OLEH
KUPANG
2021
K A TA P E N G A N T A R
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah ini
dengan baik.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Ibu Dosen yang
telah membimbing dalam meneyelesaikan makalah ini. Penulis juga mengakui bahwa dalam
proses penulisan makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara
penulisannya. Namun demikian penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki.
Dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima
masukan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan dan penyempurnaan makalah ini
dikemudian hari. Akhirnya penulis sangat berharap, makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca. Dan dapat memberikan kontribusi yang positif serta bermakna dalam proses
pembelajaran.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam setiap tahap pembangunan pertanian, pemerintah telah sangat banyak memberikan
perhatian pada pembangunan lahan-lahan beririgasi. Teknologi mendukung peran tersebut
seperti menggunakan benih unggul dan pupuk kimia yang secara intensif telah diterapkan sejak
REPELITA I pada tahun 70-an dan berhasil memacu produksi cukup tinggi, namun juga
menyebabkan merosotnya kualitas dan kesuburan lahan. Selain itu terdesak pula varietas unggul
lokal dan kearifan teknologinya yang menjadi ciri dan kebanggaan masyarakat pedesaan.
Sementara itu, terkonsentrasinya pengembangan teknologi pangan pada lahan sawah
menyebabkan kurang berkembangnya teknologi pada ekosistem lainnya seperti lahan-lahan
kering. Pada saat teknologi lahan sawah relatif stagnan maka teknologi lahan kering, maupun
agroekosistem lainnya belum mampu meningkatkan produktifitas tanaman secara signifikan.
Kebijakan pengembangan komoditas pangan yang terfokus pada padi secara monokultur telah
mengabaikan potensi pengembangan sumberdaya lainnya terutama di lahan-lahan kering.
Melihat peranan lahan kering sangat penting dalam menunjang kegiatan pertanian maka
sangat penting pula untuk menelaah yang terkait dengan pengembangannya secara ramah
lingkungan, menata pengembangan sumberdaya yang berkelanjutan, kesejahteraan petani serta
penciptaan lapangan kerja. Struktur pertanian lahan kering ini umumnya didominasi oleh usaha
pertanian yang berskala kecil oleh karenanya sangat membutuhkan sentuhan teknologi tepat
guna spesifik lokasi agar terjadi peningkatan nilai tambah.
Secara umum pemanfaatan lahan kering baik dataran rendah maupun dataran tinggi telah
menerapkan konsep pengembangan pertanian terpadu dimana terdapat komponen pemeliharaan
tanaman, komponen pemeliharaan ternak serta penanganan limbahnya walaupun sering teknologi
yang diterapkan masih bersifat tradisional.
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
Lahan Kering Lahan kering adalah lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian
dengan menggunakan air secara terbatas dan biasanya hanya mengharapkan dari curah hujan.
Lahan ini memiliki kondisi agro-ekosistem yang beragam, umumnya berlereng dengan kondisi
kemantapan lahan yang labil (peka terhadap erosi) terutama bila pengelolaannya tidak
memperhatikan kaidah konservasi tanah.
Untuk usaha pertanian lahan kering dapat dibagi dalam tiga jenis penggunaan lahan :
3. Dan Pekarangan.
Menurut Ford Foundation (1989), terdapat tiga permasalahan utama usahatani lahan kering,
yaitu: erosi (terutama bila lahan miring dan tidak tertutup vegetasi secara rapat), kesuburan tanah
(umumnya rendah sebagai akibat dari proses erosi yang berlanjut), dan ketersediaan air (sangat
terbatas karena tergantung dari curah hujan). Ciri lainnya adalah makin menurunnya
produktifitas lahan (leveling off), tingginya variabilitas kesuburan tanah dan macam spesies
tanaman yang ditanam, memudarnya modal sosial-ekonomi dan budaya, rendah atau tidak
optimalnya adopsi teknologi maju, serta terbatasnya ketersediaan modal dan infrastruktur yang
tidak sebaik di daerah sawah. Kesepakatan pengertian lahan kering dalam seminar nasional
pengembangan wilayah lahan kering ke 3 di Lampung : (upland dan rainfed) adalah hamparan
lahan yang didayagunakan tanpa penggenangan air, baik secara permanen maupun musiman
dengan sumber air berupa hujan atau air irigasi (Suwardji, 2003)). Definisi yang diberikan oleh
soil Survey Staffs (1998) dalam Haryati (2002), lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak
pernah tergenang atau digenangi air selama periode sebagian besar waktu dalam setahun.
Tipologi lahan ini dapat dijumpai dari dataran rendah (0-700 m dpl) hingga dataran tinggi (>
700m dpl). Dari pengertian diatas, maka jenis penggunaan lahan yang termasuk dalam kelompok
lahan kering mencakup: lahan tadah hujan, tegalan, lading, kebun campuran, perkebunan, hutan,
semak, padang rumput, dan padang alang-alang.
1. Hyper Arid : indek kekeringan(rasio antara curah hujan dan evapotranspirasi potensial)
0.03, tidak ada vegetasi tanaman kecuali hanya beberapa rumpun rumput di daerah lembah,
penggembalaan ternak berpindahpindah, hujan tahunan rendah (di bawah 100 mm/tahun), serta
hujan terjadi tidak menentu, bahkan kadang-kadang tidak terjadi hujan sepanjang tahun. Daerah
ini terdapat di pe-“gurun”-an Saudi Arabia “Rub’ul Kholi” atau yang dikenal dengan empty
quarter.
2. Arid : indek kekeringan 0.03-0.20 yang ditandai dengan adanya peternakan, kegiatan
pertanian dilakukan dengan irigasi tetes dan sprinkler, terdapat tanaman musiman dan tahunan
yang letaknya terpisah-pisah, dan curah hujan tahunan antara 100 – 300 mm.Terdapat di Jeddah,
Saudi Arabia dan Negara-negara Timur Tengah pada umumnya.
3. Semi Arid : indek kekeringan 0.2-0.5 yang ditandai dengan adanya kegiatan pertanian
denga mengandalkan air hujan meski produktifitasnya 300-800 mm.Biasanya terdapat di
perbatasan daerah tropis dan sub-tropis.
4. Sub Humid: indek kekeringan 0.5-0.75. Daerah sub humid juga dimasukkan ke dalam area
lahan kering, meski sebenarnya memiliki karakter yang dekat dengan daerah lahan basah. Di
Indonesia kawasan timur memiliki karakter Sub-Humid, yang mana terdapat beberapa kendala
untuk budidadaya pertanian di daerah tersebut.
Lahan kering ini terjadi sebagai akibat dari curah hujan yang sangat rendah, sehingga
keberadaan air sangat terbatas, suhu udara tinggi dan kelembabannya rendah. Lahan kering
sering dijumpai pada daerah dengan kondisi antisiklon yang permanen, seperti daerah yang
terdapat pada antisiklon tropisme. Daerah tersebut biasanya ditandai dengan adanya perputaran
angin yang berlawanan arah jarum jam di utara garis khatulistiwa dan perputaran angin yang
searah jarum jam di daerah selatan garis khatulistiwa. Terdapat tiga jenis iklim di daerah lahan
kering, yakni :
Media Tanam
Tanah pasiran yang terdapat di sebagian besar daerah kering di Negara Timur Tengah
menjadi kendala besar bagi usaha pertumbuhan tanaman. Kendala-kendala tersebuat adalah
terlalu besarnya pori-pori tanah yang mengakibatkan infiltrasi tinggi sehingga tidak dapat
menahan air serta memiliki kadar garam yang tinggi sebagai dampak dari kombinasi tingginya
evapotranspirasi akibat suhu yang tinggi dan tingginya infiltrasi akibat tanah yang terlalu porous.
Sedangkan tanah lempung yang terdapat pada lahan kering juga terkendala dengan sifatnya
yang labil. Sifat tanah lempung yang kekurangan air akan merekah (nelo:jawa), sehingga tidak
dapat ditumbuhi tanaman dengan optimal. Tanah sebagai media tanam seharusnya memiliki
kemampuan menahan air dari infiltrasi dan evapotranspirasi, mampu memberikan nutrisi bagi
tanaman, serta memiliki pori-pori proporsional untuk sirkulasi udara (O2 dan CO2). Untuk
mengatasi hal tersebut, maka diperlukan soil amendment atau pengatur tanah, pupuk organik
untuk meningkatkan kesuburan tanah, dan kapur untuk meningkatkan pH tanah atau gypsum
untuk menurunkan pH tanah.
Air
Rendahnya curah hujan yang menjadi ciri-ciri khas daerah lahan kering mengakibatkan
ketersediaan air untuk irigasi sangat terbatas. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan soil
amendment untuk meningkatkan kapasitas tanah dalam menahan air (water holding capacity),
mulsa untuk mengurangi evapotranspirasi dan penggunaan sistem irigasi yang tepat guna seperti
irigasi tetes ataupun sprinkler tergantung dengan topografi lahan. Bila lahan datar, maka dapat
digunakan irigasi tetes, dan apabila lahan bergelombang, maka penggunaan sistem irigasi
sprinkler lebih tepat. Kolaborasi penggunaan soil amendment, mulsa dan sistem isrigasi tepat
guna tersebut bertujuan untuk menghemat penggunaan air dan meningkatkan efektifitas dan
efisiensi pendistribusian nutrisi tanaman.
Cahaya
Angin
Nutrisi
Dengan mengambil analogi manusia, nutrisi sebagai makanan bagi tanaman itu
diumpamakan seperti adanya karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin bagi manusia. Namun
bagi tanaman membutuhkan nutrisi makro (N, P, K, Ca, Mg, S) dan mikro (Fe, Mn, B, Mo, Cu,
Zn dan Cl). Tingginya kadar garam di tanah pertanian lahan kering mengakibatkan unsur-unsur
nutrisi yang diperlukan tanaman tersebut tidak tersedia dalam jumlah yang cukup, karena garam
sifatnya mereduksi unsur-unsur makro dan membuat unsur-unsur mikro bersifat toksit atau
beracun bagi tanaman. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dibutuhkan pemupukan organik
terpadu yang menyediakan unsur hara tanaman dari bahan-bahan alam untuk mereduksi
kandungan unsur logam dari pupukpupuk kimia serta memberikan unsur mikro tanaman dalam
bentuk organik (chillate) yang tidak beracun bagi tanaman di daerah dengan kadar garam yang
tinggi.
Pengolahan tanah dilakukan dengan bajak traktor yang bertujuan untuk menggemburkan
tanah, agara sirkulasi udara baik. Pozzolan merupakan pengkondisi tanah (soil amendment) yang
sedang dikembangkan untuk diterapkan di bidang pertanian. Kelebihan dari pozzolan apabila
diaplikasikan sebagai soil amendment adalah sifat porositasnya (karena berasal dari batuan
vulkanik dan jenis basalt rock) yang mampu menahan air dalam jumlah yang banyak serta umur
ekonomisnya yang lama, yakni diperkirakan mencapai 20 tahunan bisa berfungsi baik di tanah.
Sistem irigasi tetes / drip irrigation sangat cocok diterapkan pada lahan kering yang
terdapat sedikit air dengan topografi yang relatif datar.
Instalasi Sistem Irigasi Tetes Bak Air dan Tempat melakukan Fertigasi Tanaman Tumbuh
Bagus di Atas Pozzolan
4. Hasil Panen
Tanaman Umur 1 Minggu Tanaman Umur 5 Minggu Panen pada Umur 8 Minggu
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun pengelompokan faktor yang diperlukan tanaman untuk dapat tumbuh dengan baik
dan kendala yang terdapat di daerah lahan kering serta cara mengatasinya ditampilkan dalam
tabel berikut ini :
Abdurachman, A. Dariah, dan A. Mulyani. 2008. Strategi dan Teknologi Pengelolaam Lahan
Kering Mendukung Pengadaan Pangan Nasional. Jurnal Litbang Pertanian 27(2): 43-49.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Metode Analisis Biologi Tanah. Badan
Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. 92 ha
Rosmarkam, A., dan N.W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius, Yogjakarta. 218
hal.
Wikipedia. 2016. Pertanian lahan kering. Diakses pada tanggal 03 Maret 2016 dari :
https://id.wikipedia.org/Pertanian-lahan-kering