Anda di halaman 1dari 16

Review Jurnal

LOBSTER AIR LAUT

Disusun Oleh:
Indrawan Abas (1111419035)

BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
Tugas Review Jurnal
Jurnal 1
Judul Jurnal Kesesuaian Lahan Budidaya Lobster (Panulirus spp) Sistem
Kramba Jaring Apung Menggunakan Pendekatan Sistem
Informasi Geografi
Penulis Arif Prasetya dan La Ode Abdul Fajar Hasidu
Nama Jurnal Jurnal Airaha
Tahun Jurnal 2021
Vol (No): hal 10(2): 222-223
Pendahuluan Lobster laut merupakan jenis hewan invertebrate yang bernilai
ekonomis penting dan permintaan pasarnya terus meningkat.
Adapun produksi perikanan di Kabupaten Kolaka untuk
perikanan tangkap pada tahun 2017 adalah 20.167 ha dan
dapat dikatakan bahwa daerah ini memiliki potensi perikanan
budidaya yang sangat besar. Di alam, lobster memiliki tingkat
kematian benih bening yang sangat tinggi dan kelangsungan
hidupnya di perairan Indonesia hanya 0,01%. Pengetahuan
mengenai pembudidayaan lobster masih kurang sehingga
produktivitas budidaya pembesaran lobster rendah dan
menghadapi berbagai kendala. Pada tahun 2021 KKP merevisi
Permen KP yang mengatur kegiatan pengelolaan lobster dan
lebih memprioritskan kebutuhan budidaya dalam negeri.
Perkembangan kegiatan marikultur di Indonesia masih banyak
mengalami kesalahan karena kurangnya pengetahuan
mengenai hal tersebut. Keberhasilan kegitan marikultur salah
satunya ditentukan oleh pemilihan lokasi yang tepat.
Sedangkan untuk keberhasilan kegiatan budidaya laut
ditentukan oleh penempatan kegiatan budidaya tersebut.
berdasarkan hal tersebut maka, pengetahuan dan penentuan
lokasi calon budidaya lobster sebaiknya diperhatikan dan
dipersiapkan sebaik mungkin untuk meminimalisir risiko
dalam kegiatan budidaya. Adapun tujuan penelitian ini adalah:
(1) Mengidentifikasi dan memetakan beberapa parameter
oseanografi yang sesuai untuk kegiatan budidaya lobster
sistem keramba jaring apung, (2) Menghasilkan rekomendasi
berupa peta spasial kelayakan lahan budidaya lobster sistem
keramba jaring apung.
Bahan dan Metode Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2021, lokasi
penelitian di sepanjang perairan dekat pesisir Kabupaten
Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Penulis Kemudian
menguraikan satu persatu alat dan bahan yang digunakan
dalam penelitian ini. Data dikumpulkan menggunakan metode
survei dan pengukuran langsung di lapangan. Pengambilan
data dilakukan pada 58 stasiun yang tersebar di lokasi bagian
utara dan selatan perairan Kolaka. Penentuan stasiun secara
purposive sampling yaitu dari pengamatan langsung di
lapangan. Parameter oseanografi in situ yaitu koordinat
stasiun, suhu perairan, salinitas, oksigen terlarut, substrat dan
tingkat kecerahan. Data parameter ex situ kecepatan arus dan
kedalaman perairan didapatkan dari citra satelit. Analisis
kesesuaian lahan menggunakan program Arc GIS 10. Metode
menggunakan analisis interpolasi dan klasifikasi spasial,
kemudian melakukan overlay data pada seluruh parameter
oseanografi untuk memberikan scoring. Kriteria kesesuaian
disusun berdasarkan parameter lingkungan yang
dipersyaratkan dengan mengacu pada matriks kesesuaian.
Selain itu dilakukan juga perhitungan nilai indeks kesesuaian.
Hasil dan Pembahasan Hasil pengukuran lapangan menunjukan nilai yang variatif
terhadap nilai toleransi kesesuaian perairan. data hasil
pengukuran parameter lingkungan osenografi pada 58 stasiun
pengamatan disajikan dalam bentuk peta sebaran. 1)
Keterlindungan, perairan Kolaka termasuk wilayah Teluk
Bone, secara geografis memiliki persentase wilayah posisi
keterlindungannya sangatlah kurang. 2) Kedalaman, Hasil
pengolahan data citra satelit National Oceanic and
Atmospheric Administration (NOAA) Etopo1 yang di overlay
dengan data koordinat lapangan didapatkan kedalaman
berkisar antara 14-30 meter. Nilai kedalaman tersebut ada
yang sesuai untuk budidaya KJA lobster, tetapi ada juga yang
tidak menjadi rekomendasi untuk kelayakan lokasi budidaya.
3) Arus, Berdasarkan hasil pengolahan data citra satelit untuk
data arus pada National Ocean and Atmospheric
Administration's gelombang yang cukup tinggi. Nilai
kecepatan arus ini jika dikorelasikan dengan tabel matriks
kesesuaian dikategorikan cukup sesuai. 4) Substrat,
Berdasarkan data lapangan ditemukan substrat dasar perairan
Kolaka bervariatif, mulai dari substrat lumpur, pasir
berlumpur dan berpasir. 5) Kecerahan, Hasil pengukuran
lapangan berada pada kisaran 5-14 meter. Kecerahan rendah
dikarenakan beberapa lokasi dekat dari vegetasi mangrove,
muara sungai dan lokasi pelabuhan perusahaan tambang. 6)
Suhu, Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan, sebaran
suhu di perairan Kolaka yaitu antara 28-30 ºC, perairan bagian
utara suhu perairan cenderung lebih rendah dikarenakan
terdapat beberapa stasiun berdekatan dengan wilayah muara
setelah dilakukan overlay data daerah aliran sungai, tapi masih
bisa ditolerir untuk kegiatan budidaya. 7) Oksigen Terlarut
Berdasarkan data lapangan yang didapatkan dan diolah,
didapatkan sebaran oksigen terlarut 4,15-6,80 mg/l. Terlihat
dari sebaran DO, wilayah perairan bagian utara Kolaka cukup
tinggi, dikarenakan arus yang cukup kuat dan banyak aliran
sungai dari celah daratan tinggi mengalir ke perairan,
sementara wilayah perairan bagian selatan cukup stabil di
kisaran 4-5 mg/l. 8) Salinitas, Sebaran salinitas perairan dari
hasil pengukuran lapangan dan olah data didapatkan kisaran
30-38 ppt. Berdasarkan peta hasil kesesuaian lahan perairan
menggunakan aplikasi ArGIS 10.4, diperoleh bahwa area
yang dapat mendukung kegiatan budidaya lobster KJA di
perairan Kolaka seluas 7973 ha masuk klasifikasi sangat
sesuai, seluas 20090 ha merupakan area yang cukup sesuai
untuk budidaya dan 9519 ha merupakan area yang tidak
sesuai.
Kesimpulan Hasil penelitian menyimpulkan bahwa nilai kisaran seluruh
parameter lingkungan yaitu: suhu permukaan laut 28-30 °C,
salinitas 30-38 ppt, kecerahan 5-14 m, oksigen terlarut 4,15-
6,80 mg/l, kecepatan arus 0,25-0,60, kedalaman perairan 10-
27 m
Kelemahan Kekurangan dari jurnal ini menurut saya adalah penggunaan
kalimat oleh penulis yang menyebutkan bahwa lobster belum
menjadi pilihan utama padahal lobster merupakan komoditas
ekonomi tinggi yang banyak diminati oleh semua kalangan
namun, pada umumnya lobster hanya dapat dijangkau oleh
mereka yang memiliki perekonomian menengah ke atas.

Jurnal 2
Judul Jurnal Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Udang Lobster Dengan
Sistem Keramba Jaring Apung (KJA) di Teluk Jor Desa
Jerowaru Kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok Timur
Penulis Nashuddin dan Muhammad
Nama Jurnal Journal Ilmih Rinjanis
Tahun Jurnal 2017
Vol (No): hal 5(1)
Pendahuluan Potensi pengembangan perikanan di Indonesia cukup baik.
Hal ini ditunjang oleh kepulauan Indonesia tersebar dengan
17.508 pulau dan memiliki garis pantai 81.000 km. Ekosistem
pesisir merupakan sumber kehidupan bagi rakyat, bahkan
selama bertahun-tahun telah menjadi pendukung bagi
pembangunan sosial dan ekonomi di Indonesia. Provinsi NTB
memiliki luas perairan laut mencapai 29.159 km2 . Luas
wilayah perairan tersebut diberdayakan melalui kegiatan
penangkapan dan budidaya. Komoditi hasil laut yang banyak
di ekspor adalah lobster, karena komoditas ini cukup
pootensial untuk dikembangkan diperiaran laut NTB karena
memiliki kelayakan dari segi fisika-kimia oseanografi.
Provinsi NTB tahun 2012 menunjukkan bahwa prospek
pengembangan budidaya lobster di Kabupaten Lombok Timur
terus mengalami peningkatan dengan tren produksi yang
semakin baik. Namun kondisi harga komoditas lobster yang
fluktuatif ditambah harga pakan dan biaya operasional yang
terus meningkat menyebabkan usaha ini perlu ditinjau dari
segi kelayakan usaha. Untuk itulah dipandang perlu
melakukan penelitian tentang kelayakan usaha budidaya
lobster dengan sistem keramba jaring apung (KJA) di Teluk
Jor Desa Jerowaru Kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok
Timur.
Metode Penelitian Tempat penelitian adalah di Teluk Jor Desa Jerowaru
Kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok. Pengumpulan data
dilakukan dengan teknik angket dengan bantuan keuesioner.
Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 30 orang
yang ditentukan secara quota sampling. Data yang telah
dikumpulkan dianalisis secara deskriptif kuantitatif melalui
pendekatan rumus matematis sederhana antara lain rumus
analisis biaya dan pendapatan, analisis perhitungan
pendapatan dan analisis return cost ratio
Hasil dan Pembahasan Hasil rekapitulasi data yang di dapat dari kondisi usaha
budidaya lobster di Teluk Jor Des Jerowaru Kecamatan
Jerowaru adalah: umur petani lobster di Teluk Jor sebagian
besar berkisar antara 41- 50 tahun yang menunjukkan bahwa
sebagian besar petani pembudidaya lobster di Teluk Jor
memiliki umur dalam kategori umur produktif. uktif. Petani
yang memiliki usia muda akan unggul dari segi kekuatan
fisik, kelincahan, respon, dan mobilisasi yang lebih cepat.
Dilihat dari tingkat pendidikan, petani udang lobster di Teluk
Jor sebagian besar Tidak tamat SD (43%). Artinya bahwa
petani udang lobster sebagian besar berpendidikan sangat
rendah. Berdasarkan tingkat pengalaman terlihat bahwa
sebagian besar petani pembudidaya udang lobster di Teluk Jor
telah cukup berpengalaman dalam membudidayakan udang
lobster dengan sistem KJA, yakni sebesar 67% atau 20 orang
dari 30 responden memiliki pengalaman antara 6-10 tahun.
Selain itu terdapat analisis biaya yang terdiri dari perhitungan
biaya tetap, perhitungan biaya variable, dan penetuan nilai
produksi. Sedangkan untuk analisis data,terdiri atas analisis
perhitungan biaya yang dikeluarkan oleh petani, analisis
perhitungan pendapatan, dan analisis kelayakan usaha udang
lobster.
Kesimpulan Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis biaya dan
pendapatan petani, diperoleh bahwa usaha udang lobster
dengan sistem KJA di Teluk Jor Desa Jerowaru Kecamatan
Jerowaru Kabupaten Lombok Timur layak untuk
dikembangkan.
Kelemahan Kelemahan dari jurnal ini menurut saya yaitu penggunaan
ukuran huruf yang kecil dan berbeda-beda sehingga terkesan
sulit untuk di baca. Selain itu jurnal ini hanya menggunakan
referensi 3 saja, dua jurnal tahun terbaru dan 1 jurnal yang
sudah lama.

Jurnal 3
Judul Jurnal BUDIDAYA PEMBESARAN UDANG KARANG (Panulirus
spp.)
Penulis Dwi Eny Djoko Setyono
Nama Jurnal Journal Ilmih Rinjanis
Tahun Jurnal 2006
Vol (No): hal Vol. XXXI (4) : 39- 48
Pendahuluan Pada bagian ini penulis menjabarkan bahwa, Akibat
tingginya permintaan dan kecenderungan harga yang terus
meningkat, menyebabkan nn nelayan selalu meningkatkan
upaya/usahanya untuk menangkap lobster dari alam.
Penangkapan yang semakin intensif tersebut tentunya akan
sangat membahayakan populasi lobster di alam jika tidak
segera diimbangi dengan pembenihan dan restocking. Pada
tahun-tahun terakhir ini disinyalir telah terjadi penurunan
populasi yang ditandai dengan penurunan jumlah hasil
tangkapan dan ukuran udang yang tertangkap di alam
(KADAFI et al, 2006), khususnya di perairan selatan Jawa
(Banyuwangi, Trenggalek, Pacitan, Gunungkidul, Kebumen,
dan Pangandaran). Di daerah tersebut pada saat puncak musim
penangkapan lobster (November - Januari) sering dijumpai
banyak anakan lobster yang belum layak jual (<100 g) ikut
tertangkap. Hal ini tentunya akan sangat mengganggu proses
rekruitmen alami. Tulisan ini disajikan untuk memberikan
informasi bahwa anakan lobster yang ikut tertangkap jaring
tetapi belum layak jual (<100 g) dapat dipelihara/ digemukkan
(fattened) hingga mencapai ukuran layak jua dil (>100 g).
Hasil dan Pembahasan Jenis dan Habitat
Pada bagian ini penulis menjabarkan bahwa di
perairan Indonesia diketahui ada enam jenis udang karang
bernilai ekonomis penting. Enam jenis lobster termasuk dalam
genus Panulirus, yaitu udang batu (Panulirus peniculatus),
udang raja (P. longipes), udang rejuna (P. versicolor), udang
jarak (P. polyphagus), udang pantung (P. homarus), dan udang
ketangan (P ornatus) (MOOSA, 1984 dan MOOSA &
ASWANDY, 1984). Udang-udang karang tersebut banyak
dijumpai di perairan pesisir dengan dasar perairan berupa
pasir berbatu.
Biologi
Pada bagian ini penulis menjelaskan bahwa bentuk
fisik udang karang secara umum terdiri atas dua bagian, yaitu
bagian depan disebut cephalotorax dan bagian belakang
disebut abdomen. Seluruh tubuh lobster dilindungi oleh
kerangka luar (cangkang) yang keras dan terbagi atas ruas-
ruas. Bagian depan (kepala dan dada) terdiri atas tiga belas
ruas dan bagian badan terdiri atas enam ruas. Pada bagian
kepala (rostrum) terdapat organ-organ seperti rahang
(mandibula), insang, mata majemuk, antenulla, antenna, dan
lima pasang kaki jalan (pereiopoda). Pada bagian badan
terdapat lima pasang kaki renang (pleopoda) dan sirip ekor
(uropoda). Udang karang bersifat nocturnal yaitu melakukan
aktifitas mencari makan pada malam hari. Pada siang hari
mereka bersembunyi di tempat-tempat yang gelap dan
terlindung, di dalam lobang-lobang batu karang. Udang
karang bertelur sepanjang tahun dengan puncak pemijahan
pada awal musim hujan.
Penggemukan (Fattening) Anakan Lobster
Anakan udang karang atau lobster dengan berat kurang
dari 100 gram per ekor tidak layak untuk ekspor sehingga
nilai jualnya sangat rendah. Pada tahun 2005, anakan udang
karang yang berukuran kurang dari 100 g di desa Watukarung
Pacitan dijual dengan harga antara Rp 12.500,- dan Rp
15.000,- per kg. Harga tersebut naik menjadi sekitar Rp
60.000,- per kg setelah diketahui bahwa anakan udang karang
dapat dipelihara atau dibudidayakan untuk mencapai ukuran
berat lebih dari l00 g per ekor (Gambar 3B). Program
pembesaran anakan udang karang tersebut dirintis oleh staf
peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI melalui
Program Iptekda LIPI bekerjasama dengan Fakultas Biologi
UGM dan Balai Benih Ikan Pantai -DKP DIY di Sundak -
Gunungkidul.
Pertumbuhan
Pada bagian ini penulis menjelaskan bahwa secara periodik
lobster akan berganti kulit (moulting), yaitu kulit yang lama
akan ditanggalkan dan diganti dengan kulit yang baru. Pada
saat pergantian kulit tersebut bisanya diikuti dengan
pertumbuhan dan pertambahan berat. Pemberian pakan yang
baik, jumlah dan nutrisinya mencukupi, akan merangsang
lobster untuk cepat berganti kulit. Pada saat ganti kulit kondisi
lobster menjadi sangat lemah dan perlu tempat berlindung
untuk menghindari serangan (kanibalisme) dari teman-
temannya. Proses pengerasan kulit akan berlangsung selama
satu hingga dua minggu. Proses pengerasan kulit tersebut
dipengaruhi oleh jumlah dan gizi (nutrisi) pakan.
Teknik Budidaya
Pada bagian ini penulis menjelaskan bahwa dua teknik
budidaya pembesaran anakan udang karang yang telah
dipraktekkan dan berhasil, yaitu sistem pemeliharaan di dalam
karamba jaring apung dan sistem pemeliharaan di dalam
bak/kolam terkontrol di darat, baik di dalam ruangan maupun
di luar ruangan.
Kepadatan Tebar dan Pakan
Kanibalisme jarang terjadi pada udang karang selama udang
tersebut memperoleh pakan yang cukup dan merasa aman
(ada shelter). Pada sistem karamba jaring apung dapat
ditebarkan anakan udang karang sebanyak 15-20 ekor per m2
luas dasar karamba. Untuk sistem bak/kolam dapat ditebarkan
anakan sebanyak 10-15 ekor per m2 luas dasar bak/kolam.
Jenis pakan untuk udang karang yang dipelihara di dalam
karamba jaring apung berupa ikan rucah sebanyak 10% dari
berat tubuhnya per hari. Pakan utamanya diberikan pada sore
hari menjelang malam. Ikan yang akan diberikan untuk pakan
sebaiknya ditempatkan pada suatu wadah supaya tidak hanyut
keluar dari karamba.
Hama dan Penyakit
Udang karang termasuk jenis udang laut yang sangat sensitif
terhadap perubahan salinitas dan suhu. Kualitas air yang
buruk bisa menyebabkan udang karang kurang sehat dan mati
karena stress dan tidak ada nafsu makan. Oleh karena itu,
sangat penting untuk menjaga kestabilan kondisi air (salinitas
dan suhu) di dalam bak pembesaran anakan udang karang.
Pada dasarnya hama dan penyakit pada udang karang adalah
sangat jarang. Namun demikian perlu kewaspadaan bahwa
meskipun kematian udang karang akibat hama dan penyakit
sangat rendah, serangan (kanibalisme) terhadap udang yang
sedang ganti kulit (moulting) bisa sangat fatal dan merugikan.
Oleh karena itu, jumlah shelter sebagai tempat berlindung di
dalam kurungan atau bak pemeliharaan harus memadai.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penulisan ilmiah tersebut dapat disimpulkan
bahwa lobster yang berukuran kecil dapat untuk dipelihara
dan dilakukan penggemukan dengan menggunakan metode
KJA maupun Bak Beton dengan tetap memperhatikan kondisi
lingkungan dari lobster yang dibudidayakan.
Kelemahan Kelemahan jurnal ini memiliki struktur yang kurang lengkap
seperti tidak memiliki bahan dan metode penelitian.

Jurnal 4. Internasional
Judul Jurnal Pengembangan Desain Akuakultur Ramah Lingkungan untuk
Budidaya Lobster di Indonesia
Penulis Yeyes Mulyadi, Kriyo Sambodho, Nur Syahroni, Muhammad
Zikra dan Winda Amalia Herdianti
Nama Jurnal Journal of Aquaculture Research & Developmen
Tahun Jurnal 2018
Vol (No): hal (9):3
Pendahuluan Pada bagian ini penulis menjabarkan bahwa, Saat ini
budidaya lobster dalam keramba di Indonesia memiliki
potensi yang baik untuk dikembangkan dengan menggunakan
unit budidaya skala kecil, dimana banyak laguna pesisir yang
dapat mendukung keragaman desain keramba yang
digunakan. Budidaya lobster telah berkembang di Indonesia
namun terdapat beberapa permasalahan yaitu masih tingginya
kanibalisme selama fase puerulus lobster. Kedepan, tantangan
desain keramba lobster adalah mengembangkan keramba
lobster yang mampu menekan angka kanibalisme dalam
budidaya lobster.
Penelitian ini mengusulkan budidaya lobster dengan
mengadaptasi habitat lobster di alamnya. Lobster yang dipilih
dan dikembangkan dalam penelitian ini adalah Panulirus
longipes,Panulirus homarusdanPanulirus ornatus. Lobster ini
hanya hidup di perairan dengan kecepatan arus permukaan
antara 20-40 cm/detik. Hal ini menunjukkan bahwa lobster
tersebut hidup di perairan tenang yang cocok untuk bambu,
karena memiliki daya apung untuk mengapung di atas air
secara alami.
Hasil dan Pembahasan Respon struktur
Kandang lobster yang ditambatkan merupakan suatu
bangunan terapung yang memiliki gerak merespon angin,
ombak dan arus. Analisis respon gerak dapat dilakukan
dengan menggunakan analisis Response Amplitude Operator
(RAO). Dalam penelitian ini, RAO kandang dihitung
menggunakan pemodelan numerik. Analisis gerak dalam
pemodelan numerik diasumsikan bahwa keramba lobster
tertambat dengan baik, berat total 750 kg, dan beban
lingkungan menggunakan data dari 5-12 di bawah
menunjukkan hasil RAO dari pemodelan numerik. Hasil
analisis numerik menunjukkan bahwa gerakan surge
maksimum adalah 2,2 m, gerakan heave RAO adalah 0,3 m
dan gerakan pitch maksimum adalah 0,90.
Dari hasil RAO dapat ditentukan ukuran tali untuk
keramba lobster. Tali yang dipilih adalah tali kawat dengan
diameter 25,4 mm atau 1 inci, berat 2,75 kg/m dengan
kekakuan 29,8 MN. Tali ini mampu menahan tegangan
maksimum 399 KN. Pada tali juga ditambahkan pemberat
untuk menjaga tali tetap pada saat air surut. Pemberat
memiliki berat 40 kg.
Validasi pemodelan

Validasi pemodelan dilakukan dengan perbandingan


antara model numerik dan percobaan prototipe pada Flume
Tank di Departemen Teknik Kelautan ITS. Model eksperimen
memiliki skala 1:4,5. Percobaan ini bertujuan untuk
mengetahui karakteristik respon gerak heave pada struktur
akuakultur. Gerakan menggelinding dan menggelinding tidak
dapat dilakukan pada percobaan ini karena keterbatasan alat di
dalam flume tank. Eksperimen dilakukan dengan menguji
prototipe dengan variasi periode gelombang.
Pengukuran dilakukan dengan mengukur perubahan elevasi
geladak ke titik acuan untuk mendapatkan gerakan naik-turun
dari prototipe akuakultur. Hasil percobaan pada penelitian ini
diperoleh RAO terbesar pada gerak angkat adalah 0,35 m.
Hasil eksperimen pada flume tank dibandingkan dengan hasil
analisis numerik untuk proses validasi. Terdapat selisih 0,05
m gerak heave RAO antara hasil eksperimen dan hasil analisis
pemodelan numerik. Tapi, perbedaan tersebut masih bisa
ditoleransi. Perbandingan antara kedua hasil menunjukkan
garis tren yang sama. Berikut grafik perbandingan RAO
analisis gerak akuakultur menggunakan pemodelan numerik
dan eksperimen pada tangki flume.

Kesimpulan Rancangan konsep budidaya lobster dalam penelitian ini


mengadaptasihabitat lobster di alamnya. Oleh karena itu, ia
menggunakan beberapa terumbu buatan sebagai tempat
berlindung lobster saat berganti kulit dan menghindari
kanibalisme selama fase puerulus lobster.
Kelemahan Kelemahan dari jurnal ini menurut saya adalah pembahasan
pada pendahuluan yang terlalu terbelit-belit dan ada bahasan
yang semestinya bisa menjadi peluang namun dalam jurnal ini
dijadikan sebagai hambatan. Selain itu penulis juga
menggunakan peta strategi yang tidak mudah untuk dipahami

Jurnal 5
Judul Jurnal Lobster Aquaculture Business in East Lombok Regency:
Challenges and Prospect
Penulis T Apriliani, C Yulianti, R Yusuf, R Triyanti dan A Zulham
Nama Jurnal International and National Symposium on Aquatic
Environment and Fisheries
Tahun Jurnal 2021
Pendahuluan Lobster termasuk komoditas perdagangan penting dan salah
satu produk perikanan yang paling banyak diperdagangkan
dalam perdagangan internasional. Indonesia merupakan
pengekspor benih lobster yang signifikan, terutama ke negara-
negara tujuan ekspor seperti Vietnam, Hongkong, Singapura,
Thailand, Brunei Darussalam, dan Malaysia. Jenis lobster
yang umumnya diekspor adalah Panulirus homarus (lobster
pasir). Pemberlakuan Permen KP No. 56 Tahun 2016 tentang
Larangan Menangkap dan Mengekspor Lobster
(panulirusSp.), Kepiting (scyllaSpp.), dan rajungan
(portunusSpp.) dari Wilayah Indonesia menimbulkan masalah
baru bagi masyarakat pesisir Pulau Lombok. Berdasarkan
Hasil penelitian, aturan ini menimbulkan berbagai dampak
terhadap kondisi masyarakat khususnya di Pulau Lombok,
baik secara ekonomi maupun sosial terutama hilangnya mata
pencaharian masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi beberapa peluang dan tantangan budidaya
lobster khususnya di Kabupaten Lombok Timur berdasarkan
analisis SWOT sebagai bahan pertimbangan untuk
pengembangan budidaya lobster di masa mendatang.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder.
Data primer dikumpulkan dari 30 responden yang terdiri dari
pemangku kepentingan yang terlibat dalam budidaya lobster
yaitu akademisi (Universitas Mataram), Dinas Perikanan,
penyuluh perikanan, dan pembudidaya lobster di Kabupaten
Lombok Timur. Data sekunder diperoleh dari BPS, data Desa
Pesisir, dan Dinas Perikanan Kabupaten Lombok Timur.
Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga Agustus
2020 dan menggunakan analisis SWOT
Hasil dan Pembahasan Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan budidaya
lobster di Lombok Timur diidentifikasi berdasarkan studi
literatur, diskusi kelompok terfokus dengan pemangku
kepentingan, dan kunjungan lapangan. Meskipun benih dan
ikan rucah untuk budidaya lobster tersedia di wilayah studi,
semua peserta mengkhawatirkan stabilitasnya dari segi
kualitas, kuantitas, dan harga. Teknologi budidaya yang
belum berkembang seperti teknologi pakan, manajemen
penyakit, pembenihan, pemasaran, dan perdagangan juga
menjadi kelemahan pengembangan budidaya lobster yang
berkelanjutan. Tingginya permintaan lobster mendorong para
nelayan untuk menangkap lobster sebanyak-banyaknya.
Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi penurunan
populasi yang ditandai dengan penurunan jumlah tangkapan
dan ukuran lobster yang ditangkap di alam liar. Menurut
responden, tidak seperti produksi budidaya laut lainnya, sektor
lobster mendapat perhatian yang tinggi dan menjadi prioritas
pemerintah Indonesia. Ketersediaan benih hasil tangkapan liar
merupakan kekuatan terbesar yang dimiliki untuk mendukung
pengembangan budidaya lobster. Sedangkan teknologi
budidaya lobster yang belum berkembang merupakan
kelemahan signifikan yang harus segera ditindaklanjuti agar
pengembangan lobster dapat berkembang pesat. Faktor
peluang merupakan faktor dari luar yang akan mempengaruhi
pengembangan budidaya lobster di Lombok Timur.
Berdasarkan rumusan strategi dan perhitungan IFAS dan
EFAS, maka strategi yang dapat diambil dalam
pengembangan budidaya lobster di Lombok Timur adalah
strategi yang didominasi oleh faktor kelemahan (W) dan
peluang (O), yaitu: (1) Mendorong kegiatan penelitian terpadu
terkait budidaya lobster dari aspek biologi, ekologi, sumber
daya perairan, pengolahan, sosial dan ekonomi; (2)
Merumuskan pengelolaan sumber daya benih lobster
tangkapan liar yang berkelanjutan; (3) Meningkatkan jumlah
produksi budidaya lobster dengan meningkatkan jumlah
pembudidaya lobster dan keramba lobster dengan
mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan daya serap
pasar; dan (4) Penyusunan kebijakan, program dan regulasi
dalam pengembangan budidaya lobster yang berkelanjutan
dan berkeadilan.
Kesimpulan Hasil dengan menggunakan analisis SWOT pada faktor
internal dan eksternal dalam pengembangan budidaya lobster
menunjukkan bahwa kondisi alam yang sesuai, adanya
dukungan pemerintah merupakan faktor utama yang
mendukung pengembangan budidaya lobster. Namun,
keterbatasan teknologi dan inovasi terkait budidaya lobster
dan ketergantungan pasar Cina merupakan tantangan
signifikan yang harus segera diselesaikan
Kelemahan Kelemahan dari jurnal ini menurut saya adalah penulis
menggunakan ukuran huruf yang terlalu kecil sehingga sedikit
sulit untuk dibaca terutama pada bagian yang disajikan. Selain
itu pada jurnal ini penulis masih menggunakan bahan
tradisional yaitu bambu untuk membuat konstruksi KJA yang
disajikan, sehingga tidak memiliki umur yang panjang dalam
penggunaan nya.

Anda mungkin juga menyukai