Lahan kering adalah lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan menggunakan air secara terbatas dan biasanya hanya mengharapkan dari curah hujan atau menunggu hujan. Lahan ini mempunyai kondisi agro-ekosistem yang beragam, pada umumnya berlerang dan dengan kondisi yang peka terhadap erosi. Pertanian lahan kering yang mengandalkan musim hujan karena hanya air hujan sebagai pasokan kebutuhan air bagi tanaman. Pada umumnya pertanian lahan kering berada pada ketinggian 500-1500 m diatas permukaan laut. Lahan kering yang ada sampai saat ini dengan adanya teknologi yang berkembang belum mampu meningkatkan produktivitas tanah tropika secara optimal. Kerusakan ekosistem lahan kering humid tropik terlihat dimana-mana karena upaya pengelolaan yang tidak bijak. Hal ini disebabkan oleh desakan akan kebutuhan lahan untuk mempertahankan kehidupan dari lapis masyarakat marjinal dan keinginan yang berlebih dari satu masyarakat kapitalis, telah menimbulkn penggiringan masyarakat subsistem jauh ke wilayah lahan kering tanah mineral masam yang rapuh. Tanah tropika lahan kering sesungguhnya merupakan sumberdaya lahan yang potensial dan dapat terus dikembangkan untuk wilayah agroekosistem. Konsepsi pengembangan agroekosistem tanah tropika lahan kering harus didasarkan pada konsepsi agroekoteknologi. Konsepsi ini bertujuan untuk menjadikan wilayah dengan produktivitas yang tinggi, tanpa terganggu tingkat kestabilannya, sehingga tercipta wilayah produktif yang berkelanjutan. Tanah tropika merupakan tanah yang sudah tua dan rentan. Karakteristik kimia tanah yang sudah tua membutuhkan masukan energi dan teknologi yang besar sehingga produktivitasnya tercapai. Wilaya tropika yang panas dan banyak hujan merupakan potensi yang mendukung pengembangan agroekosistem pada lahan kering marjinal masam, tetapi bentang alamnya terletak pada wilayah dengan fisiografi berombak sampai bergunung merupakan kendala fisik tersendiri yang harus menjadi perhatian serius. Pengolahan lahan yang tidak baik maka dapat terjadi degradasi lahan. Lahan kering ini menyediakan produksi cerelia dan peternakan, habitat bagi spesies tanaman dan hewan serta mikroba.
2.2 Karakteristik Lahan Kering
Variabilitas curah hujan dan distribusinya merupakan ciri utama lahan kering ini disertai jangka waktu kering yang relatif panjang. Secara umum ada tiga tipe iklim di lahan kering yaitu mediterania, tropika, dan continental. Lingkungann lahan kering ini meliputi dingin kering kemudian panas dan kering, dan akhirnya moderat dan musim hujan. Lahan kering pada umumnya juga memiliki daya menyerap dan menahan kelembaban relatif rendah dan juga memiliki kandungan bahan kimia yang dibutuhkan tanaman juga rendah. Nutrisi tanaman di lahan kering juga rendah, juga kandungan bahan organik tanahnya rendah. Kondisi ini membuat tingkat kesuburan lahan kering lebih rendah dibandingkan dengan lahan tadah hujan dan lahan sawah.
2.3 Sistem Usahatani Lahan Kering
Sistem usahatani lahan kering biasanya didefinisikan sebagai usahatani dikawasan dengan kelembaban tanah kurang memadai dan biasanya dalam bentuk tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan. Pertanian lahan kering sangat bervariasi tergantung pada agro-ekologi dan sosio-ekonomi kawasan pertanian ini. Termasuk didalamnya sistem peladangan berpindah yang selama ini banyak dilakukan oleh petani baik tanaman pangan semusim maupun integrasi tanaman ternak, ataupun padang penggembalaan. Usahatani lahan kering di Indonesia didominasi oleh padi, ladang, jagung, ubi kayu, dan ubi jalar, kedelai, dan kacang tanah. Sistem usahatani lahan kering sangat tergantung dengan curah hujan. Upaya penyimpanan curah hujan untuk mendukung periode pertumbuhan tanamn diperlukan, agar resiko dapat diperkecil pada masa pertumbuhan tanaman yang memerlukan kelembaban tanah.