Anda di halaman 1dari 17

PENGELOLAAN LAHAN KERING

Kelompok 3
Nama anggota kelompok :
1. Bernadeta Bolang (1701040022)
2. Dionisius Bako (1701040007)
3. Dorce H. Toy (1701040030)
4. Eni Lete (1701010038)
A. Pengertian Lahan Kering
 Menurut Odum (1971) lahan kering adalah bagian dari
ekosistem terestial yang luasnya relatif luas dibandingkan
dengan lahan basah.

 Menurut Hidayat dkk(2000) lahan kering adalah hamparan


lahan yang tidak pernah digenangi air atau tergenang air
pada sebagian waktu selama setahun.

 Lahan kering adalah lahan yang dapat digunakan untuk


usaha pertanian dengan menggunakan air secara terbatas
dan biasanya hanya mengaharapkan dari curah hujan.
B.Karakteristik dan Ciri-Ciri Usaha
Lahan Kering
Karakteristik umum mengenai sumber daya lahan
dan iklim dari kawasan ini yang berhubungan dengan
sistem usaha tani setempat antara lain:
 Jumlah curah hujan yang sangat rendah (700-1500
mm/tahun)
 Jumlah bulan kering sangat panjang (8- 9 bulan/
Maret-November)
 Sifat curah hujan yang eratik (hujan yang tidak
merata, namun pada waktu tertentu mengalami curah
hujan yang sangat tinggi yang dapat menimbulkan
genangan yang merugikan bagi usaha tani)
 Suhu harian yang rata-rata antara 30 sampai 32 derajat
Celsius.
 Topografi yang berbukit sampai bergunung.
 Memiliki tanah-tanah muda yang bersolum tipis dan
sering disebut tanah berpersolan atau problem soils
(Sudjadi, 1984).
Ciri-ciri usaha tani lahan kering adalah sebagai
berikut:
 Produktifitas yang sangat rendah.
 Tanaman yang ditanam adalah jagung, padi ladang,
ubi-ubian dan kacang-kacangan(umumnya jagung
merupakan tanaman utama).
 Mixed cropping sebagai strategi antisipasi gagal panen.
 Teknologi berasaskan low input.
 Penguasaan lahan yang terbatas karena kendala tenaga
kerja, serta
 Cenderung menerapkan ladang berpindah yang
berotasi sebagai upaya penyembuhan lahan
tradisional(Basuki, 2005 dan Notohadiprawiro, 1989).
Komplikasi antara sifat alamiah kondisi biofisik
wilayah serta keadaan usaha tani, maka profil usaha
tani lahan kering dapat ditemui sebagai berikut:
 Menanam pada lahan-lahan miring yang rentan
terhadap kualitas tanah
 Persiapan lahan yang didahului dengan pembakaran
lahan
 Menanam tanpa olah tanah
 Sering mengalami gagal panen akibat kekeringan
 Musim tanam hanya sekali setahun(antara bulan
Desember dan Maret)
 Menggunakan varietas lokal secara turun temurun.
C. Teknologi Pengelolaan Lahan
Kering
Untuk pengelolaan pertanian lahan kering diperlukan
keterpaduan dalam penerapan IPTEK yang dapat
menjawab be erapa kebutuhan sebagai berikut:
1. Kebutuhan jenis-jenis tanaman yang tahan kekeringan
dan karakteristiknya
 Sistem perakarannya dalam dan luas (contohnya
asam dan cendana)
 Daun relatif sempit, sering dengan tepi berlekuk
dalam(contohnya beberapa jenis tanaman
rumput)
 Sel-selnya kecil, daun dan batangnya berdaging tebal
(contohnya cocor bebek dan anggrek)
 Memiliki banyak berkas pembuluh dan tulang daun

 Sel endodermis pada akarnya mengandung silika


(contohnya sorgum)
 Ada yang memiliki sel kipas yang menyebabkan daun
dapat menggulung untuk mengurangi penguapan
yang terlalu kuat(contohnya tanaman ubi kayu).
2. Kebutuhan teknologi pengelolan hara pada lahan
kering
Tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam
menentukan kebutuhan hara tanaman yaitu:
 Tingkat kesuburan dan sifat-sifat tanah

 Tanaman yang akan ditanam

 Tingkat hasil yang diharapkan


3. Kebutuhan teknologi pengendalian erosi pada lahan
kering.
Pengendalian erosi dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu:
 Pengendalian erosi secara mekanis menggunakan
teknik teras bangku dan teras gulud
 Pengendalian erosi secara vegetatif dilakukan dengan
teknik mulsa.
4. Kebutuhan teknologi rehabilitasi dan reklamasi pada
lahan kering.
Teknik rehabilitasi untuk memperbaiki atau
meningkatkan kualitas lahan yang mengalami
degradasi adalah dengan pengelolaan bahan organik
dan penerapan teknik pencegahan erosi agar tidak
terjadi degradasi yang berlanjut.
5. Kebutuhan teknologi pengelolaan bahan organik
pada lahan kering.
Lahan-lahan di NTT umumnya
mengandung bahan organik rendah oleh karena
itu pupuk organik sangat diperlukan,dan
kebiasaan ladang berpindah dengan cara tebas
bakar perlu disosialisasikan bahwa sangat
merugikan.
6. Kebutuhan teknologi konsrvasi dan hemat air
Pemberian air yang hemat dapat dilakukan
dengan teknologi irigasi tetes (trickle irrigation),
dengan cara pemasangan selang air berlubang yang
ditanam di bawah tanah dekat perakaran dan air
dialirkan sesuai kebutuhan.
Selain itu dapat diberikan senyawa antitranspirant
yang dapat mengurangi laju transpirasi pada tanaman.
7. Kebutuhan teknologi untuk pengendalian gulma
dan hama pada laha kering
Rupanya musim kering yang panjang diduga
mampu memutuskan daur hidup menghentikan
perkembangan hama. Penerapan pola tanam
campuran (mix cropping)terbukti efektif yang
menyebabkan hama dan penyakit tidak dapat
berkembang secara epidemis.
8. Kebutuhan pemuliaan tanaman
Menurut Arnon (1976 dalam Semangun,
2001), para ahli pemuliaan tanaman memilih
melakukan pemuliaan tanaman untuk
menghasilkan varietas dengan sifat berproduksi
tinggi dan memiliki adaptasi yang baik terhadap
musim yang menguntungkan dan yang tidak
menguntungkan.
9. Kebutuhan pola tanam yang sesuai untuk lahan
kering beriklim kering
Upaya mengurangi gagal panen di lahan
kering beriklim kering adalah penanaman lebih
dari satu jenis tanaman di atas lahan yang sama
yang disebut pola tanam ’’tumpangsari’’. Petani di
NTT telah lama menggunakan pola tanam
tumpangsari seperti pola tanam campuran, pola
tanam berlorong,pola tanam tiga ’’strata’’ (pohon,
perdu, dan semak yaitu tanaman perkebunan,
tanaman pakan dan tanaman pangan).

Anda mungkin juga menyukai