Anda di halaman 1dari 15

NAMA : ARIEF PEBRIANTO TUGAS MATKUL : RAWA GAMBUT (B)

NIM : 2122201101 DOSEN : FITRIDAWATI, ST.MT


SEMESTER : I (SATU) FAKULTAS : TEKNIK SIPIL
DIKUMPUL : UNIVERSITAS LANCANG KUNING

TUGAS MANDIRI

1. Carilah artikel jurnal internasional dengan tentang “ TANAH GAMBUT” dengan tema
penelitian (silahkan dipilih salah satu) antara lain:
a. Karakteristik Tanah gambut
b. Permasalahan pada tanah gambut dari sisi teknik sipil
c. Perbaikan Tanah Gambut
2. Buatlah resume dari artikel tersebut terdiri dari:
a. Judul
b. Penulis
c. URL (alamat artikelnya)
d. Metode penelitian yang digunakan
e. Hasil dan Pembahasannya
3. Resume yang dilakukan menggunakan bahasa sendiri “TIDAK BOLEH COPY PASTE DARI
ARTIKEL LANGSUNG”.
4. Hasil resume dikumpulkan bersama artikel asli dalam 1 kali pengiriman.
5. Tugas di kumpulkan by Google Classroom tgl 10 Agustus 2020.
RESUME ARTIKEL
KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT
JUDUL : Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Gambut untuk Pengembangan Pertanian
NAMA PENULIS : ACHMAD FAIZAL – 1822201003
URL : https://core.ac.uk/download/pdf/295416255.pdf
PENDAHULUAN :
Lahan gambut merupakan lahan hasil akumulasi timbunan bahan organic yang berasal dari pelapukan vegetasi
yang tumbuh disekitarnya dan terbentuks ecara alami dalam jangka waktu yang lama.Menurut Wahyunto dan
Subiksa(2011)Indonesia merupakan negara yang memiliki areal gambut terluas di zona tropis, yakni mencapai
70%. Luas gambut Indonesia mencapai 21 juta ha, yang tersebar di pulau Sumatera (35%), Kalimantan (32%),
Papua (30%) dan pulau lainnya (3%). Provinsi Riau memiliki lahan gambut terluas di Sumatera, yakni mencapai
56,1% (Wahyunto danHeryanto, 2005)
Lahan gambut memiliki beberapa fungsi strategis, seperti fungsi hidrologis, sebagai penambat (sequester) karbon
dan biodiversitas yang penting untuk kenyamanan lingkungan dan kehidupan satwa (Bellamy, 1995).Lahan
gambut tergolong lahan marginal dan ”fragile” dengan produktivitas biasanya rendah dan sangat mudah
mengalami kerusakan. Pengembangan pertanian pada lahan rawa gambut untuk menunjang pembangunan
berkelanjutan memerlukan perencanaan yang cermat dan teliti, penerapan teknologi yang sesuai, dan pengelolaan
yang tepat. Konservasi dan optimalisasi pemanfaatan lahan rawa gambut sesuai dengan karakteristiknya
memerlukan informasi mengenai tipe, karakteristik, dan penyebarannya (Widjaja Adhi, 1992).
Alih fungsi hutan rawa gambut menjadi lahan pertanian mencakup kegiatan:
(1) pembuatan drainase untuk mengurangi kejenuhan air danpengendalian muka air tanah (water table);
(2)pembukaan lahan (land clearing) berupa penebangan hutan dan penebasan semak, pembakaran
untukmenghilangkan vegetasi yang ditebang dan menghasilkan abu yang dapatmemperbaiki kesuburan tanahdan
penyiapan lahan untuk pertanaman.

Proses pembentukan gambut dimulai dari adanya pendangkalan danau yang secara perlahan ditumbuhi oleh
tanaman air dan vegetasi lahan basah. Tanaman yang mati dan melapuk, secara bertahap membentuk lapisan yang
kemudian menjadi lapisan transisi antara lapisan gambut dengan substratum (lapisan di bawahnya) berupa tanah
mineral. Tanaman berikutnya tumbuh pada bagian yang lebih tengah dari danau dangkal ini dan secara bertahap
membentuk lapisan-lapisan gambut, sehingga danau tersebut menjadi penuh.
Bagian gambut yang tumbuh mengisi danau dangkal tersebut dikenal sebagai gambut topogen, karena proses
pembentukannya disebabkan oleh topografi daerah cekungan.

Gambar 1.1 – Proses Pembentukan Gambut Di Indonesia Gambar 1.2 – Lahan Gambut Dengan Puncak Kubah
Bagian tengah
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Penelitian ini adalah Untuk Mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik lahan gambut untuk
Pengembangan Lahan Pertanian di Provinsi Riau.
METODE PENELITIAN
Jurnal Lahan SuboptimalISSN:2252-6188 (Print), ISSN: 2302-3015 (Online)Vol. 1, No.2: 197-206, Oktober 2012
Dengan Judul Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Gambut untuk Pengembangan Pertanian “NP. Sri Ratmini”
HASIL DARI PEMBAHASAN
Dari Junal / Artikel diatas Lahan Gambut bisa
dijadikan lahan pertanian yang baik. Pengembangan
lahan gambut sebagai lahan pertanian terdapat
berbagai kendala baik fisik, kimia maupun biologis.
Karakteristik Lahan gambut ada 3 yaitu :
1. Sifat Fisik Gambut
Sifat fisik tanah gambut merupakan faktor yang
sangat menentukan tingkat produktivitas tanaman
yang diusahakan pada lahan gambut, karena
menentukan kondisi aerasi, drainase, daya menahan
beban, serta tingkat atau potensi degradasi lahan
gambut
Karakteristik Fisik Gambut yang penting dalam
pemamfaatannya untuk pertanian yang meliputi :
- Kadar Air
- Berat isi (bult density)
Gambar 1.3 – Peta Kesatuan Hidrologi Gambut Pulau Sumatera
- Daya Menahan Beban (bearing capacity)
- Mengering Tidak Balik (irreversible drying)

Gambar 1.4 – Kondisi Tanah Gambut Yang telah


Gambar 1.5 – Kondisi Tanah Yang Mempunyai Kadar Air
Mengalami Kering Tak Balok (irreversible drying)

2. Sifat Kimia Gambut


Karakteristik kimia lahan gambut sangat ditentukan oleh kandungan , ketebalan,dan jenis mineral pada
substratum (di dasar gambut), serta tingkat dekomposisi gambut. Kandungan mineral gambut di Indonesia
umumnya kurang dari 5% dan sisanya adalah bahan organik. Fraksi organik terdiri dari senyawa-senyawa
humat sekitar 10 hingga 20% dan sebagian besar lainnya adalah senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa, lilin,
tannin, resin, suberin, protein, dan senyawa lainnya
3. Kesuaian Lahan Gambut
Lahan gambut memang bisa berfopensi untuk berbagai jenis tanaman pangan dan perkebunan, akan tetapi
lahan gambut seharusnya sangat dianjurkan umtuk menanam tanaman perkebunan seperti kelapa sawit,
jagung, kelapa hibrida, dan juga lahan gambut juga bisa menampung air hujan yang banyak untuk
ketersediaan air yang terus menerus.
Penjelasan Mengenai Tipe Lahan Gambut Sebagai Berikut :
1. Berdasarkan Kedalaman
2. Berdasarkan Posisi Pembentukan
3. Berdasarkan Lingkungan Pembentukan
4. Berdasarkan Tingkat Kesuburuan
5. Berdasarkan Tingkat Kematangan
Lahan/Tanah gambut Memiliki Ciri-Ciri dan Jenis Berbeda-beda setiap daerahnya yang di pengaruhi Faktor
Geografis dari suatu daerah. Meski terlihat sama namun lahan/Tanah gambut memiliki beberapa ciri yaitu :
1. Tanah gambut biasanya memiliki ciri-ciri bertekstur basah, lembek, dan lunak;
2. warna tanah gambut juga terlihat agak gelap;
3. Tanah gambut juga memiliki sifat asam yang tinggi;
4. Tanah gambung cenderung kurang subur karena memiliki unsur hara yang terbatas; serta
5. Banyak ditemukan di kawasan lahan yang basah, seperti rawa-rawa.

KESIMPULAN
Lahan gambut adalah ekosistem marginal dan fragile, sehingga dalam pemanfaatannya harus didasarkan atas
penelitian dan perencanaan yang matang, baik dari segi teknis, sosial ekonomis maupun analisis dampak
lingkungannya menurut (Sri Ratmini). Menurut penulis Dari sudut pandang ekonomis kita harus bisa menghitung
untuk bisa mengelola lahan gambut karena perlu biaya yang cukup besar untuk pembukaan lahan. Karena jika
lahan perkebunan yang luas otomatis kita menggunakan alat berat untuk pembukaan irigasinya. Kalau di tinjau
dari segi teknis pengelolaan tidak sulit karena hanya berdasarkan mekanisasi pertanian
LAMPIRAN
Jurnal Lahan Suboptimal
ISSN: 2252-6188 (Print), ISSN: 2302-3015 (Online)
Vol. 1, No.2: 197-206, Oktober 2012

Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Gambut


untuk Pengembangan Pertanian

Characteristics and Management of Peatland for Agricultural Development

NP. Sri Ratmini1,2*)


1
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan
2
Pusat Unggulan Riset Pengembangan Lahan Suboptimal (PUR-PLSO) Universitas
Sriwijaya Palembang
*)
Penulis untuk korespondensi: Tel./Faks. +62711410155
email: bptp-sumsel@litbang.deptan.go.id

ABSTRACT

The potential of peatland as agricultural land has area of about 6 M ha. The
utilization of peatland in agriculture need detail and thorough planning, adequate
technology application, and proper land management because its marginal and fragile
ecosystem. Peatland is vulnerable to land degradation, namely physical degradation
(subsiden and irreversible drying) and chemical degradation (nutrients deficiency and
nutrients toxicity). The peatland development has obstacles such as highly content of
organic acids. The effect of organic acid toxicity can be reduced by water (irrigation
technology) management and adding ameliorant which rich of polivalent cation such as Fe,
Al, Cu, and Zn. Soil amendment and fertilization in peatland farming can be done to
reduce nutrients deficiency.

Keywords: Peatland, fragile, organic acid, agriculture

ABSTRAK

Potensi lahan gambut sebagai lahan pertanian di Indonesia cukup luas sekitar 6 juta
ha. Pemanfaatannya sebagai lahan pertanian memerlukan perencanaan yang cermat dan
teliti, penerapan teknologi yang sesuai, dan pengelolaan yang tepat karena ekosistemnya
yang marginal dan fragile. Lahan gambut sangat rentan terhadap kerusakan lahan, yaitu
kerusakan fisik (subsiden dan irriversible drying) serta kerusakan kimia (defisiensi hara
dan unsur beracun). Pengembangan pertanian di lahan gambut menghadapi kendala antara
lain tingginya asam-asam organik. Pengaruh buruk asam-asam organik yang beracun
dapat dikurangi dengan teknologi pengelolaan air dan menambahkan bahan-bahan yang
banyak mengandung kation polivalen seperti Fe, Al, Cu dan Zn. Kahat unsur harauntuk
memberikan hasil yang optimal pada sistem usahatani dapat dilakukan dengan tindakan
ameliorasi dan pemupukan.

Kata kunci : Gambut, fragile, asam organik, pertanian


198 Ratmini: Karakteristik dan Pengembangan Lahan Gambut untuk Pertanian

PENDAHULUAN KARAKTERISTIK DAN


KESESUAIAN LAHAN GAMBUT
Indonesia memiliki lahan gambut
terluas di antara negara tropis, yaitu Pengembangan lahan gambut
sekitar 21 juta ha atau 10.8% dari luas sebagai lahan pertanian terdapat berbagai
daratan Indonesia. Lahan rawa gambut kendala baik fisik, kimia maupun biologis.
sebagian besar terdapat di empat pulau Lahan gambut merupakan lahan yang
besar yaitu di Sumatera 35%, Kalimantan sangat fragile dan produktivitasnya sangat
32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di rendah. Kendala sifat fisik gambut yang
Sulawesi, Halmaera dan Seram 3%( paling utama adalah sifat kering tidak balik
Radjagukguk, 1992; 1995 ). (irriversible drying), sehingga gambut tidak
Lahan gambut memiliki beberapa dapat berfungsi lagi sebagai koloid organik.
fungsi strategis, seperti fungsi hidrologis, Produktivitas lahan gambut yang rendah
sebagai penambat (sequester) karbon dan karena rendahnya kandungan unsur hara
biodiversitas yang penting untuk makro maupun mikro yang tersedia untuk
kenyamanan lingkungan dan kehidupan tanaman, tingkat kemasaman tinggi, serta
satwa (Bellamy, 1995).Lahan gambut rendahnya kejenuhan basa. Tingkat
tergolong lahan marginal dan ”fragile” marginalitas dan fragilitas lahan gambut
dengan produktivitas biasanya rendah dan sangat ditentukan oleh sifat-sifat gambut
sangat mudah mengalami kerusakan. yang inherent, baik sifat fisik, kimia
Pengembangan pertanian pada lahan rawa maupun biologisnya.
gambut untuk menunjang pembangunan
berkelanjutan memerlukan perencanaan Sifat Fisik Gambut
yang cermat dan teliti, penerapan teknologi Karakteristik fisik gambut yang
yang sesuai, dan pengelolaan yang tepat. penting dalam pemanfaatannya untuk
Konservasi dan optimalisasi pemanfaatan pertanian meliputi kadar air, berat isi (bulk
lahan rawa gambut sesuai dengan density, BD), daya menahan beban (bearing
karakteristiknya memerlukan informasi capacity), subsiden (penurunan
mengenai tipe, karakteristik, dan permukaan), dan mengering tidak balik
penyebarannya (Widjaja Adhi, 1992). (irriversible drying).
Kerusakan ekosistem gambut Beberapa sifat fisik yang perlu
berdampak besar terhadap lingkungan diperhatikan kaitannya dengan konservasi
setempat (in situ) maupun lingkungan tanah gambut adalah kadar air serta
sekelilingnya (ex situ). Kejadian banjir di kapasitas memegang air. Kadar air tanah
hilir DAS merupakan salah satu dampak gambut berkisar antara 100 – 1.300% dari
dari rusaknya ekosistem gambut. berat keringnya(13 kali bobotnya)
Deforestasi hutan dan penggunaan lahan menyebabkan BD menjadi rendah. Bulk
gambut untuk sistem pertanian yang density terkait dengan tingkat kematangan
memerlukan drainase dalam (> 30 cm) dan kandungan bahan mineral, dimana
serta pembakaran atau kebakaran semakin matang dan semakin tinggi
menyebabkan emisi CO2 menjadi sangat kandungan bahan mineral maka BD akan
tinggi. semakin besar dan tanah gambut semakin
Paper ini akan dibahas Karakteristik stabil (tidak mudah mengalami kerusakan).
lahan gambut, pemanfaatan lahan gambut Sajarwan (2007) mengemukakan bahwa
dan konservasi lahan gambut dalam upaya terjadi penurunan nilai BD dari pinggir
mempertahankan ekosistem gambut dengan sungai ke arah kubah gambut. Nilai BD
berbagai keragaman hayatinya. tanah gambut fibrik di Indonasia kurang
dari 0,1 g/cm3(0,06 - 0,15 g/cm3)dan
gambut saprik lebih dari 0,2 g/cm3(Driessen
Jurnal Lahan Suboptimal, 1(2) Oktober 2012 199

dan Rochimah, 1976) dan gambut aromatik yang memiliki gugus fungsional
hemik/saprik antara 0,1 - 0,3 g/cm3. yang aktif seperti karboksil, hidroksil dan
Reklamasi lahan gambut dengan amine. Karakteristik dari asam-asam
pembuatan saluran drainase, kadar air akan organik ini akan menentukan sifat kimia
segera menurun diikuti dengan dari gambut. Sebagai akibat dari tingginya
mengkerutnya volume tanah sehingga asam organik, maka reaksi tanah pada
permukaan tanah akan mengalami umumnya masam. Namun karena karena
penurunan (subsiden). Subsiden juga asam organik adalah asam lemah, maka pH
disebabkan karena terjadinya proses tanah biasanya berkisar antara 4 - 5. pH
dekomposisi bahan organik dan melepaskan tanah bisa lebih rendah bila ada lapisan
CO2. Menurut Nugroho et al. (1995) sulfidik yang teroksidasi atau gambut yang
kehilangan gambut akibat pengaruh terbentuk di atas lapisan tanah yang sangat
pengolahan tanah mencapai 2,24 miskin seperti pasir kuarsa.
ton/ha/tahun (dari percobaan Sebagian dari asam organik bersifat
laboratorium).Tindakan pengelolaan air racun bagi tanaman yaitu dari golongan
yang diperlukan untuk menghindari senyawa fenolat. Asam-asam fenolat serta
keringnya gambut adalah mempertahankan turunannya dan juga senyawa benzen
kedalaman air tanah agar gambut tetap karboksilat merupakan "building block"
lembab sampai ke permukaan, tapi tidak utama dari susunan asam humat dan fulvat.
terlalu basah untuk memberikan aerasi yang Building block tersebut bergabung melalui
baik pada tanaman. Bahaya selanjutnya berbagai ikatan seperti ikatan H, gaya
bagi kelestarian gambut adalah munculnya vander Wall, ikatan C-O dan ikatan C-C
tanah sulfat masam bila tanah mineral (Schnitzer, 1977 dalam Sabiham, 1999).
dibawah gambut mengandung pirit atau Beberapa turunan asam fenolat yang bayak
tanah pasir bila lapisan tanah dibawah dijumpai pada bahan organik adalah asam-
gambut adalah pasir kuarsa (Hardjowigeno, asam : p-kumarat, p-hidroksi benzoat,
1995). klorogenat, vanilat, ferulat, sinapat,
gentisat, galat, kafeat, protokatekuat dan
Sifat Kimia Gambut syringat (Hartley and Whitehead, 1984
Karakteristik kimia lahan gambut dalam Sabiham, 1999). Salah satu
sangat ditentukan oleh kandungan , karakteristik senyawa adalah
ketebalan,dan jenis mineral pada kemampuannya untuk melakukan ikatan
substratum (di dasar gambut), serta tingkat dengan kation-kation polivalen membentuk
dekomposisi gambut. Kandungan mineral senyawa komplek/khelat (Schnitzer, 1969;
gambut di Indonesia umumnya kurang dari Kerndorff and Schnitzer, 1980). Kation Fe,
5% dan sisanya adalah bahan organik. Al, Cu dan Zn adalah kation-kation hara
Fraksi organik terdiri dari senyawa- yang mampu untuk membentuk ikatan
senyawa humat sekitar 10 hingga 20% dan koordinasi dengan ligan organik.
sebagian besar lainnya adalah senyawa Kadar asam fenolat pada gambut di
lignin, selulosa, hemiselulosa, lilin, tannin, Indonesia sangat tinggi. Sabiham (1995)
resin, suberin, protein, dan senyawa mengemukakan kadar asam p-hydroxy
lainnya.Komposisi kimia gambut sangat benzoat, asam kumarat dan asam ferulat
dipengaruhi oleh bahan induk tanamannya, masing-masing sebesar 32,4 ppm, 34,6 ppm
tingkat dekomposisi dan sifat kimia dan 35,2 ppm pada gambut Air Sugihan
lingkungan aslinya (Tabel 1). Berbeda Sumsel. Sedangkan di di Berengbengkel
dengan tanah mineral, bagian yang aktif Kalimantan Tengah masing-masing dari
dari tanah gambut adalah fase cairnya, ketiga asam fenolat tersebut adalah 467,5
bukan padatan yang terdiri dari sisa ppm, 140,73 ppm dan 15,18 ppm. Dengan
tanaman. Fase cair dari gambut terdiri dari demikian kadar asam-asam fenolat pada
asam-asam organik alifatik maupun gambut Indonesia jauh di atas ambang
200 Ratmini: Karakteristik dan Pengembangan Lahan Gambut untuk Pertanian

batas, terutama gambut Kalimantan. Lebih (Sabiham, 1993). Penggunaan kation


lanjut dikatakan bahwa pemberian kation polivalen seperti Al, Fe dan Cu dapat
pada gambut mampu menurunkan aktifitas menurunkan reaktivitas asam-asam fenolat,
asam-asam fenolat hingga 80% dengan pH tanah, KTK dan mobilitas hara P serta
perlakuan Cu (Tabel 2 ). Disamping meningkatkan ketersediaan K, Ca dan Mg
menon-aktifkan asam organik monomer, (Rachim, 1995; Sulaeman et al.1998).
pemberian kation polivalen yang cukup Meningkatnya ikatan-ikatan P pada tanah
juga dapat meningkatkan muatan positif gambut juga diperoleh dengan pemberian
gambut sehingga mampu mengadsorpsi bahan amelioran tanah mineral berkadar
anion hara seperti unsur fosfat. Dengan besi tinggi (Salampak, 1999) asehingga
demikian maka penambahan kation kehilangan P melalui pencucian dapat
polivalen juga dapat meningkatkan efisiensi dikurangi.
pemupukan P.
Tanah gambut mengandung hara Kesesuaian Lahan
yang sangat rendah khususnya P dan K, dan Hardjowigeno(1995)
basa-basa. Saragih (1996) melaporkan mengemukakan bahwa disamping
bahwa K-dd pada gambut Jambi umumnya persyaratan kualitas/ karakteristik lahan
rendah sampai sedang (0,13-0,70 cmol.kg- untuk tanaman tertentu seperti yang
1
), Samplak (1999) melaporkan K-dd pada diuraikan oleh Tim Puslittanak (1994), ada
gambut Kalimantan tergolong rendah dua faktor penting yang membatasi tipe
sampai tinggi (0,29-1,13 cmol.kg-1). penggunaan lahan yaitu ketebalan gambut
Kejenuhan basa pada gambut dan lapisan sulfidik (pirit) serta jenis bahan
Berengbengkel hanya 4,65% dengan kadar mineral yang ada dibawah gambut, yaitu
abu 0,94%. Sedangkan gambut Air liat marine atau pasir kuarsa. Berdasarkan
Sugihan KB-nya hanya 11,88% dan kadar ketentuan seperti Tabel 3 dan 4, maka lahan
abu 5,10%. Kandungan unsur mikro, gambut dangkal dengan kedalaman pirit >
khususnya Cu sangat rendah pada kedua 50 cm tergolong sesuai untuk tanaman padi
tanah gambut tersebut. Senyawa fenolat maupun palawija dengan syarat tetap
membentuk komplek dengan Cu, sehingga memperhatikan persyaratan
Cu tidak tersedia bagi tanaman. Defisiensi kualitas/karakteristik lahan lainnya yang
Cu yang berkombinasi dengan keracunan diperlukan oleh tanaman tersebut.
senyawa fenolat akan menyebabkan Sedangkan pada lahan gambut dalam
tanaman padi steril (Dreissen, 1978). Widjaja Adhi (1995) menyarankan untuk
Kandungan hara semakin rendah dengan tanaman tanaman perkebunan, dengan
semakin meningkatnya ketebalan gambut. catatan bukan pada bagian dome dari
Hal ini berkaitan dengan kemampuan akar gambut tersebut. Kawasan disarankan
tanaman untuk mencapai tanah mineral untuk kawasan tampung hujan, walaupun
dibawahnya untuk menyerap hara dan ketebalannya > 2m. Hal ini dimaksudkan
meredistribusikannya melalui daun yang untuk menjaga kondisi hidrologis kawasan
gugur ke permukaan tanah. Namun pada tersebut.
tanah gambut yang terbentuk di atas tanah
mineral yang sangat miskin seperti pasir PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT
kuarsa, maka kandungan unsur hara juga UNTUK TANAMAN PANGAN
sangat rendah, walaupun gambutnya tipis.
Penelitian ke arah pengurangan Pemanfaatan lahan gambut untuk
aktivitas asam fenolat dan peningkatan usaha pertanian, didahului dengan tindakan
ketersediaan hara sudah banyak dilakukan. reklamasi, dilakukan dengan pembuatan
Pembentukan asam-asam fenolat dan gas saluran drainase untuk membuang air
metan dapat ditekan dengan penambahan berlebih sehingga tercipta lingkungan tanah
lumpur laut, payau maupun sungai yang cocok untuk tanaman tertentu.
Jurnal Lahan Suboptimal, 1(2) Oktober 2012 201

Konsekuensinya adalah kemungkinan Mo sebagai pelengkap pupuk dapat


terjadinya “over drained” cukup besar meningkatkan hasil padi dan mengurangi
terutama bila diarahkan untuk pertanian kehampaan gabah (Subiksa et al, 1995 ;
lahan kering. Over drained inilah Supriyo et al.1991 dan Ambak et al. 1991).
merupakan asal mula dari kerusakan lahan
dan lingkungan lahan gambut. Penggunaan Tata Air Mikro
lahan gambut untuk pertanian lahan kering Masalah asam-asam organik beracun
dapat dikatakan mustahil untuk mencapai dapat ditanggulangi dengan membuat parit-
pertanian yang "sustainable". parit drainase untuk membuang kelebihan
air dan mengurangi kadar asam-asam
Ameliorasi organik. Ismunaji et al. (1991)
Upaya untuk mengatasi kendala yang mengemukakan bahwa semakin pendek
ada untuk usahatani tanaman pangan sudah interval/jarak antar parit drainase lapang
banyak dilakukan. Untuk mengatasi maka hasil padi, jagung, kedelai dan
kemasaman tanah dan status hara yang kacang tanah yang diperoleh makin baik
rendah, dilakukan dengan cara (Tabel 7). Jadi untuk usahatani tanaman
menambahkan bahan ameliorasi dan pangan maka pengelolaan air dengan
pupuk. Perlakuan amelioran diharapkan drainase lapang juga sangat diperlukan,
memperbaiki pH tanah, meningkatkan disamping saluran drainase utama.
ketersediaan hara, dan meningkatkan Walaupun kita perlu membuang asam-asam
kemampuan adsorpsi tanah. Ambak et al organik, namun kita tidak boleh sampai
(1991) menyatakan bahwa pengapuran dan membuang habis asam-asam tersebut
pemberian unsur mikro meningkatkan karena asam-asam organik adalah bagian
produksi jagung (Tabel 5 dan 6). dari tanah gambut yang memiliki muatan
Sedangkan Chua dan Faridah (1991) (aktif). Tanpa asam organik maka tanah
mengatakan bahwa makin tinggi tingkat gambut tidak lebih dari sepotong ranting
input dalam bentuk kapur dan pupuk yang yang kering yang tidak memiliki
diberikan maka produksi beberapa tanaman kemampuan untuk menjerap dan
hortikultura meningkat sangat tajam. Hal menyediakan unsur hara bagi tanaman.
ini membuktikan bahwa tanah gambut Mengurangi pengaruh buruk asam-
sangat memerlukan masukan yang tinggi. asam organik beracun juga dapat dilakukan
Tanpa ada masukan sama sekali maka kita dengan penambahan bahan-bahan yang
tidak mungkin melakukan usahatani di banyak mengandung kation polivalen
lahan gambut akan menguntungkan. seperti terak baja, tanah mineral laterit/
Disamping dengan kapur, ameliorasi juga Oxisols atau lumpur sungai. Pemberian
dapat dilakukan dengan abu bakaran limbah tanah mineral berkadar besi tinggi dapat
kayu atau serasah tanaman. Abu serasah meningkatkan pertumbuhan dan produksi
dapat meningkatkan pH, KB dan basa-basa tanaman padi (Salampak, 1999), namun
tanah sehingga produksi kedelai meningkat pemberian yang berlebihan > 7,5% erapan
(Subiksa et al. 1995). Pemupukan unsur maksimum Fe, pertumbuhan tanaman
mikro seperti terusi, magnesium sulfat dan cendrung tertekan. Hal ini diperkuat oleh
seng sulfat masing-masing 15 penelitianRachim (1995) bahwa pemberian
kg/ha/tahun, mangan sulfat 7 kg/ha, Al, Fe dan Cu yang terlalu tinggi,
sodium molibdat dan borax masing- kemasaman tanah akan meningkat dan
masing 0,5 kg/ha/th. Penambahan Cu dan pertumbuhan tanaman cendrung terganggu.
202 Ratmini: Karakteristik dan Pengembangan Lahan Gambut untuk Pertanian

Tabel 1. Perbedaan sifat kimia dari gambut eutropik, mesotropik dan oligotropik
Kadar (% bobot kering)
Tingkat Kesuburan
N K2O P2O5 CaO Abu
Eutropik 2,50 0,10 0,25 4,00 10,0
Mesotropik 2,00 0,10 0,20 1,00 5,00
Oligotropik 0,80 0,03 0,05 0,25 2,00
Sumber: Driessen and Supraptohardjo (1974)

Tabel 2. Pengaruh penambahan unsur terhadap kandungan asam-asam fenolat pada tanah gambut
Berengbengkel Kalimantan Tengah dan Air Sugihan Sumatera Selatan
Berengbengkel Air Sugihan
Jenis Asam
Kontrol + Na + Cu +Zn Kontrol + Cu + Abu
Fenolat
250 ppm 50 ppm 50 ppm 50 ppm 375 ppm
P-hydroxy 32,45 8,80 6,57 8,11 467,56 109,06 140,27
benzoat (ppm) (75) (80) (75) (76) (70)
P-kumarat 34,6 14,23 10,35 13,49 140,73 41,48 51,22
(ppm) (59) (70) (61) (70) (64)
Ferulat (ppm) 35,2 14,09 11,32 17,60 15,18 7,28 6,88
(60) (68) (50) (52) (54)
Vanilat (ppm) 37,14 15,21 11,88 18,57 - - -
(59) (68) (50)
Keterangan: angka dalam kurung adalah persentase penurunan.
Sumber: Sabiham et al.(1995)

Tabel 3. Klasifikasi kesesuaian untuk pertanian lahan gambut di Indonesia dalamhubungannya dengan
ketebalan dan bahan sulfidik (Hardjowigeno, 1995)
Sifat Tanah Sangat sesuai Sesuai Sesuai Tidak sesuai
marginal
Untuk Padi :
- Tebal gambut (cm) < 40 40 - 90a 40 - 90 b > 90
- Kedalaman lap. sulfidik > 100 50 - 100 < 50
(cm)
Untuk tanaman lahan kering :
- Tebal gambut (cm) <40 40 - 90 b 40 - 200 b > 200
c
- Kedalaman lap. sulfidik > 100 50 - 100 50 - 100 d < 50
(cm)
a : gambut 18 - 28% C-organik a : gambut > 38% C-organikc : kandungan pirit < 2%d : kandungan pirit
> 2%

Tabel 4. Tipe penggunaan lahan gambut menurut kedalaman dan tipe substratum gambut.
Tipologi Lahan Kelas Tipe Substratum
Kedalaman (m) Liat Marine Pasir Kuarsa
G0 : Bergambut > 0,5 Sawah Perumahan
G1 : Gambut dangkal 0,5 - 1,0 Sawah/tegalan Perumahan/tegalan
G2 : Gambut sedang 1,0 - 2,0 Tegalan/rumah/ Tegalan/hortikultura
hortikultura
G3 : Gambut dalam > 2,0 Perkebunan Perkebunan
Dome Tampung hujan Tampung hujan
Sumber: Widjaja Adhi (1995)
Jurnal Lahan Suboptimal, 1(2) Oktober 2012 203

Tabel 5. Pengaruh perlakuan kapur dan unsur mikro terhadap komponen produksi jagung
Perlakuan Jumlah Biji Berat kering Berta 1000
CaCO3 (t/ha) Unsur mikro per tanaman biji (g) butir (g)
0 - 0 0 -
+ 54 15 93
4 - 134 35,3 209
8 - 217 38,3 299
+ 417 132,4 343
12 - 233 52,3 310
+ 336 104,7 343
18 - 171 24,7 290
+ 408 142,4 361
40 - 36 5,4 312
+ 412 133,5 324
Sumber: Ambak, et al.(1991)

Tabel 6. Pengaruh unsur mikro terhadap komponen hasil tanaman padi pada tanah gambut kayuan dari
tenggara semenanjung Malaysia
Perlakuan Jml.malai/pot Jml. gabah Jml. gabah Sterilitas Berat 1000
bernas/pot hampa/pot (%) butir
Tanpa unsur mikro 5,5 103 78 42 13,3
Tanpa Cu 6,0 143 157 53 14,6
Tanpa B 5,0 219 39 16 19,6
Tanpa Mo 14,5 446 169 27 20,4
Tanpa Fe 8,5 433 66 12 20,3
Tanpa Mn 7,0 332 63 16 19,8
Tanpa Zn 12,0 396 87 18 20,3
Lengkap 11,5 448 122 21 21,0
Sumber: Ambak et al.(1991)

Tabel 7. Pengaruh jarak parit terhadap produksi beberapa jenis tanaman pangan
Jarak Parit Hasil Tanaman (t/ha)
(m) Padi Jagung Kedelai K.Tanah
5 3,6 4,5 1,3 1,2
10 2,3 4,5 0,8 0,9
15 2,1 3,3 0,6 1,1
Kontrol 2,0 1,6 0,5 0,6
Sumber : Ismunadji et al.(1991)

KESIMPULAN tidak bisa menghindari adanya proses


subsiden dan irriversible drying. Asam-
Lahan gambut adalah ekosistem asam organik adalah bagian yang aktif dari
marginal dan fragile, sehingga dalam tanah gambut dan menentukan sifat kimia
pemanfaatannya harus didasarkan atas dari gambut tersebut. Gambut Indonesia
penelitian dan perencanaan yang matang, umumnya memiliki kandungan asam
baik dari segi teknis, sosial ekonomis fenolat tinggi yang beracun bagi tanaman.
maupun analisis dampak lingkungannya. Kation-kation polivalen dapat menetralkan
Tipe penggunaan lahan gambut harus asam-asam tersebut secara efektif, sehingga
mengacu pada kapabilitas dan kesesuaian penambahan dalam dosis tepat dapat
lahan agar diperoleh hasil optimal dan meningkatkan produktivitas lahan gambut
berkelanjutan.Sifat fisik gambut, secara berkelanjutan.Lahan gambut sangat
berpengaruh langsung terhadap tingkat miskin hara makro maupun mikro, sehingga
pengelolaan untuk penggunaan lahan perlu ditambahkan bila dimanfaatkan untuk
tertentu. Gambut di Indonesia pada usahatani tanaman pangan maupun tanaman
umumnya memiliki BD rendah, sehingga, perkebunan. Pemanfaatan lahan gambut
pemanfaatan untuk pertanian lahan kering untuk pertanian hendaknya
204 Ratmini: Karakteristik dan Pengembangan Lahan Gambut untuk Pertanian

mempertimbangkan adanya kawasan Driessen PM, Rochimah L, 1976. The


tampung hujan di bagian “dome” gambut physical properties of lowland peats
yang berfungsi sebagai penyimpan air from Kalimantan. in Proceedings of
untuk kawasan disekitarnya. Kawasan ini Peat and Podsolic Soils and Their
minimal luasnya 1/3 dari ekosistem gambut Potential fo Agriculture in Indonesia.
tersebut. Soil Research Institute, Bogor. p. 56-73
Hardjowigeno S. 1995. Suitability of
Indonesian peat soils fo agriculture
UCAPAN TERIMA KASIH development. in Rieley and Page (Eds)
Biodiversity and Sustainability of
Ucapan terimaksih disampaikan Tropical Peatland. Proceedings of the
kepada Jubaedah yang telah membantu International Symposium on
dalam penyelesai tulisan ini. Biodiversity, Environmental
Importance and Sustainability of
Tropical Peats and Peatlands.
DAFTAR PUSTAKA Palangka Raya, 4 - 8 September 1995.
p 327-334
Ambak K, Zahari AB, Tadano T.1991. Ismunadji MT. Suhartini and Sarmawani
Effect of micronutrient application on M, 1991. Utilization of tropical
the growth of crop plants and on the peatland for food crops. , in
occurrence of crop sterility I Malaisya Aminuddin et al (Eds) Tropical Peat,
peat soil. in Aminuddin et al (Eds) Precceding of the International
Tropical Peat, Precceding of the Symposium on Tropical Peatland.
International Symposium on Tropical Kuching Serawak 6 - 10 May 1991. p
Peatland. Kuching Serawak 6 - 10 417-420
May 1991. p 399-409 Kerndorff H, Schnitzer M, 1980. Sorption
Bellamy DJ. 1995. The peatlands of of metals on humic acid. in Geochim.
Indonesia: They key role in global Cosmochim. Acta 44. p. 1701 - 1708
conservatio-can they be used Nugroho K, Gianinazzi G, Widjaja
sustainably. Dalam: Biodiversity and AdhiIPG. 1995. Soil hydraulic
Biodiversity, Environmental properties of Indonesian peat. in 18 in
Imprortance of Trop. Peat and Rieley and Page (Eds) Biodiversity
Peatlenads. and Sustainability of Tropical Peatland.
Chua AK, Faridah A, 1991. Liming of Proceedings of the International
peat for some vegetable in Johor, Symposium on Biodiversity,
Malaisyain Aminuddin et al (Eds) Environmental Importance and
Tropical Peat, Precceding of the Sustainability of Tropical Peats and
International Symposium on Tropical Peatlands. Palangka Raya, 4 - 8
Peatland. Kuching Serawak 6 - 10 September 1995. p 147 - 156
May 1991. p 393-398 Rachim A. 1995. Penggunaan kation-
Dreissen PM. 1978. Peat soils. Soils and kation polivalen dalam kaitannya
Rice . IRRI, Los Banos, Philippines. p dengan ketersediaan fosfat untuk
763-779 meningkatkan produksi jagung pada
Driessen PM, Soepraptohardjo, 1974. Soils tanah gambut. Disertasi Program Pasca
for agricultural expansion in Indonesia. Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Soil Research Bull. No 1. Soil Rajaguguk B. 1992. Utilization and
Research Institute, Bogor. management of peatland in Indonesia
for agriculturre and forestry. Dalam:
Proc. Int. Symp. On Trop. Peatland,
Kuching Malaysia.
Jurnal Lahan Suboptimal, 1(2) Oktober 2012 205

Rajaguguk B. 1995. Peat soil of Indonesia: Saragih EP. 1996. Pengendalian asam-
location, classification, and problems asam fenolat meracun dengan
for sustainability. Dalam: Biodiversity penamabahan Fe-II pada tanah gambut
and sustainability of Tropical dari Jambi, Sumatera. [Tesis], Bogor.
peatlands. Proc. of the Int. Symp. On Institut Pertanian Bogor.
Biodiversity, Environmental Schnitzer M. 1969. Reaction between
Inportance of Trop. Peat and fulvic acid, a soil humic compound,
Peatlands. and inorganik soil constituent. Soil
Sabiham S. 1993. Pemanfaatan lumpur Sci. Soc. Proc. 33: 75-81.
daerah rawa pasang surut sebagai salah Subiksa IGM, Nugroho K, Sholeh,
satu alternatif di dalam menurunkan Widjaja AdhiIPG, 1995. The effect of
gas metana dan asam fenol pada ameliorants on the chemical properties
gambut tebal. p. 267-277 dalam Tri and productipity of peat soil. in Rieley
Utomo et al (Eds) Prosiding Seminar and Page (Eds) Biodiversity and
Nasional Gambut II. Jakarta, 14-15 Sustainability of Tropical Peatland.
Januari 1993. p 267-277 Proceedings of the International
Sabiham S, Prasetyo TB, Dohong S, 1995. Symposium on Biodiversity,
Phenolic acids in Indonesian peat in Environmental Importance and
Rieley and Page (Eds) Biodiversity Sustainability of Tropical Peats and
and Sustainability of Tropical Peatland. Peatlands. Palangka Raya, 4 - 8
Proceedings of the International September 1995. p 321-325
Symposium on Biodiversity, Sulaeman, Suparto, Siti A, Widjaja
Environmental Importance and AdhiIPG. 1998. Sifat-sifat penyediaan
Sustainability of Tropical Peats and hara fosfat dan kalium tanah gambut.
Peatlands. Palangka Raya, 4 - 8 pp. 147-159 dalam Kurnia et al (Eds)
September 1995. p 289-292 Prosiding Pertemuan Pembahasan dan
Sabiham S. 1999. Peningkatan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan
produktivitas tanah gambut ,elalui Agroklimat, Bogor, 10-12 Februari
pengendalian reaktivitas asam-asam 1998.
organik meracun : persyaratan dasar Supriyo A, Lande M, Prayudi B. 1991.
pengembangan lahan gambut. Laporan Farming system research on peaty land
Penelitian Hibah Bersaing V/3 in Sakalagun South Kalimantan,
Perguruan Tinggi T.A. 1998/1999. Indonesiain Aminuddin et al (Eds)
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Proceeding of The International
Bogor. Symposium on Tropical Peatland,
Sajarwan A. 2007. Kajian Karakteristik Kuching Serawak Malaysia. p 385 -
Gambut Tropika Yang Dipengaruhi 392.
Oleh Jarak Dari Sungai, Ketebalan Tim Puslittanak.1994. Kesesuaian lahan
Gambut, Dan Tipe Hutan Di Daerah untuk tanaman pertanian dan tanaman
Aliran Sungai Sebangun. kehutanan. Laporan Teknis No. 7
Disertasi.Fakultas Pertanian, Versi 1.0. Kerjasama LREP-II dengan
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat
Salampak. 1999. Peningkatan produktivitas Bogor.
tanah gambut yang disawahkan dengan Widjaja Adi IPG. 1992. Development of a
pemberian bahan amelioran tanah deep tropical peatland for perennial
mineral berkadar besi tinggi. Disertasi crops. in Aminuddin et al (Eds)
Program Pasca Sarjana Institut Proceeding of The International
Pertanian Bogor. Symposium on Tropical Peatland,
Kuching Serawak Malaysia. p. 380-384
206 Ratmini: Karakteristik dan Pengembangan Lahan Gambut untuk Pertanian

Widjaja Adi IPG. 1995. Developing Symposium on Biodiversity,


tropical peatlands for agriculture. in Environmental Importance and
Rieley and Page (Eds) Biodiversity Sustainability of Tropical Peats and
and Sustainability of Tropical Peatland. Peatlands. Palangka Raya, 4 - 8
Proceedings of the International September 1995. p 293-300.

Anda mungkin juga menyukai