BUDIDAYA POLIKULTUR
LELE DAN SAYUR
(Materi disampaikan pada Pelatihan secara Daring, Ambon 30 Juni 2020)
OLEH :
TIM BUDIDAYA BPPP AMBON
I. PENDAHULUAN
Budidaya perikanan merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan produksi perikanan pada masa kini dan masa mendatang dan
menunjukkan perkembangan yang pesat, baik usaha perikanan air tawar, air payau dan
air laut. Tujuan yang ingin dicapai dalam usaha budidaya perikanan adalah memperoleh
ikan dengan ukuran panjang serta berat tertentu dalam jumlah banyak dan biaya efisien.
Ikan lele merupakan jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh
masyarakat Indonesia secara luas. Lele memiliki nilai jual tinggi dan cara budidaya yang
tidak sulit. Ikan lele menjadi komoditas unggulan masyarakat Indonesia karena mudah
dibudidayakan, dapat dipijahkan sepanjang tahun, kandungan gizinya cukup tinggi serta
dapat dipelihara dengan padat tebar yang tinggi dalam lahan terbatas. Media
pemeliharaan dalam budidaya perikanan memiliki peran penting terhadap pertumbuhan
dan kelangsungan hidup kultivan. Perkembangan pembangunan yang pesat di wilayah
perkotaan berdampak pada semakin berkurangnya lahan perikanan dan pertanian yang
ada. Seiring maraknya pembangunan perekonomian dan pemukiman di wilayah
perkotaan, semakin meningkat pula alih fungsi lahan yang terjadi di perkotaan. Lahan-
lahan yang dulunya merupakan lahan perikanan atau pertanian, berubah menjadi
pemukiman penduduk. Dengan semakin menyempitnya potensi lahan di wilayah
perkotaan yang bisa dimanfaatkan, maka pemanfaatan pekarangan merupakan salah
satu opsi yang bisa dipilih. Yakni yang digunakan untuk mendukung pembangunan
perikanan dan pertanian. Pemanfaatan pekarangan kemudian sangat erat kaitannya
dengan usaha mencapai ketahanan pangan masyarakat yang dimulai dari skala yang
paling kecil, yaitu skala rumah tangga. Salah satu cara yang bisa digunakan dalam
pemanfaatan pekarangan adalah teknologi budidaya polikultur ikan lele dan sayur dalam
ember.
Jika persyaratan secara kuantitatif sesuai standar diatas, maka benih kelas tebar
dapat melalui tahapan berikutnya yaitu seleksi terhadap kualitas benih yang akan di
tebar.
Benih ikan ikan lele sebelum ditebar dilakukan pemeriksaan kesehatan dan respon.
Adapun cara memeriksa kesehatan benih ikan lele adalah sebagai berikut :
1. Pengambilan contoh untuk pengujian kesehatan ikan dilakukan secara acak sebanyak
10 % dari populasi, dengan jumlah minimal 30 ekor baik untuk pengamatan visual
maupun mikroskopik.
2. Pengamatan visual dilakukan untuk pemeriksaan adanya gejala penyakit dan
kesempurnaan morfologi ikan.
3. Pengamatan mikroskopik dilakukan untuk pemeriksaan jasad patogen 5 dari 5 Benih
Ikan lele (parasit, jamur, virus dan bakteri) di laboratorium uji.
a. Pakan Terapung
Pakan terapung juga dapat diberikan pada ikan pada tahap pertumbuhan (grower
fase). Penggunaan pakan apung pada masa pertumbuhan memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan penggunaan pakan apung pada fase ini adalah bahwa kita dapat
mengamati tingkat konsumsi pakan ikan sekaligus mengamati kesehatan dan ukuran ikan
yang akan terlihat ketika ikan muncul kepermukaan ikan untuk mengambil pakan.
Penggunaan pakan terapung akan mempermudah dalam menyusun program feeding
Pakan terapung sendiri memiliki kekurangan dalam hal harga. Secara ekonomis,
penggunaan pakan terapung akan lebih boros karena harga yang relatif lebih mahal jika
dibandingkan dengan penggunaan pakan tenggelam. Penggunaan pakan tenggelam
dapat menurunkan biaya produksi khususnya di biaya pakan hingga 20%. Pakan
terapung sendiri biasa dijual dalam beberapa bobot kemasan. Pakan starter biasa
dikemas dalam bobot 10 kg dan untuk masa pertumbuhan dan akhir pemeliharaan 20 –
25 kg.
b. Pakan Tenggelam
Berbeda dengan pakan ikan terapung, pakan jenis ini pada kegiatan pembesaran
tidak disarankan diberikan diawal masa pemeliharaan dimana konsumsi pakan masih
terbatas. Akan sangat sulit mengkontrol tingkat konsumsi pakan pada saat ikan lele masih
kecil. Kesalahan dalam menentukan jumlah pakan ikan dengan jenis tenggelam ini akan
berdampak pada meningkatnya bahan organik secara signifikan, pemborosan biaya
operasional dan menurunkan nafsu makan ikan.
Pakan tenggelam biasa diberikan pada masa pertumbuhan dimana ikan lele yang
dipelihara sudah memasuki bobot 50 gr/ekor. Pemberian pakan dengan pakan tenggelam
dilakukan dengan melakukan sampling bobot biomassa dan prosentase untuk
menentukan jumlah pakan yang diberikan. Data dan kebiasaan pemberian pakan dengan
pakan tenggelam dapat dijadikan acuan dalam menentukan jumlah pakan yang diberikan
per bobot biomassa dan per ukuran ikan untuk menyesuaikan bukaan mulut ikan.
Kelebihan dari pakan tenggelam jika digunakan dalam masa pemeliharaan ikan
lele adalah rendahnya biaya pakan dan menuntut kedisiplinan kita dalam mengamati
perilaku makan ikan sehingga secara otomatis kita juga dapat secara berkala mengamati
kesehatan dan kondisi kegiatan budidaya secara umum terutama dalam kolam
pemeliharaan.
2. Metode Satiasi
Metode satiasi ini artinya adalah pemberian pakan sampai kenyang. Artinya bahwa
tingkat kekenyangan pada ikan dapat kita tentukan. Dalam menentukan tingkat
kekenyangan tentunya juga harus memperhatikan jenis, umur dan kebiasaan ikan.
Tingkat kekenyangan total artinya bahwa ikan dalam kondisi 100% kenyang dimana ikan
tidak memiliki nafsu makan kembali selama beberapa saat setelah diberikan pakan.
Pemberian pakan dengan satiasi penuh ini akan berdampak pada tingginya produksi feses
dalam waktu yang relatif singkat, karena proses pencernaan pakan dalam perut ikan akan
berjalan relatif lebih cepat. Hal tersebut mengakibatkan kerja mikroba pengurai menjadi
berat sehingga beresiko munculnya bahan organik tak terurai yang bersifat toxic/racun.
Pemberian pakan sesuai frekuensi dengan tabel diatas dapat diterapkan dengan
membagi waktu dalam sehari atau 24 jam dan dalam menentukan sebaiknya
dipertimbangkan kemudahan dalam pelaksanannya. Untuk jumlah pakan pada sore atau
Dalam kondisi fisiologis yang prima keberadaan organisme tersebut baik dalam
tubuh ataupun dalam media pemeliharaan tidak akan menyebabkan penyakit.
Tingkat serangan penyakit tergantung pada jenis dan jumlah mikroorganisme yang
menyerang ikan. Kondisi lingkungan dan daya tahan tubuh juga turut memacu cepat
tidaknya penyakit itu menyerang ikan.
Ekosistem akuakultur merupakan lingkungan perairan yang artifisial (tidak alami)
dan tidak setabil. Semakin tinggi intensitas akuakultur, semakin besar ketidak
stabilnyapada semua komponen lingkungan fisik (suhu, cahaya, suara, tekanan air),
kimia (pH, NH3, NO2, CO2, buangan metabolik, logam berat), dan biologis (padat tebar
dan keberadaan hama). Misalkan saja kasus kegagalan pada budidaya udang di tambak
yang melanda wilayah potensi pertambakan ini membawa dampak yang cukup besar
terhadap perlembangan perikanan pada umumnya.
Secara umum faktor yang mendasari terjadinya penyakit dalam kalangan petani
pembudidaya yang selama ini mereka pahami adalah :
- Sulitnya untuk mendapatkan air dengan kualitas yang baik sehingga dalam kegiatan
pergantian air tidak bisa dilakukan sebaik mungkin.
- Kurangnya sarana irigasi
Oleh karena itu dengan timbulnya suatu penyakit pada kegiatan budidaya adalah
merupakan suatu hambatan untuk keberhasilan kegiatan tersebut, sehingga sebelum
dilakukan suatu tindakan maka yang perlu kita ketahui terlebih dahulu penyebab dari
terjadinya penyakit. Penyebab timbulnya penyakit ikan secara umum dalam suatu proses
kegiatan budidaya dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Penyakit infeksi yang ditimbulkan oleh parasit, yang dimaksud dengan parasit
adalah merupakan suatu bentuk organisme yang hidupnya dapat menyesuaikan
diri baik dalam tubuh ikan ataupun dalam media pemeliharaan yang sifatnya
merugikan biota yang kita pelihara.
Penyakit parasite tidak menyebabkan kematian pada ikan dalam waktu yang
singkat, tetapi memerlukan waktu inkubasi untuk menjadi epizootik. Penyakit
kelompok bakteri, jamur, virus dan protozoa lebih cepat menimbulka nepizootik
bila dibandingkan dengan arthopoda, sedangkan penyakit helmitiasis (cacing)
jarang menimbulkan wabah atau kematian.
2. Penyakit non infeksi yang ditimbulkan oleh faktor non parasit. Penyakit ini biasanya
dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan biotik
dan abiotik. Lingkungan biotik misalnya adalah blooming alga, larva atau imoga
serangga, sedangkan lingkungan abiotik adalah suhu, oksigen dalam air, pH air,
dan populasi.
Pada dasarnya penyakit yang menyerang ikan tidak datang dengan
sendirinya melainkan melalui proses hubungan antara tiga faktor, yaitu kondisi
lingkungan (kondisi di dalam air), kondisi ikan (inang), dan adanya jasad patogen (jasad
Di dalam air sangat mudah terjadi penularan penyakit dari ikan satu ke ikan lainnya.
Penularan bisa melalui insang atau gesekan antarkulit. Parasit dapat masuk kedalam
kolam atau wadah budidaya melalui air, tumbuh-tumbuhan atau hewan lain. Peralatan
kolam, seperti serok dan jaring dapat juga menjadi perantara masuknya bibit penyakit.
3) Identifikasi Penyakit
Langkah pertama yang harus dilakukan untuk mengatasi penyakit yang
menyerang ikan peliharaan adalah mendeteksi tanda-tanda serangan dan
mengidentifikasi secepat mungkin penyebabnya.
Secara gasir besarnya, tanda-tanda ikan yang terserang panyakit adalah sebagai
berikut :
✓ Ikan kelihatan pasif, lemah dan kehilangan keseimbangan tubuhnya sehingga
cenderung mengapung di permukaan air,
- Trichodiniasis
Disebabkan oleh ektoparasit ciliata protozoa Trichodina spp. Gejala klinis ikan
terinfeksi antara lain nafsu makan menurun, terlihat lamban dan pucat. Freksuensi
pernafasan cepat dan sering meloncat-loncat dipermukaan air. Mengosok-gosok
badan pada dinding bak, lendir berlebihan dan tubuh pucat, lipatan-lipatan
operculum dan mulut mangalami perdarahan hebat, insang yang terinfeksi
Trichodinia sp
- Caligiosis
Gelisah, suka menggosok-gosokan badannya pada dinding bak, kulit terasa kasar bila
diraba dengan tangan, terdapat luka di sekitar mulut. Ikan kehilangan nafsu makan,
berenang lemah dan eksresi lendir berlebihan. Infeksi parasit ini tidak menimbulkan
kematian, tetapi bila terjadi infeksi sekunder oleh bakteri dapat menimbulkan
kematian. Pengendalian terhadap penyakit ini adalah dengan merendam ikan air
tawar selama 5 – 10 menit dan diulangi selama 3 hari berturut-turut atau
perendaman dalam larutan hydrogen peroxide 150 ppm selama 30 menit.
- Cryptocaryoniosis atau White Spot yang menyerang kulit dalam bentuk bintik putih,
Trichodina yang juga menyerang kulit dan insang.
- Penyakit mata menonjol keluar, disebabkan karena tingginya bahan organic didalam
kolam.
- Penyakit Schooliosis (bengkok tulang punggung), disebabkan karena keturunan,
kejutan temperature terjadi pada fase larva (benih), kondisikualitas air yang jelek,
kekurangan vitamin C dan D.
Alat dan Bahan yang diperlukan untuk budidaya polikultur lele dan sayur seperti pada
tabel. 5.
3. Potong kawat yang lentur tadi sekitar 40 cm lalu bengkokan seperti huruf
U agar nanti bisa di kaitkan ke ember. Untuk bentuk pembengkokan/pembentukan
kawat, dapat berinovasi sendiri sesuai selera yang penting penting kawat yang sudah
dibengkokkan dapat dikaitkan dengan ember Gambar 8
5. Selanjutnya isilah gelas dengan bibit kangkung, untuk bibit kangkungnya sendiri
bisa menggunakan kangkung yang ada akarnya yang bisa dibeli di warung potong
bagian bawahnya lalu tanam ke gelas yang sudah di siapkan.
8. Cantolkan kangkung yang sudah di siapkan tadi pada pinggiran ember dan
usahakan bagian bawah gelas terendan air hingga setengahnya.
9. Kangkung cukup dilakukan sekali tanam untuk dipanen berkali-kali hingga 4 bulan
berikutnya. Caranya adalah dengan memotong kangkung agar tunasnya dapat tumbuh
kembali.
Affandi, R., DS Sjafei, MF Rahardjo dan Sulistiono. 1992. Fisiologi Ikan. IPB Bogor : Pusat
Antar Universitas Ilmu Hayati.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 1. Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 2. Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 3. . Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional.
Kordi.M.G. 2010. Budidaya Ikan Lele di Kolam Terpal. Jakarta : Andi Publisher.
Lovell, R.L. 2014. Nutrition of Aquaculture Species. Journal of Animal Science. (69): 4193
– 4200.
Rahayu, Sri. 2015. Budidaya Lele di Lahan Sempit. Jakarta : Infra Hijau.