Anda di halaman 1dari 18

PARASIT DAN PENYAKIT IKAN

( Diplozoon paradoxum, Diplectanum sp, Benedenia sp)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Parasit dan Penyakit Ikan

Dosen Pengampu :
Dra. Rosidah, M.Si

Disusun Oleh :

Kelompok 6 / Perikanan A

Sen Sevry Dorodjatun A’Karim (230110200208)


Ajid Zaenal (230110210013)
Inas Maya Tamimah Hanun (230110210020)
Devi Indah Pramesti (230110210037)
Regita Alya Khoirunnisa (230110210054)

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan umatnya hingga akhir zaman.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Parasit dan Penyakit Ikan
pada Program Studi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Padjadjaran.
Penulis telah berusaha sebaik mungkin dalam penyusunan makalah ini.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan masukan yang
membangun bagi penulis. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah yang telah
disusun dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Jatinangor, 5 Maret 2023

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Tujuan....................................................................................................................... 1
1.3 Manfaat..................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................... 3
2.1 Diplozoon paradoxum .............................................................................................. 3
2.2 Diplectanum sp. ........................................................................................................ 5
2.3 Benedenia sp. ............................................................................................................ 7
BAB III PENUTUP.......................................................................................................... 11
3.1 Kesimpulan............................................................................................................. 11
3.2 Saran ....................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 12

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit ikan merupakan hambatan paling besar dalam usaha akuakultur.
Pengembangan serta keberlanjutan kegiatan budidaya ikan sering menghadapi
kendala. Salah satunya yaitu bila terjadi serangan penyakit baik penyakit infeksi
maupun non infeksi. Golongan penyakit infeksi contohnya seperti serangan patogen
baik itu virus, bakteri, jamur, protozoa dan parasit. Sedangkan golongan penyakit
non infeksi yaitu meliputi penyakit yang diakibatkan oleh lingkungan, genetik,
pakan, serta tumor (Aryani et al. 2004).
Penularan parasit dan penyakit pada ikan dapat terjadi melalui beberapa
mekanisme, diantaranya melalui kontak langsung antara ikan yang sakit dan ikan
yang sehat, bangkai ikan sakit, atau dapat melalui air. Penularan ini biasanya terjadi
dalam satu kolam budidaya. Mekanisme penularan lainnya yaitu dapat melalui
peralatan dan pemindahan ikan dari daerah wabah ke daerah yang bukan wabah
(Sunarto 2005).
Salah satu penyakit yang seringkali dijumpai pada dunia akuakultur atau
budidaya ikan yaitu penyakit yang disebabkan oleh parasit. Parasit yang dapat
menginfeksi ikan seperti contohnya Diplozoon paradoxum, Diplectanum sp.,
Benedenia sp. Untuk dapat mengatasi permasalahan itu, diperlukan studi lebih
lanjut mengenai ketiga parasit tersebut. Maka dari itu pembuatan makalah
mengenai “Diplozoon paradoxum, Diplectanum sp., Benedenia sp.” Menjadi sangat
penting.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang
klasifikasi, ciri morfologi, siklus hidup, gejala klinis, serta cara penanggulangan
dari parasit spesies Diplozoon paradoxum, Diplectanum sp., Benedenia sp.

1
1.3 Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang
klasifikasi, ciri morfologi, siklus hidup, gejala klinis, serta cara penanggulangan
dari parasit spesies Diplozoon paradoxum, Diplectanum sp., Benedenia sp.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Diplozoon paradoxum


2.1.1 Klasifikasi
Klasifikasi dari Diplozoon menurut (Nordmann 1832) adalah sebagai
berikut :
Phyllum : Platyhelminthes
Class : Trematoda
Sub-class : Monogenea
Order : Polyopisthocotylea
Family : Diplozoidae
Genus : Diplozoon
Species : Diplozoon paradoxum

Gambar 1. Diplozoon paradoxum

2.1.2 Ciri Morfologi


Diplozoon merupakan salah satu spesies yang sering kali kita jumpai di
perairan tawar dengan ukuran 0,7cm dan memiliki beberapa kait di mulutnya yang
berfungsi untuk mengaitkan dirinya ke dalam insang ikan yang kemudian
digunakan untuk menghisap darah inangnya. Diplozoon paradum memiliki bentuk
simetri bilateral dan menunjukkan variasi musim yang kuat dalam bereproduksi.
Diplozoon memiliki karakteristik opistohaptor yang berbentuk persegi panjang
dengan terminal berbentuk konkaf. Pada opistohaptor terdapat 4 pasang klem yang

3
terletak di posterior rongga mulut, tubuh Diplozoon dipenuhi dengan bitnik-bintik
berpori yang timbul dan berduri dari anterior hingga posterior.
Ciri khas diplozoon ini adalah tubuhnya yang berbentuk X. Diplozoon
sebenarnya adalah dua cacing dewasa yang bergabung bersama, sehingga dikenal
juga sebagai “Twin Worm” atau cacing kembar siam. Diplozoon bersifat
hermaprodit dengan fertilisasi yang terjadi secara cross fertilization (Fertisilasi
Silang). Parasit ini bersifat endoparasit karena menyerang insang ikan Cyprinid
(Yamaguti 2007). Kait pada mulut Diplozoon tersebut berguna untuk mengisap
darah dari insang. Diplozoon paradoxum memiliki simetri bilateral.

2.1.3 Siklus Hidup


Telur dari Diplozoon diletakkan di insang ikan air tawar dan akan berada di
insang ikan hingga telur menetas hingga ke tahap larva (diporpa). Diplozoon akan
tetap dalam stadia larva hingga dua larva Diplozoon bertemu. Kemudian kedua
larva tersebut akan bermetamorfosis dan berfusi atau menyatu (Kagel and
Taraschewski 1993). Diporpa akan bertahan dengan sendiri tetapi akan mati jika
tidak meleburkan diri dengan diporpa lainnya, namun ketika bertemu dengan
diporpalain, diporpa akan bermetamorfosis dan menyatu dengan baik. Kedua
diporpa tersebut kemudian melakukan fertilisasi silang dan menghasilkan gonad.
Diplozoon bereproduksi dengan monogami artinya hanya kawin dengan satu
pasangan saja. Reproduksi Diplozoon paradoxum bersifat musiman, yaitu terjadi
pada musim semi hingga musim panas (Heckmann et al. 2012).

2.1.4 Gejala Klinis


Ikan yang terkena parasit dari Diplozoon sp. Akan memiliki gejala seperti
berikut :
1. Ikan menjadi lesu
2. Tingkah laku berenangnya abnormal
3. Insang menjadi rusak dan pucat
4. Produksi lendir meningkat

4
2.1.5 Cara Penanggulangannya
Penanggulangan dari ikan yang terkena parasit Diplozoon sp. Adalah
sebagai berikut :
1. Perendaman dengan air tawar selama 15 menit, kemudian untuk
mengantisipasi adanya infeksi sekunder direndam Acriflavin 10 ppm
selama 1 jam (Zafran et al 2000)
2. Penyebab parasit ini adalah akibat dari buruknya kolam pemeliharaan oleh
karena itu kebersihan bak dan pengelolaan kualitas air yang baik dengan
sistem filtrasi mekanik, biologi serta kimiawi yang dilengkapi dengan
perlakuan UV ultraviolet dan ozon dapat mengurangi kemungkinan
keberadaan parasit didalam media pemeliharaan.

2.2 Diplectanum sp.


2.2.1 Klasifikasi
Menurut Grabda (1991), Benedenia sp. Memiliki klasifikasi sebagai
berikut:
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda monogenean
Ordo : Dactilogyridae
Famili : Diplectanidae
Genus : Diplectanum
Spesies : Diplectanum sp

2.2.2 Ciri Morfologi


Parasit Diplectanum disebut juga cacing insang, merupakan parasit yang
cukup berbahaya dan sering ditemukan pada ikan laut. Beberapa jenis parasit insang
dapat menyebabkan kematian yang cukup serius pada ikan. Parasit Diplectanum
mempunyai kekhasan yang membedakannya dari spesies lain dalam Ordo
Dactylogyridae yaitu mempunyai squamodisc (satu di ventral dan satu di dorsal),
dan sepasang jangkar yang terletak berjauhan. (Chong & Chao, 1986 dalam Johnny
dkk, 2002).

5
Gambar 2. Diplectanum sp

2.2.3 Siklus Hidup


Diplectanum sp. Memiliki siklus hidup langsung, artinya tidak melibatkan
inang antara. Siklus hidupnya dimulai dari telur yang dilepaskan diperairan, lalu 2-
3 hari akan membentuk larva bersilia (oncomirasidium). Oncomirasidium bergerak
bebas di alam (diperairan) selama 6-8 jam maksimal 24 jam, kemudian mencari
inang yang tepat. Oncomirasidium akan menempel pada insang dan berkembang
menjadi dewasa (Grabda, 1991).

2.2.4 Gejala Klinis


Pertumbuhan ikan mengalami keterlambatan dan penurunan berat badan
serta nafsu makannya berkurang, tingkah laku berenangnya abnormal dipermukaan
air karena terjadi gangguan pernafasan, warna tubuhnya pucat. (Subekti dan
mahasri, 2010)

2.2.5 Cara Penanggulangannya


Diplectanum sp. Ditemukan pada bagian insang ikan. Serangan parasit ini
masih dikategorikan rendah. Ikan yang terinfeksi dari parasit ini akan mengalami
produksi lendir berlebihan serta adanya perubahan warna insang yang menjadi
pucat. Menurut Roza dkk., (2010) serangan berat dari parasit ini dapat merusak
filamen insang dan kadang-kadang dapat menimbulkan kematian karena adanya
gan- gguan pernapasan.
Usaha yang bisa dilakukan untuk pencegahan penyebaran penyakit adalah
pencegahan dan pengobatan. Pencegahan lebih dipilih karena ini bisa dilakukan

6
secara bertahap dan mudah dilakukan sedangkan pengobatan biasanya
membutuhkan biaya banyak. (Hardi, 2015). Upaya yang dapat dilakukan yaitu:
1. Pengadaan air bebas patogen
2. Upaya yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan pengendapan,
penyaringan dan pemusnahan gas beracun baik secara fisik maupun
biologik terhadap sumber air. Disarankan juga unit budidaya memiliki
fasilitas air yang dapat diatur debitnya sesui kebutuhan.
3. Pemberian pakan bebas patogen
4. Hygiene
5. Kebersihan tidak hanya dilakukan terhadap pelaksana, tempat bekerja dan
lingkungan, akan tetapi dilakukan terhadap seluruh fasilitas, media dan
hewan budidaya sehingga memenuhi standard kesehatan dan keselamatan
kerja.
6. Memisahkan ikan yang baru masuk
7. Ikan-ikan yang datang dari daerah lain sebaiknya dilakukan aklimatisasi
terlebih dahulu di tempat terpisah/tersendiri untuk mengadaptasikan dengan
wadah budidaya baru juga untuk mencegah penyebaran penyakit apabila
ikan yang baru datang ini membawa bibit penyakit yang bisa menularkan
ikan budidaya lain
8. Vaksinasi dan Imunostimulan

2.3 Benedenia sp.


2.3.1 Klasifikasi
Menurut Grabda (1991), Benedenia sp. Memiliki klasifikasi sebagai
berikut:
Filum : Platyhelmintes
Kelas : Trematoda Monogenea
Ordo : Dactylogyridea
Famili : Capsylidae
Genus : Benedenia
Spesies : Benedenia sp.

7
2.3.2 Ciri Morfologi
Menurut Ode (2014), Benedenia sp. Memiliki bentuk oval (lonjong) dan
gepeng dengan sepasang sucker bulat (anterior sucker) pada tepi bagian depan dan
sebuah haptor besar (opisthaptor) pada tepi bagian belakang. Jithendran et al.,
(2005) menyatakan bahwa parasit memiliki ukuran tubuh 2,05-3,29 x 0,66-1,33 mm
dan memiliki dua pasang bintik mata pada bagian anterior dan posterior. Pada
bagian anterior bintik mata memiliki ukuran lebih kecil daripada posterior. Parasit
ini bersifat ektoparasit yang umumnya dijumpai pada bagian kulit, mata, rongga
hidung dan insang (Subekti dan Gunanti, 2010).

Gambar 3. Benedia sp

2.3.3 Siklus Hidup


Siklus hidup dimulai dari telur hasil fertilisasi yang dikeluarkan oleh
benedenia sp. Betina di perairan. Telur parasit ini akan menetas dan dalam waktu
4-7 hari menjadi parasite muda (oncomiracidium) yang dapat menyerang
permukaan tubuh dan menuju insang ikan. Infestasi parasit ini dapat menyebabkan
luka pada permukaan kulit dan hilangnya nafsu makan ikan. Infestasi yang parah
dapat mengakibatkan kematian pada ikan jika berada dalam jumlah yang banyak.
(Rahayu, 2009).

2.3.4 Gejala Klinis


Benedenia adalah parasit yang dikenal juga dengan nama cacing kulit
karena biasanya menempel pada bagian kulit ikan dan bisa menimbulkan iritasi
kulit sebagai titik masuk infeksi sekunder. Parasit ini bersifat ektoparasit yang
umumnya dijumpai pada bagian kulit, mata rongga hidung dan insang. (Subekti dan

8
Gunanti 2010). Siklus hidup benedenia dimulai dari telur parasit yang menetas dan
dalam waktu 4-7 hari menjadi parasit muda (oncomiracidium) yang berenang.
Parasit ini biasanya lebih banyak menyerang ikan pada ukuran kurang dari 200 g
per-ekor, hal ini dikarenakan antibodi pada ikan ukuran tersebut masih cukup
lemah. Penyebaran penyakit ini sangat cepat dikarenakan parasit benedenia sp
tumbuh dan berkembang di laut. Tanda yang umum terlihat bila ikan terinfeksi
parasit benedenia sp di antara lain umumnya menyebabkan ikan menghasilkan
lendir atau mucus yang berlebihan, menurunnya nafsu makan, berenang lemah,
pertumbuhan ikan terhambat, kerusakan pada epitel insang dan pada tingkatan yang
lebih parah dapat menimbulkan luka kulit dan membuka peluang terjadinya infeksi
sekunder oleh bakteri (Zafran, 2009). Infeksi yang parah akan menyebabkan
kematian pada ikan jika berada dalam jumlah yang banyak (Rahayu, 2009). Ikan
yang terkena serangan parasite ini akan mengalami gatal-gatal sehingga ikan
menggesek-gesekkan badannya pada jaring yang mengakibatkan timbulnya
luka/borok di bagian tubuh. Luka/borok pada bagian tubuh ikan mengakibatkan
kondisi ikan yang tidak sehat dan nafsu makan ikan terganggu, sehingga ikan akan
mengalami kematian jika tidak ditangani dengan baik.

Gambar 4. Monogonea pada insang ikan

2.3.5 Cara Penanggulangannya


Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pembudidaya untuk
mengendalikan infeksi parasit dan virus ini adalah dengan melakukan aktivitas
pencegahan yang meliputi Tindakan : (1) peningkatan sistem kekebalan tubuh ikan,
(2) vaksinasi, (3) aplikasi sistem biosecurity di seluruh unit produksi dan, (4)
desinfeksi seluruh peralatan dan bahan yang digunakan selama proses produksi.

9
Upaya peningkatan sistem kekebalan tubuh ini ditujukan agar ikan lebih tahan
terhadap infeksi jenis patogen tertentu menjadi sebuah pilihan utama sejak
penggunaan antibiotika dan bahan kimia lainnya dilarang karena selain
menimbulkan resistensi pada mikroorganisme tertentu juga menyebabkan alergi
pada manusia akibat residu antibiotika dan bahan kimia). Aplikasi probiotik juga
dapat menjadi alternatif dalam pengendalian penyakit karena selain dapat
memperbaiki kualitas lingkungan, probiotik juga dapat berfungsi untuk melindungi
ikan dari infeksi mikroorganisme patogen. (Jithendran et al., 2005).
Pengobatan penyakit yang disebabkan oleh parasit Benedenia sp dilakukan
dengan cara merendam ikan di dalam larutan formalin 250 ppm selama 1 jam.
Selama pengobatan diberi aerasi yang kuat. Pengobatan diulang sampai 3 hari
berturut-turut (Kordi, 2011). Parasit Benedenia sp tidak hanya menyerang
permukaan tubuh tetapi juga mata. Pengamatan Benedenia sp pada ikan sangat sulit
karena parasit yang aktif berwarna transparan. Apabila dimasukkan ke dalam air
tawar untuk beberapa menit mereka baru kelihatan karena berubah warna menjadi
keputihan (Sutarmat et al., 2003). Pengamatan Benedenia sp pada ikan sangat sulit
karena parasit yang aktif berwarna transparan, sehingga dilakukan perendaman ikan
dengan air tawar 10 menit agar parasite Benedenia sp terlihat jelas. Perendaman
ikan dengan air tawar ini sebaiknya dilakukan bersamaan dengan pergantian jaring
atau melihat kondisi ikan pada saat itu.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Diplozoon paradoxum adalah dua cacing dewasa yang bergabung bersama
atau seperti kembar siam dan bersifat hermaprodit. Gejala klinis ikan yang terserang
parasit ini yaitu menjadi lesu, tingkah berenangnya abnormal,insang rusak dan
pucat, serta produksi lendir yang meningkat. Parasit Diplectanum merupakan
parasit yang sering ditemukan pada ikan laut dan ditemukan di bagian insang. Ikan
yang terkena parasit ini akan mengalami produksi lendir yang berlebihan serta
adanya perubahan warna insang menjadi pucat dan dapat merusak filamen insang
serta kadang-kadang dapat menimbulkan kematian karena adanya gangguan
pernapasan. Benedenia merupakan cacing yang menempel pada bagian kulit ikan
yang dapat menyebabkan iritasi sebagai titik masuk infeksi sekunder. Infeksi yang
parah dapat menyebabkan kematian jika berada dalam jumlah yang banyak.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah ikan terinfeksi ketiga parasit
tersebut yaitu dengan peningkatan sistem kekebalan tubuh ikan, vaksinasi, aplikasi
sistem biosecurity diseluruh unit produksi dan desinfeksi seluruh peralatan yang
digunakan selama proses produksi, pengadaan air bebas patogen, pemberian pakan
bebas patogen, hygiene, memisahkan ikan yang baru masuk, perendaman
menggunakan air tawar selama 15 menit dan untuk mengantisipasi adanya infeksi
sekunder direndam Acriflavin 10 ppm selama 1 jam serta dengan menjaga
kebersihan bak dan pengelolaan kualitas air.

3.2 Saran
Saran untuk kedepannya supaya ikan tidak terinfeksi oleh parasit Diplozoon
paradoxum, Diplectanum sp., Benedenia sp. Maka para pembudidaya harus dapat
menjaga dan mengelola kualitas air serta kebersihan media dan seluruh peralatan
yang digunakan selama proses budidaya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Aryani, N., Henny, S., Iesje, L., Morina. R. 2004. Parasit dan Penyakit Ikan. UNAI Press.
Pekanbaru.
Grabda, J. 1991. Marine Fish Parasitology; An Outtline. Polish Scientific Publication,
Warszawa. 306 pp.
Hardi, E. H. (2015). Parasit biota akuatik. Mulawarman University Press. Samarinda.
Heckmann, Richard A. et al. 2013. Electron Optics Study of Diplozoon paradoxum from
the Common Carp in Vietnam with Comments of Potential Host Fish. Utah :
Brigham Young University
Jithendrand. K. P., K. K. Vijayan, S. V. Alavandi and M. Kailasam. 2005. Benedenia
epinepheli (Yamaguti 1937), A Monogenean Parasite in Captive Broodstock of
Grouper, Epinephelus tauvina (Forskal). Asian Fisheries Science. Central Institute
of Brackishwater Aquaculture. India.
Johnny. F, D. Roza dan Prisdiminggo. 2002. Kejadian Penyakit Infeksi Parasit Pada Ikan
Kerapu Di Keramba Jaring Apung Teluk Ekas, Kabupaten Lombok Timur, Nusa
Tenggara Barat. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, Bali dan Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat.
Kagel and Taraschewski .1993. host Parasites Interface of Diplozoon Paradoxum in
naturally infected bream Abraris brama. J Fish Dis, 16 : 501 – 506
Mohamad, E. T and S. J. Razak. 2011. Diplectanid parasite from the gills of the triacanthid
fish (Triacanthusbiaculeatus) captured fromKhor Abdullah, Northwest Arabian
Gulf, Iraq. Journal of Basrah Researches.Department.
Nordman, 1832.Electron Optics Study (SEM, EDXA) of Diplozoon paradoxum.
Ode, Inem. 2014. EKTOPARASIT PADA IKAN BUDIDAYA DI PERAIRAN TELUK
AMBON. Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan. Volume 7 Edisi 1.
Rahayu, A. M. 2009. Keragaman dan Keberadaan Penyakit Bakterial dan Parasitik Benih
Kerapu Macan Epinephelus Fuscoguttatus di Karamba Jaring Apung Balai Sea
Farming Kepulauan Seribu, Jakarta. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 70
hal.

12
Roza, D., F. Johnny, dan Zafran. 2010. Pengembangan Vaksin Bakteri untuk
Meningkatkan Imunitas Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) terhadap
Penyakit Infeksi. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur.
Sunarto A. 2005. Epidemiologi Penyakit Koi Herpes Virus (KHV) di Indonesia.
Pusat Riset Perikanan budidaya. Jakarta.
Subekti, S dan G, Mahasri. 2010. Parasit dan Penyakit Ikan (Trematodiasis dan
Cestodiasis). Fakultas Perikanan dan Kelautan dan Kelautan Universitas Airlangga.
Surabaya. 30-50 hal.
Sutarmat, T., S. Ismi, A. Hanafi, S. Kawahara. 2003. Petunjuk Teknis Budidaya Kerapu
Bebek (Cromileptes ALtivvelis) di Keramba Jaring Apung. Balai Besar Perikanan
Budidaya Laut.
Yamaguti S. 2007. Parasitic Worm Mainly from Celebes. Acta Medica Okayama 8(3):270-
283
Zafran, I. Koesharyani dan K. Yuasa. 1997. Parasit Pada Ikan Kerapu di Panti Benih dan
Upaya Penanggulangannya. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol. III(4):16-
23.
Zafran., 2009. Penyakit Parasitik Pada Ikan Budidaya di Daerah Bali. Makalah di
sampaikan pada Seminar Nasional Kelautan V. Pada 23 April 2009. Universitas
Hang Tuah Surabaya.

13

Anda mungkin juga menyukai