Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Wilayah Indonesia terdiri dari 62% ( 3,1 juta km2 ) berupa laut dan
daerah pesisir, memiliki potensi perikanan dan hasil laut yang luar biasa. Namun
potensi perikanan dan hasil laut ini belum dikelola secara intensif,

hal ini

mengingat mayoritas nelayan masih menggunakan metode tradisional untuk


menangkap ikan dan belum memanfaatkan dukungan teknologi dalam usahanya
mengeksporasi hasil laut. Keberadaan daerah ikan di perairan Indonesia bersifat
dinamis, selalu berubah/berpindah mengikuti pergerakan

kondisi lingkungan,

yang secara alamiah ikan akan memilih habitat yang lebih sesuai.
habitat tersebut

Sedangkan

sangat dipengaruhi oleh kondisi atau parameter oseonografi

perairan seperti temperatur permukaan laut, salinitas, konsentrasi klorofil laut,


cuaca dan sebagainya yang berpengaruh pada dinamika atau pergerakan air laut
baik secara horizontal maupun vertikal.
Parameter perairan dapat diperoleh dengan pengukuran langsung/survey
lapangan atau dengan menggunakan satelit penginderaan jauh seperti satelit
NOAA- AVHRR (National Oceanic Atmosphere and Administration Advanced
Very High Resolution) serta saatelit Aqua dan Terra yang membawa sensor
MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer ).

Dengan

mengetahui parameter tersebut, yang diperoleh ketika satelit melewati perairan


Indonesia, informasi daerah-daerah yang diduga terdapat ikan dapat diketahui.
Informasi tersebut dapat digunakan oleh nelayan dalam kegiatan penangkapan
ikan, sehingga penangkapan ikan akan menjadi lebih efektif dan efisien .
Penelitian tentang pengukuran parameter oceanography menggunakan
satelit TERRA yang membawa sensor muliti spectral MODIS. Data MODIS
terdiri dari 36 kanal/band spectral dengan kanal 1-19 dan 26 berada pada kisaran
gelombang visible dan infra merah dekat,
berada pada kisaran gelombang thermal.

sedangkan kanal-kanal selebihnya

Dengan banyak kanal yang dipunyai

oleh data tersebut yang mencakup kanal dari satelit NOAA, SeaWifs, Landsat dan
sebagainya, maka dapat digunakan untuk menentukan/mengukur parameter dari
permukaan laut hingga ke atmosphere seperti mengukur suhu permukaan laut (Sea
Surface Temperature), dan konsentrasi klorofil. Dengan menggabungkan dua
informasi (temperatur permukaan laut dan konsentrasi klorofil) diharapkan zona
potensi ikan (fishing ground) dapat ditentukan dengan akurasi yang lebih besar
dari pada menggunakan sensor MODIS.
Tingkat produktivitas primer yang tinggi di perairan disebabkan oleh
beberapa hal, salah satunya karena adanya pengkayaan yang disebabkan oleh proses
upwelling. Upwelling sendiri merupakan istilah yang digunakan untuk peristiwa
pengangkatan massa air dari lapisan bawah ke lapisan atas bahkan ada yang sampai
ke lapisan permukaan.

Upwelling akan

menyebabkan salinitas tinggi, suhu

permukaan laut rendah, densitas tinggi, oksigen relatif tinggi dan fosfat tinggi,

naiknya air dari dasar laut ke permukaan sebagai perbedaan gradien suhu. Daerah
upwelling merupakan wilayah dengan kesuburan perairan tinggi karena
mengandung unsur hara tinggi (fosfat, nitrat dan sulfat) serta gas terlarut yang
tinggi ( oksigen dan karbondioksida). Setelah beberapa minggu wilayah ini akan
berkembang menjadi daerah yang kaya akan klorofil sebagai produsen utama
energi dalam rantai makanan di laut. Fenomena upwelling ini sangat menarik
untuk dikaji karena walaupun area terjadinya upwelling ini hanya sekitar 1% dari
luas permukaan laut, namun mensupport 50% lebih produktifitas perikanan dunia.
Wilayah perairan Indonesia yang sangat luas menjadi alasan pentingnya
pendeteksian area upwelling ini, sehingga mampu meningkatkan efektifitas dan
efisiensi hasil perikanan laut.

Gambar 1. Peta PPDI 05 - 07 April 2010 untuk wilayah Maluku-Papua

Saat ini peta daerah potensi tangkapan ikan di Indonesia disediakan oleh
Balai Riset dan Observasi Kelautan ( BROK ) Perancak Bali yang secara online
dapat diunduh di website www.brok.dkp.go.id berupa peta PPDI ( Prakiraan
Daerah Penangkapan Ikan ). Secara nasional peta PPDI terbagi atas 5 wilayah
regional yaitu : wilayah Jawa-Bali-Nusatenggara, Kalimantan, Sulawesi, MalukuPapua dan Sumatera. Gambar 1 berikut menyajikan salah satu contoh peta PPDI
tanggal 05 - 07 April 2010 untuk wilayah Maluku-Papua. Namun data yang
disajikan masih dalam skala nasional dan regional luas sehingga perlu dilakukan
penelitian untuk mendapatkan peta potensi tangkapan ikan dengan lingkup lebih
kecil sehingga daerah estimasi yang disajikan menjadi lebih detail dan akurat.
Peta potensi tangkapan ikan ini akan jauh lebih baik jika dilengkapi dengan data
daerah terdeteksi upwelling sehingga kegiatan tangkap perikanan laut akan
diharapkan lebih efektif dan efisien, serta mendapat hasil tangkap lebih banyak.

1.2 Perumusan Masalah


Penggunaan metode algoritma komputasi yang tepat dapat memudahkan
proses analisa dan meringankan beban kerja secara manual dalam menganalisa
citra hasil pencitraan satelit. Berdasarkan hal tersebut, perumusan masalah pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana algoritma Fuzzy K-Means clustering dapat digunakan untuk
mengklasifikasi vektor ciri dari citra SST/ SPL MODIS dan menentukan area
terjadinya upwelling dengan baik.
b. Bagaimana algoritma Fuzzy K-Means clustering dapat digunakan untuk
mengklasifikasi vektor ciri dari citra klorofil MODIS untuk memverifikasi
area terdeteksi upwelling. Area upwelling dibuktikan dengan adanya tingkat
klorofil perairan yang tinggi.

1.3. Keaslian Penelitian


Salah satu masalah utama yang harus diselesaikan dalam pemanfaatan laut
dan sumber daya perikanan adalah sulitnya menemukan suatu daerah yang
memiliki probabilitas/ potensi tinggi untuk menangkap ikan (fishing ground area).
Salah satu teknologi yang digunakan adalah aplikasi dari citra satelit MODIS
untuk memprediksi daerah fishing ground. Penentuan daerah potensial
penangkapan ikan dilakukan berdasarkan suhu dan klorofil,

parameter yang

berfungsi sebagai indikator upwelling dan pengamatan dilakukan pada parameter


yang menunjukkan fenomena ini. Fenomena ini

bertindak sebagai indikator

peningkatan produktivitas primer dan akan berlangsung sekitar satu bulan setelah
upwelling ke melimpahnya fitoplankton. [1] Penelitian mengenai algoritma
otomatis untuk identifikasi fitur dari citra SPL dan
digunakan dalam model numeris kelautan

dapat secara real-time

untuk peramalan [2]. Teknologi

peramalan ikan sudah banyak dikembangkan untuk wilayah beriklim sedang,


sedangkan penelitian peramalan ikan untuk wilayah tropis masih kurang,
sedangkan system peramalan ikan wilayah sedang tidak cocok diaplikasikan
untuk wilayah tropis. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan system
peramalan ikan yang cocok untuk wilayah tropis. [3]
4

1.4 Tujuan penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengolah citra suhu permukaan laut (SPL)
dan klorofil dengan teknik pengolahan citra sehingga diperoleh area upwelling
yang memiliki tingkat potensi perikanan tinggi.

1.5 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi yang signifikan bagi
untuk mendeteksi terjadinya upwelling pada citra SST MODIS dengan cepat dan
akurat menggunakan fuzzy K-Means clustering. Selanjutkan hasil penelitian ini
diharapkan dapat dimanfaatkan untuk menentukan fishing ground dengan
tambahan fitur deteksi upwelling. Dengan demikian pemanfaatan teknologi satelit
penginderaan jauh dalam pengelolaan sumber daya perikanan/kelautan dapat lebih
efektif dan efisienyang pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan
kesejahteraan hidup nelayan dan meningkatkan devisa negara.

Anda mungkin juga menyukai