celah penghisap. Larva berupa plerocercoid. Larva sparganum berwarna putih,
keriput, berbentuk pita dan memperlihatkan gerakan otot yang jelas. Telur
Marsipometra mansoni berukuran lebih kecil daripada telur Diphyllobothrium
latum. Telur Marsipometra mansoni berbentuk elips dan memiliki operkulum yang
menonjol dan berbentuk kerucut (Onggowaluyu, 2002)

2.1.3 Siklus Hidup Marsipometra sp.

Pada setiap siklus hidupnya, parasit selalu membutuhkan inang dan


umumnya setiap parasit memiliki siklus hidup yang rumit. Digenea adalah
trematoda endoparasit yang memiliki siklus hidup kompleks yang melibatkan satu
atau lebih inang antara. Digenea umumnya berbentuk pipih seperti daun dengan
struktur mirip turbellaria free living. Tubuh lunak dan terdiri 2 sucker, faring,
kaekum intestinalis, sistem reproduksi. Bentuk dasar tubuh digenea dewasa
bermacam-macam. Cacing dewasa bersifat ovipar —› telur beroperkulum keluar
bersama tinja hospes —› embrio dalam telur berkembang menjadi larva yang
berbentuk seperti buah pir (pyriform) bersilia yang disebut myracidium. Dengan
adanya stimulasi dari sinar matahari, myracidium mengeluarkan enzim sehingga
operkulum telur membuka dan myracidium keluar dari telur (hanya dalam beberapa
menit).

2.1.4 Gejala Klinis Marsipometra sp.

Kehadiran parasit ini akan menimbulkan iritasi sehingga ikan yang


terjangkit akan tampak berusaha membebaskan diri dengan menggosok-gosokkan
badannya, serta sering dijumpai ikan meluncur dengan cepat kesana kemari. Ikan
kecil yang terjangkit biasanya akan sangat lemah. Ikan yang terjangkit hendaknya
diisolasi untuk mencegah telur yang dikandung parasit tersebut terlepas dan
menetas.

4
2.1.5 Cara Penanggulangannya Marsipometra sp.

Penanggulangan Marsipometra sp. ini dengan cara perendaman dengan


bahan kimia tertentu dapat dilakukan untuk memusnahkan larva parasit trichlorfon
dan senyawa organofosgat diketahui efektif pada dosis 0.2-0.3 mg/l. Perendaman
dalam larutan garam atau bahan kimia pencegah parasit komersial juga diketahui
efektif. Perendaman jangka panjang dapat dilakukan dengan dichlofention
(Bromex) pada konsentrasi 0,12 ppm/liter air (Meyer 1960).

2.2 Bothriocephalus sp.

2.2.1 Klasifikasi Bothriocephalus sp.

Gambar 2.2 Bothriocephalus clavice

(Sumber : www.researchgate.net )

➢ Kingdom : Animalia
➢ Phylum : Platyhelminthe
➢ Class : Cestoda
➢ Ordo : Pseudophyllidea

5
➢ Family : Bothriocephalidae
➢ Genus : Bothriocephalus
➢ Species : Bothriocephalus cuspidabus, Bothriocephalus clavice

2.2.2 Ciri Morfologi Bothriocephalus sp.

Bothriocephalus sp. mempunyai skolek berbentuk lonjong dan terkadang


bulat serta membesar di bagian posterior, namun pada bagian tepi berbentuk
cembung. Tubuh terdiri atas segmen-segmen (proglottid) yang hermaprodit.
Proglotid muda yang terletak di dekat kepala yang bentuknya kampanulatus atau
anapolitik.Ovariumnya kompak, tidak berseminal reseptakel, dan kelenjar vitelin
terdapat di seluruh tepi proglottid. Uterus terdapat di tengah. Testis terletak di
laberal medulla.Telur berdinding tipis, beroperkulum, dan tidak berembrio.

2.2.3 Siklus Hidup Bothriocephalus sp.

Siklus hidup Bothriocephalus melibatkan inang definitive yaitu ikan, dan


inang perantara yaitu copepoda. Cacing pita dewasa adalah hermaprodit; Setiap
proglottid memiliki satu set lengkap organ reproduksi jantan dan betina dan
menghasilkan telur melalui pembuahan sendiri. Cacing pita sensitif terhadap suhu,
selain itu spesiesnya bersifat termofilik; suhu yang lebih rendah dapat mengganggu
dan menunda pengembangan dan penyelesaian siklus hidup. Telur dilepaskan ke
dalam air melalui feses ikan, di mana mereka menetas menjadi larva heksakanth
yang dapat berenang bebas. Antara 1-28 hari, telur akan menetas sesuai dengan
kisaran suhu air yang dialaminya. Telur yang menetas dalam 1-5 hari terjadi pada
suhu antara 28-300C dan telur yang menetas dalam waktu 10-28 hari terjadi pada
suhu antara 14-150C.

Ketika larva berenang bebas (coracidia) lalu dimakan oleh copepoda (inang
perantara), ia menembus ke dalam dinding usus, berjalan menuju coelom, dan
berkembang menjadi tahap larva kedua yang disebut procercoid (bentuk infektif)

6
dalam 6-10 hari. Setelah copepoda yang terinfeksi dimakan oleh ikan, procercoid
dengan cepat berubah menjadi tahap plerocercoid dan menempel di dinding usus
intestinal, di mana ia berkembang menjadi parasit dewasa selama 21-23 hari.

2.2.4 Gejala Klinis Bothriocephalus sp.

Parasit ini menempel di dekat bagian anterior usus. Akumulasi cacing pita
di daerah ini menyebabkan penyumbatan saluran pencernaan yang membelah
dinding usus yang menyebabkan perforasi. Bothriocephalus menyelubungi
sebagian usus dan menginduksi respons inflamasi. Peradangan ini dapat
menyebabkan perdarahan dan nekrosis. Selain itu, tanda klinis yang lain adalah
penurunan berat badan, tubuh kurus karena tidak makan, anemia, dan kematian
(terutama pada ikan yang masih muda). Infeksi dapat dideteksi dengan adanya telur
atau bagian tubuh di dalam kotoran, dan dengan adanya cacing pita di usus ikan.
Parasit ini dapat menyebabkan enteris hemorhage karena adanya kerusakan pada
epithel usus. Tahap dewasa dapat menyebabkan gangguan proses penyerapan
makanan dalam usus sehingga dapat mengurangi food intake. (Anshary 2008).

2.2.5 Cara Penanggulangannya Bothriocephalus sp.

Bothriocephalus juga dikenal menginfeksi spesies asli yang terancam


seperti Chub humpback ( Gila cypha ), Mojave tui Chub (Siphateles bicolor
mohavensis), Chub roundtail Virgin ( Gila robusta seminuda ), ikan kecil woundfin
(Plagopterus argentissimus), dan ikan mas crucian (Carassius Carassius).
Penemuan infeksi cacing pita besar di dalam populasi ikan mas crucian di Inggris
menjadi perhatian khusus karena belum ada diketahui parasit cacing pita alami ini
ikan mas crucian. Penyebab yang masuk akal mungkin bahwa ikan mas crucian
telah membatasi pertahanan imunologi terhadap parasit ini.

Pengobatan Cacing di Usus Ikan:

1. Penambahan kamala 1,5 - 2 % dalam makanan selama satu minggu dan


diulang kembali minggu berikutnya. Selain itu juga, dapat dengan

7
menggunakan kapsul 180 - 220 mg per pon (1/2 kg) berat ikan yang
dimasukkan ke dalam perut ikan selama 3 hari berturut-turut.
2. Penambahan Dinbutylzinc oxide 0,3 % dalam makanan selama 1 hari atau
500 mg/kg berat badan ditambahkan dalam pelet selama 3 hari dengan
dosis 1/3 per hari.
3. Larutan jenuh para chlorometaxylon (chloroxylelol) yang diberikan
bersama makanan ikan yang dicelup ke dalam larutan ini dan dikombinasi
dengan perlakuan pencelupan 10 cc larutan stok dalam 1 liter air.
4. Phenoxethol 1 % digunakan untuk makanan yang dicelup ke dalam larutan
ini, lalu dalam akuarium ditambahkan 10 cc larutan phenoxethol.
5. Dilurate dibutil timah (Tinostat)
6. Yomesan (niklosamida, Lintex): 50 mg (bahan aktif) per kg ikan. Pilihan
untuk aplikasi adalah sebagai berikut: 500 g per 500 kg pelet kering
makan sebesar 1,5% dari berat badan, 2-3 kali pada interval mingguan; 28
g per 40 kg, makan selama 3 hari.
7. Droncit: 5mg/kg ikan, dengan aplikasi langsung atau dimasukkan ke
dalam pelet. Pemberantasan infeksi akan lebih lengkap jika dipadukan
dengan kontrol copepoda di air kolam.

8
2.3 Diphyllobothrium sp.

2.3.1 Klasifikasi Diphyllobothrium sp.

Gambar 2.3 Diphyllobothrium latum

(Sumber : health.liputan6.com)

➢ Kingdom : Animalia
➢ Phylum : Platyhelminthe
➢ Class : Cestoda
➢ Ordo : Pseudophyllidea
➢ Family : Diphyllobothriidae
➢ Genus : Diphyllobothrium
➢ Species : Diphyllobothrium latum

2.3.2 Ciri Morfologi Diphyllobothrium sp.

Ukuran cacing dewasa bervariasi dari yang panjangnya hanya 40 mm


hingga yang panjangnya 10-12 m dengan lebar 2,5 cm. Bentuk badan cacing
dewasa memanjang menyerupai pita, biasanya pipih dorsoventral (dari belakang ke
depan). Cacing ini terdiri atas scolex (kepala) yang dilengkapi dengan alat isap dan
kait-kait, berfungsi sebagai alat untuk melekatkan atau mengaitkan diri pada
dinding usus 16 manusia. Di belakang scolex terdapat leher, yang merupakan
9
bagian cacing yang tidak bersegmen. Mempunyai sepasang celah penghisap
(bothria) di bagian ventral dan dorsal pada skoleks. Di belakang leher terdapat
proglotid yang semakin lama semakin banyak, sehingga menyebabkan cacing
menjadi semakin panjang dan bersegmen-segmen. Setiap proglotid atau segmen
dilengkapi dengan alat reproduksi jantan dan betina. Cacing ini bersifat
hermaprodit. Semakin jauh dari scolex, maka proglotid nya semakin tua, sehingga
proglotid yang paling ujung seolah-olah hanya sebagai kantong telur saja. Proglotid
yang paling ujung tersebut disebut dengan gravida. Seluruh bagian cacing, mulai
dari scollex sampai proglotid gravid disebut dengan strobila.

2.3.3 Siklus Hidup Diphyllobothrium sp.

Cacing dewasa yang keluar dari usus manusia berwarna gading, panjang
mencapai 10 m, terdiri atas 3000 – 4000 buah proglotid; tiap proglotid memiliki
alat kelamin jantan dan betina yang lengkap. Telur mempunyai operkulum,
dikeluarkan melalui lubang uterus proglotid gravid, dan dapat ditemukan dalam
tinja. Telur menetas dalam air, mengeluarkan larva yang disebut korasidium, dan
dimakan oleh hospes perantara pertama, yaitu kelompok Copepoda seperti Cyclops
dan Diaptomus. Dalam hospes ini larva tumbuh menjadi proserekoid, kemudian
Cyclops dimakan hospes perantara kedua yaitu ikan salem, dan proserkoid berubah
menjadi larva pleroserkoid, disebut juga sparganum. Bila ikan dimakan hospes
definitif, misalnya manusia, sedangkan ikan tidak dimakan dengan baik, maka
sparganum di rongga usus halus dapat tumbuh menjadi cacing dewasa.

10
Gambar 2.4 Siklus hidup Diphyllobothrium latum

(sumber : https://www.cdc.gov/)

2.3.4 Gejala Klinis Diphyllobothrium sp.

Ikan yang terinfeksi jenis cacing ini akan memperlihatkan gejala klinis
seperti berkurangnya nafsu makan, pergerakannya lambat, pertumbuhan lambat
dan terjadi perubahan warna tubuh. (Nureynurey, 2011).

2.3.5 Cara Penanggulangannya Diphyllobothrium sp.

Pencegahan dan Pengendalian Pencegahan infeksi dengan cacing pita ikan


di daerah endemi tergantung pada kontrol sumber infeksi, pembuangan kotoran dan
penjualan ikan. Binatang sebagai hospes reservoar dapat menyulitkan masalah
pemberantasan sumber infeksi. Pembuangan tinja segar di dalam kolam air tawar
harus dihindarkan. Penjualan ikan dari danau yang banyak mengandung parasit

11
harus dilarang, walaupun ada kesukaran dalam pelaksanaan administrasi.
Pendinginan sampai -100C selama 24 jam, memasak dengan sempurna selama
paling sedikit 10 menit pada suhu 500C, mengeringkan dan mengasinkan ikan
secara baik akan mematikan larvanya. Penduduk harus diberi penerangan tentang
bahaya makan ikan mentah atau ikan yang tidak dimasak dengan baik.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kelas Cestoda (cacing pita), memiliki badan seperti pita, terdiri atas skoleks, leher dan
badan (strobila) bersegmen (proglotid), menyerap makanan melalui kulit (kutikulum) badan. Ciri
morfologi Marsipometra sp. Tubuhnya terdiri dari segmen-segmen yang disebut proglotida (lebih
dari 4000) yang berisi testes dan folikel, daerah leher pendek dan memiliki sepasang celah
penghisap. Bothriocephalus sp. mempunyai skolek berbentuk lonjong dan terkadang bulat serta
membesar di bagian posterior, namun pada bagian tepi berbentuk cembung. Diphyllobothrium sp.
memiliki ciri terdiri atas scolex (kepala) yang dilengkapi dengan alat isap dan kait-kait, berfungsi
sebagai alat untuk melekatkan atau mengaitkan diri pada dinding usus 16 manusia.
Siklus hidup Marsipometra sp. dimana Digenea umumnya berbentuk pipih seperti daun
dengan struktur mirip turbelaria free living. Tubuh lunak dan terdiri 2 sucker, faring, kaekum
intestinalis, sistem reproduksi. Siklus hidup Bothriocephalus melibatkan inang definitive yaitu
ikan, dan inang perantara yaitu copepoda. Sedangkan siklus hidup Diphyllobothrium sp. Dimana
cacing dewasa yang keluar dari usus manusia berwarna gading, panjang mencapai 10 m, terdiri
atas 3000 – 4000 buah proglotid; tiap proglotid memiliki alat kelamin jantan dan betina yang
lengkap. Sedangkan
Secara umum pencegahan dari parasit cestoda dapat dilakukan adalah membunuh inang
perantara, putuskan siklus hidup dan inang definit, jangan beri makan ikan mentah. Selain itu,
dapat juga dilakukan desinfeksi pada kolam. Cestoda mempunyai kemampuan reproduksi yang
tinggi. Perubahan ekosistem sehingga menguntungkan bagi cacing akan meningkatkan populasi
cacing dengan pesat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abowei, J.F.N, and E.N Ezekiel. “Trematoda, Tape Worms: Infections by Larval and Other Tape
Worms; and Nematoda in African Fish (A Review).” International Journal of Animal
and Veterinary Advances, vol. 3, no. 5, 2011, pp. 352-366.

Anshary, H. 2008. Modul Pembelajaran Berbasis Student Center Learning (SCL). Jurusan
Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Hassanudin. Makasar. Vol
126

Dra. Rosidah,M,Si. MODUL PRAKTIKUM PARASIT DAN PENYAKIT IKAN (Filum


Helminthes). 2017.

FISH, S. (2018). Prevalensi endoparasit pada lambung dan usus ikan gabus (Channa striata).
Jurnal Ilmiah Samudra Akuatika, 2(2), 1-8.

Kridanta,dkk.(2016). MODUL GURU PEMBELAJAR. Pewarnaan Diferensiasi Terhadap


Sediaan Bakteri.

Meyer, F. P. (1960). Life history of Marsipometra hastata and the biology of its host, Polyodon
spathula. Iowa State University.

14

Anda mungkin juga menyukai