Anda di halaman 1dari 12

BAB IX

PENANGANAN LAHAN – LAHAN BERMASALAH

9.1. Pendahuluan
Berbagai jenis tanah di bumi membuat berbagai warna yang berbeda- beda.
Tanah ada yang berwarna hitam, coklat, merah, putih dan lainnya. Jenis tanah ini
memiliki karakteristik yang berbeda- beda. Selain dari warnanya, juga dari tekstur dan
tingkat kepadatannya. Oleh karena itulah tanah memiliki fungsinya masing- masing
sesuai dengan karakteristik yang dimilikinya. Perbedaan karakteristik yang dimilikinya
terkadang memang sifat aslinya, namun terkadang karena sesuatu hal maka tanah ini
berubah dari sifat aslinya dan menjadi sifat yang baru. Beberapa lahan bermasalah dan
perlu penanganan khusus antara lain : lahan masam (pH rendah), lahan gambut, lahan
kapur (pH tinggi), tanah Vertisols (mempunyai sifat mengembang-mengkerut).

9.2. Mengatasi Tanah Masam

9.2.1. Pengertian Tanah Masam


Dinamakan tanah masam karena tanah ini bersifat lebih asam daripada jenis
tanah pada umumnya. Jadi, tanah masam sebenarnya adalah suatu permasalan bagi
tanah terutama dalam masalah tingkat keasaman (pH), yaitu yang memiliki pH dibawah
6 (kondisi tanah di Indonesia memiliki pH antara 6-7). pH atau tingkat keasaman pada
tanah ternyata bisa mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Beberapa pengaruh
tersebut antara lain sebagai berikut:

 Menentukan mudah atau tidaknya ion- ion unsur hara diserap oleh tanaman.
 Menunjukkan keberadaan unsur- unsur yang bersifat racun bagi tanaman.
 Menentukan perkembangan mikroorganisme dalam tanah.

9.2.2. Mengatasi Tanah Masam


Tanah masam adalah tanah yang tidak berada pada kondisi normal, terutama
pada tingkat pH yang dimilikinya. Tanah masam memiliki tingkat pH dibawah 6 sehingga
membuatnya memiliki sifat yang tidak sama dengan tanah pada umumnya. Ada
beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk mengatasi permasalahan tanah masam,
antara lain sebagai berikut:

1
1. Pengapuran dengan tujuan untuk meningkatkan pH da mengatasi keracunan AI
Pengapuran adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah keasaman dan kejenuhan AI yang tinggi. Dengan pemberian kapur pada tanah
maka dapat mengubah tanah yang sifatnya sangat masam atau masam hingga
mendekati pH netral. Selain itu kapur juga bisa menurunkan kadar AI. Terdapat
hubungan yang sangat nyata antara kapur dengan AI serta kejenuhan AI. Pemberian
kapur ini dosisnya bisa kita sesuaikan dengan pH tanah, pada umumnya antara 1 – 5 t /
ha. Untuk jenis kapur yang baik adalah jenis kapur magnesium atau dolomit yang bisa
sekaligus mensuplai Ca dan Mg.

2. Pemberian bahan organik secara intensif


Solusi yang kedua untuk mengatasi tanah masam adalah pemberian bahan
organik secara intensif. Bahan organik selain dapat meningkatkan kesuburan tanah
ternyata juga memiliki peranan penting dalam memperbaiki sifat fisik tanah. Peranan
bahan organik ini dapat meningkatkan agregasi tanah, memperbaiki aerasi dan
perkolasi, serta membuat struktur tanah menjadi lebih remah sehingga mudah untuk
diolah. Penyediaan bahan- bahan organik juga bisa melalui pertanaman lorong. Selain
itu penanaman tanaman tertentu juga bisa membantu peningkatan kadar pH tanah,
salah satunya adalah Flemingia sp.

3. Pemberian pupuk Phospat secara intensif


Kekahatan P pada tanah menjadi kendala utama bagi kesuburan tanah masam.
Hal ini bisa diatasi dengan pemberian pupuk Phospat dengan kadar tinggi pada tanah.
Untuk mengatasi kendala kekahatan ini, pada umumnya digunakanlah pupuk Phospat
yang mudah larut seperti TSP, SP-36, SSP, DAP. Pupuk-pupuk tersebut mudah larut
dalam air sehingga sebagian besar P segera difiksasi oleh AI dan Fe yang terdapat di
dalam tanah dan P menjadi tidak tersedian lagi bagi tanaman

4. Melakukan pengaturan sistem tanam

Pengaturan sistem tanam sebenarya hanya bersifat untuk mencegah keasaman


tanah terjadi atau lebih parah. Untuk mempertahankan kesuburan tanah biasanya
petani memberakan tanah atau membiarkan semak belukar tumbuh di lahan yang
sudah diusahana dalam masa tertentu. Para petani percaya bahwa tanaman akan lebih
subur apabila ditanam pada lahan yang sudah diberakan.

2
5. Pemberian mikroorganisme pengurai
Pemberian mikroorganisme pengurai juga cukup membantu dalam
meningkatkan kesuburan tanah. Hal ini untuk mempercepat penguraian- penguraian
bahan organik yang berada di area lahan.

6. Penggunaan Fermentasi Urine Sapi dan Air Kelapa

Fermentasi urine sapi dan air kelapa memang tidak sepopuler kapur namun hasilnya
tidak kalah bagus. Untuk membuat fermentasi ini, ada beberapa hal yang perlu disiapkan
diantaranya 15 liter urine sapi, 5 liter air kelapa dan 1,5 liter tetes tebu. Campurkan seluruh
bahan tersebut dan biarkan proses fermentasi berjalan selama dua minggu. Setelah proses
fermentasi selesai, maka akan dihasilkan kurang lebih 20 tangki cairan fermentasi yang bisa
digunakan pada lahan seluas 7500 m2. Seperti pada penggunaan kapur, penyiangan tanah
dengan cairan ini juga harus dilakukan pada pagi hari sebelum jam 9 pagi.

9.3. Pengembangan dan Pemanfaatan Lahan Gambut


Pengembangan dan Pemanfaatan Lahan Gambut di Indonesia akhir-akhir ini
menjadi perdebatkan yang cukup menarik, baik dikalangan ilmuwan, praktisi,
masyarakat maupun pemegang kebijakan. Adanya tarik-menarik antar dua kepentingan,
yaitu kepentingan lingkungan dan pengembangan lahan gambut untuk kegiatan
“pertanian” dalam arti luas (agro-kompleks), telah mengundang para-pihak terkait
(stakeholders) untuk mencari pemecahan yang terbaik agar keseimbangan antar dua
kepentingan tersebut dapat tercapai. Pengembangan dan pemanfaatan lahan gambut
untuk usaha “pertanian” pada awalnya lebih terkonsentrasi di daerah pasang surut,
terutama di lahan gambut tipis (ketebalan gambut ≤1,0 m), yang dimulai sejak tahun
1930an [Sabiham, 2006]; orang-orang yang banyak berperan dalam pengembangan
tersebut saat itu adalah mereka yang berasal dari suku Bugis, Banjar,
Jawa, serta sebagian kecil penduduk lokal, dengan tujuan mengusahakan lahan untuk
“pertanian” berbasis padi. Sejak akhir 1960an, Pemerintah Indonesia mulai
mengembangan lahan gambut pada rawa pasang surut dan non-pasang surut (lebak)
dalam skala besar untuk perluasan usaha pertanian tanaman pangan, perkebunan dan
tanaman industri.
Alasan kenapa lahan gambut menjadi salah satu pilihan untuk pengembangan
pertanian adalah karena:
1. Ketersediaan lahan tanah-mineral, di satu sisi, sudah semakin terbatas, sedangkan
di sisi lain kenaikan penduduk yang mencapai 1,49% per tahun makin terasa

3
dampaknya terutama bila dikaitkan dengan ketahanan pangan (BBSDLP 2013).
2. Lahan gambut tersedia yang sudah terdegradasi di Indonesia cukup luas; sebagian
masuk area hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) dan area hutan yang
dialokasikan untuk penggunaan lain (APL), serta layak untuk dibudidayakan dengan
penerapan teknologi yang sesuai.
Dari 14,93 jt ha lahan gambut 29,5% berupa hutan terdegradasi yang ditumbuhi
semak belukar dan berpotensi untuk pertanian; 55,4% berupa hutan yang harus
dipertahankan sebagai kawasan konservasi; dan 15,1% berupa lahan gambut yang
sudah diusahakan sebagai lahan pertanian (tanaman pangan, perkebunan dan tanaman
industri) (BBSDLP 2014) dengan hasil yang cukup memuaskan walaupun tidak sedikit
yang menunjukkan masih perlunya perbaikan pengelolaan.
Sebagai tambahan informasi adalah bahwa Hutan Suaka Alam terdiri atas Cagar
Alam dan Suaka Margasatwa; serta Hutan Pelestarian Alam terdiri atas Taman
Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. Seluruh Fungsi Kawasan Hutan
dan APL (seperti tersebut dalam tabel di atas) juga termasuk untuk area yang berada
dalam hutan rawa gambut. Hutan rawa gambut yang berada dalam Kawasan HUTAN
PRODUKSI dapat dimanfaatkan/dikonversi untuk usaha pertanian, hanya saja untuk
hutan produksi biasa dan hutan produksi terbatas bila diperlukan untuk dikonversi harus
mendapat izin terlebih dahulu dari Kemenhut. Namun demikian yang sering menjadi
persoalan adalah bahwa batas antara satu kawasan dengan kawasan lain dalam satuan
unit administrasi (provinsi atau kabupaten/kota) kurang atau bahkan tidak jelas
mengingat peta kawasan hutan yang dibuat umumnya pada skala 1:250.000. Selain itu,
alokasi pemanfaatan ruang lahan gambut dalam RTRW untuk masing-masing daerah
(Provinsi) tidak didasarkan pada satuan wilayah yang sama tetapi lebih didasarkan pada
kepentingan masing-masing, dan umumnya setiap daerah mempunyai asumsi dasar
yang berbeda terhadap lahan gambut; misalnya untuk daerah yang
wilayah administratifnya didominasi lahan gambut maka lahan tersebut dapat menjadi
aset penting bagi pengembangan daerah tersebut, dan itu akan berbeda dengan daerah
lain yang lahan gambutnya tidak dominan.
Perkembangan tanaman perkebunan yang lebih pesat dibanding tanaman
pangan karena nilai tukar tanaman pengan yang rendah, sehingga banyak para petani
mengkonversi lahan sawahnya menjadi lahan perkebunan, terutama menjadi kebun
sawit. Beberapa petani transmigran di Bunga raya, Kabupaten Siak, Riau yang
diwawancari oleh penulis, yang awalnya mereka menanam padi, terpaksa mereka
mengkonversi lahan sawah garapannya menjadi kebun sawit karena padi tidak pernah

4
menguntungkan, walaupun prasarana untuk pengembangan sawah (irigasi)
memungkinkan untuk pengembangan sawah. Oleh karena itu untuk kondisi seperti ini
perlu ada kebijakan khusus untuk para petani padi kalau diinginkan
mereka tidak mengkonversi lahan sawahnya menjadi non sawah.
Subsidi output menjadi perlu dipertimbangkan secara seksama oleh pemerintah
agar pendapatan petani padi menjadi seimbang dengan pendapatan petani tanaman
tahunan yang lebih menguntungkan. Ada alasan lain, kenapa petani padi sawah
mengkonversi lahannya ke tanaman tahunan; alasannya adalah karena areanya sudah
tidak memungkinkan lagi ditanami padi karena lahannya terlalu kering.

9.3.1. Pemanfaatan Lahan Gambut untuk usaha Pertanian dan Perkebunan


Dampak perubahan penggunaan hutan rawa gambut menjadi lahan usaha
budidaya pertanian adalah kehilangan biomasa yang cukup signifikan. Selain itu, pada
lahan gambut yang di drainase emisi CO2 netto akan menjadi lebih besar karena jumlah
yang diserap tanaman (disequestrasi) menjadi sangat sedikit. Untuk mengurangi
pengaruh drainase terhadap percepatan dekomposisi pada lahan gambut yang
sedang/sudah diusahakan, maka pengelolaan tanah dan air pada lahan gambut menjadi
penting. Dalam slide berikut, dijelaskan bagaimana pengelolaan tanah dan air harus
dilakukan. Pada kenyataan yang ditemui di lapangan daerah yang telah diizinkan untuk
dibuka dan dilakukan pengelolaan lahan gambut dengan baik adalah umumnya berasal
dari hutan terdegradasi yang mempunyai stok karbon hanya sekitar 25-50% dari total
stok karbon hutan primer, atau berada pada kisaran dari <100 – 150 ton C ha-1. Jadi
kalau hutan rawa gambut terdegradasi diizinkan untuk dimanfaatkan menjadi HTI atau
perkebunan, kondisi lahan yang tadinya tidak terurus menjadi terkelola dengan baik.
Banyak masyarakat mengatakan bahwa HTI dan perkebunan dapat dikatakan sebagai
penyelamat hutan terdegradsi (hutan yang sudah rusak).
Upaya Pengelolaan Lahan Gambut yang benar dan sesuai dengan kaidah
pelestarian lingkungan antara lain dapat dilakukan
1. Melakukan pengelolaan air secara benar di lahan gambut, karena Pengelolaan air
merupakan kunci utama dalam pengelolaan lahan gambut. Dasarnya adalah
melakukan upaya pengaturan Gambut Water Level agar bahan gambut di bagian
permukaan tanah tetap terjaga dalam keadaan lembab (kandungan air tanahnya
selalu di atas batas kritis). Dengan demikian, pengelolaan air ini dimaksudkan tidak
hanya penyediaan air untuk tanaman, akan tetapi menjaga agar bahan gambut
tidak kekeringan terutama pada musim kemarau.

5
2. Peningkatan stabilitas bahan gambut dengan penambahan bahan amelioran
dimaksudkan agar sumber pelepasan C, utamanya yang berasal dari gugus
fungsional, dapat berinteraksi dengan bahan aktif amelioran (kation metal)
membentuk ikatan komplek (organo-metal complexes) sehingga menjadi lebih
tahan (stabil). Setelah terbentuk ikatan komplek (bentuk polimer), maka ukuran dari
bentukan polimer ini menjadi lebih besar sehingga peluang terserap oleh tanaman
menjadi kecil. Asam organik monomer dalam bahan gambut, terutama dari bentuk
fenolat, sebagian dapat terserap tanaman karena ukurannya yang lebih kecil
sehingga dapat menjadi bersifat racun bagi tanaman yang diusahakan.

3. Pengelolaan lahan gambut berbasis partisipasi masyarakat adalah mengupayakan


agar dalam pengembangan pertanian selalu melibatkan masyarakat terkait dengan
keinginan mereka dalam mengembangkan lahan gambut untuk pertanian.
Keterlibatan masyarakat harus dilakukan mulai dari perencanaan, implementasi,
dan evaluasi kegiatan yang dilakukan (menggunakan kearifan lokal masyarakat
setempat)

Terkait dengan pengembangan dan pemanfaatan lahan untuk pertanian,


penerapan teknologi untuk memperoleh hasil yang optimum harus disesuaikan dengan
kondisi lingkungan agar tanaman mampu beradaptasi dengan baik. Dalam
pembangunan pertanian, aspek kebijakan juga menjadi penting untuk diperhatikan;
artinya bila penerapan teknologi sesuai dengan kebijakanyang ada (kebijakan yang
berpihak kepada kepentingan umum), maka teknologi yang diterapkan tersebut dalam
pengembangan dan pemanfaatan lahan harusnya akan memperoleh hasil yang dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Apabila penerapan teknologi disesuaikan
dengan kondisi lingkungan dan kebijakan yang sesuai, maka teknologi akan bersifat
konstruktif. Dengan menganalisis teknologi yang bersifat adaptif dan konstruktif agar
mencapai kesejahteraan yang diinginkan, maka dalam implementasinya teknologi yang
diusulkan untuk diterapkan dalam pembangunan dan pemanfaatan lahan adalah yang
terkait dengan: (i) pengelolaan tanah dan air (LT); (ii) teknologi yang dapat diterima
masyarakat sehingga masyarakat menjadi diberdayakan (ST); (iii) pengelolan yang
didasarkan pada kebijakan untuk kepentingan sosial-politik (ET). Dengan demikian,
untuk mengembangkan dan memanfaatkan lahan ke depan maka penerapan
teknologinya harus disesuaikan dengan kemampuan lahan yang disertai dengan upaya
memaksimalkan partisipasi masyarakat (socio-land-based development)

6
Mengacu pada uraian yang disampakan maka “Pengembangan dan
Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Pertanian” sebaiknya dilakukan berdasarkan
pendekatan Pembangunan Pertanian Berbasis Kesesuain Lahan dan Partisipasi
Masyarakat, dimana lahan gambut harus dijadikan “kawan – bukan lawan” dalam
pelaksanaan pengembangannya (harus bersifat koeksitensi).

9.4. Penanganan Tanah Vertisols


Vertisol merupakan salah satu order tanah yang memiliki beberapa kondisi sifat
fisik yang tidak dikehendaki baik dari segi pertanian maupun teknik. Salah satu kondisi
sifat fisik tersebut adalah kemampuannya untuk mengembang dan mengerut secara
intensif yang menyebabkan tanah tersebut tidak stabil. Pengembangan tanah
menyebabkan tanah mudah terdispersi dan pori-pori tanah tersumbat, sehingga
permeabilitas tanahnya menjadi rendah.
Pengerutan tanah membentuk retakan-retakan lebar dan dalam, yang dapat
menimbulkan masalah seperti retaknya dinding bangunan-bangunan, sarana keperluan
pertanian, ataupun jalan-jalan yang dibuat di atasnya. Bagi tanaman, pengerutan tanah
dapat menghambat pertumbuhan akar, bahkan memutuskannya. Meskipun demikian,
disamping sifat-sifat fisik tersebut di atas, Vertisol juga memiliki beberapa sifat baik,
antara lain kapasitas kation, kejenuhan basa dan kapasitas menahan airnya yang tinggi
serta dapat menjadi tempat persemaian yang baik (Dudal, 1989).
Tanah vertisol tergolong jenis tanah lempung berat karena sifat mengembang
mengempisnya. Memiliki tekstur liat dengan kandungan 30% pada horizon permukaan
sampai kedalaman 50 cm dan didominasi jenis lempung montmorillonit. Faktor dominan
yang mempengaruhi pembentukan tanah ini adalah iklim utamanya iklim kering dan
batuan tanah yang kaya terhadap kation. Tanah jenis vertisol yang akan digunakan
sebagai lahan pertanian akan memberikan banyak masalah terutama kesuburan yang
cenderung rendah, maka solusinya adalah memperbanyak bahan organik seperti
kompos dan pupuk kandang, karena benda-benda ini akan bersifat sebagai buffer/
penyangga yang berfungsi mengurangi daya mengembang atau mengkerut tanah

9.4.1. Pengelolaan Tanah Vertisol (Upaya Perbaikan Sifat Fisik dan Kimia Tanah)
Dengan melihat kondisi tanah secara sifat kimiaanya sangat mendukung, namun
sifat fisik tanah vertisol perlu adanya perubahan, dimana aerasi tanah vertisol sangat
buruk. Hal tersebut tercermin dengan tanahnnya yang sangat liat. Buruknya sifat-sifat
fisik tanah antara lain dapat disebabkan: secara genetik, akibat aktivitas manusia, dan

7
akibat erosi. Struktur tanah berkaitan erat dengan tekstur tanah dimana bila tekstur
tanah pasir maka struktur tanah lepas dan sebaliknya pada tekstur tanah liat seperti
tanah vertisol maka struktur tanah menjadi masif. Kedua macam struktur tanah tersebut
kurang kondusif untuk pertumbuhan tanaman. Aktivitas manusia juga
dapatmenyebabkan struktur tanah menjadi rusak, misalnya penggunaan alat-alat
mekanik dilahan pertanian mengakibatkan tanah menjadi padat sehingga aerasi buruk
dan ketahanan penetrasi meningkat.

Dengan demikian maka upaya untuk meningkatan produktivitas tanahdapat


dilakukan dengan cara memperbaiki sifat-sifat fisik tanah tersebut menjadi kondusif
untuk pertumbuhan tanaman. Upaya tersebut antara lain dapat dilakukandengan cara:
(1) penggunaan mulsa sisa tanaman, (2) penggunaan bahan organik, dan (3) olah tanah
konservasi.

9.4.2. Perbaikan Sifat – sifat Fisik Tanah Vertisols

1. Pemberian M u l s a

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa penggunaan mulsa dari sisa tanaman,


aplikasi cover crop d a n t a n a m a n p a g a r p a d a alley cropping dapat memperbaiki
sifat fisik tanah seperti berat isi, pori aerasi, dan stabilitas agregat.

2. Penggunaan bahan organik

Penggunaan bahan organik biasanya dilakukan berurutan


d e n g a n t e k n i k mulsa karena bahan organik yang digunakan untuk mulsa pada
musim sebelumnya, digunakan sebagai pupuk organik yang dibenamkan ke dalam
tanah saat pengolahan. Bahan organik baik yang berasal dari sisa
tanaman (pupuk hijau) maupun dari kotoran hewan (pupuk kandang)
efektif dalam memperbaiki sifat fisik tanah. Penggunaan bahan
organik dapat merubah struktur tanah liat yang memiliki pori mikro
menjadi pori meso, sehingga daya infiltrasi dan drainase tanah
s e m a k i n m e m b a i k . Penggunaan pupuk hijau dari system alley cropping, cover
crop, dan sisa tanaman yang dikombinasikan dengan pupuk kimia dapat
memperbaiki sifat-sifat fisik tanah, yaitu menurunkan bobot isi, meningkatkan total ruang
pori, dan meningkatkan pori air tersedia.

3. Olah tanah konservasi

Olah tanah konservasi adalah pengolahan tanah seperlunya dengan tujuan


menciptakan kondisi tanah kondusif untuk pertumbuhan akar tapi di lain
pihak mengurangi kerusakan struktur tanah akibat pengolahan. Termasuk dalam
kelompok ini adalah olah tanah minimum (minimum tillage) dan tanpa olah tanah (zero

8
tillage). Olah tanah konservasi dapat memperbaiki sifat-sifat fisik tanah menjadi lebih
menguntungkan pertumbuhan tanaman. Sistem tanpa olah tanah dapat meningkatkan
kadar air tanah dibandingkan dengan olah tanah konvensional (Dao, 1993).
Peningkatan ketersediaan air tanah pada sistem tanpa olah tanah berkaitan erat dengan
peranan mulsa dalam mengurangi evaporasi dan perbaikan distribusi ukuranpori, yaitu
menurunkan bobot isi, meningkatkan total ruang pori, dan meningkatkan poriair
tersedia.

9.4.3. Perbaikan Sifat Kimia Tanah Vertisols

1. Pengelolaan bahan organik

Bahan organik tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam


meningkatkan produktivitas tanah karena peranannya yang besar dalam meningkatkan
dan mempertahankan kesuburan tanah. Bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik
tanah (kemantapan agregat, retensi air, pori aerasi, dan lain-lain); sifat kimia tanah (C-
organik, kapasitas tukar kation, dan suplai hara); dan biologi tanah (sumber energi dan
penyusun tubuh mikroorganisme tanah). Telah dikemukakan sebelumnya bahwa tanah-
tanah di lahan kering di Indonesia umumnya mempunyai kadar bahan organik rendah
sehingga tingkat kesuburan tanahnya juga rendah. Hasil-hasil penelitian menunjukkan
bahwa pengelolaan bahan organik dapat memperbaiki dan meningkatkan produktivitas
tanah. Penggunaan Flemingiacongesta (tanaman tahunan) dalam pola alley cropping
dan penggunaan mulsa sisa tanaman Mucuna (semusim) sepadan dengan pupuk
kandang yang mampu memperbaiki sifat-sifat kimia tanah (C-organik N P danK tanah)
pada tanah Podsolik Merah Kuning. Selain itu bahan organik juga dapat meningkatkan
efisiensi pemupukan P mengurangi kebutuhan kapur serta dapat mensuplai hara
sehingga akhirnya dapat meningkatkan berbagai hasil tanaman pangan.

2. Pemupukan

Karena ketersediaan hara tanah rendah maka pemberian pupuk


untuk meningkatkan produktivitas lahan kering mutlak diperlukan. Sebagian besar unsur
P dan K tidak tersedia pada jenis tanah vertisol, karena ukuran kisi mineral lempung
sesuai dengan bentuk dan ukkuran unsur P dan K, sehingga saat mengembang P dan
K akan terikat oleh ruang kisi pada mineral lempung 2:1 ini. Selain itu efisiensi
pemupukan perlu mendapat perhatian terutama untuk pupuk N, P, dan K. Pemberian
pupuk ditujukan untuk meningkatkan ketersediaan hara tanah terutama hara-harayang
kadarnya masih rendah, seperti hara N, P, K, dan Ca. aplikasi bahan organik dan
pemupukan dapat memperbaiki sifat-sifat tanah dan meningkatkan hasiltanaman.

9
3. Penambahan polimer hidroksi Aluminium (PHA) ke dalam tanah

Salah satu alternatif untuk memanipulasi sifat-sifat Vertisol yang


tidak dikehendaki yaitu dengan penambahan polimer hidroksi Aluminium (PHA) ke
dalamtanah. Menurut Bamhisel dan Bertsch (1989), ion Aluminium akan diikat lebih kuat
oleh liat yang dapat mengembang dari pada ion lainnya dan jumlahnya di dalam tanah
relatif lebih banyak serta PHA mempunyai struktur berupa lempengan sehingga dapat
menjadi agen penyemen yang sangat baik. Dengan menggunakan mineral liat
montmorillonit, diketahui bahwa PHA mampummengurangi dan bahkan menghilangkan
daya mengembang dan mengerut mineral liat tersebut. Larutan PHA dibuat dengan
menambahkan 200 ml 0.1 M AlCl3.6H2O ke dalam 500 ml 0.1 M NAOH. Penambahan
dilakukan secara perlahan-lahan dengan kecepatan 100 ml 0.1 M AlCl3/jam dan terus
dikocok dengan stirer. Kemudian larutan tersebut dipanaskan pada suhu 60o C selama
1-2 jam atau sampai jernih. Contoh tanah kering udara ditumbuk dan diayak dengan
saringan 5 mm. Kemudian dimasukkan ke dalam pot dengan berat setara 9 kg berat
kering oven (105o C).

9.5. Penanganan Lahan Alkalis atau Basa


Tanah basa merupakan tanah yang mempunyai pH tinggi, atau banyak
mengandung ion OH- atau yang mempunyai derajad kemasaman rendah. Di daerah
tropika basah, tanah yang mempunyai pH tinggi didominasi oleh tanah-tanah dengan
kadar garam tinggi seperti tanah salin, tanah sodik, tanah alkalin, serta tanah di daerah
perbukitan kapur dengan kadar Ca++ dan Mg++ tinggi.
Tanah salin dan sodik yang biasa disebut Aridisols adalah tanah-tanah yang
tersebar di daerah iklim kering dengan curah hujan rerata rendah (kurang dari 700 mm
per tahun). Jumlah air yang berasal dari presipitasi tidak cukup untuk menetralkan
jumlah air yang hilang akibat evaporasi dan evapotranspirasi. Sewaktu air diuapkan ke
atmosfer, garam-garam tertinggal dalam tanah. Proses penimbunan garam mudah larut
dalam tanah disebut salinisasi. Garam-garam tersebut adalah : NaCl, CaCO3, MgCO3
atau Na2SO4.
Selama kadar garam ada dalam jumlah berlebih maka tanah-tanah tersebut akan
terflokulasi dan pH tanahnya biasanya < 8,5. Jenis tanah ini mempunyai garam bebas
dan ion Na+ yang dipertukarkan. Namun jika tanah tersebut dicuci / diairi maka kadar
garam bebas akan menurun dan reaksi tanah menjadi sangat alkalin (pH > 8,5) akibat
terhidrolisisnya Na+ yang dapat dipertukarkan.

10
Tanah Alkalin adalah tanah dengan tingkat kebasaan tinggi, yang dicirikan dengan
nilai DHL > 15%. Kebanyakan ion Na+ ada daalam bentuk dipertukarkan dan hanya
sejumlah kecil garam bebasnya terdapat dalam larutan tanah.

9.5.1. Mengatasi kendala tanah basa


Beberapa metode menurunkan pH tanah yang terlalu tinggi dapat dilakukan antara
lain :
a. Peningkatan pemanenan air tawar
Air tawar adalah satu-satunya bahan penting untu desalinisasi di daerah
sepanjang pantai. Dengan curah hujan yang tinggi, hasilnya cukup positif untuk
melarutkan garam-garam yang mengendap. Dalam konsteks air bersih diartikan
sebagai air dengan daya hantar listrik rendah dan memiliki nilai EC yang kurang dari
0,5 mS/cm. Pemanenan air tawar dari air hujan sangat dianjukan untuk daerah-
daerah di sepanjang pantai yang umumnya air asin akibat instrusi air laut. Air asin
sangat terasa terjadi pada musim kemarau.

b. Perbaikan drainase
Drainase yang baik sama pentingnya dengan air tawar untuk mencuci secara
efektif ion garam-garam dalam suatu lahan. Kecuali jika daya serap alami tanah dan
kondisi drainase yang baik memungkinkan terjadinya perkolasi air dan drainase dari
lahan. Memperbaiki kondisi drainase permukaan dengan cara menggali saluran di
lahan adalah alternatif yang efektif

c. Pengolahan lapisan tanah atas


Satu pilihan yang efektif untuk mempercepat pencucian garam adalah
menghancurkan lapisan atas dengan pengolahan tanah, baik dengan atau tanpa
pencampuran bagian permukaan tersebut dengan tanah di bawahnya. Untuk lahan
kering, hal ini akan meningkatkan perkolasi karena akan memutus pori-pori tanah.

d. Pemupukan
Pupuk hanya sumber nutrisi bagi tanaman dan tidak dapat membuang garam
dari tanah. Akan tetapi pupuk organik dan mulsa dapat membantu menurunkan tingkat
salinitas tanah dengan memperbaiki struktur tanah dan tingkat perkolasi tanahnya.

11
e. Menanam tanaman toleran (adaptif)
Tanaman yang toleran terhadap kadar garam yang tinggi mungkin dapat
menjadi pilihan praktis selama proses rehabilitasi. Jenis tanaman yang adaptif tidak
banyak memerlukan banyak input produksi yang berlebihan. Berikut ini adalah
beberapa tanaman adaptif yang toleran terhadap kadar garam tinggi :

Tabel Daftar Tanaman yang mempunyai tingkat toleran terhadap salinitas air
Jenis tanaman Toleran tinggi Toleran Sedang
Field Crop Barley, Kapas Gandum, Kedelai, Shorgum,
Kacang Tanah
Sayuran Asparagus, Bayam Tomat, Brokoli, Bunga kol,
Jagung manis
Pakan Ternak Kikuyu, Rumput Rhodes, Snail Medic, Blycine,
Pangola, Lucerne, Siratro, Perennial, Strawberry cover,
Buffel, Sabi, Guinea Paspalum, Rumput Sudan
Tanaman Buah Kurma Ara, Zaitun, Anggur,
Rockmelon, Mulberry

f. Penggunaan bahan organik


Bahan organik di tanah dapat berperan sebagai sumber unsur hara,
memelihara kelembaban tanah, sebagai buffer dengan mengikat unsur-unsur penyebab
salinitas tanah. Kandungan bahan organik pada sebagian besar tanah di Indonesia
terdapat indikasi sangat merosot. Kandungan C organik tanah kurang dari 1%
menyebabkan tanah tidak mampu menyediakan unsur hara yang cukup, disamping itu
unsur hara yang diberikan melalui pupuk tidak mampu dipegang oleh komponan tanah,
sehingga mudah tercuci, kapasitas tukar kation menurun, agregasi tanah menurun,
unsur hara mikro mudah tercuci serta daya mengikat air semakin menurun.

g. Penggunaan gypsum di tanah salin


Gypsum adalah salah satu mineral dengan kadar Kalsium yang tinggi. Gypsum
yang paling umum ditemukan adalah jenis hidrat kalsium sulfat dengan rumus kimia
CaSO4.2H2O Hasil Penelitian membuktikan bahwa pemberian gypsum 10 ton/ha dapat
menurunkan DHL (Daya Hantar Listrik) tanah salin dari 4,2 mmhos/cm menjadi 3,5
mmhos/cm, Na+ tertukar turun dari 22 cmol+/ kg menjadi 16 cmol+/ kg, selain itu P
tersedia juga mengalami peningkatan dari 35% menjadi 70%. Gypsum menggantikan
ion Sodium dalam tanah dengan Kalsium dan sebagai akibatnya secara aktif
membuang ion-ion Sodium dan meningkatkan perkolasi tanah.

12

Anda mungkin juga menyukai